Pembangunan dan Kemiskinan Konsep dan Indikator Kemiskinan Versi Pemerintah Indonesia

orang yang digolongkan sebagai termiskin berpenghasilan berkisar antara 180 kg, 240 kg berasorangtahun. Menurut BPS, penduduk miskin adalah mereka yang asupan kalorinya di bawah 2,100 kalori berdasarkan kategori food dan nonfood diukur menurut infrastruktur antara lain jalan raya, rumah, serta ukuran sosial berupa kesehatan dan pendidikan.

2.2.2 Pembangunan dan Kemiskinan

Membaiknya indikator-indikator makro ekonomi diharapkan dapat memberikan dampak postif terhadap masalah pengangguran, kualitas hidup, dan terutama kemiskinan yang menjadi issue penting, dan terus mendapat perhatian serius dari setiap penyelenggaraan pemerintah. Pembangunan ekonomi berhubungan erat dengan masalah kemiskinan. Sebab tujuan utama dari pembangunan adalah meningkatkan kemakmuran masyarakat atau pemerataan kesejahteraan. Dengan kata lain, pembangunan bertujan untuk mengentaskan kemiskinan. Masalah pokok yang dihadapi oleh pedesaan di Indonesia adalah kemiskinan dan keterbelakangan. Keadaan ini ditandai oleh : 1. Pendapatan yang rendah dari sebagian besar penduduk pedesaan. 2. Terdapatnya kesenjangan antara golongan kaya dan miskin dalam usaha-usaha pembangunan sehingga disinyalir kondisi-kondisi tersebut kurang menguntungkan dalam mempercepat laju pertumbuhan. Kemiskinan yang terjadi di Indonesia pada umumnya melanda penduduk yang tinggal di pedesaan. Salah satu golongan miskin di pedesaan adalah mereka Universitas Sumatera Utara yang termasuk kategori petani kecil yang bertempat tinggal di daerah yang terisolir dengan kondisi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang kurang menguntungkan. Petani kecil yan ghidup dalam kemiskinan tersebut umumnya memiliki lahan pertanian yang sempit. Kecilnya luas lahan yang dimiliki mengakibatkan mereka sangat sulit meningkatkan taraf hidupnya. Dari waktu ke waktu jumlah penduduk miskin ini semakin berkurang di daerah pedesaan sementara jumlah penduduk miskin dikota semakin banyak. Hal ini disebabkan banyak penduduk miskin dari desa yang pergi ke kota untuk mencari pekerjaan yan glebih baik. Akibatnya mereka bekerja di sektor informal perkotaan seperti pedangang kako lima, pedangan asongan, pemulung, gelandangan, dan sebagainya. Sebagian dari profesi ini membuat mereka tetap tergolong miskin.

2.2.3 Konsep dan Indikator Kemiskinan Versi Pemerintah Indonesia

Masalah kemiskinan bisa ditinjau dari lima sudut, yaitu persentase penduduk miskin, pendidikan khususnya angka buta huruf, kesehatan antara lain angka kematian bayi dan anak balita kurang gizi, ketenagakerjaan, dan ekonomi konsumsikapita. Bappenas 2004 mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak mampu memenuhi hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar masyarakat desa antara lain, terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumber daya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan, dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik, baik bagi perempuan maupun laki-laki. Untuk mewujudkan hak Universitas Sumatera Utara dasar masyarakat miskin, Bappenas menggunakan beberapa pendekatan utama, antara lain pendekatan kebutuhan dasar, pendikatan pendapatan, pendekatan kemampuan dasar, dan pendekatan objektif dan subjektif. Pendekatan kebutuhan dasar, melihat kemiskinan sebagai suatu ketidakmampuan seseorang, keluarga, dan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan minimum, antara lain pangan, sandang, papan, pelayanan kesehatan, pendidikan,penyediaan air bersih dan sanitasi. Menurut pendekatan pendapatan, kemiskinan disebabkan oleh rendahnya penguasaan asset dan alat produktif seperti tanah dan lahan pertanian atau perkebunan, sehingga secara langsung memengaruhi pendapatan seseorang dalam masyarakat. Pendekatan ini, menentukan secara kaku standar pendapatan seseorang di dalam masyarakat untuk membedakan kelas sosialnya. Pendekatan kemampuan membaca dan menulis untuk menjalankan fungsi minimal dalam masyarakat. Keterbatasan kemampuan ini menyebabkan tertutupnya kemungkinan bagi orang miskin terlibat dalam pengambilan keputusan. Pendekatan obyektif atau sering juga disebut sebagai pendekatan kesejahteraan menekankan pada penilaian normatif dan syarat yang harus dipenuhi agar keluar dari kemiskinan. Pendekatan subyektif menilai kemiskinan berdasarkan pendapt atau pandangan orang miskin sendiri Stepanek, 1985. Indikator-indikator utama kemiskinan berdasarkan pendekatan di atas yang di kutip dari Badan Pusat Statistik, antara lain sebagai berikut : 1. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar sandang, pangan dan papan. Universitas Sumatera Utara 2. Tidak adanya akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih dan transportasi. 3. Tidak adanya jaminan masa depan karena tiadanya investasi untuk pendidikan dan keluarga. 4. Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massa. 5. Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan terbatasnya sumber daya alam. 6. Kurangnya apresiasi dalam kegiatan sosial masyarakat. 7. Tidak adanya akses dalam lapanga kerja dan mata pencaharian yang berkesinambungan. 8. Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacar fisik maupun mental. 9. Ketidakmampuan dan ketidaktergantungan sosial anak-anak terlantar, wanita korban kekerasan rumah tangga, janda miskin, kelompok marginal dan terpencil. Indikator kemiskinan menurut Bappenas 2006 adalah terbatasnya kecukupan dan mutu pangan, terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan kesehatan, terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan pendidikan, terbatasnya akses terhadap air bersih, lemahnya kepastian kepemilikan dan penguasaan tanah, memburuknya kondisi lingkungan hidup dan sumber daya alam, lemahnya jaminan rasa aman, lemahnya pertisipasi, dan besarnya beban kependudukan yang disebabkan oleh besarnya tanggungan keluarga dan adanya tekanan hidup yang mendorong terjadinya migrasi. Universitas Sumatera Utara

2.2.4 Penyebab Kemiskinan