Manfaat dan Peranan Amfibi Konservasi

membutuhkan kelembaban yang stabil, dan ada juga yang tidak pernah meninggalkan perairan sama sekali Mistar, 2003.

2.4 Manfaat dan Peranan Amfibi

Manfaat amfibi sangat beragam baik itu untuk konsumsi, sibernetik maupun bahan percobaan penelitian. Iskandar 1998, menjelaskan bahwa amfibi telah banyak dimakan khususnya di restoran-restoran Cina. Dua spesies yang paling sering dikonsumsi adalah Fejervarya cancrivora dan Limnonectes macrodon yakni spesies yang cukup bertubuh besar yang sering dijadikan sumber protein tinggi. Selanjutnya Mistar 2003, menjelaskan bahwa amfibi mempunyai potensi yang besar untuk menanggulangi hama serangga sibernetik karena pakan utama amfibi adalah serangga dan larvanya. Beberapa perkebunan di Hawaii memanfaatkan jenis Bufo marinus yang didatangkan dari Texas untuk memberantas serangga secara biologis, akan tetapi metode ini harus diperhitungkan secara ekologi karena berbagai kasus seperti ketika Bufo marinus diintroduksi ke Australia dengan tugas yang sama mereka berkembang biak secara cepat dan tidak ada satwa yang mengontrol populasi kodok ini sehingga pada akhirnya menjadi hama bagi tanaman tebu Easteal, 2006. Di samping sebagai sibernetik, amfibi berperan besar dalam dunia kedokteran di mana amfibi telah lama digunakan sebagai alat tes kehamilan. Beberapa ahli pada saat sekarang telah banyak melakukan penelitian untuk mencari bahan anti bakteri dari berbagai spesies amfibi yang diketahui memiliki ratusan kelenjar yang terdapat di bawah kulitnya.

2.5 Konservasi

Penyelamatan amfibi tidak bisa dilepaskan dari kerusakan habitat maupun pemanasan global. Suhu atmosfer bumi saat ini telah meningkat 0,5 ÂșC dibanding suhu pada zaman Universitas Sumatera Utara praindustri Murdiyarso, 2003. Terutama karena amfibi merupakan satwa yang membutuhkan kondisi lingkungan yang stabil. Secara umum diketahui amfibi memiliki persebaran yang luas namun perlindungan mikrohabitatnya mutlak dilakukan karena amfibi diketahui berendemisitas yang tinggi Mistar, 2003. Sesuai dengan penjelasan Iskandar 1998 bahwa ordo Anura katak dan kodok di Sumatera didapatkan 89 jenis di mana sekitar 21 jenis di antaranya adalah endemik. Iskandar 1998 menjelaskan bahwa beberapa jenis hampir dikhawatirkan akan habis karena manusia banyak memperjualbelikan dan juga mengkonsumsinya terutama jenis Limnonectes macrodon. Salah satu kendala yang menghambat upaya konservasi amfibi adalah minimnya data tentang status populasi dan penyebaran distribusinya sehingga belum satu pun jenis amfibi di Sumatera yang masuk dalam daftar satwa terancam punah dalam IUCN Liswanto, 1998. Di dalam Peraturan Pemerintah No. 7 1999 juga belum terdaftar satu jenis amfibi pada lampiran jenis-jenis satwa yang dilindungi. Dengan tidak diketahuinya status populasi dan distribusi spesies-spesies amfibi maka hilangnya satu spesies maupun laju penyusutan populasi menjadi sulit dipantau sedangkan laju kerusakan dan alih fungsi hutan sangat cepat Rahayuningsih et al, 2004. Penelitian di Pulau Sumatera khususnya telah pernah diteliti dan dipublikasikan oleh Van Kampen, De Rooij, Cooger Harold, D. Liswanto, Voris dan Kadarsan. Hasil penelitian Lubis 2007 memperlihatkan bahwa di Hutan Suaka Margasatwa Siranggas, Kabupaten Pakpak Bharat, Sumatera Utara didapatkan 17 jenis amfibi yang tergolong ke dalam 10 genus, 5 famili dan 2 ordo.

2.6 Hutan Taman Wisata AlamCagar Alam Sibolangit