Prospek Bisnis Perusahaan Telekomunikasi

saham yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta dari 24 saham pada tahun 1988 menjadi lebih dari 200 saham. Hal ini menyebabkan sistem perdagangan manual yang selama ini dilakukan di Bursa Efek Jakarta tidak lagi memadai. Pada tanggal 22 Mei 1995 diterapkanlah suatu sistem otomatis yang dinamakan dengan JATS Jakarta Automatic Trading System. Dengan sistem yang baru ini para pialang dan juga investor dapat memonitor aktivitas perdagangan yang terjadi di bursa. Penerapan JATS ini juga mendorong pelaksanaan order jual dan beli saham yang adil dan transparan. Pada tanggal 10 November 1995: Pemerintah mengeluarkan Undang-undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Undang-undang ini mulai diberlakukan mulai Januari 1996. Pada tahun 2000, Sistem Perdagangan tanpa Warkat scripless trading mulai dipublikasikan di Paar Modal Indonesia. Tahun 2002, Bursa Efek Jakarta mulai mengaplikasikan sistem perdagangan jarak jauh remote trading dan diawal tahun 2008, penggabungan Bursa Efek Surabaya ke Bursa Efek Jakarta dan berubah nama menjadi Bursa Efek Indonesia.

B. Prospek Bisnis Perusahaan Telekomunikasi

Pergeseran jasa telekomunikasi dewasa ini diawali dengan adanya konvergensi antara teknologi telekomunikasi, informatika dan elektronika yang memuncak di awal tahun 1990-an. Masyarakat pengguna jasa telekomunikasi sudah tidak lagi mengharapkan jasa telekomunikasi hanya sebagai sarana penghubung suatu lokasi dengan lokasi lainnya yang berjarak cukup jauh untuk berkomunikasi berbicara. Beragam bentuk layanan dan informasi yang Universitas Sumatera Utara dibutuhkan masyarakat telah mendorong berkembangnya teknologi jaringan telekomunikasi berdasarkan kriteria yang beragam pula seperti masalah keamanan, keandalan, kecepatan, cakupan, personalitas, profitabilitas, dan harga. Sejak kehadiran era informasi, kesadaran masyarakat akan pentingnya informasi terus meningkat dan mendorong fungsi jasa telekomunikasi berubah menjadi sarana untuk mendapatkan informasi. Bentuk-bentuk informasi yang ingin diperoleh semakin beragam, mulai dari informasi bisnis, pendidikan, komersial, hingga hiburan. Sejumlah kegiatan sehari-hari yang biasa dilakukan secara manual, tatap muka, mulai beralih untuk dilakukan melalui jasa telekmunikasi seperti transaksi bisnis, proses pelajaran jarak jauh, belanja jarak jauh, dan beberapa proses perkantoran yang sudah beralih dengan memanfaatkan jasa telekomunikasi. Maka belakangan ini sering kita dengar istilah: e-commerce, teleshopping, distance learning, e-banking, e-bussines, EDI, video cnference, video on demand, multimedia dan e-gverment. Bisnis seluler merupakan industri yang menarik saat ini. Banyak perusahaan yang berlomba-lomba untuk masuk ke industri ini. Dari pengakuan para operator di Indonesia, diperkirakan sekitar 40 juta nomor yang telah terjual. Dari angka tersebut diperkirakan 10-20 merupakan calling card alias kartu perdana yang dibeli kemudian dibuang. Sisa kartu tersebut diperkirakan 10 merupakan kartu kedua atau dengan kata lain satu pengguna memiliki dua telepon seluler. Dengan begitu dapat diperkirakan pengguna kartu seluler di Indnesia berkisar 25-28 juta pelanggan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian dari lembaga riset Research and Markets yang dipublikasikan di awal Oktober Universitas Sumatera Utara 2005 yang menyebutkan jumlah pengguna telepon seluler sekitar 12 dari total populasi sebesar 233 juta jiwa. Komposisi pasa bayar dari total pengguna masih tergolong kecil dengan kisaran sekitar 10 dan sisanya adalah prabayar. Perilaku masyarakat Indonesia memang menjadi salah satu pemicu tingginya proporsi kartu prabayar di Indonesia. Pertumbuhan jumlah pelanggan ini tidak sebanding dengan tingkat ARPU Average revenue Per User yang diterima oleh operator seluler. Tiap tahun tingkat ARPU terus mengalami penurunan. Tahun 2004, tingkat ARPU sekitar 3-5 lebih rendah dari tahun 2003. Sementara di tahun 2005 juga diperkirakan akan mengalami hal yang sama dengan ARPU yang bahkan sudah dibawah Rp. 100.000. Peningkatan jumlah pelanggan berbanding terbalik dengan tingkat ARPU. Hal ini juga dipicu oleh semakin populernya pendapatan non-voice dari pelanggan. Tercatat, pada tahun 2005 ini, kontribusi pendapatan SMS terhadap total pendapatan operator seluler diperkirakan mencapai 28-30. Tahun 2007 diperkiraan para operator seluler bakal menangguk pendapatan sekitar lima trilyun rupiah dari SMS. Lembaga penelitian Portio Research bahkan meprediksi SMS akan menghasilkan pendapatan 5 triyun USD pada tahun 2010. Perusahaan telekomunikasi bergerak tidak lagi dalam jasa telekomunikasi tetapi mereka akan bergerak menjadi perusahaan pemasaran. Perubahan kebutuhan pelanggan yang dipicu oleh konvergensi teknologi mengakibatkan perusahaan telekomunikasi akan menjadi semacam “broker” yang akan menyediakan semua kebutuhan pelanggan mulai dari yang sangat Universitas Sumatera Utara mendasar seperti voice sampai dengan kebutuhan sehari-hari seperti transaksi hiburan.

C. Jasa-jasa telekomunikasi secara rinci sebagai berikut: