Hubungan antara Riwayat Gula Darah Tinggi dengan Tingkat Risiko DMT2

Hal ini selaras dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang menyatakan adanya hubungan yang signifikan antara riwayat keluarga DM dengan kejadian DM. Valliyot Case-control; n=300; 2013 dalam penelitiannya di India mendapatkan hubungan yang signifikan antara riwayat keluarga DM dengan kejadian DM p0,001. 25 Valliyot Case-control; n=300; 2013 juga menambahkan bahwa orang yang memiliki riwayat keluarga DM berisiko tiga kali lebih besar untuk menderita DM dibandingkan orang yang tidak memiliki riwayat keluarga DM. 25 Begitu juga dengan hasil penelitian Trisnawati dkk Case-control; n=136; 2013 di Puskesmas Cengkareng mendapatkan hubungan yang signifikan antara riwayat keluarga DM dengan kejadian DM. p=0,038; OR=4,19 CI 1,246-14,08. 35 Responden yang memiliki riwayat keluarga DM berisiko tiga kali lebih tinggi menderita DM dibandingkan dengan responden yang tidak memiliki riwayat keluarga DM. 25 Pada penelitian Zahtamal dkk Case- control, n=154; 2007 didapatkan nilai PAR Population Attributable Risk 0,73 yang artinya sebanyak 73 kasus DM dapat dicegah dengan memperhatikan faktor risiko adanya riwayat keluarga menderita DM. 34 Faktor genetik menjadi basis yang mendasari tingginya risiko DMT2 pada individu yang memiliki anggota keluarga yang telah terdiagnosis DM. Beberapa varian gen transkripsi faktor 7 diduga dapat merubah fungsi pulau langerhans pada pankreas. 14

4.5. Kelebihan Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional yang lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan desain penelitian lainnya untuk tujuan penilaian tingkat risiko. Penelitian untuk menilai tingkat risiko DMT2 masih jarang dilakukan di Indonesia, padahal hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai bagian dari upaya pencegahan DMT2 di komunitas. Penilaian tingkat risiko DMT2 sangat sesuai dilakukan di fasilitas pelayanan primer seperti KPKM seiring dengan sistem kesehatan nasional yang menitikberatkan pada pencegahan munculnya penyakit.

4.6. Keterbatasan Penelitian

Pengambilan data pada penelitian ini dilakukan oleh 5 orang pewawancara sehingga memungkinkan terjadinya bias inter-observer, yaitu bias yang ditimbulkan akibat perbedaan kemampuan seorang pewawancara dengan pewawancara lainnya dalam menanyakan pertanyaan. Untuk mengantisipasi bias inter-observer, maka kuesioner dibuat dengan sangat detil dan dilakukan briefing dengan semua pewawancara sebelum melakukan pengambilan data. Pada item pemeriksaan terdapat kemungkinan bias pengukuran. Bias ini terjadi disebabkan oleh beberapa faktor: pemeriksa kewalahan dengan banyaknya responden, penempatan alat ukur yang tidak pas, atau posisi tubuh responden yang tidak sesuai. Untuk mengantisipasi bias pengukuran, maka dibuat alur pemeriksaan yang jelas dan pembagian waktu untuk sampel memeriksakan dirinya sehingga tidak terjadi penumpukan responden. Juga dilakukan pengecekan ulang terhadap alat ukur. Pada proses pengambilan data didapatkan banyaknya responden yang berpendidikan rendah sehingga untuk mengatasinya pengisian kuesioner dilakukan dengan wawancara langsung oleh pewawancara satu persatu.