Pagelaran pergelaran Pakeliran Pagelaran Wayang Kulit

commit to user 10

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Pagelaran Wayang Kulit

Indonesia yang memiliki beragam suku bangsa dan kebudayaan yang beranekaragam dan berbeda satu dengan yang lainnya, yang kesemuanya itu turut memperkaya khasanah kebudayaan di tanah air ini. Demikian pula Seni pertunjukan wayang kulit Jawa yang merupakan salah satu bentuk kesenian tradisional yang sarat akan filosofi dan kebijaksanaan.

a. Pagelaran pergelaran Pakeliran

1 Pengertian Pergelaran adalah suatu kegiatan dalam pertunjukan hasil karya seni kepada orang banyak pada tempat tertentu. Untuk mencapai suatu tujuan pada dasarnya pergelaran adalah merupakan kegiatan konsumsi secara tidak langsung antara pemain dengan penonton untuk mencapai kepuasan masing-masing baik penonton maupun pemain. Baik tidaknya suatu pergelaran dapat di ukur dengan melihat bagaimana respon dan tanggapan serta perhatian penonton selama pergelaran itu berlangsung. Kadang-kadang ada suatu pergelaran yang di tinggalkan oleh penonton ini menandakan bahwa pergelaran itu tidak dapat berkomunikasi dengan penontonnya Trio Nugraha. http:www.blogspot.com diunduh tanggal 26 Agustus 2010. PergelaranPementasan adalah kegiatan memperkenalkan atau menunjukkan hasil karya seni seperti: musik, tari, teaterdrama dan lainnya kepada masyarakat luas. Pergelaran merupakan cara untuk melakukan komunikasi antara pencipta karya dan penikmat karya. Pergelaran bersifat Dinamisbergerak seperti: Pergelaran musik, pergelaran tari, pergelaran busana dan pergelaran wayang Zakki. http:www.wordpress.com diunduh tanggal 26 Agustus 2010. Pakeliran adalah bentuk pertunjukan wayang dalam bingkai kelir atau geber, pada pertunjukan wayang kulit. Peranan kelir dalam pertunjukan wayang kulit pantas diperhitungkan dan ikut menentukan pertimbangan estetis, tetapi jika untuk jenis 10 commit to user 11 pertunjukan wayang golek yang tanpa geber dapat saja disebut pakeliran golek sebagaimana istilah STSI Surakarta Poniman Sumarno, 2001: 1. Manfaat Pergelaran : Melatih mengapresiasi karya, melatih tanggung jawab, melatih mengevaluasi karya, membangkitkan motivasi dan melatih kegiatan bersama serta melatih mandiri. Tujuan Pergelaran : Menawarkan karya kepada masyarakat, berkomunikasi dengan masyarakat, memberikan informasi kepada masyarakat dan melatih masyarakat untuk berapresiasi. Fungsi Pergelaran : Sarana apresiasi, sarana rekreasi, sarana edukasipendidikan dan sarana ajang prestasi Zakki. http:www.wordpress.com diunduh tanggal 26 Agustus 2010. 2 Syarat-syarat Pakeliran Pakeliran memiliki tiga syarat yaitu : a Dalang Dalang merupakan tokoh utama dalam pertunjukan wayang dan pada umumnya pria dikarenakan pekerjaan sebagai dalang memang amat berat. Dalang harus duduk bersila semalam suntuk untuk melaksanakan pertunjukan wayang, dan juga memimpin yang lain seperti seniman-seniwati yang duduk di belakangnya dengan aba-aba tersamar, berupa wangsalan atau petunjuk sastra yang diselipkan dalam cariyos atau narasinya, berupa gerak-gerik wayang, berupa nyanyian, berupa dodogan dan kepyakan Pandam Guritno 1988: 33-34. Kewajiban dan pantangan yang harus ditaati para dalang, di samping keharusan menguasai macam-macam keahlian seperti pandai memainkan wayang- wayang dengan terampil, mampu menyarakan sedikitnya tiga puluh macam suara para tokoh wayang yang masing-masing memiliki wataknya yang khas, pandai memukau para hadirin dengan suaranya yang merdu, menguasai seni sastra dan filsafat Pandam Guritno 1988: 35. Selain itu seniman dalang dituntut memiliki kreativitas yang tinggi dan matang dalam hal mengkolaborasikan intrumen musik sehingga pada setiap penyajian pertunjukan wayangnya dapat memanfaatkan intrumen-instrumen baru dengan komposisi gendhing yang baru Soetarno, Sarwanto dan Sudarko 2007: 54. commit to user 12 Secara tradisional ada beberapa kelas dalang, yakni : 1 mereka yang baru dapat mendalang, 2 yang sudah pandai mendalang, 3 yang telah menguasai semua teknik pedalangan, 4 yang telah menguasai isi pedalangan, dan 5 ‘dalang sejati’, yaitu dalang yang telah menguasai semua isi pedalangan dan juga dapat memberi suri tauladan kepada masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, seorang yang arif, bijaksana, dan patut dihormati Pandam Guritno 1988: 36. b Niyaga atau wiyaga di Jawa Barat dinamakan nayaga Niyaga merupakan sebutan bagi para penabuh gamelan dan biasanya pria. Untuk mengiringi pertunjukan wayang kulit, jumlah niyaga itu sedikitnya sepuluh orang untuk memainkan sedikitnya lima belas peralatan gamelan. Jadi ada beberapa orang yang mampu merangkap memainkan beberapa peralatan gamelan, jika jumlah niyaga kurang dari lima belas orang. Untuk mengiringi bebagai lakon pertunjukan wayang kulit secara lengkap sesuai ketentuan tradisional diperlukan lebih dari seratus enam puluh gending klasik. Melihat hal tersebut pengetahuan dan kemampuan suatu kelompok niyaga ikut menentukan pilihan gending-gending yang dimainkan. Apabila niyaga hanya terbatas memainkan macam-macam gendingnya, maka dalang pun hanya terbatas sekali dalam pemilihannya, dan pertunjukannya tidak dapat bermutu tinggi Pandam Guritno 1988: 37. Kebanyakan peralatan yang dimainkan adalah peralatan pukul yang cara membunyikannya dengan dipukul seperti : jenis gender, gambang beberapa jenis saron, kempyang, kathuk, kenong, kempul, gong, dan bonang. Selain peralatan gamelan pukul ada juga yang di tabuh seperti beberapa jenis kendang, peralatan berdawai seperti rebab dan kadang-kadang juga siter, dan alat-alat tiup berupa suling Pandam Guritno 1988: 37. Untuk membantu para niyaga menyesuaikan dengan perkembangan jaman, ada pula yang memasukkan alat-alat musik modern seperti keyboard, drum, bass gitar elektrik dan gitar rithym yang dipadupadankan dengan gamelan tradisi. Posisi terpenting dari semua niyaga adalah penabuh kendang pengendang, karena dialah yang biasanya menangkap isyarat dan perintah dalang, dan commit to user 13 meneruskannya kepada niyaga yang lain, terutama untuk melirihkan atau mengeraskan bunyi gamelan, mempercepat atau memperlambat irama gending, memulai dan menghentikannya. Pengendang juga harus menghidupkan pagelaran karena bunyi kendang-kendangnya yang mengiringi gerak-gerak wayang di pentas sungguh merupakan ilustrasi yang menghidupkan suasana Pandam Guritno 1988: 37-38. c Pesinden atau penyanyi wanita Pesinden atau penyanyi wanita sudah lama di kenal di kalangan seni di pulau Jawa, tetapi para pesinden dikenal sebagai bagian dari pagelaran wayang kulit baru pada tahun 1925-an. Hingga kini pagelaran wayang kulit dianggap tidak wajar apabila pesinden tidak ada. Para pesinden memiliki nama lain yaitu waranggana, widuwati, dan suarawati Pandam Guritno 1988: 39. Nyanyian para pesinden kebanyakan dari jenis macapat meskipun pada perkembangannya pesinden juga menyanyikan musik campursari. Jumlah suarawati sebaiknya 2 dua orang, meskipun juga dapat dilakukan 1 orang. Jumlah pesinden tidak boleh terlalu banyak agar suaranya tidak mengganggu jalannya pagelaran. Sebaiknya pesinden tidak lebih dari 5 lima orang Sri Mulyono 1982: 129. Akan tetapi pada perkembangannya jumlah suarawati yang mengiringi pagelaran banyak yang lebih dari 5 orang dan kadang-kadang mencapai 10 orang tergantung event yang ada. 3 Jenis-jenis Pakeliran a Wayang Gedhog Wayang gedhog memiliki fungsi akspresif atau penghayatan estetis dan sebagai fungsi hiburan bagi para abdi dalem selama raja berada di luar keraton. Selain itu memiliki fungsi lain yaitu sebagai alat pendidikan dan sebagai pengukuh kedudukan raja alat legitimasi raja. Wayang gedog tidak berkembang di masyarakat karena ada faktor interen dan faktor eksteren. Faktor interen bahwa garap pakeliran wayang gedog lebih sulit dari wayang kulit purwa. Faktor eksteren bahwa wayang gedog di lingkungan keraton berfungsi untuk mengukuhkan kedudukan dan kekusaan raja. Teknis pertunjukan wayang gedog berbeda dengan wayang kulit purwa, sang commit to user 14 dalang harus menguasai repertoar cerita panji yang berupa seluk beluk keraton secara seksama. Dan biasanya ditampilkan dalam keraton Soetarno, Sarwanto dan Sudarko 2007: 135-137. b Wayang Golek Wayang golek adalah salah satu jenis wayang diantara berbagai jenis wayang yang ada di jawa. Wayang golek masih hidup sampai sekarang dan tersebar diberbagai daerah di Jawa Tengah, Jawa Timur, DIY, dan di Jawa Barat. Wayang golek bonekanya berbentuk tiga dimensi, terbuat dari bahan kayu jaranan, kayu kemiri atau kayu mentaos. Kata golek berarti anak – anakan, patung kecil, cari mencari. Timbulnya wayang golek menurut tradisi lisan yang dikutip oleh soetarno, sarwanto, sudarko, 2007 bahwa pada tahun 1659 keraton Kartosura membangun serta menyempurnakan berbagai seni pertunjukan istana. Sedangkan di masyarakat, banyak seni pertunjukan yang datang dari daerah pesisir, yaitu wayang golek purwa. Sedangkan seni pertunjukan yang datang dari Kudus adalah wayang golek menak. Hadirnya wayang golek itu membuat para ulama tidak senang dan menolak karena wayang golek itu mirip gambar manusia maka dianggap karam, sehingga di Jawa Tengah wayang golek tidak berkembang. Bentuk boneka wayang ini bulat. Wayang golek berupa balutan kayu yang diukir dan dipahat serta terbagi atas: kepala, badan, tanganan dengan tuding tongkat kecil Soetarno, Sarwanto, Sudarko 2007: 142. c Wayang Madya Pertunjukan wayang madya pada dasarnya tidak berbeda dengan wayang kulit purwa. Wayang Madya lebih muda daripada wayang kulit purwa. Wayang madya tidak dapat berkembang dengan baik dikarenakan: 1 masyarakat telah mendarah daging terhadap wayang purwa; 2 wayang madya jarang dipergelarkan diluar dan biasanya hanya dipertunjukan di dalam istana; 3 kerena gineologi wayang madya tidak dikenal oleh masyarakat, sehingga tidak disukai. Isi cerita wayang madya kurang lebih sama dengan wayang purwa dengan pembagian tiga tataran, yaitu: 1 Purwa carita, sesuai dengan iringan gamelan dalam pathet nem; 2 Madya carita, sesuai dengan iringan gamelan dalam pathet sanga; 3 Wasana carita, commit to user 15 sesuai dengan iringan dalam pathet manyura, sebagai inti cerita wayang semalam suntuk Soetarno, Sarwanto dan Sudarko 2007: 158-159. 4 Kelengkapan Kelengkapan yang harus ada pada suatu pakeliran : a Boneka Wayang Satu kothak wayang kulit purwa berisi sekitar 200 buah boneka atau wayang yang terbuat dari belulang dan kulit kerbau, dan dapat pula dibuat dari kulit lembu Pandam Guritno 1988 : 40. Boneka-boneka wayang kulit tidak menggambarkan manusia-manusia secara wajar, demikian pula boneka-boneka yang digunakan dalam wayang-wayang jenis lainnya. Yang digambarkan adalah watak berbagai tokoh dalam dunia pewayangan. Setiap bonekawayang kulit melukiskan watak tertentu dalam keadaan batin tertentu Pandam Guritno 1988: 42. Dalam pertunjukan semalam suntuk yang mulai sekitar pukul 21.00 dan berakhir pada saat matahari terbit keesokan harinya, dalang biasanya hanya menggunakan antara 50-60 buah wayang. Wayang-wayang yang lain hanya ditancapkan berjajar di kanan dan kiri panggung, sebagian masih diletakkan dalam kothak, sebagian lainnya diletakkan di sisi kanan dalang, di atas tutup kothak. Semuanya dilakukan menurut aturan-aturan tertentu sehingga dalang mengetahui betul di mana wayang-wayang yang dibutuhkannya Pandam Guritno 1988: 42-43. b Kelir layar dari katun Sebagai permainan bayangan, wayang kulit purwa memerlukan layar yang dinamakan kelir Pandam Guritno, 1988: 49. Kelir adalah selembar tabir yang terbuat dari kain putih, pada umumnya terbuat dari kain blacu, dan di sekeliling kelir dengan kain merah atau hitam, dengan ukuran lebar 1 1 2 – 2 meter, dan panjang 3- 3 1 2 meter. Kelir dalam pertunjukan wayang merupakan peralatan yang penting sekali, karena yang direntangkan dengan bingkai gawangan yang terbuat dari kayu atau bambu. Kelir pada umumnya berwarna putih, karena ada kaitannya dengan pengertian bahwa kelir merupakan lambang semesta alam. Dalam perkembanganya kelir dewasa ini terbuat dari kain mori prima putih, sekelilingnya dihias dengan commit to user 16 bludru hitam biru dan dihias dengan benang emas, serta dibingkai gawangan yang terbuat dari kayu jati yang penuh dengan ukiran dengan ukuran panjang 25 meter dan lebar 2 1 2 – 3 meter. Hazeu yang dikutip Soetarno, Sarwanto dan Sudarko 2007: 40 istilah kelir dalam pagelaran wayang telah muncul sejak abad XII, seperti tercantum dalam Serat Wreta Sancaya, dalam bait 93, Sekar Mandraka antara lain berbunyi : ”Lwir mawayang tahen ganti mikang wukir kineliran himarang anipis bungbung ikang petung kapawanan, jateka tudungan ja munya ngarangin paksi ketur selundingan ika kinang syani pamungsal ing kidang alon mandrakala sabda ing mrak alano sawang pangidungnya mangrai hati” Dalam pertunjukan wayang kulit fungsi kelir adalah tempat untuk mempergelarkan memainkan wayang di samping juga sebagai tempat untuk meletakkan simpingan wayang. Kecuali itu gawangan kelir dipakai untuk meletakkan sesaji sajen seperti padha, kain, pohon tebu yang merupakan perlengkapan sesaji dalam pertunjukan wayang Soetarno, Sarwanto dan Sudarko 2007: 40. Kelir selalu digunakan dalam pagelaran wayang kulit purwa sejak dahulu kala, lain halnya dengan pertunjukan wayang golek, menunjukkan bahwa wayang kulit purwa merupakan pertunjukan bayangan Pandam Guritno 1988: 51. c Blencong lampu Blencong merupakan lampu minyak kelapa yang digunakan dalam pertunjunkan wayang kulit purwa. Lampu ini terbuat dari logam perunggu bentuknya menyerupai burung dengan sayap-sayapmengepak dan ekornya terangkat. Kedua sayap dan ekornya berfungsi sebagai reflektor yang memantulkan cahaya lampu pada kelir. Sebagai sumbu lampu minyak kelapa digunakan lawe, yaitu benang-benang kapas yang keluar dari paruh burung yang menyerupai garuda Pandam Guritno 1988: 53. Pesatnya perkembangan teknologi di masa kini, pada pertunjukan wayang kulit tidak lagi menggunakan blencong tetapi dengan lampu penerangan listrik yang menggunakan sistem cahayalighting, yang berwarna-warni Soetarno, Sarwanto dan Sudarko 2007: 44-45. commit to user 17 d Dhebog batang pisang Untuk pertunjukan wayang kulit purwa biasanya diperlukan tiga sampai empat batang pisang yang cukup panjang dan padat batang pisang raja. Ukuran dhebog sangat tergantung dengan ukuran gawangan kelir, yang normal dhebog yang berada di sebelah kanan dan kiri sekitar 3,5 m, sedangkan yang ditengah dua buah dengan panjang 2 m dan dipilih dhebog yang masih segar, sehabis ditebang Soetarno, Sarwanto dan Sudarko 2007: 41. Dari dhebog tersebut dibuat bertingkat dua yaitu lapisan atas dan lapisan bawah. Dhebog atas merupakan bagian pentas untuk menancapkan tokoh-tokoh wayang yang dalam adegan berstatus tinggi sedangkan dhebog lapisan bawah berfungsi seperti lantai tempat untuk duduk bawahan. Kedua lapisan dhebog bertumpu pada penyangga-penyangga dari kayu yang dinamakan tapak dara, sedang bagian atas sligi-sligi dan blandar diikat pada kayu-kayu melintang yang menghubungkan tiang-tiang rumah Pandam Guritno 1988: 52. e Kothak wayang Sebuah kothak yang terbuat dari kayu nangka atau kayu suren dengan ukuran panjang sekitar 55 cm. Kothak untuk menyimpan boneka wayang setelah selesai pertunjukan. Dalam pertunjukan kothak diletakkan pada sisi kiri dalang sedangkan tutup kothak diletakkkan pada sebelah kanan dalang Soetarno, Sarwanto dan Sudarko 2007: 42. Pada bibir kothak digantungkan kepyak, yang saat waktu pertunjukan dibunyikan dengan jejakan-jejakan ujung kaki kanan dalang. Kothak tersebut juga dipukul-pukul dalang dengan menggunakan cempala-cempala Pandam Guritno 1988: 56. f Cempala pemukul kothak Cempala merupakan alat pemukul yang dipukulkan pada kothak wayang untuk menimbulkan suaraefek tertentu sesuai dengan kebutuhan dalang. Cempala biasanya terbuat dari kayu galih asem atau kayu kemuning atau kayu sambi. Dalam pedalangan terdapat dua cempala yaitu cempala ageng dan cempala alit Soetarno, Sarwanto dan Sudarko 2007: 43. Dalam pertunjukan cempala alit dijepit oleh jari kaki kanan dalang dan dapat diketukkan pada tepi luar kothak ataupun pada kepyak, commit to user 18 sebagai ganti dari cempala ageng saat dalang sedang memainkan wayang menggunakan kedua tangannya Pandam Guritno 1988: 56-57. g Kepyak atau keprak Pada pedalangan gaya Surakarta kepyak terdiri dari lembaran-lembaran logam, biasanya besi atau perunggu, dengan ukuran kira-kira 10 x 15 cm dan tebal sekitar 1 mm, biasanya berjumlah tiga lembar Pandam Guritno 1988: 58. Permainan kepyak menurut tradisi pedalangan Keraton Surakarta mulai dibunyikan dalam pertunjukan wayang pada adegan budhalan menjelang adegan jaranan. Dengan demikian mulai adegan jejer sampai dengan adegan seban jawi kepyak belum dibunyikan untuk mengiringi tokoh tertentu Soetarno, Sarwanto dan Sudarko 2007: 44. h Gamelan alat-alat musik Gamelan merupakan alat musik tradisional yang kebanyakan merupakan instrumen pukul dan biasanya terbuat dari perunggu. Gamelan yang digunakan untuk mengiringi pertunjukn wayang kulit purwa meliputi: kendang besar, sedang, kecil atau ketipung, rebab instrumen gesek, gender, demung semacam gender besar, gambang, suling, siter, kempyang atau kemong, kethuk, kempul, kenong, saron, peking saron kecil, slenthem saron besar, bonang dan gong Pandam Guritno 1988: 58.

b. Wayang Kulit Purwa