commit to user
41
sebagai tanda bahwa pertunjukan selesai. Gendhing-gendhing yang digunakan untuk mengiringi adegan tancep kayon penghabisan misalnya 1
Gendhing Lobong berbentuk kethuk loro kerep minggah kethuk papat laras
slendro pathet menyura; 2 Gendhing Boyong berbentuk Kethuk loro kerep
minggah ladrang ikaras slendro pathet menyura Nojowirongko, 1958: 43;
Sudarko 2003: 21 Berdasarkan pengamatan peneliti dilapangan dari beberapa pertunjukan
wayang semalam suntuk yang diamati terdapat unsur-unsur dalam pakeliran yang sering dihilangkan seperti: gapuran, kedhatonan, adegan perang ampyak, adegan
paseban jawi sabrang, adegan pertapan menjadi adegan gara-gara, adegan sintren,
dan adegan menyura 2 dan hal tersebut terjadi pada dalang non-akademis dan dalang pejabat karena penyaji kebanyakan tidak menguasai unsur-unsur sabet dalam bentuk
pakeliran semalam, kecenderungannya lebih menekankan Limbuk Cangik dan Gara- Gara
. B.
Nilai-nilai Filosofi Dalam Pertunjukan Wayang Kulit Purwa
Masyarakat Jawa mempercayai bahwa dalam pertunjukan wayang kulit purwa merupakan gambaran tata kehidupan nenek moyang yang patut diambil suri
tauladan. Selain itu, masyarakat Jawa juga meyakini di dalam pertunjukan wayang terkandung makna proses pendidikan dari lahir hingga mati. Hal ini dapat dilihat
dalam pembagian periode pertunjukan pathet semalam suntuk, yang dimulai dari pathet nem
, pathet songo, dan pathet menyura. Selain terkandung proses pendidikan dari lahir hingga mati dalam periode pertunjukan yang ditampilkan oleh dalang,
terkandung pula secara simbolis di dalamnya mengenai ajaran, petuah, keteladanan, dan juga makna tentang hubungan manusia dengan alkhalik-Nya Soetomo, 2005:
II 1. Pembabagan proses pendidikan dari lahir hingga mati secara terperinci
yaitu:
1. Simbol Kehidupan Masa Kanak-kanak Pathet Nem
Periode yang berlangsung mulai pukul 21.00-24.00 ini melambangkan masa kanak-kanak. Sesuai dengan suasana ini, maka gamelan dan lagu dalam pathet nem
commit to user
42
ini ditandai dengan kayon gunungan ditancapkan cenderung ke kiri. Periode pathet
nem ini dibagi menjadi 6 adegan jejeran yaitu:
a Jejeran raja yang dilanjutkan dengan adegan kedhatonan. Setelah selesai bersidang raja diterima permaisuri untuk bersantap bersama. Jejeran ini
melambangkan bayi yang mulai diterima diasuh kembali ke ibunya. b Adegan paseban jawi, melambangkan seorang anak yang sudah mengenal dunia
luar. c Adegan jaranan pasukan binatang, gajah, babi hutan. Adegan itu
melambangkan watak anak yang belum dewasa dan biasa mempunyai sifat seperti binatang. Anak itu tidak memperhatikan aturan yang ada tetapi hanya
memikirkan diri sendiri. d Adegan Perang ampyak menghadapi rintangan melambangkan perjalanan
seorang anak yang sudah beranjak dewasa yang mulai menghadapi banyak kesukaran dan hambatan, namun dapat dilaluinya dengan aman.
e Adegan sabrangan raksasa, melambangkan anak yang sudah dewasa tetapi watak-wataknya masih banyak didominasi oleh keangkaraan, emosi dan nafsu.
f Adegan Perang gagal, suatu perang yang belum diakhiri suatu kemenangan, kekalahan, hanya berpapasan saja, atau masing-masing mencari jalan lain.
Adegan ini melambangkan suatu tataran hidup manusia masih dalam fase ragu- ragu, belum mantap, karena belum ada suatu tujuan yang pasti.
Mengenai pathet nem ini, R. Ng. Ranggawarsita menjelaskan dalam Serat Wedhapurwaka
demikian : Pathet nenem rasaning dumadi, saking soko rongron, kadhaton yoiku
tegese, rahsa kumpul neng gwa garba wibi, gya paseban jawi, iku tegesepun. Jabang bayi wus lahir neng Jawi, sabrang cariyos, bay iwis
tumangkar kersane, darbe mosik sabarang kepingin, prang gagal kang arti, tumangkaring nafsu,
Padmosoekotjo, 1995: 22 Pathet nem rasa kehidupan, dari dua pihak, kedhaton yaitu maknanya, rahsa
kumpul dalam kandungan ibu, segera paseban jawi, itu maknanya, bayi lahir di luar, sebrangan diceritakan, bayi sudah berkembang pikirannya, punya
ulah segala kehendak, perang gagal artinya, berkembang nafsu.
Wulangan yang diterapkan pada pathet nem ini merupakan ajaran yang bersumber dari lingkungan hidup lahir dan sebagian dari lingkungan hidup batin,
tetapi gambaran alam benda dan alam biologis di dalam janturan jejeran yang
commit to user
43
berupa penggambaran keadaan kerajaan, kemakmuran kerajaan, nama raja yang memerintah, keadaan sitihinggil, patih dan sentana yang menghadap raja, dan situasi
di pasewakan.. Pada penggambaran keadaan alam ini diharapkan selalu mengingat kesatuan hidup, meliputi manusia, alam sekitarnya dan kekuasaan Tuhan.
Tata laku dalam alam manusia atau masyarakat disesuaikan dengan tata susila yang berlaku dalam suatu budaya. Namun di sini juga diingat latar belakang
kesatuan hidup dan usaha mencari kesempurnaan. Lingkungan hidup alam batin diambil ajaran-ajaran yang membawa manusia dari rasa nafsu naluri dan rasa
keakuan meningkat ke dalam rasa kesusilaan dan pengalaman dalam masyarakat Abdullah Ciptoprawiro 1986: 89. Pathet nem dengan posisi kayon sedikit miring ke
kanan melambangkan iman manusia yang harus dipelihara sebaik-baiknya.
2. Simbol Kehidupan Masa Dewasa pathet sanga