Definisi Manajemen Laba Motivasi Manajemen Laba

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 8

C. Manajemen Laba

1. Definisi Manajemen Laba

Schipper 1989:92 mengartikan manajemen laba sebagai “a purposeful intervention in the external financial reporting process, with the intent of obtaining some private gain.” Healy dan Wahlen 1999:368 mengartikan manajemen laba sebagai: “earnings management occurs when managers use judgment in financial reporting and in structuring transactions alter financial report to either mislead some stockholder about underlying economic performance of the company or to influence contractual outcomes that depend on reported accounting numbers.” Scott 2000:344 mengartikan manajemen laba “is the choice by a manager of accounting policies so as to some specific objective.” Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen laba adalah proses memanipulasi laporan keuangan yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja dan posisi perusahaan, namun informasi tersebut tidak merefleksikan informasi yang sebenarnya. Laporan keuangan yang disusun berdasarkan akuntansi akrual memberikan keunggulan yaitu informasi laba perusahaan dan pengukuran komponennya mempunyai indikasi yang lebih baik dibandingkan informasi yang dihasilkan dari akuntansi berbasis kas FASB 1978. Dalam pelaksanaannya, Standar Akuntansi memperbolehkan manajer untuk memilih kebijakan akuntansi dalam pelaporan laba, namun kebijakan ini menimbulkan peluang bagi manajer untuk mengelola laba. Gumanti 2000 menyatakan bahwa manajemen laba muncul sebagai konsekuensi langsung dari upaya-upaya manajer atau pembuat laporan keuangan perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 9 untuk melakukan manajemen informasi akuntansi, khususnya laba earnings, demi kepentingan pribadi danatau perusahaan.

2. Motivasi Manajemen Laba

Watts dan Zimmerman 1986 menyatakan ada berbagai motivasi yang mendorong dilakukannya manajemen laba. Teori akuntansi positif Positif Accounting Theory mengusulkan tiga hipotesis motivasi manajemen laba yaitu: 1. Bonus Plan Hypothesis Manajemen akan memilih metode akuntansi yang memaksimalkan utilitasnya yaitu bonus yang tinggi. Manajer perusahaan yang memberikan bonus besar berdasarkan earnings lebih banyak menggunakan metode akuntansi yang meningkatkan laba yang dilaporkan. Dalam suatu perusahaan yang memiliki rencana pemberian bonus, maka seorang manajer perusahaan akan menaikkan laba saat ini yakni dengan memilih metode akuntansi yang mampu menggeser laba dari masa depan ke masa kini. Tindakan ini dilakukan dikarenakan manajer termotivasi untuk mendapatkan upah yang lebih tinggi untuk masa kini. Scott 2000 menyatakan penelitian Healy 1985 dengan judul “The Effect of Bonus Schemes on Accounting Decisions,” merupakan investigasi empiris yang paling baik mengenai manajemen laba. Makalah ini berusaha untuk menjelaskan dan memprediksi pemilihan kebijakan akuntansi yang dilakukan oleh manajer. Penelitian yang dilakukan Healy 1985 terbatas pada perusahaan yang memiliki compensation plan berdasarkan atas net income yang dilaporkan pada tahun yang bersangkutan current. Manajer dianggap memiliki inside information terkait net income perusahaan sebelum melakukan manajemen laba. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 10 Healy 1985 memprediksi manajer berusaha untuk mengelola net income secara oprtunistik untuk memaksimumkan bonus yang akan mereka terima. Sampel penelitian terdiri dari 94 perusahaan industri terbesar di Amerika Serikat meliputi 447 observasi yang memiliki bogey maupun cap. Hasil penelitian mengkonfirmasi bukti empiris bahwa manajer perusahaan yang memiliki net income di bawah bogey Portfolio LOW dan di atas cap Portfolio UPP akan cenderung untuk mengadopsi income-decreasing accruals dan hanya manajer dengan net income di antara bogey dan cap Portfolio MID yang cenderung mengadopsi income-increasing accruals. Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka prediksi Healy terhadap manajemen laba merupakan sasaran skema bonus didukung oleh hasil empiris. Pendekatan kedua dilakukan dengan menguji perubahan voluntary dalam kebijakan akuntansi. Healy menemukan 242 perubahan kebijakan akuntansi selama tahun 1968 sampai dengan 1980. Perubahan kebijakan akuntansi yang tidak sesuai tersebut merupakan alat manajemen laba oportunistik yang bersifat akrual. 2. Debt Covenant Hypothesis Manajer perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian kredit cenderung memilih metode akuntansi yang memiliki dampak meningkatkan laba. Hal ini untuk menjaga reputasi mereka terhadap pandangan pihak eksternal. Apabila suatu perusahaan yang mempunyai rasio debt to equity cukup tinggi, maka akan mendorong manajer perusahaan untuk cenderung menggunakan metode akuntansi yang dapat meningkatkan pendapatan atau laba. Perusahaan dengan rasio debt to equity yang tinggi akan berakibat menimbulkan kesulitan perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 11 dalam memperoleh dana tambahan dari pihak kreditor dan bahkan perusahaan dapat terancam melanggar perjanjian utang. Menurut Scott 2000 kasus penting yang terjadi dalam kontrak utang jangka panjang, pada umumnya mencakup perjanjian untuk melindungi pemberi pinjaman dari tindakan manajer yang merugikan, seperti misalnya dividen yang berlebihan, tambahan pinjaman, serta membiarkan modal kerja atau shareholder’s equity jatuh di bawah tingkat tertentu. Penelitian terkait manajemen laba dalam konteks perjanjian utang untuk memaksimalkan penerimaan bonus diinvestigasi oleh Sweeney 1994 yang menemukan bukti empiris bahwa perusahaan yang dinyatakan melanggar perjanjian utang akan melakukan manajemen laba dengan pola penaikan laba. DeFond dan Jiambalvo 1994 menemukan bukti empiris penggunaan discretionary accruals untuk menaikkan income yang dilaporkan pada periode sebelum dan pada periode pelanggaran kontrak. DeAngelo dan Skinner 1994 mengkonfirmasi bukti empiris bahwa perusahaan menutupi pelanggaran perjanjian dividen dengan perubahan metode akuntansi, estimasi akuntansi, atau akrual. 3. Political Cost Hypothesis Dalam suatu perusahaan yang memiliki biaya politik tinggi, akan mendorong manajer untuk memilih metode akuntansi yang menangguhkan laba yang dilaporkan dari periode sekarang ke periode masa mendatang sehingga dapat memperkecil laba yang dilaporkan. Adanya biaya politik dikarenakan profitabilitas perusahaan yang tinggi dapat menarik perhatian media dan konsumen. Munculnya masalah keagenan sebenarnya lebih dikarenakan adanya perilaku oportunistik dari agent, yaitu perilaku manajemen untuk perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 12 memaksimumkan kesejahteraannya sendiri yang tentu sangat berlawanan sekali dengan kepentingan principal. Sebagai pengelola perusahaan, manajer memiliki dorongan dan mempunyai kemampuan untuk memilih dan menerapkan metode akuntansi yang dinilai dapat memperlihatkan kinerjanya yang baik sehingga tujuannya untuk mendapatkan bonus dari principal akan terpenuhi. Banyak perusahaan yang berpandangan politik terutama pada kasus perusahaan-perusahaan besar serta perusahaan-perusahaan industri strategik, misalnya perusahaan minyak dan gas, perusahaan penerbangan serta perusahaan energi Scott, 2000. Perusahaan-perusahaan tersebut bersifat monopolistik atau mendekati monopolistik. Beberapa perusahaan mungkin ingin mengelola earnings untuk mengurangi visibilitas mereka. Hal tersebut memerlukan praktik dan prosedur akuntansi yang dapat meminimumkan net income yang dilaporkan, terutama selama periode yang mempunyai tingkat keuntungan yang tinggi. Selain itu, tekanan publik juga dapat menyebabkan pemerintah memperketat regulasi atau menurunkan profitabilitas. Penelitian yang mendukung hipotesis political cost tersebut antara lain Jones 1991.

3. Pola Manajemen Laba