Unsur-Unsur Penerapan Sanksi Pidana Qanun Nomor 13 tahun 2003

dan orang yang membuat dapat diaksesnya informasi atau dokumen elektronik yang memiliki muatan perjudian. Melihat rumusan Pasal 27 ayat 2 UU ITE, dimana Pasal tersebut tidak merumuskan atau mengkualifikasikan yang mana Bandar dan pemain judi, dan sanksi pidana baik bagi bandar atau orang yang turut serta dan pemain bobotnya sama. Dalam UU ITE dipisahkan rumusan Pasal mengenai perbuatan dan sanksi pidana. Sebagaimana dalam BAB VII Pasal 27 ayat 2 UU ITE dimuat mengenai perbuatan judi online yang dilarang sedangkan sanksi tindak pidana judi online di atur dalam Pasal 45 ayat 1 dan Pasal 52 ayat 4 UU ITE. Pasal 45 ayat 1 UU ITE berbunyi sebagai berikut: “setiap orang yang memenuhi unsure sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat 1, ayat 2, ayat 3 atau ayat 4 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 enam tahun danatau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000 satu miliar rupiah. Mengenai sanksi pidana perjudian online di dalam Pasal 45 ayat 1 UU ITE bersifat alternative dan kumulatif berupa tindak pidana penjara dan atau pidana denda.

2. Unsur-Unsur Penerapan Sanksi Pidana Qanun Nomor 13 tahun 2003

Judi dalam bahasa Arab yaitu al-Maisir, secara bahasa berarti mudah atau kekayaan. Sedangkan menurut istilah yaitu suatu bentuk permainan yang mengandung unsur taruhan dan orang yang menang dalam permainan berhak mendapatkan taruhan tersebut. 32 M. Quraish Shihab berpendapat bahwa perjudian dinamai Maisir, karena hasil perjudian diperoleh dengan cara yang gampang, tanpa usaha kecuali 32 Ibrahim Hossen, Apakah Judi Itu?, Jakarta: Lembaga Kajian Ilmu IIQ,1987, hlm. 19 menggunakan undian dibarengi oleh faktor untung-untungan. 33 Abdul Mujieb memahami judi sebagai taruhan atau suatu bentuk permainan untung-untungan dalam masalah harta benda yang dapat menimbulkan kerugian dan kerusakan pada semua pihak. 34 Perjudian adalah “tiap-tiap permainan yang pengharapan untuk menang hanyalah tergantung pada suatu keberuntungan semata-mata, kebetulan dan nasib dan rezeki saja.” 35 Lebih lanjut dalam Kamus Hukum disebutkan bahwa judi adalah permainan dengan memakai uang sebagai taruhan seperti main dadu, kartu dan sebagainya. Judi dapat juga bermakna mempertaruhkan sejumlah uang atau harta dalam permainan tebakan berdasarkan kebetulan, dengan tujuan mendapatkan sejumlah uang atau harta yang lebih besar dari pada jumlah uang atau harta Pasal 1 sub 20 Qanun Maisir menentukan bahwa Maisir adalah kegiatan danatau perbuatan yang bersifat taruhan antara dua pihak atau lebih dimana pihak yang menang mendapat bayaran. Pasal 303 ayat 3 KUHP menyebutkan, yang dikatakan main judi adalah: “Yang dikatakan main judi yaitu tiap-tiap permainan, yang mendasarkan pengharapan buat menang pada umumnya bergantung pada untung- untungan saja, dan juga kalau pengharapan itu jadi bertambah besar karena kepintaran dan kebiasaan pemain. Yang juga terhitung main judi ialah pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lain, yang tidak diadakan oleh mereka yang turut berlomba atau bermain itu, demikian juga segala pertaruhan yang lainnya.” 33 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an Vol. I, Lentera Hati, Jakarta, 2000, hlm. 437 34 Abdul Mujieb dkk., Kamus Istilah Fiqih, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994, hlm. 142 35 S.R. Sianturi, Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya, Jakarta: Alumni AIIM- PTHM, 1983, hlm. 278. semula. Sedangkan judi buntut adalah perjudian liar dengan cara menebak nomor akhir dari undian resmi. 36 2. Adanya pembayaran oleh pihak yang kalah kalah bertaruh kepada pihak yang pihak yang menang. Di dalam penjelasan resmi pada bagian umum Qanun Maisir dicantumkan kembali pengertian ini dengan redaksi: “Maisir perjudian adalah kegiatan danatau perbuatan dalam bentuk permainan yang bersifat taruhan antara dua pihak atau lebih dimana pihak yang menang mendapatkan bayaran.” Dari pengertian-pengertian diatas dapat dinyatakan ada dua unsur utama dalam perbuatan Maisir judi, yaitu: 1. Ada taruhan tebakan; 37 Taruhan tebakan adalah pernyataan atau perbuatan untuk memilih salah satu dari beberapa kemungkinan yang didasarkan atas faktor kebetulan untung- untungan. Mungkin sekali pemilihan tersebut tidak seluruhnya berdasarkan faktor kebetulan atau untung-untungan semata, tetapi ada juga misalnya pertimbangan pengalaman, catatan tentang keberhasilan dan kegagalan pada masa sebelumnya, atau juga karena ketrampilan ataupun kelicikan. 38 Akan tetapi bagaimanapun juga suatu perbuatan dikatakan bertaruh kalau penentuan pemilihan pemenang pada akhirnya didasarkan atas faktor untung- untungan. Sebagai contoh, kemenangan dalam bermain domino, relatif sangat ditentukan oleh buah nomor batu yang didapat; sebaliknya dalam permainan 36 Sudarsono, Kamus Hukum, Jakarta: Rineka Cipta, 1999, hlm. 200. 37 Al-Yasa’ Abubakar, Syari’at Islam Di Nanggroe Aceh Darussalam, Paradigma Kebijakan dan Kegiatan, Dinas Syari’at Islam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2005, hlm. 266. 38 Ibid, hlm. 267 catur kemampuanlah yang relatif lebih dominan menentukan menang tidaknya salah satu pihak, karena para pihak memperoleh bidak dengan jumlah dan jenis yang sama. Tetapi bagaimanapun, kemenangan dalam permainan ini pada akhirnya tetap mengandung unsur untung-untungan. Orang-orang yang berusaha menentukan memilih pemenang diantara pihak yang bermain sebelum permainan pertarungan dimulai, atau paling kurang sebelum permainan berakhir, dikatakan bertaruh karena penentuan itu sampai batas tertentu mereka dasarkan atas dugaan-dugaan, atau untung-untungan. 39 39 Ibid Syarat yang kedua, ada pembayaran kepada pihak yang menang. Dalam perjudian tradisional, pembayaran dilakukan oleh pihak yang kalah kepada pihak yang menang secara langsung. Dalam perjudian yang lebih rumit, biasanya ada pihak ketiga yang menjadi Bandar, yang akan mengelola alur keuangan dan pembayaran dari pihak yang kalah kepada pihak yang menang, disamping mengambil sebagiannya bahkan mungkin yang terbanyak untuk keuntungan Bandar tersebut. Dengan demikian, baik secara langsung ataupun tidak pihak yang kalahlah yang membayar kepada pihak yang menang. Kalau yang membayar tersebut pihak lain bukan pihak yang bertaruh maka pembayaran tersebut tidak termasuk judi, tetapi dapat dikelompokkan ke dalam pemberian hadiah. Begitu juga kalau mereka hanya menebak dan tidak ada pembayaran maka perbuatan tersebut bukanlah judi, walaupun barangkali sudah menyerempet ke perbuatan judi. Dari beberapa defenisi di atas dapatlah disimpulkan bahwa Maisir perjudian adalah suatu perbuatan pertandingan pertarungan perlombaan yang mengandung unsur taruhan antara dua orang atau lebih dimana yang menang memperoleh bayaran dari yang kalah, dan yang kalah harus menyerahkan harta kekayaannya kepada kepada pemenang. Pasal 5 Qanun Maisir menyebutkan bahwa setiap orang dilarang melakukan Maisir. Yang dimaksud setiap orang dalam ayat ini dalam penjelasan Pasal 23 ayat 1 disebutkan adalah orang yang beragama Islam. Kemudian pada ayat 2 dilanjutkan bahwa setiap orang adalah orang yang berada di Nanggroe Aceh Darussalam. Jadi, barang siapa yang melakukan pelanggaran terhadap isi Qanun Maisir dan pelaku termasuk dalam kategori sebagaimana penjelasan diatas maka terhadapnya dikenakan hukuman sebagaimana diancamkan Pasal 23 tentang ketentuan ‘uqubat. Di dalam Pasal 6 ayat 1 dan 2 qanun diatas terdapat unsur-unsur: 1. Setiap orang atau badan hukum atau badan usaha. Maksudnya setiap orang atau badan hukum atau badan usaha menjadi sasaran dari penerapan isi qanun ini. 2. Menyelenggarakan danatau memberi fasilitas kepada orang yang akan melakukan perbuatan Maisir. Maksudnya dilarang dan akan dikenakan hukuman bagi setiap orang atau badan hukum atau badan usaha yang menyelenggarakan danatau memberi fasilitas kepada orang yang akan melakukan perbuatan Maisir. Dengan menyelenggarakan danatau memberi fasilitas kepada orang yang akan melakukan perbuatan Maisir maka itu akan memberi kemudahan bagi pelaku perjudian dalam melaksanakan perbuatannya. Bila tetap dilakukan pelanggaran maka akan dikenakan hukuman sebagaimana diatur dalam Pasal 23 qanun ini. 3. Menjadi pelindung terhadap perbuatan Maisir. Maksudnya setiap orang atau badan hukum atau badan usaha dilarang melindungi terhadap perbuatan Maisir. Melindungi disini maksudnya antara lain menutup- nutupi dari usaha penyidik melakukan penggerebekan orang yang sedang melakukan perjudian atau menghalang-halangi pekerjaan penyidik untuk melakukan penangkapan terhadap pelaku perbuatan judi.

B. Efektivitas Berlakunya Qanun 13 Tahun 2003 di Aceh

Dokumen yang terkait

Penerapan Undang-Undang nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang (Kajian Putusan No.1554/Pid.B/2012/PN.Mdn)

2 99 187

Tindak Pidana Dan Pertanggungjawaban Pidana Pengembang Perumahan Dan Kawasan Permukiman Dalam Penyediaan Prasarana, Sarana Dan Utilitas Umum Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan Dan Kawasan Permukiman

4 93 182

Mekanisme Penyidikan Tindak Pidana Penipuan Melalui Internet Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 SKRIPSI

5 69 99

Analisis Yuridis Mengenai Dualisme Kewenangan Mengadili Tindak Pidana Korupsi Antara Pengadilan Negeri Dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi

0 65 109

Tinjauan Yuridis Mengenai Tindak Pidana Pemilu dan Proses Penyelesaian Perkaranya dalam Persfektif Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD

0 31 103

Perkembangan Pidana Penjara Dari KUHP Ke Konsep KUHP Baru

2 39 88

PERBEDAAN TINDAK PIDANA HOMOSEKSUAL DALAM PERUMUSAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DAN QANUN ACEH NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM JINAYAT

0 3 1

Tindak Pidana Judi Menurut Hukum Positif (Kuhp) Dan Qanun Nomor 13 Tahun 2003

0 3 21

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tindak Pidana Judi Menurut Hukum Positif (Kuhp) Dan Qanun Nomor 13 Tahun 2003

0 0 18

STUDI KOMPARASI PERTANGGUNGJAWABAN PENYERTAAN TINDAK PIDANA (DELNEMING) MENURUT HUKUM PIDANA POSITIF (KUHP) DAN HUKUM PIDANA ISLAM (FIKIH JINAYAH) - STAIN Kudus Repository

0 0 13