47
BAB III TINDAK PIDANA JUDIK MENURUT SYARIAT ISLAM DAN QANUN
D. Sejarah Lahirnya Qanun di Nanggroe Aceh Darussalam
Tindakan hukum dengan berdasarkan syariat Islam pelan-pelan mulai dirasakan manfaatnya oleh seluruh elemen masyarakat Aceh maka demi
kemaslahatan umat dalam hidup dan kehidupan berbangsa-bernegara, beragama maka syariat Islam secarah khaffah harus di dukung oleh semua pihak baik di
daerah maupun di pusat dengan segala konsekuensi dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan berhasilnya perdamaian Aceh antara
GAM dengan RI pada tanggal 15 Agustus 2005 yang dikenal dengan MoU Helsinky, pemerintah Aceh dengan kebijakan pemerintah pusat tentang otonomi
daerah maka sistim pemerintahan di Aceh berubah kewenangan demikian luas dan lebih besar urusan yang harus dikerjakan. Dalam proses perdamaian tersebut maka
lahirlah Undang-Undang nomor 11 Tahun 2006 tentang pemerintahan Aceh dengan memberi kewenangan yang cukup luas dan khusus serta istimewa guna
mengurus rumah tangganya sendiri. Dalam UU Pemerintahan Aceh inilah pada BAB-XVII di cantumkan syariat islam dan pelaksanaannya sebanyak 3 Pasal dan
pada BAB-XVII di cantumkan Mahkamah Syariah sebanyak 10 Pasal dan pada BAB-XIX di cantumkan Majelis Permusyawaratan Ulama sebanyak 3 Pasal.
23
Sejak dikeluarkannya Undang-Undang Otonomi Daerah Nomor 1 tahun 1957, Undang-Undang Nomor 18 tahun 1965, Undang-Undang nomor 5 tahun
23
Nabhani, Pelaksanaan Syariat Islam Di Aceh, Aceh: Yayasan Saspa Group, 2011.hlm.5.
1974 serta Undang-Undang nomor 22 tahun 1999, tidak ada satu Pasalpun yang menyebutkan tentang Pelaksanaan Syariat Islam di Provinsi Aceh. Baru kemudian
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam diberikan otoritas oleh Pemerintah RI untuk pelaksanaan syariat Islam yang meliputi Penyelenggaraan kehidupan beragama,
Penyelenggaraan kehidupan adat, penyelenggaraan pendidikan, dan peran ulama dalam penetapan kebijakan daerah
24
Peraturan Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 5 tahun 2000 tentang Pelaksanaan Syariat Islam. Seperti yang terdapat di dalam hal
Menimbang poin b: “bahwa dalam rangka penyelenggaraan otonomi, Daerah, dipandang perlu untuk menegaskan hak-hak istimewa yang diberikan kepada
Propinsi Daerah Istimewa Aceh berdasarkan Undang-undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh
untuk dapat diterapkan dalam masyarakat secara luas” dan poin e: “bahwa untuk terwujudnya kepastian hukum dalam pelaksanaan -hak-hak istimewa sebagai
tersebut di atas, perlu diatur pokok-pokok pelaksanaan Syariat - Islam di Propinsi , sesuai Undang-Undang No.44 tahun 1999
yang dikeluarkan di masa Presiden Habibie. Lalu ditegaskan lagi dengan Undang- Undang No.18 tahun 2001 tentang otonomi khusus provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam, maka hal itu menjadi momentum bagi para penggerak perjuangan untuk penerapan syariat di tingkat nasional, bahkan di berbagai provinsi lain di
wilayah Indonesia yang selama ini memperkuat aspirasi masyarakat dan basis dukungan politik mereka untuk menggolkan cita-cita tersebut di berbagai daerah.
Dan untuk itu, sesuai dengan harapan masyarakat Aceh maka dibentuklah
24
Ibid., Hlm.4.
Daerah Istimewa. Aceh dengan menetapkan dalam suatu Peraturan Daerah.” Ketentuan tentang Pelaksanaan Syariat Islam yang diatur dalarn PeraturanDaerah
ini, bertujuan untuk mengisi di bidang Agama, dengan rnenerapkan Syariat Islam. Qanun artinya undang-undang. Kata-kata qanun berasal dari bahasa Arab.
Sebelum kerajaan Aceh dipimpin oleh Sultan Iskandar Muda, lembaga pemerintahan untuk membuat qanun belum ada atau belum dibuat di Kerajaan
Aceh Darussalam. Qanun dibuat berdasarkan saran dan diprakarsai oleh Putroe Phang Putri Pahang yang bernama Putri Kamaliyah, beliau adalah istri Sultan
Iskandar Muda yang berasal dari Pahang, Malaysia. Tempo dulu, sebuah kerajaan yang maju dikenal dengan nama kerajaan
Brunei, sekarang jadi Brunei Darussalam, sewaktu di perintah oleh Sultan Hasan, beliau mengatakan terus terang bahwa telah meneladani qanun Mahkota Alam
Aceh 50 Tahun Aceh Membangun: 23. Ungkapan Sultan Hasan Brunei itu adalah suatu kenyataan. Qanun Aceh adalah aturan yang bernilai tinggi kala itu
dan diketahui oleh semua bangsa se-Asia Tenggara, bahkan sampai ke Eropa.System pemerintahan demokrasi federal melekat pada Kerajaan Aceh
Darussalam, system inilah yang banyak ditiru oleh kebanyakan kerajaan lain yang masih mempertahankan system Absolut, dimana kekuasaan dan pemerintahan
sepenuhnya dipegang oleh raja sultan. Azas demokrasi tersebut terungkap dalam hadih maja berikut.
Adat bak Poteu Meureuhom Adat berada di tangan Sultan Hukom bak Syiah Kuala Hukum berada di tangan Ulama
Qanun bak Putroe Phang Qanun berada di tangan Putri Pahang
Reusam bak Laksamana Reusam berada di tangan Laksamana Hukom ngon adat Hukum dengan adat
Lagee zat ngon sifeut Seperti zat dengan air Adat adalah pelaksana pemerintahan atau kekuasaan. Hukom adalah
pelaksana atau pemegang kekuasaan bidang hukum Judikatif. Qanun mempunyai arti sebagai undang-undang, yang dirancang atau dibuat dan di
musyawarahkan melalui sidang Mahkamah Rakyat legislative, atau lebih dikenal dengan istilah Dewan Perwakilan Rakyat saat ini. Dan terakhir, Reusam yang
berarti Adab. Reusam memiliki tiga unsur, yaitu Diplomasi, Keprotokolan dan Etika. Dalam ketiga unsur itulah terkandung peradaban adab suatu bangsa.
25
1 Untuk mewujudkan Keistimewaan Aceh di bidang penyelenggaraan
kehidupan beragama, setiap orang atau badan hukum yang berdomisili di Daerah, berkewajiban menjunjung tinggi pelaksanaan Syariat Islam
dalam kehidupannya Dalam praktiknya, sudah ada beberapa jenis Qanun yang berhasil
dihasilkan dan sudah diterapkan di Aceh. Biarpun masih banyak kategori dalam syariat Islam sendiri yang belum terbentuk Qanun-nya sebagaimana yang tertera
didalam Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Aceh nomor 5 tahun 2000 Pasal 5 ayat 1 dan 2 yang berbunyi:
2 Pelaksanaan Syariat Islam sebagaimana dimaksud dalam ayat 1
meliputi : a.
Aqidah;
25
Muhammad Umar. Peradaban Aceh Tamadun II. CV Boebon Jaya, Banda Aceh. 2008. Hlm 8
b. ibadah;
c. muamalah;
d. akhlak ;
e. pendidikan dan dakwah islamiyahamar maruf nahi mungkar;
f. baitulmal;
g. kemasyarakatan;
h. syiar Islam ;
i. pembelaan Islam ;
j. qadha;
k. jinayat;
l. munakahat;
m. mawaris;
Isi dari ayat 2 dalam Pasal 5 tersebut diatas, mengelompokkan beberapa bentuk pelaksanaan syariat Islam di Aceh. Dan berikut dibawah ini adalah
beberapa jenis Qanun yang ada di Aceh beserta fungsinya: 1.
Qanun nomor 3 tahun 2000 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Majelis Permusyawaratan Ulama MPU Provinsi Daerah Istimewa.
2. Qanun nomor 4 tahun 2009 tentang Tata Cara Pemilihan dan
Pemberhentian Keuchik di Aceh. 3.
Qanun nomor 5 tahun 2000 tentang Pelaksanaan Syariat Islam. 4.
Qanun nomor 33 tahun 2001 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Syariat Islam Provinsi Daerah Istimewa Aceh.
5. Qanun nomor 9 tahun 2003 tentang Hubungan Tata Kerja Majelis
Permusyawaratan Ulama dengan Eksekutif, Legislatif dan Instansi Lainnya.
6. Qanun nomor 10 tahun 2002 tentang Peradilan Syariat Islam, yang
berfungsi untuk menegaskan peran lembaga peradilan syariat Islam di Aceh.
7. Qanun nomor 11 tahun 2002 tentang Pelaksanaan Syariat Islam Bidang
Aqidah, Ibadah, dan Syiar Islam, yang bertujuan untuk: a.
Membina dan memelihara keimanan dan ketaqwaan individu dan masyarakat dari pengaruh ajaran sesat.
b. Meningkatkan pemahaman dan pengamalan ibadah serta
penyediaan fasilitasnya; c.
Menghidupkan dan menyemarakkan kegiatan-kegiatan guna menciptakan suasana dan lingkungan yang islami.
8. Qanun nomor 12 tahun 2003 tentang Minuman Khamar dan sejenisnya,
bertujuan untuk: a.
Melindungi masyarakat dari berbagai bentuk kegiatan dan atau perbuatan yang merusak akal;
b. Mencegah terjadinya perbuatan atau kegiatan yang timbul akibat
minuman khamar dalam masyarakat; c.
Meningkatkan peran serta masyarakat dalam mencegah dan memberantas terjadinya perbuatan minuman khamar dan
sejenisnya.
9. Qanun nomor 13 tahun 2003 tentang Maisir, yang berfungsi untuk:
a. Memelihara dan melindungi harta benda kekayaan;
b. Mencegah anggota masyarakat melakukan perbuatan yang
mengarah kepada maisir; c.
Melindungi masyarakat dari pengaruh buruk yang timbul akibat kegiatan dan atau perbuatan maisir;
d. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam upaya pencegahan
dan pemberantasan perbuatan maisir. 10.
Qanun nomor 14 tahun 2003 tentang Khalwat, tujuanya adalah: a.
Melindungi masyarakat dari dari berbagai bentuk kegiatan dan atau perbuatan yang merusak kehormatan;
b. Mencegah anggota masyarakat sedini mungkin dari melakukan
perbuatan yang mengarah kepada zina; c.
Meningkatkan peran serta masyarakat dalam mencegah dan memberantas terjadinya perbuatan khalwat mesum;
d. Menutup peluang terjadinya kerusakan moral.
11. Qanun nomor 23 tahun 2002 tentang Penyelenggaraan Pendidikan.
Pendidikan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam bertujuan untuk membina pribadi muslin seutuhnya, sesuai dengan fitrahnya, yaitu pribadi
yang beriman dan ber taqwa kepada Allah SWT, berakhlakul karimah, demokratis, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan hak asasi
manusia, berpengetahuan, berketerampilan, sehat jasmani dan rohani, berkepribadian mantap dan mandiri, mampu menghadapi berbagai
tantangan global, dan memiliki tanggung jawab kepada Allah SWT, masyarakat dan negara.
E. Tindak Pidana Judi Menurut Syariat Islam