D. Penyelesaian Sengketa Informasi Publik
Peraturan Komisi Informasi tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik merupakan salah satu pelaksanaan dari perintah Pasal 26 ayat 1
huruf c Undang-undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik selanjutnya disebut UU KIP. Pasal ini memerintahkan Komisi Informasi
Pusat untuk menetapkan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis proses penyelesaian sengketa informasi publik.
Prosedur penyelesaian sengketa informasi diperlukan untuk memberikan kepastian hukum pemenuhan hak seseorang atas informasi oleh Badan Publik
sebagai pihak yang menguasai informasi yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara dan kepentingan publik.
Sebagai lembaga quasi peradilan
70
, penyelesaian sengketa informasi memiliki perbedaan dengan proses penyelesaian sengketa di pengadilan meskipun
sebagai tindak lanjut atas upaya hukum atas sengketa informasi tetap berujung di pengadilan. Prosedur penyelesaian sengketa informasi ini ditetapkan dengan
menerapkan prinsip umum jaminan akses terhadap informasi yaitu cepat, tepat waktu, biaya ringan, dan cara sederhana. Ketentuan Pasal 28 huruf f UUD 1945
juga memberikan jaminan bahwa setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi
dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Dalam rangka menggunakan haknya, setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang
lain.
70
www.hukumonline.com Lembaga quasi peradilan berarti lembaga peradilan yang
berwenang mengadili pemerintah yang dapat merugikan kepentingan ataupun kesejahteraan masyarakat diakses pada tanggal 3 Maret 2015
Universitas Sumatera Utara
Peraturan ini merupakan penyempurnaan terhadap kelemahan-kelemahan. Peraturan Komisi Informasi No. 2 Tahun 2010 tentang Prosedur Penyelesaian
Sengketa Informasi yang ditemukan di dalam praktek, antara lain: a.
Beberapa pengaturan di Peraturan Komisi Informasi No. 2 Tahun 2010 menimbulkan celah yang beberapa kali digunakan oleh pihak-pihak
tertentu untuk mempermainkan prosedur akses terhadap informasi yaitu cepat, tepat waktu, biaya ringan, dan cara sederhana. Ketentuan Pasal 28
huruf f UUD 1945 juga memberikan jaminan bahwa setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Dalam rangka menggunakan haknya, setiap orang wajib
menghormati hak asasi manusia orang lain. b.
Pemisahan proses mediasi dan ajudikasi membuat proses penyelesaian sengketa memakan waktu yang lebih panjang, tidak sejalan dengan asas
cepat. c.
Kebutuhan akan pengaturan materi baru yang belum diatur di dalam Peraturan Komisi Informasi No. 2 Tahun 2010.
Dalam penyelesaian sengketa Informasi Publik. Pemohon Penyelesaian Sengketa Informasi Publik ini lah yang menjadi subjek dalam permohonan
informasi publik. yang Pemohon adalah Pemohon atau Pengguna Informasi Publik yang mengajukan Permohonan kepada Komisi Informasi. Disamping itu
yang menjadi termohonnya adalah Termohon Penyelesaian Sengketa Informasi Publik Termohon adalah Badan Publik yang diwakili oleh Pimpinan Badan
Universitas Sumatera Utara
Publik, atasan PPID, atau pejabat yang ditunjuk dan diberi kewenangan untuk mengambil keputusan dalam penyelesaian sengketa di Komisi Informasi.
Penyelesaian sengketa Informasi Publik bisa dilakukan dengan Ajudikasi, Mediasi . Ajudikasi adalah proses penyelesaian Sengketa Informasi Publik antara
para pihak di dalam persidangan yang diputus oleh Komisi Informasi. Mediasi adalah penyelesaian Sengketa Informasi Publik antara para pihak melalui bantuan
mediator komisi informasi. Mediator itu sendiri berarti komisioner pada Komisi Informasi yang bertugas membantu para pihak dalam proses perundingan guna
mencari berbagai kemungkinan penyelesaian Sengketa Informasi Publik tanpa menggunakan cara memutus atau memaksa sebuah penyelesaian. Dalam
melaksanakan tugasnya mediator dibantu oleh mediator pembantu. Mediator Pembantu adalah komisioner pada Komisi Informasi atau orang lain yang
bertugas membantu Mediator, yang ditetapkan berdasarkan ketentuan Komisi Informasi Pusat.
Berdasarkan Peraturan Komisi Informasi No. 1 Tahun 2013 Tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik Pasal 2 dikatakan Proses
penyelesaian Sengketa Informasi Publik dilakukan berdasarkan asas cepat, tepat, biaya ringan, dan sederhana. DalamPasal 4 PERKI No. 1 Tahun 2013 dikatakan:
71
a. Para pihak yang mengajukan permohonan penyelesaian sengketa informasi
publik wajib mengikuti proses penyelesaian sengketa informasi publik dengan sungguh-sungguh dan itikad baik.
b. Komisi Informasi tidak wajib menanggapi permohonan yang tidak
dilakukan dengan sungguh-sungguh dan itikad baik.
71
PERKI No. 1 Tahun 2013 tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik
Universitas Sumatera Utara
c. Yang dimaksud dengan permohonan yang tidak dilakukan
dengansungguh-sungguh dan itikad baik adalah: 1
Melakukan permohonan dalam jumlah yang besar sekaligus atau berulang-ulang namun tidak memiliki tujuan yang jelas atau tidak
memiliki relevansi dengan tujuan permohonan. 2
Melakukan permohonan dengan tujuan untuk mengganggu proses penyelesaian sengketa.
3 Melakukan pelecehan kepada petugas penyelesaian sengketa dengan
perlakuan di luar prosedur penyelesaian sengketa. Dalam hal Komisi Informasi tidak menanggapi permohonan sebagaimana
dimaksud Ketua Komisi Informasi menetapkan keputusan penghentian proses penyelesaian sengketa didasarkan pada alasan sebagaimana dimaksud. Ketentuan
lebih lanjut akan ditetapkan di dalam Keputusan Ketua Komisi Informasi Pusat. Penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Komisi Informasi dapat
ditempuh apabila: a.
Pemohon tidak puas terhadap tanggapan atas keberatan yang diberikan oleh atasan PPID; atau
b. Pemohon tidak mendapatkan tanggapan atas keberatan yang telah diajukan
kepada atasan PPID dalam jangka waktu 30 tiga puluh hari kerja sejak keberatan diterima oleh atasan PPID.
1 Komisi Informasi Pusat berwenang menyelesaikan Sengketa Informasi
Publik yang menyangkut Badan Publik Pusat. 2
Komisi Informasi Provinsi berwenang menyelesaikan Sengketa Informasi Publik yang menyangkut Badan Publik tingkat provinsi.
Universitas Sumatera Utara
3 Komisi Informasi KabupatenKota berwenang menyelesaikan
Sengketa Informasi Publik yang menyangkut Badan Publik tingkat KabupatenKota.
4 Dalam hal Komisi Informasi KabupatenKota belum terbentuk,
kewenangan menyelesaikan Sengketa Informasi Publik yang menyangkut Badan Publik tingkat kabupatenkota dilaksanakan oleh
Komisi Informasi Provinsi. Penyelesaian Sengketa Informasi Publik dilakukan dengan cara Ajudikasi
dimana prosesnya melalui 1
Sidang ajudikasi bersifat terbuka untuk umum kecuali dalam hal Majelis Komisioner melakukan pemeriksaan yang berkaitan dengan dokumen-
dokumen yang dikecualikan. 2
Majelis Komisioner bersifat aktif dalam proses persidangan. 3
Majelis Komisioner wajib menjaga kerahasiaan dokumen dalam hal dilakukannya pemeriksaan yang berkaitan dengan dokumendokumen yang
termasuk dalam pengecualian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Undang-undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi
Publik. 4
Pemohon danatau kuasanya tidak dapat melihat atau melakukan pemeriksaan terhadap dokumen-dokumen.
Pada hari pertama sidang ajudikasi, Majelis Komisioner mewajibkan para pihak untuk menempuh proses penyelesaian sengketa melalui mediasi terlebih
dahulu dalam hal penolakan permohonan informasi atas alasan sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 35 ayat 1 huruf b sampai dengan huruf g UU KIP;
Universitas Sumatera Utara
2 Dalam hal penolakan permohonan informasi atas alasan pengecualian berdasarkan Pasal 35 ayat 1 huruf a UU KIP, Majelis Komisioner
langsung memeriksa pokok sengketa tanpa melalui mediasi. Dalam hal ajudikasi dilakukan karena penolakan permohonan berdasarkan
alasan pengecualian informasi, Majelis Komisioner melakukan penilaian terhadap hasil uji konsekuensi atas penetapan informasi yang dikecualikan. Dalam hal
penilaian terhadap hasil uji konsekuensi sebagaimana dimaksud terbukti bahwa informasi yang dimohon termasuk informasi yang dikecualikan, sidang ajudikasi
dilanjutkan untuk melakukan uji kepentingan publik. Uji kepentingan publik sebagaimana dimaksud dilakukan untuk menilai
apakah ada kepentingan publik yang lebih besar untuk membuka informasi daripada menutupnya sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat 4 Undang-undang
No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Dalam halnya Mediasi dipimpin oleh mediator yang ditetapkan oleh Ketua
Komisi Informasi. Mediator dapat dibantu oleh mediator pembantu. Mediasi dilaksanakan pada hari yang sama dengan hari pertama sidang. Apabila para pihak
menghendaki lain, mediasi dapat dilakukan padahari yang disepakati oleh para pihak, selambat-lambatnya 3 tiga hari kerja setelah proses ajudikasi dinyatakan
ditunda. Proses mediasi bersifat tertutup kecuali para pihak menghendaki lain. Proses mediasi dapat dilakukan melalui pertemuan langsung atau
menggunakan alat komunikasi dengan mempertimbangkan jarak danatau substansi sengketa. Proses mediasi yang dilakukan dengan menggunakan alat
komunikasi ditetapkan lebih lanjut di dalam Keputusan Ketua Komisi Informasi.
Universitas Sumatera Utara
E. Kewajiban Komisi Informasi Publik sebagai Badan Penyelesaiansengketa Atas Informasi yang diberikan BPOM
Meskipun Undang-undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik UU KIP menjamin hak memperoleh informasi publik yang
dilakukan melalui permohonan informasi publik, namun UU KIP juga menekankan keharusan adanya alasan bagi setiap permohonan informasi publik
saat mengajukan permintaan informasi publik. Aturan ini ditegaskan dalam Pasal 4 ayat 3 UU KIP. Apa makna yang tersembunyi dari ketentuan Pasal 4 ayat 3
UU KIP tersebut? Tampaknya pembuat UU KIP menyadari bahwa dengan diundangkannya
UU KIP, di kemudian hari akan terjadi puluhan bahkan ratusan gelombang permohonan informasi publik kepada Badan Publik. Suka tidak suka Badan
Publik akan mengalami kewalahan dalam melayani permohonan informasi publik itu, yang bisa jadi dilakukan tidak sesuai dengan maksud dan tujuan
pengundangan UU KIP. Pada gilirannya hal itu justru menghambat tugas-tugas penyelenggaraan negara yang dilakukan oleh Badan Publik. Oleh karena
itu “penyertaan alasan permintaan” dalam permohonan informasi diharapkan
mampu menjadi filter pertama sebagai syarat prosedural dari berbagai permohonan informasi yang dialamatkan kepada Badan Publik. Terlepas apakah
alasan permintaan dalam permohonan informasi publik disampaikan secara tertulis atau tidak tertulis, yang terpenting bahwa alasan permintaan informasi
publik harus dinyatakan declare. Tidak dipenuhinya syarat prosedural tadi, memberi hak kepada BPOM
untuk menolak permintaan informasi publik. Pasal 6 ayat 2 UU KIP menegaskan
Universitas Sumatera Utara
bahwa Badan Publik dalam hal ini BPOM berhak menolak memberikan informasi publik apabila tidak sesuai dengan ketentuan perUndang-undangan.
Frasa “ketentuan peraturan perundang-undangan” harus ditafsirkan sebagai seluruh peraturan perundang-undangan yang berlaku, tentu saja termasuk UU
KIP. UU KIP Pasal 4 Ayat 3 jelas memerintahkan kepada pemohon informasi publik untuk menyertakan alasan permintaan informasi publik dalam permohonan
informasinya. Harus diakui bahwa keberadaan Pasal 6 Ayat 2 Jo. Pasal 4 Ayat 3 UU
KIP seolah memberi peluang kepada Badan Publik untuk mempertahankan “ketertutupannya”, karena dengan mudah hanya berdasarkan alasan prosedural
dapat menolak permintaan informasi publik. Padahal tidak semua permintaan informasi publik dilakukan tanpa itikad baik, sekedar iseng atau tanpa maksud
dan tujuan yang jelas sebagaimana diamanatkan oleh UU KIP. Di sini pentingnya dilakukan uji kegunaan oleh Komisi Informasi. Sedikitnya terdapat tiga alasan
juridis mengapa uji kegunaan harus dilakukan oleh Komisi Informasi.
72
Pertama, pada prinsipnya disertai ataupun tidak disertai alasan permintaan informasi publik, berdasarkan ketentuan Pasal 4 Ayat 3 UU KIP, Komisi
Informasi mempunyai kewenangan untuk meneliti, mengkaji, dan menguji alasan permintaan informasi publik yang dilayangkan kepada Badan Publik dalam hal ini
BPOM pada setiap penyelesaian sengketa informasi publik. Pengujian ini harus dilakukan oleh Komisi Informasi untuk tujuan berikut, yaitu i untuk menilai ada
tidaknya kegunaan
informasi publik
yang dimintakan
kepada BPOM berdasarkan alasan permintaannya; ii untuk mencegah tindakan
72
ibid
Universitas Sumatera Utara
sewenang-wenang BPOM yang menggunakan alasan tidak terpenuhinya syarat prosedural untuk mempertahankan ketertutupannya.
73
Kedua, sebagai batu uji yang memastikan terpenuhinya unsur “pengguna
informasi publik” sebagai salah satu pihak dalam sengketa informasi publik. Sebagaimana disebut pada Pasal 1 angka 4 UU KIP, nyata dan jelas disebut
bahwa sengketa informasi publik adalah sengketa antara badan publik dengan pengguna informasi publik
– bukan sekadar pemohon informasi publik.
74
Ketiga, untuk memastikan bahwa informasi publik yang dimintakan akan digunakan oleh pengguna informasi publik secara tidak melawan hukum
dan sesuai dengan ketentuan peraturan perUndang-undangan. Memang sangat mustahil jika Komisi Informasi dapat memastikan dan menjamin pengguna
informasi publik menggunakan informasi publik yang diminta secara tidak melawan hukum dan sesuai dengan ketentuan peraturan perUndang-undangan,
sebab kewajiban untuk menggunakan informasi publik sesuai dengan ketentuan peraturan perUndang-undangan sebagaimana disebut dalam Pasal 5 Ayat 1 UU
KIP dibebankan kepada pengguna informasi publik bukan kepada Komisi Informasi.
75
S elain itu, soal “menggunakan informasi publik” dalam penyelesaian
sengketa informasi terkait dengan pelaksanaan putusan Komisi Informasi, yang pada posisi ini harus diakui Komisi Informasi belum mempunyai instrumen
hukum untuk menjangkau tahapan tersebut. Akibatnya Komisi Informasi tidak memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan yang memastikan
pelaksanaan putusan Komisi Informasi.
73
ibid
74
ibid
75
ibid
Universitas Sumatera Utara
Namun demikian, dengan melakukan uji kegunaan, kelemahan tersebut dapat diminimalisasi. Komisi Informasi secara maksimal dan optimal sesuai
dengan kewenangan yang melekat padanya telah mengupayakan agar pasca- putusan penyelesaian sengketa di Komisi Informasi, pengguna informasi publik
meggunakan informasi publik sesuai dengan ketentuan perUndang-undangan yang berlaku.
Lebih lanjut, UU KIP merupakan instrumen hukum nasional yang mewajibkan keterbukaan informasi publik tidak hanya bagi penyelenggara negara
tetapi juga untuk badan publik nonpemerintah lainnya. Agar UU KIP kuat fungsinya, maka penyusun UU a quo juga mensyaratkan dibentuknya satu
lembaga yang harus memberikan kekuatan agar Undang-undang ini dapat dilaksanakan dengan semestinya. “Kehadiran lembaga yang notabene dalam
Undang-undang ini adalah Komisi Informasi memiliki fungsi strategis untuk menjalankan, sekaligus memelihara dan menjamin terlaksananya Undang-undang
ini dengan baik. Hal ini sejalan dengan terminologi komisi informasi sebagai lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-undang ini dan peraturan
pelaksanaanya, menetapkan petunjuk teknis, standar layanan informasi publik, dan menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi, danatau ajudikasi
nonlitigasi. Disini ditegaskan tugas Komisi Informasi, yang diwakili komisionernya, adalah
menjalankan UU KIP dan menjaga eksistensi UU a quo sesuai amanat Pasal 23 UU KIP. Pasal a quo menyatakan tugas Komisi Informasi yaitu, menjalankan UU
KIP dan peraturan pelaksanaanya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan
Universitas Sumatera Utara
informasi publik, menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi danatau ajudikasi nonlitigasi.
Dari tugas Komisi Informasi yang diatur lewat Pasal 23 tersebut, bahwa pembuat UU KIP memberikan tugas yang sifatnya implementatif dan tugas
lainnya sebagai penyelesaian sengketa. Dengan demikian, kedudukan Komisi Informasi sebagai kuasi peradilan hanyalah merupakan salah satu fungsi Komisi
Informasi. Padahal, metode penyelesaian sengketa dimaksud dapat dilakukan dengan penyelesaian sengketa ajudikasi lewat pengadilan arbitrase dan
penyelesaian sengketa nonajudikasi lewat mediasi, konsiliasi, serta negosiasi. Jadi dengan demikian, ketika Komisi Informasi melakukan mediasi, maka
para komisioner sedang berada pada kompetensi penyelesaian sengketa nonajudikasi. Tetapi, ketika mereka selesai menyelesaikan dengan mediasi dan
tidak mendapatkan putusan yang baik, kemudian mereka milih nonajudikasi, maka mereka berada pada penyelesaian ajudikasi. Sehingga, putusan-putusan
ajudikasi ini memiliki kekuatan hukum yang mengikat seperti pengadilan atau arbitrase.
Terkait soal Sekretariat Komisi Informasi yang dianggap telah direduksi kemandiriannya, dalam hal penyelesaian sengketa, Sekretariat Komisi Informasi
hanya bersifat fasilitatif dan tidak memiliki kewenangan apapun dalam memutus perkara. Yang bertindak menyelesaikan sengketa adalah komisioner yang
independen dan tidak dapat diintervensi oleh siapa pun. Terkait dengan keberadaan unsur pemerintah dalam Komisi Informasi,
baik pusat maupun daerah, keberadaan unsur pemerintah dalam satu lembaga negara bukanlah hal yang perlu dipersoalkan karena pada praktiknya keterwakilan
Universitas Sumatera Utara
pemerintah dalam komisi informasi pusat juga dilakukan melalui proses seleksi dan fit on proper test oleh DPR. Sehingga, calon dari pemerintah maupun calon
komisioner lainnya tidak dibedakan. Kemandirian atau independensi tidak bermakna bahwa lembaga negara
dimaksud lepas dan tidak mempunyai kaitan apapun dengan lembaga negara lain. Kemandirian atau independensi diberikan sebatas mandiri dan independen pada
soal-soal yang berkaitan dengan fungsi yang diberikan kepada lembaga tersebut. bahwa kemandirian atau independensi lembaga sebenarnya mempunyai dua
aspek, yaitu aspek eksternal dan aspek internal.Bahwa aspek eksternal deklaratoir atau pemberitahuan kepada publik tentang kemandirian atau independensi
lembaga yang bersangkutan. Sedangkan aspek internal mempunyai sifat obligatoir atau kemandirian justru memberikan kewajiban-kewajiban bahkan batasan dan
larangan tertentu kepada pelaksana dari lembaga yang bersangkutan. Sebab, justru dengan adanya kewajiban, batasan, atau larangan, kemandirian atau independensi
lembaga dapat direalisasi.
76
. Terkait dengan kemandirian Komisi Informasi, Komisi Informasi wajib
untuk mandiri ketika menjalankan fungsinya. Namun, pengertian mandiri yang dimiliki oleh Komisi Informasi tidak dapat dipersamakan dengan makna
kekuasaan yang merdeka sebagaimana yang disebut dalam Pasal 24 Undang- undang Dasar Tahun 1945. Komisi informasi bukanlah penyelenggara kekuasaan
kehakiman dan tidak termasuk dalam salah satu lingkungan peradilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 UUD 1945. Hal tersebut sesuai dengan
76
ibid
Universitas Sumatera Utara
original intent pembuatan UU a quo yang tidak bermaksud menjadikan Komisi Informasi sebagai lembaga peradilan.
77
Badan Publik dalam hal ini BPOM diberikan keleluasaan untuk mengatur SPO layananInformasi Publik sesuai dengan kondisi lembaganya sepanjang tidak
bertentangan dengan PERKI No. 1. Pengaturan yang lebih ketat dan baik sangat dianjurkan dengan mengacu pada efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan
layanan Informasi Publik. Masukan Komisi Informasi terhadap SPO tidak dapat dijadikan dasar bagi
Badan Publik sebagai alasan pembenar dalam proses penyelesaian sengketa Informasi Publik di Komisi Informasi. Masukan yang telah diberikan oleh Komisi
Informasi tidak mengurangi independensi Komisi Informasi dalam memutus penyelesaian sengketa Informasi Publik.
77
ibid
Universitas Sumatera Utara
BAB IV AKIBAT HUKUM DARI PENYELESAIAN SENGKETA OLEH KOMISI
INFORMASI ATAS INFORMASI YANG DIBERIKAN BPOM TERKAIT KESELAMATAN KONSUMEN
A.Perlindungan Konsumen dalam Mengkonsumsi Suatu Produk
Pasal 1 angka 1 Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen UUPK menentukan bahwa perlindungan konsumen adalah segala
upaya yang menjamin adanya kepastian. Dalam era globalisasi dewasa ini dimana arus informasi mengenai produk barang ataupun jasa dari para pelaku usaha
demikian pesatnya mengalir kepada konsumen, yang merupakan tujuan utama bagi para pelaku usaha untuk memperkenalkan menawarkan dan membuat
konsumen tertarik untuk mempergunakan produk barang ataupun jasa yang di hasilkannya. Masyarakat di tuntut untuk lebih cepat dan praktis untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya, sehingga untuk masyarakat cendrung memilih makanan dan minuman yang di produksi pabrik, bukan lagi alami olahan sendiri. Namun disisi
lain, masyarakat sebagai konsumen, sering kali tidak memperhatikan informasi sebenarnya mengenai produk makanan dan minuman yang akan, ataupun sudah di
belinya. Kenyataanya seperti itu seringkali di sebabkan karena kelelaian pelaku usaha terhadap keadaan produk yang di tawarkannya. Kelalaian seperti inilah
yang dapat menimbulkan kerugian pada konsumen seperti mengganggu
kesehatannya.
Menurut Pasal 1 angka 2 UUPK konsumen adalah “setiap orang pemakai
barang danatau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk
Universitas Sumatera Utara
diperdagangkan”. Pengertian konsumen dalam UUPK di atas lebih luas bila di bandingkan dengan dua 2 rancangan Undang-undang perlindungan konsumen
lainnya, yaitu pertama dalam rancangan Undang-undang Perlindungan konsumen yang di ajukan oleh yayasan lembaga konsumen indonesia, yang menentukan
bahwa: Konsumen adalah pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, bagi kepentingan diri sendiri atau keluarganya atau orang lain yang
tidak untuk di perdagangkan kembali.
78
Selain itu, ada juga hak untuk dilindungi dari akibat negatif persaingan curang. Hal ini berangkat dari pertimbangan, kegiatan bisnis yang dilakukan
pengusaha sering dilakukan tidak secara jujur, yang dalam hukum sering di kenal dengan terminologi “persaingan curang” unfair competition. Jika semua hak-
hak yang disebutkan itu disusun kembali secara sistematis mulai dari yang di asumsikan paling mendasar, akan diperoleh urutan sebagai berikut :
1 Hak Konsumen Mendapat Keamanan Konsumen berhak mendapat
keamanan dari barang dan jasa yang ditawarkan kepadanya. Produk barang dan jasa itu tidak boleh membahayakan jika di konsumsi
sehingga konsumen tidak dirugikan baik secara jasmani dan rohani. Seperti zat atau obat berbahaya yang tergolong dalam narkotika dan
psikotropika. 2
Hak untuk Mendapat Informasi yang Benar Setiap produk yang diperkenalkan harus di sertai informasi yang benar.informasi ini
diperlukan agar konsumen tidak sampai mempunyai gambaran kekeliruan atas produk barang dan jasa.
78
Ahmadi Miru Dan Sutarman Yodo, ,Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Rajawali Pers,2004, Hal. 2.
Universitas Sumatera Utara
3 Hak untuk Didengar Hak yang erat kaitannya dengan hak untuk
mendapatkan informasi adalah hak untuk di dengar. Ini disebabkan oleh informasi yang diberikan pihak berkepentingan atau berkompeten
sering tidak cukup memuaskan konsumen. Untuk itu konsumen berhak mengajukan permintaan informasi lebih lanjut.
4 Hak untuk Memilih Dalam mengkonsumsi suatu produk, konsumen
berhak menentukan pilihannya, ia tidak boleh mendapat tekanan dari pihak luar sehingga ia tidak lagi bebas untuk membeli atau tidak
membeli. Seandainya ia jadi membeli, ia juga bebas menentukan produk mana yang akan dibeli.
5 Hak untuk Mendapatkan Produk Barang dan atau Jasa sesuai dengan
Nilai Tukar yang Diberikan Dengan hak ini berarti konsumen harus dilindungi dari permainan harga yang tidak wajar.
6 Hak untuk Mendapatkan Ganti Kerugian Jika konsumen merasakan,
kuantitas dan kualitas barang danjasa yang di konsumsinya tidak sesuai dengan nilai tukar yang di berikannya, ia berhak mendapat ganti
kerugian yang pantas. 7
Hak untuk Mendapat Penyelesaian Hukum Hak untuk mendapat ganti kerugian harus di tempatkan lebih tinggi daripada pelaku usaha
produsenpenyalur produk untuk membuat klausul eksoneris secara sepihak.jika permintaan yang diajukan konsumen dirasakan tidak
mendapat tanggapan yang layak
Universitas Sumatera Utara
8 Dari pihak-pihak terkait dalam hubungan hukum dengannya, maka
konsumen berhak menuntut pertanggungjawaban hukum dari pihak- pihak yang dipandang merugikan karena mengonsumsi produk itu.
9 Hak untuk Mendapat Lingkungan Hidup yang Baik dan Sehat Hak
konsumen atas lingkungan yang baik dan sehat merupakan hak yang diterima sebagai salah satu hak dasar konsumen oleh berbagai
organisasi konsumen di dunia. 10
Hak untuk Dilindungi dari Akibat Negatif Persaingan Curang Hak konsumen untuk dihindari dari akibat negatif persaingan curang dapat
dikatakan sebagai upaya pre-emptive yang harus dilakukan, khususnya oleh pemerintah guna mencegah munculnya akibat-akibat langsung
yang merugikan konsumen j. Hak untuk Mendapatkan Pendidikan Konsumen Adalah memberikan pengetahuan mengenai produk baik
berupa keunggulan maupun manfaat yang di peroleh dengan mengkonsumsi dan memakai
79
.
B. Hak Konsumen atas Informasi