MONO DAN DIASILGLISEROL TINJAUAN PUSTAKA A. KELAPA SAWIT

17 suhu kritis tertentu, yaitu titik Kraft Bergenstahl, 1997. Pada titik atau suhu ini, kelarutan emulsifier mencapai konsentrasi yang cukup untuk membentuk formasi pada interface. Setiap emulsifier mempunyai titik leleh tertentu tergantung titik leleh asam lemak pembentuk emulsifier Hassenhuattl, 1997a. Semakin tinggi kandungan asam lemak tak jenuh, titik leleh emulsifier akan semakin rendah. Misalnya titik leleh sorbitan monostearat adalah 52.8 o C dan titik leleh monoolein adalah 50 o C - 45 o C.

e. Sinergisme dan kompetisi emulsifier

Sinergisme adalah pencampuran dua jenis emulsifier atau lebih yang bersifat komplementer satu sama lain dan membentuk emulsi yang sangat stabil Kamel, 1991, seperti pencampuran MDAG dengan lesitin pada pembuatan margarin. Kombinasi dua atau lebih emulsifier perlu dicoba untuk menentukan kondisi emulsi yang paling stabil. Kompetisi pada pencampuran emulsifier dapat menurunkan kinerja emulsifier. Pada sistem emulsi yang menggunakan emulsifier ionik, stabilitas emulsi dipengaruhi oleh dominasi jenis muatan pada permukaan partikel teremulsi, sehingga perlu diperhatikan untuk tidak mencampurkan emulsifier anionik dan kationik karena akan saling menetralkan satu sama lain sehingga tidak efektif lagi. Selain itu penggunaan emulsifier juga harus mempertimbangkan keberadaan ingredien lain pada pangan tersebut, misalnya pati, telur, dan lainnya sebagai bahan penstabil alami Cowles, 1998.

E. MONO DAN DIASILGLISEROL

Emulsifier sintetik mulai digunakan pada pertengahan abad 20 dan pemakaiannya berkembang dengan sangat pesat, seiring dengan berkembangnya industri pangan olahan yang memerlukan teknologi 18 untuk memproduksi dan mempertahankan kualitas produk. Campuran mono dan diasilgliserol MDAG adalah emulsifier komersial pertama yang dikembangkan di Amerika pada tahun 1929. Emulsifier tersebut diaplikasikan pada produk margarin dan sejak saat itu telah menjadi produk yang dibutuhkan dalam jumlah besar pada sektor industri Dziezak, 1988. Pada tahun 1997, emulsifier yang diproduksi adalah sekitar 500 juta kg Hassenhuettl, 1997a dan pemakaian pada produk pangan adalah kurang lebih 200 juta kg Orthoefer, 1997. Monoasilgliserol atau MAG merupakan komponen yang tersusun oleh satu rantai asam lemak yang diesterifikasikan ke rantai gliserol, sehingga MAG memiliki bagian gugus hidroksil bebas, yang merupakan gugus hidrofilik dan gugus ester asam lemak yang merupakan gugus lipofilik. Karena sifat afinitas gandanya atau sering disebut amphifilik tersebut, MAG dapat digunakan sebagai emulsifier. MAG dengan satu gugus asam lemak dan dua gugus hidroksil bebas pada gliserol membuatnya bersifat seperti lemak dan air Potter, 1973. MAG sendiri merupakan emulsifier yang bersifat non-ionik dan tidak terlalu sensitif pada kondisi asam. Cara kerja emulsifier tersebut adalah dengan menurunkan tegangan permukaan antara dua fase kemudian menstabilkan produk. MAG dapat disintesis melalui beberapa metode, yaitu hidrolisis selektif, esterifikasi asam lemak atau ester asam lemak dengan gliserol, dan gliserolisis lemakminyak Bornscheuer, 1995. Menurut Elizabeth dan Boyle 1997, MAG dapat juga diproduksi dengan cara yang lebih mild , yaitu dengan gliserolisis enzimatis. Dalam hal ini lipase digunakan sebagai katalis dalam proses esterifikasi asam lemak bebas dengan gliserol. Jenis asil gliserol lain yang dapat digunakan sebagai emulsifier komersial adalah diasilgliserol DAG yang memiliki dua gugus asil pada molekul gliserol. Bentuk kimia MAG dan DAG dapat dilihat pada Gambar 5. 19 Gambar 5. Struktur kimia Monoasilgliserol dan Diasilgliserol Emulsifier MDAG dapat berupa ester yang padat dan mempunyai titik leleh tinggi, ester yang berbentuk cair pada suhu ruang, maupun ester berbentuk plastis yang bersifat antara bentuk padat dan cair Zielinski, 1997; O’Brien, 1998. Ketiga jenis emulsifier tersebut sangat dipengaruhi oleh jenis asam lemak penyusunnya. Semakin banyak banyak asam lemak yang mengandung ikatan rangkap dan semakin tidak jenuhnya asam lemak penyususnnya, maka bentuk emulsifier akan semakin lunak. Sebagian besar MDAG diproduksi dengan gliserolisis triasilgliserol TAG lemak atau minyak. Dalam proses ini TAG direaksikan dengan gliserol menggunakan katalis alkali anorganik pada suhu yang sangat tinggi 220 o C – 250 o C dibawah gas nitrogen. Produk yang dihasilkan memiliki beberapa kelemahan seperti rendamen yang rendah, warna yang gelap dan rasa terbakar Bornscheuer, 1995. MDAG juga dapat diproduksi dengan cara esterifikasi menggunakan katalis lipase, enzim lipase dapat mengkatalisis reaksi ester gliserol dengan asam lemak bebas menghasilkan MDAG Elizabeth dan Boyle, 1997. Emulsifier yang dihasilkan relatif lebih baik karena gugus lipofilik terdapat pada posisi 1 dan 3, sehingga daerah emulsinya meningkat. Kandungan MAG dalam emulsifier komersial campuran MDAG dapat bervariasi, yaitu 40, 50, dan 90 tergantung proses produksinya Zielinski, 1997. Menurut Kamel 1991 dan Zielinski O O ║ ║ H 2 C – O – C – R 1 H 2 C – O – C – R 1 │ │ HC – OH HC – OH O │ │ ║ H 2 C – OH H 2 C – O – C – R 2 MAG DAG R1R2 = Rantai asam lemak 20 1997, MDAG merupakan emulsifier yang paling banyak digunakan dengan status GRAS Generally Recognized As Safe atau aman untuk dikonsumsi. Menurut O’Brien 1998 dan Gunstone et.al. 1986, campuran MDAG sebagai emulsifier yang paling banyak digunakan dalam industri pangan, yaitu sebanyak 70 dari keseluruhan penggunaan emulsifier. MDAG sendiri pertama kali diproduksi oleh Berthelot pada tahun 1953 melalui reaksi esterifikasi antara asam lemak dan gliserol. Kegunaan monoasilgliserol dalam industri pangan adalah sebagai surfaktan, emulsifier zat untuk pembentukan tekstur pada adonan roti Elizabeth dan Boyle, 1997. Sedangkan menurut Sonntag 1982 monoasilgliserol sacara luas dipergunakan sebagai emulsifier pada makanan dan pembentuk tekstur pada kosmetik dan roti. Aplikasi campuran monoasilgliserol dan turunannya pada berbagai sistem pangan dapat dilihat pada Tabel 8.

F. FRAKSINASI