Karya H.B. JASSIN DAN AL-

44 Jassin terharu, karena teringat Neneknya yang setiap hari dahulu di kampung membaca al- Qur’an terharu, karena dia sekarang bisa membaca al- Qur’an dengan alunan suara berkat setiap hari Neneknya membacanya. Terlepas dari itu, dia tidak puas dengan sekedar membacanya, diapun mempergunakan beberapa buku terjemahan untuk mendalami dan meresapi isi Kitab suci al- Qur’an itu. Selanjutnya, semakin bertambah pengetahuan Jassin karena menyelami hikmah-hikmah yang terkandung dalam al- Qur’an, ayat-ayat yang mustahil adalah bikinan manusia, tetapi firman-firman Tuhan Sendiri. Keyakinan ini dia resapi kebenarannya. Karena ayat-ayat itu meliputi masalah-masalah kehidupan yang amat luas serta tinggi dan maknanya. Ayat demi ayat Jassin baca resapkan dan timbullah pikiran untuk menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia yang puitis. Sepuluh tahun lebih dia menyelami ayat demi ayat, tidak satupun hari yang lewat tanpa menghirup firman Tuhan, sekalipun hanya seayat dalam sehari. Ujian demi ujian menimpa pula, bahkan Jassin dituduh murtad dan berhadapan dengan hakim pengadilan atas tuduhan telah menghina agama Islam, Rasul dan Nabi-Nabi, Pancasila dan UUD 1945. Tapi semua dia terima sebagai cambuk untuk lebih dalam menyelam ke dalam inti hakekat dan dia anggap sebagai karunia dari Tuhan Yang Maha Esa. 45 Sampai tibalah suatu hari Jassin terbuka untuk memulai menterjemahkan Al- Qur’an, tanggal 17 Oktober 1972, di negeri dingin yang jauh dari katulistiwa, yakni di negri Belanda. Setahun di negeri itu dapatlah Jassin menterjemahkan separuh isi kandungan Al- Qur’an dan sekembali di Indonesia lebih setahun pula dia mengerjakan, alhamdulillah selesailah seluruh 30 juz tanggal 18 Desember 1974 di Jakarta, Ibukota Republik Indonesia. Karena dibawa kemana-mana untuk mengerjakannya, tercatatlah berbagai kota tempat terjemahan pernah dilakukan seperti Amsterdam, Berlin, Paris, London, Antwerpen, Kuala Lumpur, Singapura, tetapi juga kampung-kampung Seperti Leiden, Zaandam, Reuver, Peperga dan beberapa kali dalam perjalanan di kapal terbang. Pikiran untuk menterjemahkan al- Qur’an secara puitis timbul pada Jassin oleh membaca terjemahan Abdullah Yusuf Ali “The Holy Quran” yang dia peroleh dari kawanya, sebut saja Haji Kasim Mansur, tahun 1969. Itulah terjemahan yang dia rasa lebih indah, disertai keterangan-keterangan yang luas dan universal sifatnya. Terjemahan Al- Qur’an Bacaan Mulia H.B. Jassin, bukanlah dari terjemahan Yusuf Ali ataupun terjemahan lainnya. Susunan Sajak terjemahan dalam bahasa Indonesia adalah susunan dia sendiri, sedang susunan sajak dalam bahasa Arab disusun baru sesuai dengan baris-baris sajak dalam bahasa Indonesia. 35 35 H.B. Jassin Kontroversi Al- Qur’anul Karim Bacaan Mulia Jakarta : Dinas Kebudayaan Propinsi DKI Jakarta Cet ke-2 h. 25. 46 2. Kontroversi Al- Qur’an Bacaan Mulia Setelah Al- Qur’an Bacaan Mulia terbit. Banyak dari para peneliti, para tokoh agama dan lembaga-lembaga. Seperti Dewan Dakwah Islamiyah DDI dan IKMI dan Team peneliti Bacaan Mulia H.B. Jassin. Team peneliti Bacaan Mulia H.B. Jassin memberikan kritikan tentang al- Qur’an Bacaan Mulia berwajah Puisi: Sebagai bahan perbandingan Team Peneliti pergunakan kitab-kitab Tafsir dan terjemah-terjemah sebagai tersebut di bawah ini: Tafsir Al-Maraghi, Tafsir Jalalain, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Al-Kasysyaf, Tafsir Fie Zilalil Qur’an, Tafsir Al-Azhar HAMKA, Tafsir Al-Qur’anul Karim H.A. Halim Hasan dan kawan-kawan, Terjemahan Departemen Agama, Terjemahan Al-Furqan A. Hasan, Terjemahan Mahmud Yunus dan lain-lain. Sebagaimana kita maklumi, bahwa Kitab Suci Al- Qur’an Al-Karim adalah satu- satunya Mu’jizat yang diberikan kepada Nabi Muhammad saw. Yang merupakan wahyu da ri Allah swt. Kemu’jizatan al-Qur’an terletak pada keindahan sastra dan susunan kata sekaligus sejalan dengan keindahan isi kandungan maknanya, sehingga tidak bisa ditandingi oleh sastrawan masa lampau maupun sastrawan masa kini. Dari sumber keindahan sampai keindahan rangkaian kalimat dan tata bahasa yang ada di dalamnya, maka tumbuhlah kemudian ilmu-ilmu: Sharaf, Nahwu, Balaghah, Ma’ani, Bayan, Mantiq dan sebagainya. Dan ilmu-ilmu tersebut itu akhirnya menjadi pegangan mutlak bagi para Ulama Mufassirin.