Belanja Negara 1.042,1 Keseimbangan Primer Pembiayaan 91,6

2 Tabel 1.1 Ringkasan APBN 2010-2014 DalamTriliun Rupiah 2010 2011 2012 2013 2014 LKPP LKPP LKPP APBNP RAPBN A. Pendapatan Negara dan Hibah 995,27 1.210,6 1.338,1 1.502,0 1.662,5 I. Penerimaan Dalam Negri 992,2 1.205,3 1.332,3 1.497,5 1.661,1 1. Penerimaan dari perpajakan 723,3 873,9 980,5 1.148,4 1.310,2 2. Penerimaan Negara bukan Pajak 268,9 331,5 351,8 349,2 350,9 II. Penerimaan Hibah 3,0 5,3 5,8 4,5 1,4

B. Belanja Negara 1.042,1

1.295,0 1.491,4 1.726,2 1.816,7 I. Belanja Pemerintah Pusat 697,4 883,7 1.010,6 1.196,8 1.230,3 1. KL 332,9 417,6 489,4 622,0 612,7 2. Non KL 364,5 466,1 521,1 574,8 617,7 II. Transfer ke Daerah 344,7 411,3 480,6 529,4 586,4 1. Dana Perimbangan 316,7 347,2 411,3 445,5 481,8 2. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian 28,0 64,1 69,4 83,8 104,6

C. Keseimbangan Primer

41,5 8,9 52,8 111,7 34,7 D. SurplusDefisit Anggaran 46,8 84,4 153,3 224,2 154,2 Defisit Terhadap PDB 0,73 1,14 1,86 2,38 1,49

E. Pembiayaan 91,6

130,9 175,2 224,2 154,2 I. Pembiayaan Dalam Negri 96,1 148,7 198,6 241,1 173,2 II. Pembiayaan Luar Negri Netto 4,6 17,8 23,5 16,9 19,0 Kelebihankekurangan Pembiayaan 44,7 46,5 21,9 0,0 0,0 Sumber: www.anggaran.depkeu.go.id Universitas Sumatera Utara 3 Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa penerimaan negara melalui pajak memberikan kontribusi yang signifikan terhadap APBN. Oleh karena itu untuk membiayai pengeluaran negara, maka dibutuhkan dukungan dari masyarakat dalam meningkatkan kepatuhan untuk memenuhi kewajibannya sebagai wajib pajak yang jujur dan bertanggung jawab. Namun dalam kenyataannya, kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak masih tergolong rendah. Pengamat perpajakan Universitas Indonesia, Darussalam, yang dikutip dari media massa m.detik.comfinance pada jumat 31 oktober 2014 menyebutkan bahwa: “……kepatuhan pajak semakin tahun semakin berkurang. Terlihat dari penyerahan SPT yang terus menurun. Hal ini terlihat pada tahun 2010 wajib pajak yang menyampaikan SPT adalah 58. Lalu pada 2011 turun menjadi 53, 2012 sebesar 41, dan 2013 sebesar 37. Hal ini membuktikan partisipasi masyarakat terhadap pajak semakin rendah. Ini kondisi yang cukup buruk bila terus terjadi”. Masalah kepatuhan membayar pajak disetiap negara berbeda. Seperti Amerika Serikat sebagai negara maju kepatuhan pajaknya sudah tinggi, masalahnya adalah adanya tindakan manipulasi pajak. Sedangkan di negara-negara sedang berkembang seperti Indonesia selain masalah kepatuhan pembayaran pajak yang rendah ada juga masalah manipulasi pajak yang cukup tinggi, selain itu juga sistem perpajakan di Indonesia yang telah mengalami perubahan menjadi self assessment system, hal ini juga sangat memungkinkan wajib pajak untuk melakukan manipulasi pajak seperti terjadinya penggelapan pajak tax evasion. Universitas Sumatera Utara 4 Reskino, et al. 2013 menyatakan bahwa yang melatarbelakangi tindakan penggelapan pajak biasanya dikarenakan pajak dipandang sebagai suatu beban yang akan mengurangi kemampuan ekonomis seseorang. Mereka harus menyisihkan sebagian penghasilannya untuk membayar pajak. Padahal apabila tidak ada kewajiban pajak tersebut, uang yang dibayarkan untuk pajak bisa dipergunakan untuk menambah pemenuhan keperluan hidupnya. Menurut Feige 1990, pendapatan yang tidak dilaporkan kepada khususnya otoritas pajak, tentunya dengan maksud untuk menggelapkan menghindari tanggung jawab untuk membayar pajak termasuk dalam golongan kegiatan ekonomi bawah tanah underground economy. Keberadaaan ekonomi bawah tanah yang lepas dalam perhitungan pendapatan nasional, makin membuat keberadaaan angka-angka makro ekonomi Indonesia mengalami penyimpangan. Model pertumbuhan ekonomi yang mengakibatkan meluasnya kegiatan ekonomi bawah tanah tak bisa dibiarkan. Membesarnya ekonomi bawah tanah juga makin membuat kesalahan angka statistik, dan tentunya mengakibatkan salah memprediksi atau mengeluarkan kebijakan. Upaya untuk mengukur besarnya ekonomi bawah tanah telah dilakukan oleh banyak peneliti dengan berbagai metode. Salah satu metode yang cukup banyak digunakan dalam mengukur ekonomi bawah tanah adalah melalui pendekatan moneter, yaitu dengan menganalisis permintaan uang kartal Currency Demand. Metode ini dikembangkan oleh Tanzi 1980 yang mendefinisikan ekonomi bawah tanah sebagai pendapatan yang didapat dari aktivitas ekonomi yang tidak dilaporkan Universitas Sumatera Utara 5 atau tidak tercatat pada otoritas pajak dengan maksud untuk menghindari pajak. Menurut Tanzi, beban pajak merupakan faktor penyebab terjadinya kegiatan ekonomi bawah tanah. Uang kartal atau currency adalah mata uang yang terdiri dari uang kertas dan logam yang beredar di masyarakat, biasanya digunakan untuk transaksi secara tunai sehingga sering disebut juga sebagai uang tunai. Alasan para pelaku ekonomi bawah tanah lebih menyukai menggunakan uang tunai dalam melakukan transaksi dengan tujuan untuk menyembunyikan jejak kegiatan mereka sehingga tidak mudah ditelusuri oleh pemerintah, khususnya otoritas pajak. Transaksi yang melibatkan pihak perbankan maupun lembaga keuangan lainnya akan relatif lebih mudah menjadi data bagi pihak otoritas pajak. Oleh karena itu, Direktorat Jenderal Pajak memiliki kewajiban untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak sehingga para aparatur pajak mengetahui bagaimana tingkat kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak. Meskipun pemerintah telah melakukan pengawasan terhadap wajib pajak untuk meminimalkan beban pajak dan mencegah kegiatan ekonomi bawah tanah, penggelapan pajak merupakan kegiatan yang selalu menjadi masalah di Indonesia. Kegiatan penggelapan pajak dapat mengurangi pendapatan negara yang menyebabkan pelayanan publik berkurang sehingga akan berdampak pada masyarakat sebagai wajib pajak. Oleh karena itu penulis tertarik untuk menyajikan penelitian dengan judul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Penggelapan Pajak di Indonesia”. Universitas Sumatera Utara 6

1.2 Perumusan Masalah