jamban, di bawah pohon, jalan kecilgang, dan lapangan yang berumput. Singkatnya tempat-tempat dimana manusia biasanya berkumpul dan tempat
dimana manusia buang air besar akan berpotensi tinggi tercemar Gyoten, 2010.
Tanah yang tercemar telurlarva STH dapat terbawa jauh karena menempel pada kaki atau alas kaki, juga melalui debu yang terbawa angin.
Tanah pekarangan rumah maupun sekolah yang tercemar telurlarva cacing akan menjadi sumber penularan infeksi STH terutama pada anak-anak karena
anak usia sekolah memiliki frekuensi bermain yang relatif tinggi baik di sekolah, di rumah, dan di kebun. Anak-anak dipedesaan lazimnya bermain
bersama-sama. Perilaku bermain anak-anak sering tidak bisa dilepaskan dari terjadinya kontak dengan tanah Ziegelbauer, 2012.
Terdapat hubungan yang konsisten antara infeksi dan pencemaran tanah pada askariasis dan trichuriasis, sehingga pemeriksaan telur A.lumbricoides
dan T.trichiura akan bermanfaat untuk memprediksi infeksi ini pada anggota keluarga. Hubungan antara rasio pencemaran tanah oleh telur STH dengan
prevalensi kecacingan adalah signifikan secara statistik. Hal ini menunjukkan tingkat pencemaran tanah oleh telur STH merupakan refleksi status infeksi
cacing pada masyarakat Gyoten, 2010.
2.2.2 Fasilitas Jamban Yang Belum Memadai
Fasilitas jamban dapat mengurangi setengah resiko terinfeksi oleh STH. Ziegelbauer 2012 menemukan bahwa ketersediaan dan penggunaan jamban
berhubungan signifikan terhadap pencegahan infeksi STH yaitu odds ratio OR = 0,51 95 CI= 0,44–0,61. Dibandingkan dengan orang tanpa akses ke
jamban, kesempatan terinfeksi STH orang-orang yang memiliki akses ke jamban adalah 0,49. Hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan orang-orang
yang menggunakan jamban lebih kecil untuk terinfeksi parasit cacing. Penyediaan sarana pembuangan tinja masyarakat tidaklah mudah, karena
menyangkut peran serta masyarakat yang biasanya sangat erat kaitannya dengan perilaku, tingkat ekonomi, kebudayaan dan pendidikan. Pembuangan
tinja perlu mendapat perhatian khusus karena merupakan satu bahan buangan
Universitas Sumatera Utara
yang banyak mendatangkan masalah dalam bidang kesehatan dan sebagai media bibit penyakit. Selain itu dapat menimbulkan pencemaran lingkungan
pada sumber air dan bau busuk serta estetika. Jamban keluarga adalah suatu bangunan yang dipergunakan untuk membuang tinja atau kotoran manusia
yang lazim disebut kakus atau WC. Pemanfaatan jamban keluarga sangat dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan dan kebiasaan masyarakat. Tujuan
program JAGA jamban keluarga yaitu tidak membuang tinja ditempat terbuka melainkan membangun jamban untuk diri sendiri dan keluarga.
Penggunaan jamban yang baik adalah kotoran yang masuk hendaknya disiram dengan air yang cukup, hal ini selalu dikerjakan sehabis buang air besar
sehingga kotoran tidak tampak lagi. Secara periodik, leher angsa dan lantai jamban digunakan dan dipelihara dengan baik, sedangkan pada jamban
cemplung lubang harus selalu ditutup jika jamban tidak digunakan lagi agar tidak kemasukan benda-benda lain. Umar 2006 menyatakan bahwa perilaku
buang air besar tidak di jamban menyebabkan pencemaran tanah dan lingkungan oleh tinja yang berisi telur cacing yang dapat menginfeksi anak-
anak karena menelan tanah yang tercemar telur cacing atau melalui tangan yang terkontaminasi telur cacing.
2.2.3 Higiene Pribadi Yang Buruk