Etiologi Nyeri Sendi Temporomandibular

Banyak faktor telah diduga potensial menyebabkan terjadinya nyeri orofasial yang terkait dengan disfungsi sendi temporomandibular. Kelainan dalam hubungan kontak oklusal antara geligi bawah dan geligi atas, serta maloklusi orthodontik sering disebut sebagai penyebab utama. Setiap orang memiliki ambang batas yang berbeda dan penerimaan yang berbeda terhadap rasa nyeri dan mungkin juga terdapat elemen psikogenik. Daerah penyebaran rasa sakit yang paling sering dari sendi adalah telinga, pipi, daerah temporal, tetapi sebaliknya rasa nyeri dari daerah didekatnya dapat meluas ke sendi. Rasa nyeri atau disfungsi secara langsung berkaitan dan bertambah parah oleh berfungsinya rahang atau pengujian fungsional otot-otot mastikasi atau struktur persendian dan bukan karena penyakit lokal karena karies yang melibatkan gigi dan struktur rongga mulut. Rasa nyeri biasanya timbul saat mengunyah, berbicara, dan fungsi-fungsi rahang lainnya. 26

4.2 Etiologi Nyeri Sendi Temporomandibular

Etiologi dari gangguan sendi temporomandibular adalah multifaktorial. 28,29 Sebuah tinjauan literatur ilmiah mengungkapkan lima faktor utama yang terkait dengan gangguan sendi temporomandibular. Faktor-faktor ini adalah kondisi oklusal, trauma, stres emosional, masukan nyeri yang dalam, dan aktifitas parafungsional. 1. Kondisi oklusi Pada maloklusi dapat menyebabkan ketidakseimbangan neuromuskular dan menyebabkan iskemik yang dapat menjadi faktor predisposisi dari gangguan sendi temporomandibular. Akan tetapi dari beberapa penelitian yang sudah pernah dilakukan, peran oklusi dalam menimbulkan gangguan sendi temporomandibular masih belum jelas. 29,30 2. Trauma Tentunya trauma pada struktur wajah dapat menyebabkan gangguan fungsional dalam sistem pengunyahan. Banyak bukti yang mendukung konsep ini. Trauma tampaknya memiliki dampak yang lebih besar pada gangguan intrakapsular darigangguan otot. Trauma dapat dibagi kedalam dua tipe secara umum, yaitu makrotrauma dan mikrotrauma. Pada makrotrauma, tekanan yang terjadi secara langsung dapat menyebabkan perubahan pada bagian diskus artikularis dan Universitas Sumatera Utara prosesus kondilarissecara langsung. Trauma besar yang tiba-tiba dapat mengakibatkan perubahan struktural, seperti pukulan pada wajah atau kecelakaan. Sedangkan pada mikrotrauma, posisi diskus artikularis dan prosesus kondilarisdapat berubah secara perlahan-lahan. Trauma ringan tapi berulang dalam jangka waktu yang lama, seperti bruxism dan clenching dapat menyebabkan mikrotrauma pada jaringan yang terlibat seperi gigi, sendi rahang, atau otot. 28,29 3. Stres emosional Stres emosional dapat menyebabkan peningkatan aktifitas otot pada posisi istirahat atau bruxism atau keduanya, yang dapat menimbulkan kelelahan yang berakibat pada spasme otot. Spasme otot yang terjadi nantinya akan menimbulkan kontraksi, ketidakseimbangan oklusal dan degeneratif atritis. Stres emosional juga dapat meningkatkan respon saraf simpatis yang menyebabkan nyeri pada otot mastikasi. 28,29,30 4. Masukan nyeri yang dalam Meski sering diabaikan, sebuah konsep yang umum adalah bahwa sumber masukan nyeri yang dalam dapat menyebabkan fungsi otot berubah. Masukan nyeri yang dalam terpusat dapat merangsang otak, menghasilkan kontraksi pelindung. Ini merupakan cara yang normal dimana tubuh merespon cedera atau ancaman dalam cedera. Oleh karena itu wajar menemukan pasien yang menderita sakit, seperti sakit gigi yaitu nekrosis pulpa, memiliki keterbatasan pembukaan mulut. Ini merupakan respon tubuh terhadap perlindungan bagian yang cedera dengan membatasi penggunaannya. Temuan klinis ini umumnya pada pasien yang banyak mengalami sakit gigi. Setelah sakit gigi teratasi, kembali membuka mulut secara normal.Keterbatasan dalam membuka mulut hanyalah respon sekunder dengan pengalaman rasa sakit yang mendalam. Jika dokter gigi tidak mengenali fenomena ini, bagaimanapun atau dia dapat menyimpulkan bahwa pembukaan mulut yang terbatas merupakan masalah gangguan temporomandibular primer dan pengobatan akan salah arah. 29 5. A ktif itas parafungsional Aktifitas parafungsional adalah semua aktifitas diluar fungsi normal seperti mengunyah, bicara, menelan dan tidak mempunyai tujuan fungsional. Contohnya adalah bruxism dan kebiasaan-kebiasaan lain seperti menggigit kuku, pensil, bibir, Universitas Sumatera Utara mengunyah satu sisi, tongue thrust, dan bertopang dagu. Aktifitas yang paling berat dan sering menimbulkan masalah adalah bruxism termasuk clenching dan grinding. Bruxism adalah mengerat gigi atau grinding terutama pada malam hari, sedangkan clenching adalah mempertemukan gigi atas dan bawah dengan keras yang dapat dilakukan pada siang ataupun malam hari. Pasien yang melakukan clenching atau grinding pada saat tidur sering melaporkan adanya rasa nyeri pada sendi rahang dan kelelahan pada otot-otot wajah saat bangun tidur. 28,29,30

4.3 Patofisiologi Nyeri Sendi Temporomandibular