commit to user
48
terhadap asimetri informasi. Penelitian ini juga menyertakan variabel kontrol yaitu ukuran perusahaan dan reputasi auditor.
D. Penelitian Terdahulu dan Pengembangan Hipotesis
Untuk membangun hipotesis, penulis menggunakan beberapa acuan dari penelitian terdahulu yang akan dijelaskan dalam bagian ini.
1. Pengaruh corporate governance terhadap Tingkat Asimetri Informasi Krisis keuangan Asia pada tahun 1997-1998 dipandang sebagai akibat
lemahnya praktik corporate governance di negara-negara Asia Arifin, 2005. Hal ini terulang pada krisis finansial global 2008 yang berawal dari Perancis dan
Amerika Serikat menjalar ke negara-negara lain termasuk Indonesia. Perusahaan- perusahaan dianggap kurang menerapkan salah satu prinsip corporate governance
yaitu transparansi mengenai kondisi perusahaan. Krisis yang terjadi menjadikan kebutuhan investor atas informasi semakin
tinggi untuk pengambilan keputusan investasi pada kondisi ketidakpastian yang tinggi. Corporate governance menjadi mekanisme penting dalam menjamin
terdistribusinya informasi yang relevan dan handal, terutama dalam mengurangi tingkat asimetri informasi.
Kepemilikan manajerial terbukti berpengaruh negatif pada tingkat asimetri informasi Meilani 2009. Kekayaan pribadi manajemen yang terkait dengan nilai
perusahaan dalam bentuk saham diharapkan akan membuat manajemen untuk bertindak demi meningkatkan nilai perusahaan, sehingga mengurangi konfik
keagenan.
commit to user
49
Disisi lain, Baek et al 2009 justru menemukan bahwa kepemilikan manajerial dibawah 5 akan meningkatkan asimetri informasi karena tingkat
kepemilikan ini yang berpengaruh negatif terhadap pengungkapan yang dilakukan
manajer. Perbedaan hasil ini memotivasi peneliti menguji untuk kembali hipotesis yaitu:
H
1a
: Kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap tingkat
asimetri informasi selama krisis finansial global
Kanagaretnam et al 2007; Nugroho 2009; Nurlinda 2011 berhasil membuktikan keberadaan komisaris independen memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap penurunan asimetri informasi di sekitar pengumuman laba. Perusahaan memandang pentingnya komisaris independen dalam peningkatkan
kualitas informasi yang didapat investor. Semakin banyak anggota komisaris independen, investor menjadi lebih memiliki kepercayaan atas kualitas informasi
yang didapat. Meilani 2009 menemukan hasil yang berbeda dalam penelitiannya. Hasil
pengujian menunjukkan bahwa keberadaan dewan komisaris tidak memiliki pengaruh terhadap pengungkapan sukarela. Perusahaan diduga hanya membentuk
dewan komisaris independen untuk memenuhi ketentuan yang ada, tanpa diikuti pengawasan terhadap manajemen yang memadai, terutama terkait pengungkapan
informasi keuangan oleh manajemen. Krisis finansial global memberikan pengaruh yang berbeda terhadap
persepsi keberadaan dewan komisaris independen oleh investor, terutama dalam hal pengawasan terhadap penyajian dan distribusi informasi yang relevan dan
commit to user
50
handal selama krisis. Perbedaan hasil ini dan terjadinya krisis finansial global
memotivasi peneliti menguji untuk kembali hipotesis yaitu: H
2a
: Komposisi komisaris independen berpengaruh negatif terhadap
tingkat asimetri informasi selama krisis finansial global
2. Pengaruh Pengungkapan Sukarela terhadap Tingkat Asimetri Informasi Pengungkapan merupakan salah satu alat yang penting dalam corporate
governance untuk mengatasi masalah keagenan antara manajemen dan pemilik, karena dipandang sebagai upaya untuk mengurangi asimetri informasi
Khomsiyah, 2003; Sutrisno et al, 2005; Kanagaretnam et al 2007; Tonor, 2009; Brown dan Hillegeist, 2007.
Manajer dapat melakukan pengungkapan mengenai informasi perusahaan dalam bentuk pengungkapan wajib dan pengungkapan sukarela di laporan
tahunan. Pengungkapan yang dilakukan manajemen secara efektif akan menurunkan tingkat asimetri informasi yang terjadi khomsiyah, 2003. Chang et
al 2008; dan Sunder 2002 menyatakan asimetri informasi dapat dikurangi dengan pengungkapan sukarela selain melakukan pengungkapan wajib. Chang et
al 2008 melakukan penelitian pada pengungkapan sukarela yang dilakukan perusahaan dalam bentuk pengungkapan di website perusahaan terhadap bid-ask
spread. Penelitian tersebut berhasil memberikan bukti empiris bahwa semakin luas pengungkapan sukarela yang dilakukan perusahaan akan memperkecil
asimetri informasi. Penelitian serupa dilakukan oleh Sunder 2002 yang melakukan penelitian
pada pengungkapan sukarela yang dilakukan dua jenis perusahaan yaitu
commit to user
51
‘restricted firm’ dan ‘open firm’. Asimetri informasi direpresentasikan dengan bid-ask spread pada periode sebelum dan sesudah penerapan SEC Regulation Fair
Discloure. Hasil penelitian berhasil memberikan bukti empiris pengungkapan sukarela yang dilakakukan oleh kategori perusahaan ‘open firm’ mampu
menurunkan tingkat asimetri informasi. Di Indonesia, penelitian mengenai pengaruh luas pengungkapan sukarela
dilakukan oleh Sutrisno et al 2009. Sutrisno et al 2009 meneliti pengaruh luas pengungkapan sukarela terhadap asimetri informasi yang direpresentasikan
dengan relative bid-ask spread. Hasil yang diperoleh semakin memperkuat penelitian sebelumnya bahwa luas pengungkapan sukarela yang dilakukan
perusahaan terbukti berpengaruh negatif terhadap tingkat asimetri informasi. Krisis finansial global yang terjadi di tahun 2008 memerlukan pengujian
empiris yang mendalam terhadap pengungkapan sukarela yang terjadi pada periode ini. Pengungkapa sukarela di pengaruhi oleh adanya faktor non ekonomi
dan ekonomi Zubaidah dan Zulfikar, 2005. Perubahan faktor ekonomi yaitu kinerja perusahaan selam krisis finansial global turut mempengaruhi luas
pengungkapan sukarela. Shon dan Weiss 2009 meneliti pengungkapan sukarela yang dilakukan
selama krisis di Amerika Serikat setelah terjadinya peristiwa 11 september 2001 pada 105 perusahaan asuransi. Pada sampel yang diteliti, 35 perusahaan
melaporkan adanya kerugian akibat krisis ini, perusahaan dengan kerugian dan laverage yang tinggi terbukti meningkatkan pengungkapan sukarela yang
dilakukan perusahaan. Namun, hasil penelitian menunjukkan pengungkapan
commit to user
52
sukarela yang dilakukan manajemen ketika krisis terbukti tidak memiliki pengaruh terhadap bid-ask spread perusahaan.
Perusahaan cenderung lebih memilih melakukan pengungkapan wajib yang distandarkan oleh regulasi, dan cederung tidak melakukan pengungkapan
sukarela karena berbagai alasan, misalnya pengungkapan sukarela memerlukan biaya yang besar dan justru akan menguntungkan competitor Hendriksen dan
Brenda, 2001. Pengungkapan sukarela terbukti memberikan dampak positif yaitu
mengurangi tingkat asimetri informasi Sutrisno et al, 2009. Selain itu, pengungkapan sukarela dapat meningkatkan kredibilitas perusahaan, membantu
investor dalam memahami strategi bisnis manajemen, menarik perhatian analis dalam meningkatkan akurasi ekspektasi pasar Na’im dan Rakhaman, 2000;
dalam Zubaidah dan Zulfikar, 2005. Telaah teoritis di atas semakin memotivasi peneliti untuk melakukan pengujian kembali pengaruh luas pengungkapan
sukarela dan asimetri informasi selama krisis finansial global pada tahun 2008 di Indonesia. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dikembangkan hipotesis:
H
2
: Pengungkapan sukarela berpengaruh negatif terhadap tingkat
asimetri informasi selama krisis finansial global
commit to user
53
BAB III METODE PENELITIAN
Setelah membahas landasan teori dan pengembangan hipotesis di Bab II, maka pada Bab III akan menjelaskan mengenai desain penelitian, populasi,
sampel dan teknik pengambilan sampel, data dan metode pengumpulan data, pengukuran variabel dan metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian
ini.
A. Desain Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian pengujian hipotesis hypothesis testing yang bertujuan untuk menguji hipotesis yang diajukan peneliti mengenai
pengaruh corporate governance yang direpresentasikan dengan kepemilikan manajerial, komposisi komisaris independen; dan dan pengungkapan sukarela
terhadap asimetri informasi selama krisis finansial global. Menurut Sekaran 2006, pengujian hipotesis harus dapat menjelaskan sifat dari hubungan tertentu,
memahami perbedaan antar kelompok atau independensi dua variabel atau lebih. Penelitian ini merupakan studi cross-sectional cross-sectional study,
yaitu penelitian yang datanya dikumpulkan sekaligus pada periode tertentu, yaitu laporan tahunan selama periode krisis tahun 2008.
Periode krisis di pasar modal Indonesia ditandai dengan penurunan tajam Indeks Harga Saham Gabungan IHSG sejak pada awal tahun 2008 dimana IHSG
berada pada posisi 2.627,3 dan terus mengalami penurunan hingga akhir tahun.