Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

18

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Fasilitas kerja merupakan sarana pendukung yang sangat penting bagi perusahaan sebagai penunjang kinerja karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan. Memberikan tempat kerja yang menyenangkan berarti menimbulkan perasaan nyaman pada karyawan dalam bekerja. Perusahaan perlu merancang fasilitas kerja dari sisi ergonomis. Ergonomi adalah suatu cabang ilmu yang sistematis untuk memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia merancang suatu sistem kerja, sehingga manusia dapat hidup dan bekerja pada sistem itu dengan baik, yaitu mencapai tujuan yang diinginkan melalui pekerjaan itu dengan efektif, aman, sehat, nyaman, dan efisien. 1 1 Iftikar Z. Sutalaksana, Teknik Perancangan Sistem Kerja, ITB, Bandung, 2006. Hal: 72 Fokus dari ergonomi adalah manusia dan interaksinya dengan produk, peralatan, fasilitas, prosedur dan lingkungan dan operator serta kehidupan sehari-hari dimana penekanannya adalah pada faktor manusia. Para operator dalam melakukan operatorannya, posisi kerja mereka tidak sesuai dengan prinsip-prinsip ergonomi yaitu terlalu membungkuk, jangkauan tangan yang tidak normal, alat yang terlalu kecil, dll. Sehingga dari posisi kerja operator tersebut dapat mengakibatkan timbulnya berbagai permasalahan yaitu kelelahan dan rasa nyeri pada punggung akibat dari posisi yang tidak ergonomis tersebut, timbulnya rasa nyeri pada bahu dan kaki akibat ketidak sesuaian antara operator dan lingkungan kerjanya. Universitas Sumatera Utara 19 UKM Santani adalah Usaha Kecil Menengah yang memproduksi santan. UKM ini terdiri dari stasiun gudang bahan baku, stasiun pembelahan kelapa, stasiun pemarutan, stasiun pengepresan, stasiun pembungkusan, stasiun penimbangan dan stasiun penyimpanan. Proses produksi santan dilakukan dengan memanfaatkan bantuan tenaga manusia sebagai operator yang dibagi atas beberapa kelompok kerja sesuai dengan jenis pekerjaannya. Santan yang dihasilkan UKM Santani adalah 300 kghari. Penelitian dilakukan pada stasiun pemarutan dimana pada stasiun ini hanya menggunakan alat bantu seadanya dan lebih mengutamakan tenaga manusia dalam melakukan operatorannya. Alat parut yang digunakan berjumlah 7 terdiri dari 3 alat posisi berdiri dan 4 alat posisi duduk. Alat duduk yang digunakan berupa ember dan batang kayu besar. Selain itu operator juga ada yang tidak menggunakan alat duduk sehingga operator bekerja membungkuk. Posisi kerja pada stasiun pemarutan dapat dilihat pada Gambar 1.1 dan Gambar 1.2. a b Gambar 1.1. Posisi Kerja pada Alat Parut Untuk Postur Duduk Universitas Sumatera Utara 20 Gambar 1.2. Posisi Kerja pada Alat Parut Untuk Postur Berdiri Pada gambar 1.1a dan 1.1b, posisi kerja pada operator dinilai tidak ergonomis karena operator menggunakan alat duduk yang tidak layak dipakai. Alat duduk yang layak pakai berupa kursi yang dapat membuat nyaman operator ketika bekerja sehingga operator tidak mengalami stres ketika bekerja. Stres yang diakibatkan ketika bekerja dapat menyebabkan operator mudah lelah dan menurunkan produktivitas kerja operator tersebut. Kriteria kursi yang layak dipengaruhi oleh stabilitas duduk, kekuatan produk, mudah dinaikturunkan, sandaran punggung, fungsional, bahan material, kedalaman kursi, lebar kursi, lebar sandaran punggung dan tinggi bangku. 2 2 Eko Nurmianto, Ergonomi: Konsep Dasar dan Aplikasinya. ITS. Surabaya. 2004. Hal. 123-124 Sedangkan pada gambar 1.2, posisi kerja pada operator dinilai tidak ergonomis karena operator membungkuk pada saat bekerja. Posisi kerja membungkuk dapat menyebabkan operator mengalami Universitas Sumatera Utara 21 sakit pada punggung dan kelelahan jika dilakukan terus menerus. Postur kerja yang ergonomis ketika bekerja adalah postur berdiri dan duduk. Posisi kerja operator yang membungkuk secara repetitif selama proses memarut dan mengambil batok kelapa untuk diparut dan menggunakan alat bantu seadanya yang dilakukan operator dalam jangka waktu ± 9 jam akan menyebabkan musculoskeletal disorders MSDs pada operator. Metode SNQ digunakan untuk mengetahui bagian tubuh mana yang mengalami masalah. Dari perhitungan SNQ, dapat diketahui berapa persen tingkat keluhan yang dialami operator. REBA Worksheet digunakan untuk mengetahui diperlukan perbaikan atau tidak dari postur kerja operator ketika bekerja. Antropometri digunakan untuk mengukur dimensi bagian tubuh yang mengalami masalah. Penelitian ini diharapkan mampu mengurangi keluhan operator dalam produksi santan Posisi gerak tubuh yang ideal pada tubuh ditunjukkan pada riset “Evaluation of Ergonomic Postures of Physical Education and Sport Science by REBA and Its Relation to Prevalence of Musculoskeletal Disorders ” Seyfi Savas, 2016 dimana keluhan dianalisis dengan kuesioner REBA untuk mengetahui kelelahan otot. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya gerakan pada saat melakukan olahraga yang memiliki beban kerja yang besar. Perencanaan fasilitas kerja dengan melihat dimensi tubuh manusia ditunjukkan pada riset “Anthropometry as ergonomic consideration for hospital bed design in Nigeria” Daniyan, 2015 dimana merancang tempat tidur rumah sakit yang dapat dissesuaikan dengan keinginan konsumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Universitas Sumatera Utara 22 adanya keluhan otot pada bagian tubuh pasien pada tempat tidur yang ada sehingga dirancang tempat tidur yang dapat disesuaikan dengan tubuh manusia untuk mengurangi keluhan otot.

1.2. Rumusan Masalah