Analisis Preferensi Masyarakat Dalam Memilih Institusi Pembayaran Zakat Di Kota Medan

(1)

SKRIPSI

ANALISIS PREFERENSI MASYARAKAT DALAM

MEMILIH INSTITUSI PEMBAYARAN ZAKAT

DI KOTA MEDAN

OLEH

YAUMIL FAUZA

090501102

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN

DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segala karunia, rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: “ANALISIS PREFERENSI MASYARAKAT DALAM MEMILIH INSTITUSI PEMBAYARAN ZAKAT DI KOTA MEDAN” dengan semangat, do’a dan perjuangan tanpa lelah. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW sang revolusioner sejati yang telah membuka pintu gerbang jalan terang bagi kita semua untuk tetap semangat berjuang di jalan-Nya. Tak lupa kepada para sahabat dan keluarga beliau yang dirahmati-Nya.Semoga kita semua termasuk orang-orang yang mendapatkan hidayah dan syafaatnya di yaumul qiyamah nanti. Amin.

Penulis menyadari bahwa dalam sebuah penulisan skripsi atau karya ilmiah memang bukanlah pekerjaan yang mudah, tetapi sebuah perjuangan tanpa lelah yang menuntut keseriusan dan menyita waktu yang cukup banyak serta tak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan beribu-ribu terimakasih tiada terhingga kepada semua pihak yang telah memberikan motivasi, pengarahan, bimbingan, saran dan bantuan baik moral maupun spiritual serta hal-hal lainnya dalam proses penyusunan skripsi ini. Maka, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan, yaitu kepada:

1. Teristimewa rasa hormat penulis kepada orang tua terutama Ayahanda Alm. Ir. Syamsir Alam dan Ibunda Hj. Yusnita yang telah memberikan semangat dan do’a agar penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, serta adik Soraya


(3)

2. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M. Ec, Ak sebagai Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec, selaku Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara dan Bapak Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si selaku Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, PhD selaku Ketua Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak H. Kasyful Mahalli, SE, MSi selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingannya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

6. Seluruh staf pengajar Departemen Ekonomi Pembangunan yang telah banyak memberikan ilmu dan pengetahuan kepada penulis yang bermanfaat untuk masa yang akan dating dan staf Administrasi Fakultas Ekonomi Pembangunan.

7. Untuk sahabat – sahabat penulis yang telah banyak memberikan dorongan, membantu, menemani dan memberikan semangat bagi penulis.

Semoga kebaikan dan keikhlasan yang telah mereka perbuat menjadi amal shaleh dan mendapat imbalan yang sepantasnya dari Allah SWT, Amin.Penulis telah berusaha semaksimal mungkin demi kesempurnaan penulisan skripsi ini yang penuh kesadaran atas kekurangan dan keterbatasan yang ada pada diri


(4)

penulis. Untuk itu penulis sangat mengharapkan saran maupun kritik yang membangun sehingga penulis dapat memperbaiki kesalahan di lain kesempatan.

Medan, November 2013

Penulis

(Yaumil Fauza)


(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

ABSTRAK ... viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 9

1.3 Tujuan Penelitian ... 10

1.4 Manfaat Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Zakat... 11

2.2 Syarat Wajib Zakat ... 15

2.3 Penerima Zakat... 19

2.4 Kadar, Nishab, dan Waktu Zakat Dibayarkan ... 21

2.5 Manfaat dan Hikmah Zakat ... 23

2.6 Zakat dan Pajak di Indonesia ... 27

2.7 Preferensi Masyarakat ... 28

2.8 Institusi Zakat ... 29

2.9 Macam – Macam Institusi Zakat ... 32

2.9.1 Lembaga Zakat Milik Negara (BAZ) ... 32

2.9.2 Lembaga Zakat Swasta (LAZ) ... 35

2.10 Penelitian Terdahulu ... 37

2.11 Kerangka Konseptual ... 41


(6)

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian ... 43

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 43

3.3 Batasan Operasional ... 43

3.4 Definisi Operasional ... 44

3.5 Skala Pengukuran Variabel ... 44

3.6 Populasi dan Sampel Penelitian... 45

3.7 Jenis Data... 46

3.8 Metode Pengumpulan Data ... 47

3.9 Uji Validitas dan Reliabilitas... 47

3.9.1 Uji Validitas ... 47

3.9.2 Uji Reliabilitas ... 49

3.10 Teknik Analisis ... 50

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Responden ... 51

4.2 Pemilihan Tempat Penyaluran Zakat ... 52

4.3 Preferensi Masyarakat Muslim dalam Memilih Institusi Pembayaran Zakat ... 53

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 59

5.2 Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 62


(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Hasil Pengolahan Uji Validitas Menggunakan Microsoft Excel 48

Tabel 2. Karakteristik Responden Penelitian ... 51

Tabel 3. Info Zakat ... 52

Tabel 4. Lembaga Pembayaran Zakat ... 53

Tabel 5. Preferensi Masyarakat Muslim dalam Memilih Institusi


(8)

DAFTAR GAMBAR


(9)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana preferensi masyarakat muslim wajib zakat (muzakki) dalam memilih institusi pembayaran zakat di Kota Medan. Penelitian ini juga membahas karakteristik muzakki serta faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat muslim wajib zakat (muzakki) dalam memilih institusi pembayaran zakat di Kota Medan.

Penelitian ini mengambil sampel sebanyak 99 muzakki yang membayar zakat di Badan Amil Zakat (BAZ) atau Lembaga Amil Zakat (LAZ), menggunakan metode analisis deskriptif dengan bantuan Software Microsoft Excel.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa preferensi masyarakat muslim wajib zakat (muzakki) dalam memilih institusi zakat di Kota Medan adalah pengetahuan zakat, profesionalitas dan kepuasan. Untuk meningkatkan kualitas institusi zakat maka pengelola dan pemerintah diharapkan dapat memberikan sosialisasi yang lebih baik guna meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menyalurkan zakat serta meningkatkan fasilitas institusi zakat tersebut.


(10)

ABSTRACT

This study aims to determine how the Muslim community (muzakki) preferences in choosing the institution of zakat in Medan. This study also discusses the characteristics muzakki and the factors that affect the Muslim community (muzakki) in choosing the institution of zakat payment in Medan.

This study took a sample of 99 muzaki pay to Badan Amil Zakat (BAZ) or Lembaga Amil Zakat (LAZ), using descriptive analysis with using Microsoft Excel Software.

The results showed that the preferences of the Muslim community (muzakki) in choosing a charity institution in the city of Medan is the zakat of knowledge, professionalism and satisfaction. To improve the quality of zakat institutions, government managers are expected to provide better socialization in order to raise public awareness to distribute alms and charity institutions improve the facilities.


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang mengandung ibadah sekaligus muamalah.Zakat dalam Islam termasuk ibadah yang hukumnya wajib sesuai dalam ayat ayat Al – Qur’an sebagai berikut.

Dan dirikanlah shalat dan bayarkanlah zakat dan ruku'lah kamu beserta orang-orang yang ruku' "(QS. Al – Baqarah (2):43)

“Sesungguhnya zakat – zakat itu, hanyalah untuk orang – orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.(QS. At – Taubah (9):60)

Selain itu zakat dapat juga membantu masyarakat dalam menyelesaikan permasalahan ekonomi (muamalah) yang dijelaskan dalam Al – Qur’an Surat Ar – Rum ayat 38:

“Maka berikanlah kepada kerabat yang terdekat akan haknya, demikian (pula) kepada fakir miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan. Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang mencari keridhaan Allah; dan mereka itulah orang-orang beruntung”(QS Ar – Rum (30):38)

Menurut Ja’far (2003) dalam Islam terdapat dua jenis zakat yaitu, zakat


(12)

bulan ramadhan.Sedangkan zakat maal merupakan zakat yang dikenakan atas semua harta yang dikenakan kepada seorang wajib zakat (muzakki).

Menurut syariah salah satu zakat yang dapat membantu masalah pembangunan perekonomian masyarakat yaitu zakat maal atau zakat harta.Zakat

maal merupakan zakat yang dikenakan atas perolehan yang merangkum pendapatan gaji dan pendapatan bebas (Wahid, Ahmadi dan Noor, 2006). Zakat penghasilan menggunakan kadar zakat yang dianalogikan dengan emas 2,5% dari gaji atau penghasilan yang didapat (Nurhayati dan Wasilah, 2009).

Menurut Barizah (2010), zakat akan meningkatkan ekonomi mereka yang membutuhkan (mustahiq). Wahab (2011), juga mengatakan bahwa zakat merupakan hal utama dalam pencapaian keadilan sosial ekonomi.Maka dari itu potensi zakat untuk menghapuskan kemiskinan dan kesenjangan sosial di Indonesia sangatlah besar karena yang kaya dapat berbagi kesejahteraan kepada yang miskin.

Pada Konferensi Zakat Internasional atau International Zakat Conference (IZC) yang diselenggarakan di Bogor pada tahun 2011 laludiketahui bahwa data dari Badan Amil Zakat Nasional(BAZNAS) yang mengacu pada hasil kajian Asian Development Bank (ADB) menunjukkanpotensi zakat Indonesia bisa mencapai 100 triliunrupiah per tahun (Arifin,2011). Penelitian terbaru dari BAZNASbahkan menunjukkan bahwa potensi zakat nasional tahun 2011 adalah 217 triliun rupiah (Nahaba,2011). Potensi yang cukup besar ini terdiri dari potensi zakat rumah tangga sebesar 82,7 triliun rupiah, potensi zakat industri swasta sebesar 114,89 triliun rupiah, potensi zakat BUMN sebesar 2,4 triliun rupiah, dan potensi zakat tabungan sebesar 17 triliun rupiah. Sedangkan jumlah zakat yang


(13)

mampu dihimpun oleh BAZNASdari seluruh Unit Pengelola Zakat (UPZ) yang ada di seluruh Indonesia, walaupun terus meningkat dari tahun ke tahun, namun jumlah absolutnya masih sangat kecil, yakni pada tahun 2007 sebesar 450 miliar rupiah, kemudian meningkat menjadi 920 miliar rupiah pada tahun 2008, dan sebesar 1,2 triliun pada tahun 2009, selanjutnya menurut perkiraan pada tahun 2010 sebesar 1,5 triliun rupiah. Artinya, dibandingkan dengan potensi, jumlah zakat yang berhasil dihimpun oleh BAZNAS baru kurang lebih 1% per tahun.Jumlah yang sangat kecil untuk dibandingkan dengan potensi yang seharusnya dicapai.

Di Indonesia zakat penghasilan (maal) sudah dianggap suatu kewajiban dan perlu diatur secara legal, yaitu dengan adanya fatwa Majelis Ulama Indonesia no. 3 Tahun 2003 tentang zakat penghasilan(Nasar, 2013) yaitu:

1. Penghasilan adalah setiap pendapatan, seperti gaji, honorarium, upah, jasa dan lain-lain yang diperoleh dengan cara halal, baik rutin seperti pejabat negara, pegawai atau karyawan, maupun tidak rutin seperti dokter, pengacara, konsultan, dan sejenisnya, serta pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan bebas lainnya.

2. Semua bentuk penghasilan halal wajib dikeluarkan zakatnya dengan syarat telah mencapai nishab dalam satu tahun, yakni senilai emas 85 gram.

3. Zakat penghasilan dapat dikeluarkan pada saat menerima jika sudah cukup

nishab. Jika tidak mencapai nishab, maka semua penghasilan dikumpulkan selama satu tahun, kemudian zakat dikeluarkan jika penghasilan bersihnya sudah cukup nishab.


(14)

Selain itu terdapat pula UU no. 17 tahun 2000 tentang zakat sebagai pengurang dalam pendapatan kena pajak. Ada juga keputusan Dirjen Pajak no.KEP-542/PJ/2001 bahwa zakat penghasilan dapat dikurangkan atas penghasilan neto.Fatwa dan UU tersebut diatas tentu saja dibuat dengan pertimbangan agar dapat meningkatkan jumlah zakat penghasilan (maal) yang dikumpulkan di Indonesia.Fenomena masih besarnya jarak antara potensizakat

maal dengan jumlah zakat maal yang benar – benar ditunaikan oleh wajib zakat merupakan konsekuensi dari berbagai faktor.Salah satu faktor yang sangatdominan adalah masih sangat sedikitnya wajib zakat yang telah menunaikan kewajibannya tersebut secara baik (membayar secara teratur dan melalui BAZ/LAZ) dibandingkan mereka yang masih enggan atau tidak peduli terhadap kewajiban yang melekat padaharta mereka.

Zakat merupakan bagian dari sistem ekonomi Islam. Perintah zakat bertujuan untuk keseimbangan ekonomi, yang mampu menggerakkan seluruh potensi dan optimalisasi kekuatan ekonomi umat. Diwajibkannya zakat bukan sekedar ibadah.Dalam konteks ekonomi zakat merupakan satu bentuk distribusi kekayaan (tauzi’u al – tsarwah) diantara manusia.Distribusi tanpa melalui transaksi ekonomi (Zayadi, 2009).

Menurut Qardhawi dalam Djamal Doa (2004) ada 5 usha yang dapat dilakukan umat Islam untuk mengentaskan kemiskinan, yaitu:

1. Meningkatkan etos kerja individu dan masyarakat


Sebelum adanya perintah bagi orang kaya untuk menginfakkan hartanya dalam rangka membantu meringan kan beban fakir miskin orang-orang yang lemah, melalui zakat, infak, sedekah, wakaf dan sebagainya, yang terlebih


(15)

dulu dianjurkan kepada individu-individu muslim untuk memiliki etos kerja yang tinggi. Aktivitas bekerja dinilai sebagai ibadah yang mendatangkan pahala dan menghapus dosa. Optimisme bekerja ditanamkan dengan ungkapan:


“Bekerjalah untuk duniamu, seolah-olah engkau akan hidup selama- lamanya. Dan bekerjalah untuk akhiratmu, seolah-olah engkau akan mati besok”

2. Membantu keluarga yang lemah baik di bidang ekonomi maupun lainnya. Bantuan sekecil apapun bagi orang yang sangat membutuhkan uluran tangan, akan sangat bermakna bagi orang tersebut.

3. Membayar zakat bagi anda yang telah mencapai batas kepemilikan harta tertentu (nishab)


Zakat yang telah dibayarkan oleh orang-orang kaya kepada orang yang membutuhkan, tidak hanya menimbulkan kebaikan dan manfaat bagi orang yang menerima.Lebih dari itu, zakat juga mendatangkan kebaikan terkait dengan fungsi zakat yang mensucikan harta, dan berpotensi untukmendapatkan pahala yang berlipat.

4. Dana bantuan perbendaharaan Islam


Dana tersebut berupa dana yang merupakan sumber-sumber pendapatan bagi
institusi baitul m aal seperti zakat, infak, w akaf, jizyah, ushur dan sebagainya.


(16)

5. Keharusan menunaikan kewajiban selain zakat.

Kewajiban lain di luar zakat tersebut yaitu kewajiban dalam kaitannya dengan materi atau harta kekayaan. Kewajiban tersebut contohnya adalah kewajiban memberikan nafkah kepada orang yang menjadi tanggungan.

Berdasarkan 5 formula pengentasan kemiskinan menurut Qardhawi,dirumuskan menjadi 3 kewajiban besar (Djamal Doa, 2004) :

1. Setiap individu yang tercermin dalam kewajiban bekerja dan berusaha

2. Kewajiban kekerabatan yang tercermin dalam jaminan antar satu rumpun
keluarga

3. Kewajiban masyarakat dan pemerintah untuk menyediakan dana jaminan
sosial yang diperoleh m elalui zakat, infak, sedekah, hibah, w akaf dan lainnya.

Pengentasan kemisikian melalui proses yang panjang dan dapat ditempuhdengan langkah-langkah dan pendekatan sebagai berikut (Abdurrahman Qadir,2001) :


1. Pendekatan parsial, yaitu dengan pemberian bantuan langsung berupasedekah biasa dari orang-orang kaya dan dari dana zakat secara konsumtif kepada fakir miskin yang benar-benar tidak produktif lagi.

2. Pendekatan struktural, model pendekatan ini bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan secara sistematis, dengan cara menghilangkan faktor-faktor penyebab kemsikinan itu sendiri, baik yang disebabkan oleh faktor internal maupun eksternal.


(17)

Ada beberapa hal yang menjadi kerangka kebijaksanaan dalam memberantas kemiskinan dan ketimpangan (Saefudin, 1998):

1. Pemberdayaan usaha yang produktif

2. Pengadopsian strategi pertumbuhan yang berorientasikan islam. 3. Peraturan tentang praktek-praktek bisnis

4. Kesempatan yang adil

5. Hak milik dan kewajiban terhadap harta kekayaan dana Islam 6. Hukum-hukum warisan

7. Faktor kemitraan dan pemerataan pendapatan.

8. Pemberdayaan pemberian sukarela bagi kesejahteraan fakir miskin 9. Kebijakan fiskal dan moneter.

10. Sistem jaminan rumah tangga.


Secara garis besar cara-cara dalam pengentasan kemiskinan dapatditempuh melalui pemerataan pendapatan, di mana cara pendistribusian tersebut adalah mengalihkan sebagian pendapatan orang mampu kepada yang tidak mampu. Hal tersebut dilakukan dengan penyesuaian pada kebutuhan masyarakat tidak mampu tersebut. Singkatnya pola penyaluran dalam bantuan untuk masyarakat miskin harus diperhatikan secara baik agar dapat tepat sasaran.

Beberapa pilihan solusi pengentasan kemiskinan inipun harus didukung oleh segenap pihak yang berkaitan terutama sekali pemerintah sebagai penyelenggara negara dan masyarakat sebagai sasaran kebijakan itu sendiri. Kesadaran dan rasa kemanusiaan diperlukan agar masyarakat mampu sadar dan dapat membantu golongan yang berada di bawahnya.


(18)

Di negara sedang berkembang, yang menjadi perhatian utama adalah masalah pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan, di mana masih banyak terjadi ketimpangan meskipun pertumbuhan ekonominya cukup tinggi. Menurut Irma Adelman dan Cynthia Taft Moriris (1973) dalam Lincolin Arsyad (1997), terdapat delapan faktor yang menyebabkan ketimpangan distribusi pendapatan di negara sedang berkembang, yaitu :

1. Pertambahan penduduk yang tinggi yang mengakibatkan menurunnya pendapatan perkapita.

2. Adanya inflasi di mana pendapatan uang bertambah tetapi tidak diikuti secara proporsional dengan pertambahan produksi barang-barang.

3. Ketidakmerataan pembangunan antar daerah.

4. Investasi yang sangat banyak dalam proyek-proyek yang padat modal,
sehingga persentase pendapatan m odal dari harta tam bahan besar dibandingkan persentase pendapatan yang berasal dari kerja, sehingga pengangguran bertambah.

5. Rendahnya mobilitas sosial.

6. Pelaksanaan kebijaksanaan industri substitusi impor yang mengakibatkan kenaikan harga-harga barang hasil industri untuk melindungi usaha-usaha golongan kapitalis.

7. Memburuknya nila tukar (term of trade) bagi negara sedang berkembang dalam perdagangan dengan negara-negara maju, sebagai akibat dari ketidakelastisan permintaan negara-negara terhadap barang-barang ekspor negara sedang berkembang.


(19)

Dalam pengelolaan zakat, rencana strategis merupakan suatu unsur yang tidak dipisahkan. Ada beberapa alasan tentang hal itu.Pertama adalah kepercayaan.Didalam masyarakat masih sangat asing dan sulit untuk menemukan suatu kepercayaan, butuh waktu yang cukup lama untuk meraih kepercayaan.Orang – orang yang mengelola zakat adalah salah satu kuncinya. Lembagazakat akan dipercaya jika pengelolaannya benar – benar sesuai dengan kemauan masyarakat, yakni lembaga yang jujur, amanah dan profesional.

Berdasarkan keterangan dan fakta yang telah ada, penulis berusaha menganalisis tentang preferensi masyarakat dalam memilih institusi pembayaran zakat di Kota Medan.

1.2.Perumusan Masalah

Adapun masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah :

1. Apa sajakah faktor faktor yang mempengaruhi masyarakat wajib zakat (Muzakki) dalam memilih institusi pembayaran zakat di kota Medan?

2. Bagaimana preferensi masyarakat wajib zakat (Muzzaki) di Kota Medan dalam memilih institusi pembayaran zakat?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui karakteristik masyarakat dalam memilih institusi pembayaran zakat.

2. Untuk mengetahui preferensi masyarakat wajib zakat (Muzakki) di Kota Medan dalam memilih institusi pembayaran zakat.

3. Untuk mengetahui faktor faktor yang mempengaruhi masyarakat wajib zakat ( Muzakki) dalam memilih institusi pembayaran zakat di Kota Medan.


(20)

1.4 Manfaat penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Penulis mendapatkan jawaban atas keingintahuan penulis terhadap hasil analisis penulis tentang preferensi masyarakat(muzakki) dalam memilih institusi pembayaran zakat di kota Medan. Penulis berharap, selain menemukan faktor faktor yang mempengaruhinya, penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan keterampilan penulis dalam membuat sebuah penelitian.

2. Untuk melihat dan memahami kekurangan dari gejala sosial pada masyarakat Kota Medan terkait dengan preferensi institusi pembayaran zakat.

3. Penulis juga berharap penelitian ini dapat bermanfaat dalam bidang akademis. Hasil maupun metode dalam penelitian ini diharapkan berguna dan dapat dijadikan referensi untuk penelitian selanjutnya.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Zakat

Menurut etimologi syari’at (istilah), zakat adalah nama bagi sejumlah harta tertentu yang telah mencapai syarat tertentu yang diwajibkan Allah SWT, untuk dikeluarkan dan diberikan kepada orang–orang yang berhak menerimanya. Dalam Al – Quran, Allah SWT telah menyebutkan tentang zakat dan shalat sebanyak 82 ayat (Al- Zuhayly, 2008), dimana kata zakat disebut sebanyak 30 kali dalam Al – Qur’an, 27 kali dalam satu ayat bersama shalat, 1 kali dalam konteks shalat, 8 kata dalam surat yang diturunkan di Mekah, dan 22 kali dalam surat yang diturunkan di Madinah (Nurhayati dan Wasilah, 2009).

Ditinjau dari segi bahasa kata zakat merupakan kata dasar dari zaka yang berarti berkah, tumbuh, bersih dan baik, sedangkan dari segi istilah fiqih, zakat berarti sejumlah harta tertentu yang diwajibkan oleh Allah SWT diserahkan kepada orang yang berhak menerimanya, disamping berarti mengeluarkan sejumlah harta tertentu itu sendiri (Qardawi, 1995).

Menurut Al-zuhaily, empat Madzhab memberikan defenisi berbeda-beda mengenai makna zakat, yaitu sebagai berikut:

1. Mazhab Syafi’i

Zakat ialah sebuah ungkapan untuk mengeluarkan harta atau tubuh sesuai dengan cara yang khusus.

2. Mazhab Maliki

Zakat ialah mengeluarkan sebagian yang khusus dari harta
yang khusus pula yang telah mencapai nishab kepada orang-orang yang berhak


(22)

menerimanya. Manakala kepemilikan itu penuh dan sudah mencapai haul (setahun) selain barang tambang dan pertanian.

3. Mazhab Hanafi


Zakat ialah menjadikan sebagian harta yang khusus dari
harta yang khusus sebagai milik orang yang khusus sesuai
ketentuan syari’at.

4. Mazhab Hambali


Zakat ialah hak yang wajib dikeluarkan dari harta yang khusus untuk kelompok yang khusus pula.

Meskipun para ulama mengemukakannya agak berbeda antara satu dan lainnya, akan tetapi pada prinsipnya sama, yaitu bahwa zakat itu adalah bagian dari harta dengan persyaratan tertentu, yang Allah SWT mewajibkan kepada pemiliknya, untuk diserahkan kepada yang berhak menerimanya (Ambara, 2009).

Jadi zakat adalah salah satu kewajiban umat Islam yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an. Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang selalu disebutkan sejajar dengan shalat. Inilah yang menunjukkan betapa pentingnya zakat sebagai salah satu rukun Islam. (Al-ba’ly,2006)

Allah SWT berfirman :

Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamumembersihkan dan menyucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi) ketentraman bagi jiwa mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. At – Taubah (9): 103)


(23)

berzakat jiwa seorang muslim menjadi bersih dan suci. Kebersihan jiwa dan keberkahan pada harta akan membuat manusia bahagia dunia akhirat.

Dalam ayat yang lain Allah berfirman,

Dan sesuatu riba (tambahan)yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang- orang yang melipat gandakan (pahalanya).“(QS. Ar-Ruum (30): 39)

Ayat tersebut menjelaskan bahwa ibadah zakat tidak mengurangi harta pemiliknya tapi justru melipatgandakan harta tersebut maupun pahala orang yang menunaikan zakat.

Zakat dan shalat dalam Al-Qur’an dan hadits merupakanlambang keseluruhan dari semua ajaran Islam. Hal tersebutmenunjukkan bahwa betapa eratnya hubungan antara keduanya.Keislaman seseorang tidak akan sempurna kecuali dengan kedua haltersebut (Al –Zuhaily,2008). Sehingga dapat disimpulkan bahwa orang yang dekatdengan Tuhan berimplikasi pula pada kedekatannya dengan manusia,begitu pula sebaliknya (Muflih, 2006).


Melaksanakan shalat merupakan lambang baiknya hubunganseseorang dengan Tuhannya, sedang zakat adalah lambang harmonisnya hubungan antara sesama manusia. Sehingga tidak mengherankan jika shalat dan zakat yang disyari’atkan Allah merupakan pilar-pilar berdirinya bangunan Islam. Jika keduanyahancur maka Islam pun sulit untuk tetap bertahan.
Di dalam sejarah Islam pernah terjadi, bahwa Abu Bakarpernah memerangi orang yang tidak mau


(24)

menunaikan zakat. Beliau mengatakan dengan tegas: “Demi Allah akan aku perangi orang yang membedakan antara shalat dan zakat”. (Ambara,2009).

Selain ayat ayat yang terdapat dalam Al – Qur’an, juga terdapat hadist yang menjelaskan tentang zakat sebagaimana diriwiyatkan oleh H.R Ahmadsebagai berikut:

“Dari Anas bin Malik sesungguhnya ia berkata: bahwa telah datang seorang laki – laki dari suku Tamim menghadap Nabi saw. Katanya: Ya Rasulullah, saya ini punya harta banyak, punya kaum kerabat dan kawan kawan yang dating bertamu. Tolonglah katakan apa yang harus saya perbuat dan bagaimana caranya saya mengeluarkan nafkah. Maka Nabi saw nenjawab: Anda keluarkan zakat dari harta tersebut, karena sesungguhnya zakat itu pencuci yang akan membersihkan anda, yaitu menghubungkan silaturrahmi dengan keluargamu, dan mengakui hak peminta – minta, tetangga dan orang – orang miskin. Laki – laki itu berkata: ya Rasulullah bagiku itu sangat sedikit. Nabi bersabda: Maka berilah kepada kaum kerabat, orang – orang miskin dan ibnu al – sabil,” (HR. Ahmad).

Berdasarkan Hadits di atas, dapat dikatakan bahwa zakat merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang mempunyai kelebihan harta. Zakat tidak bersifat sukarela atau hanya pemberian dari orang – orang kaya kepada orang miskin/ fakir, tetapi merupakan hak mereka dengan ukuran dan ketentuan tertentu. (Asnaini, 2008)


(25)

2.2 Syarat Wajib Zakat

Menurut Al-Zuhaily (2008) ada beberapa syarat-syarat harta yang wajib dizakati dan syarat wajib zakat, yaitu:

2.2.1 Syarat-syarat kekayaan yang wajib dizakati 1. Baik dan halal

Allah SWT berfirman dalam surat Al Baqarah ayat 267 :

Hai orang-orang yang berfirman, nafkahkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadanya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya Lagi Maha Terpuji.

Dan dalil hadits :

“Dalam Shahih Bukhari terdapat satu bab yang menguraikan bahwa sedekah atau zakat tidak akan diterima dari harta yang ghulul, dan tidak akan diterima pula kecuali dari hasil usaha yang halal dan bersih.”

2. Berkembang dan Berpotensi untuk Berkembang


Dalam terminologi fiqhiyyah, menurut Yusuf Qardhawi, pengertian berkembang itu terdiri dari dua macam : yaitu yang kongkrit dengan cara dikembangkan, baik dengan investasi, diusahakan dan diperdagangkan. Yang tidak kongkrit, yaitu harta itu berpotensi untuk berkembang, baik yang berada ditangannya maupun yang berada di tangan orang lain tetapi atas


(26)

namanya. Adapun harta yang tidak berkembang seperti rumah yang ditempati, kendaraan yang digunakan, pakaian yang dikenakan, alat-alat rumah tangga, itu semua merupakan harta yang tidak wajib dizakati kecuali menurut para ulama semua itu berlebihan dan diluar kebiasaan, maka dikeluarkan zakatnya.

3. Mencapai Nishab

Nishab adalah batasan antara apakah kekayaan itu wajib zakat atau tidak. Jika harta yang dimiliki seseorang telah mencapai nishab, maka kekayaan tersebut wajib zakat, jika belum mencapai nishab, maka tidak wajib zakat. Batasan nishab itu sendiri antara sumber zakat yang satu dengan sumber zakat lainnya berbeda satu sama lainnya. Seperti zakat pertanian adalah lima wasaq, nishab zakat emas dua puluh dinar, nishab zakat perak dua ratus dirham, nishab zakat perdagangan dua puluh dinar dan sebagainya.

4. Mencapai Haul


Salah satu syarat kekayaan wajib zakat adalah haul, yaitu kekayaan yang dimiliki seseorang apabila sudah mencapai satu tahun hijriyah, maka wajib baginya mengeluarkan zakat apabila syarat-syarat lainnya terpenuhi. Adapun sumber-sumber zakat yang harus memenuhi syarat haul yaitu seperti zakat emas dan perak, perdagangan dan peternakan. Syarat haul ini tidak mutlak, karena ada beberapa sumber zakat seperti pertanian dan zakat rikas tidak harus memenuhi haul satu tahun. Zakat pertanian dikeluarkan zakat setiap kali panen, sedangkan zakat rikas dikeluarkan zakatnya ketika mendapatkan.


(27)

5. Lebih dari Kebutuhan Pokok


Menurut para ulama yang dimaksud dengan kebutuhan pokok adalah kebutuhan yang jika tidak terpenuhi akan menyebabkan kerusakan dan kemelaratan dalam hidup. Para ulama telah memasukkan syarat ini sebagai syarat kekayaan wajib zakat karena biasanya orang yang mempunyai kelebihan kebutuhan pokoknya maka orang tersebut dianggap mampu dan kaya. Kebutuhan pokok yang dimaksud ini meliputi makanan, pakaian, tempat tinggal.

6. Bebas dari Hutang

Dengan adanya hutang, berarti harta yang masih kita miliki bercampur harta milik orang lain, maka apabila kita ingin mengeluarkan zakat sedangkan kita masih punya hutang, maka harus kita lunasi dahulu hutang-hutang yang kita miliki. Apabila setelah dibayarkan hutang-hutangnya tapi kekayaannya masih mencapai nishab, maka wajib untuk mengeluarkan zakat, tapi sebaliknya apabila tidak mencapai nishab setelah dilunasinya hutang-hutang maka tidak wajib mengeluarkan zakat.

7. Milik Penuh


Harta yang akan dikeluarkan zakatnya haruslah murni harta pribadi dan tidak bercampur dengan harta milik orang lain. Jika dalam harta kita bercampur dengan harta milik orang lain sedangkan kita akan mengeluarkan zakat maka harus dikeluarkan terlebih dahulu harta milik orang lain tersebut. Jika setelah dikeluarkan harta kita masih di atas nishab, maka wajib zakat. Dan sebaliknya jika tidak mencapai nishab maka tidak wajib mengeluarkan zakat.


(28)

2.2.2 Syarat Wajib Zakat 1. Merdeka

Yaitu zakat dikenakan kepada orang-orang yang bebas dan dapat bertindak bebas, menurut kesepakatan para ulama zakat tidak wajib atas hamba sahaya yang tidak mempunyai hak milik.

2. Muslim


Menurut Ijma' zakat tidak wajib atas orang kafir karena zakat ini merupakan ibadah mahdah yang suci sedangkan orang kafir bukan orang suci maka tidak wajib mengeluarkan zakat.

3. Baligh dan berakal


Zakat tidak wajib diambil atas harta anak kecil dan orang-
orang gila sebab keduanya tidak termasuk ke dalam ketentuan
orang yang w ajib

rnengerjakan ibadah seperti sholat dan puasa.

4. Kepemilikan harta yang penuh


Harta yang akan dikeluarkan zakatnya haruslah murni harta pribadi dan tidak bercampur dengan harta milik orang lain. Jika dalam harta kita bercampur dengan harta milik orang lain sedangkan kita akan mengeluarkan zakat, maka harus dikeluarkan terlebih dahulu harta milik orang lain tersebut.

5. Mencapai nishab


Nishab adalah batasan antara apakah kekayaan itu wajib
zakat atau tidak sesuai ketentuan syara' sebagai pertanda kayanya seseorang dan kadar-kadar


(29)

yang mewajibkannya berzakat. Jika harta yang dimiliki seseorang telah mencapai nishab, maka kekayaan tersebut wajib zakat, jika belum mencapai nishab, maka tidak wajib zakat.

6. Mencapai haul


Haul, yaitu kekayaan yang dimiliki seseorang apabila
sudah m encapai satu tahun hijriyah atau telah mencapai jangka
23
 w aktu yang mewajibkan seseorang mengeluarkan zakat. Sedangkan syarat sahnya adalah niat yang menyertai

2.3 Penerima Zakat

Menurut pendapat para ulama dan para ahli hukum Islam ada delapan golongan yang berhak menerima zakat (Zuhri, 2000), yaitu:

1. Fakir

Fakir adalah orang yang secara ekonomi berada pada garis yang paling bawah. Orang yang sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi hidupnya. Fakir ini tidak ada penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pokoknya dalam sehari-hari.

2. Miskin

Miskin adalah orang yang mempunyai pekerjaan tetapi hasil yang diperoleh tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga sehari-hari. Secara keseluruhan ia tergolong orang-orang yang masih tetap kerepotan dalam memenuhi kebutuhan pokoknya.


(30)

3. Amil

Amil adalah orang yang mendapatkan amanah untuk pengumpulan dan pembagian zakat.

4. Muallaf

Muallaf adalah orang kafir yang ada harapan masuk islam, dan orang yang baru masuk islam akan tetapi imannya masih lemah.

5. Riqab (Para Budak)

Riqab artinya adalah orang dengan status budak. Dalampengertian ini dana zakat untuk kategori riqab berarti dana untuk usaha memerdekakan orang atau kelompok yang sedang tertindas dan kehilangan haknya untuk menentukan arah hidupnya sendiri.

6. Gharimin

Gharimin adalah orang yang tertindih hutang karena untukkepentingan yang bukan maksiat dan tidak sanggup membayarnya.

7. Fi Sabilillah

Fi Sabilillah yaitu orang yang berjuang dijalan Allah (untuk kepentingan membela agama Islam).

8. Ibnu Sabil

Ibnu Sabil yaitu orang yang kehabisan perbekalan ketika 
dalam perjalanan, yang mana berpergiannya bukan untuk melakukan maksiat.


(31)

2.4 Kadar, Nishab, dan Waktu Zakat Dibayarkan

Nishab adalah batasan suatu harta terkena wajib zakat. Islam tidak mewajibkan zakat atas seluruh harta benda, sedikit atau banyak, tetapi mewajibkan zakat atas harta yang mencapai nishab, bersih dari hutang, serta lebih dari kebutuhan pokok pemiliknya (Qardhawi, 2004). Hal itu diberlakukan untuk menetapkan siapa yang tergolong seorang kaya yang wajib zakat dan untuk menetapkan mereka yang dijadikan sebagai sasaran zakat tersebut. Ulama Muhammad Ghazali (Qardhawi, 2004) cenderung menyarankan dengan ukuran tanaman dan buah-buahan, dengan menggunakan gandum. Nishab pertanian adalah sebesar 5 wasaq atau 653 kg dimana 1 wasaq adalah 60 sha’ atau 2,175 kg (Nurhayati dan Wasilah, 2009). Jadi jika memakai nishab pertanian, nishab zakat penghasilan adalah sebesar harga pasar 653kg gandum pada saat zakat ingin dibayarkan. Ada pula yang mengatakan nishab zakat penghasilan sama dengan emas. Salah satu ulama fikih kontemporer lainnya, Yusuf Al-Qardhawi, telah mengqiyaskan zakat penghasilan bahwa nisabnya dianalogikan dengan nisab emas yaitu 85 gram emas. (Qardhawi, 2004). Untuk nishab sekarang ini sudah disepakati dan dipakai dengan luas, nishab yang disepakati dengan penganalogian zakat pertanian adalah 652,5 kg beras (Nurhayati dan Wasilah, 2009).

Tarif atau kadar zakat untuk zakat penghasilan juga merupakan sebuah analogi dan penganalogiannya bersamaan dengan penganalogian untuk nishab. Jika Qardhawi (2004) menggunakan pertanian sebagai analogi untuk nishab,

namun dalam menganalogikan tarif beliau menyatakan sama dengan tarif emas. Ini dimungkinkan dengan analogi bahwa dulu uang terbuat dari emas dan nilai tertera pada uang yang dari emas harus sama dengan nilai emas tersebut. Pada


(32)

kesimpulannya kadar zakat untuk penghasilan adalah 2,5% dari penghasilan tiap kali didapat (Nurhayati dan Wasilah, 2009).

Muchib Aman Aly, Muhammad Ghazali, dan Yusuf Al-Qardhawi merupakan ulama-ulama yang mengqiyaskan dalam zakat penghasilan bahwa tidak perlu menunggu sampai satu haul untuk menunaikan zakat. Lukman (1997) menyatakan pada fikih zakat menurut Qardhawy, hadits-hadits yang menyatakan harus menunggu satu haul dalam membayar zakat harta itu mempunyai kelemahan-kelemahan sehingga tidak bisa untuk dijadikan landasan hukum yang kuat (hadis shahih) apalagi untuk dikenakan pada jenis harta penghasilan karena akan bentrok dengan apa yang pernah dilakukan oleh beberapa sahabat. Adanya perbedaan pendapat di kalangan para sahabat tentang persyaratan setahun untuk zakat penghasilan juga mendukung ketidak-shahihan hadis-hadis tersebut. Qardhawi berpendapat bila benar hadis-hadis tersebut berasal dari Nabi SAW, maka tentulah pengertian yang dapat diterima adalah "harta benda yang sudah dikeluarkan zakatnya tidak wajib lagi zakat sampai setahun berikutnya". Tetapi beberapa sahabat seperti Ibnu Mas’ud (riwayat: Ibnu Mas’ud) menceritakan bagaimana harta penghasilan langsung dikeluarkan zakatnya ketika diterima tanpa menunggu setahun. Sehingga semakin dapat diyakini bahwa masa setahun bukan merupakan syarat, namun hanya merupakan tempo antara dua pengeluaran zakat.

Dari sini bisa diambil kesimpulan bahwa penghasilan dari profesi modern juga dapat diwajibkan terkena zakat dan dapat dibayarkan secara bulanan atau dengan perhitungan yang disetahunkan dan dibayar tahunan.


(33)

2.5 Manfaat dan Hikmah Zakat

Kewajiban menunaikan zakat yang demikian tegas dan mutlak itu dikarenakan di dalam ajaran Islam ini terkandung hikmah yang demikian besar dan mulia, baik yang berkaitan dengan muzakki, mustahiq, harta benda yang dikeluarkan zakatnya, maupun bagi masyarakat secara keseluruhan. Hikmah dan manfaat tersebut, antara lain adalah (Hafidhuddin, 2006) :

1. Sebagai perwujudan iman kepada Allah SWT, mensyukuri nikmat-Nya, menumbuhkan akhlak mulia dengan memiliki rasa kepedulian yang tinggi, menghilangkan sifat kikir dan rakus, menumbuhkan ketenangan hidup, sekaligus mengembangkan dan mensucikan harta yang dimiliki.

2. Karena zakat merupakan hak bagi mustahik, maka berfungsi untuk menolong, membantu dan membina mereka, terutama golongan fakir miskin, ke arahkehidupan yang lebih baik dan lebih sejahtera, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan layak, dapat beribadah kepada Allah SWT, terhindar dari bahaya kekufuran, sekaligus menghilangkan sifat iri, dengki dan hasad (sikap benci dan tidak senang terhadap apa yang dilihatnya berupa baiknya keadaan orang yang tidak disukainya) yang mungkin timbul dari kalangan mereka ketika melihat golongan kaya yang berkecukupan hidupnya. Zakat, sesungguhnya bukan sekedar memenuhi kebutuhan yang bersifat konsumtif yang sifatnya sesaat, akan tetapi memberikan kecukupan dan kesejahteraan pada mereka, dengan cara menghilangkan atau memperkecil penyebab kehidupan mereka menjadi miskin dan menderita.


(34)

3. Sebagai pilar jama`i (bergerak secara bersama) antara kelompok

aghniya(orang yang berkecukupan) yang berkecukupan hidupnya, dengan paramujahid (orang berjihad) yang waktunya sepenuhnya untuk berjuang di jalan Allah, sehingga tidak memiliki waktu yang cukup untuk berusaha bagi kepentingan nafkah diri dan keluarganya.

4. Sebagai salah satu sumber dana bagi pembangunan sarana maupun prasarana yang harus dimiliki umat Islam, seperti sarana pendidikan, kesehatan, maupun sosial ekonomi dan terlebih lagi bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia.

5. Untuk memasyarakatkan etika bisnis yang benar, karena zakat tidak akan diterima dari harta yang didapatkan dengan cara yang bathil, sejalan denganhadits:


“Sesungguhnya Allah itu Maha Baik, dan tidak menerima kecuali yang baik-baik saja” (H.R. Muslim).

Zakat mendorong pula umat Islam untuk menjadi muzakki yang sejahterahidupnya.


6. Dilihat dari sisi pembangunan kesejahteraan umat, zakat merupakan salah satuinstrumen pemerataan pendapatan. Dengan zakat yang dikelola dengan baik, dimungkinkan membangun pertumbuhan ekonomi sekaligus pemerataan pendapatan, atau yang dikenal dengan konsep economic growth with equity.


(35)

Sedangkan hikmah zakat (Hikmat, 2008) adalah sebagai berikut:

1. Sebagai perwujudan iman kepada Allah SWT, mensyukuri nikmatnya, menubuhkan akhlak mulia dengan rasa kemanusiaan yang tinggi, menghilangkan sifat kikir, rakus dan materialistis, menumbuhkan ketenangan hidup sekaligus membersihkan dan mengembangkan harta yang dimiliki. Selain itu, zakat juga bisa dijadikan sebagai neraca, guna menimbang kekuatan iman seorang mukmin serta tingkat kecintaanya yang tulus kepada Allah.

2. Menolong, membantu dan membina kaum dhuafa maupun mustahiq lainnya kearah kehidupan yang lebih baik dan lebih sejahtera, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya yang layak, dapat beribadah kepada Allah SWT, terhindar dari bahaya kekufuran, sekaligus memberantas sifat iri.

3. Sebagai salah satu sumber dana bagi pembangunan sarana maupun prasarana yang harus dimiliki umat Islam, seperti sarana ibadah, pendidikan, kesehatan, sosial maupun ekonomi sekaligus sarana pengembangan kualitas sumber daya manusia muslim.

4. Untuk mewujudkan keseimbangan dalam kepemilikan dan distribusi harta, sehingga diharapkan akan lahir masyarakat makmur dan saling mencintai. 5. Menyebarkan dan memasyarakatkan etika bisnis yang baik dan benar.

6. Menghilangkan kebencian, iri, dan dengki dari orang-orang sekitarnya kepada
yang hidup bercukupan, apalagi kaya raya serta hidup dalam kemewahan.


(36)

mulia, murah hati, peka terhadap rasa kemanusiaan dan mengikis sifat bakhil
atau kikir serta serakah.

8. Menjadi unsur penting dalam mewujudkan keseimbangan dalam distribusi
harta dan keseim bangan tanggung jaw ab individu dalam masyarakat.

9. Zakat adalah ibadah maaliyah yang mempunyai dimensi ibadah dan fungsi sosial ekonomi atau pemerataan karunia Allah dan merupakan perwujudan solidaritas sosial, rasa kemanusiaan, pembuktian persaudaraan Islam, pengikat persatuan umat dan bangsa, sebagai pengikat batin antar golongan
kaya dengan golongan m iskin.

Hikmah dan manfaat zakat yang mencakup dua dimensi, baik vertikal maupunhorizontal, menjadikan zakat sebagai suatu mekanisme yang sangat potensial ketika itu dikembangkan. Pembangunan ekonomi pada pelaksanaannya membutuhkan suatu instrumen yang dapat mengedepankan ekonomi rakyat. Yang dapat menyokong perekonomian skala mikro, mengalirkan modal dari golongan mampu kepada golongan tidak mampu. Dengan tujuan meningkatan nilai tambah dalam perekonomian ataupun peningkatan taraf hidup masyarakat. Zakat merupakan salah satu instrumen yang dapat dapat membawa hikmah dan manfaat kepada yang memberi dan juga menerima.


(37)

2.6 Zakat dan Pajak di Indonesia

Di Indonesia dengan lebih dari 80% penduduk beragama Islam maka tidak sedikit peraturan-peraturan hukum dibuat dengan pertimbangan syariah didalamnya. Makin dirasakan kekuatan dari zakat penghasilan terutama dalam kesejahteraan masyarakat, maka peraturan ataupun UU yang dapat mendorong masyarakat Muslim untuk membayar zakat akan dibuat.UU no 17 tahun 2000 mengatur bahwa sejak tahun fiskal 2001 pembayar zakat dapat menjadikan pengurangan dalam pendapatan kena pajak senilai zakat yang dibayarkan pada tahun fiskal (Fatima, 2002). Berdasarkan dalam UU ini bahwa zakat atas penghasilan dapat menjadi pengurang dalam penghasilan kena pajak, sehingga zakat juga berfungsi sebagai pengurang pajak yang dibayarkan.

Adapula Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-542/PJ/2001 yang menjelaskan bahwa zakat penghasilan dapat dikurangkan atas penghasilan neto. Regulasi ini dapat memberi keuntungan untuk masyarakat Muslim yang bijak yang selalu membayar zakat tiap tahun dan di saat yang sama juga membayar pajak (Syamsulhakim, 2002). Jadi dengan keputusan ini menyatakan jika seseorang membayar zakat secara bulanan (zakat penghasilan) zakatnya dapat juga menjadi pengurang penghasilan kena pajak. Regulasi ini menjadi pendukung penggunaan cara pembayaran zakat secara bulanan yaitu zakat penghasilan.

Jika dilihat pemerintah menjadikan zakat sebagai bentuk pengurang pajak dilihat dari zakat dapat dijadikan pengurang penghasilan kena pajak. Sedangkan Malaysia menggunakan zakat sebagai pengurang langsung dari pajak. Jika melihat dari kenyataan bahwa zakat tidak dapat terkumpul maksimal, sepertinya UU diatas tersebut masih kurang efektif. Seperti yang disimpulkan oleh Siswantoro


(38)

dan Anugrah (2011) bahwa zakat sebagai pengurang pajak penghasilan masih belum berdampak efektif di Indonesia.

2.7 Preferensi Masyarakat

Preferensi punya arti sifat yang lebih ditekankan pada pilihan seseorang terhadap suatu obyek yang lebih mereka sukai dibandingkan dengan obyek lainnya berdasarkan faktor-faktor tertentu. Al Barry (2001) mengatakan bahwa preferensi adalah pilihan (keadaan yang lebih disukai), yaitu suatu alasan yang menyebabkan seseorang untuk mengerjakan suatu pekerjaan atau meninggalkannya, sehingga dari alasan tersebut dapat diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi perbuatan seseorang (Fatah, 2006). Sehingga preferensi itu timbul jika terdapat pilihan yang dapat dipilih seseorang.Pada pilihan-pilihan yang tersedia akan pembayaran zakat, tentunya menimbulkan preferensi pada umat dalam menunaikan kewajiban zakatnya. Dengan adanya zakat penghasilan ini menimbulkan dua pilihan waktu bagi umat untuk membayar zakat, bulanan atau tahunan. Bagi umat yang mempunyai penghasilan bulanan dapat memilih untuk membayarkan zakatnya bulanan, namun jika ia ingin membayarkan zakat maal, ia dapat juga membayarkan zakatnya tahunan bahkan keduanya dapat menjadi pilihan, ia dapat membayar zakat bulan dan juga zakat secara tahunan.

Dalam menentukan preferensi seseorang dibutuhkan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Nurhadi (2004) menggunakan persepsi dan motivasi sebagai faktor dalam preferensi masyarakat dalam penelitiannya. Faktor-faktor tersebut dipilih dengan asumsi dari berbagai teori salah satunya dengan menggunakan teori


(39)

Icek Ajzen dan Martin Fishbein (1980) dalam Brehm dan Kassin (1990) yang mengemukakan theory of reasoned action (Teori Tindakan Beralasan) bahwa:

1. Manusia umumnya melakukan sesuatu dengan cara-cara yang masuk akal 2. Bahwa manusia mempertimbangkan semua informasi yang ada, dan

3. Secara eksplisit maupun emplisit manusia memperhitungkan implikasi
tindakan m ereka.

Dalam penelitian ini nantinya dapat melihat dengan adanya berbagai pilihan tersedia dalam menunaikan zakat sehingga terdapat preferensi dalam memilih institusi pembayaran zakat.

2.8 Institusi Zakat

Institusi zakat merupakan sebuah lembaga yang bergerak dibidang pengelolaan dana zakat Model penyaluran zakat, infaq dan sadaqah (Muhammad, 2006). Definisi pengelolaan zakat menurut UU no. 38 tahun 1999 adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan terhadap pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat.

Menurut Ridwan(2005), institusi zakat mempunyai dua fungsi,yakni: 1. Sebagai Perantara Keuangan

Amil berperan menghubungkan antara pihak muzakki dan mustahiq. Sebagai perantara keuangan amil dituntut unutk menerapkan azas trust (kepercayaan). Sebagaimana layaknya lembaga keuangan yang lain. Azas kepercayaan menjadi syarat mutlak yang harus dibangun.


(40)

2. Pemberdayaan

Fungsi ini sesungguhnya untuk mewujudkan misi pembentukan amil, yakni bagaimana masyarakat wajib zakat(muzakki) menjadi lebih berkah rezekinya dan ketentraman kehidupannya menjadi terjamin.Selain itujuga masyarakat penerima zakat (mustahiq) tidak selamanya tergantung dengan pemberian bahkan diharapkan dalam jangka panjang dapat berubah menjadi muzakki baru.

Selain itu juga terdapat tanggung jawab dan cara kerja badan amil zakat di semua tingkat sebagai berikut:


1. Dalam melaksanakan tugasnya masing-masing badan amil zakat di semuatingkatan menerapkan prinsip koordinasi, integrasi dan sinkronisasi di lingkungan masing-masing, serta melakukan konsultasi dan memberikan informasi antar badan amil zakat disemua tingkatan (Pasal 15 Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 373 Tahun 2003 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat).

2. Setiap pemimpin satuan organisasi dilingkungan badan amil zakat, bertanggung jawab memimpin dan menguruskan bawahannya masing-masing dan memberikan bimbingan serta petunjuk bagi pelaksanaan tugas bawahan (Pasal 16 Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 373 Tahun 2003 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat)


(41)

3. Setiap pemimpin satuan organisasi di lingkungan badan amil zakat, wajib mengikuti dan mematuhi ketentuan, ia juga bertanggung jawab kepada atasan masing-masing. Ia juga mesti menyampaikan laporan secara berkala tepat pada waktunya (Pasal 17 Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 373 Tahun 2003 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat)

4. Setiap ketua divisi/bidang/seksi urusan badan amil zakat, menyampaikan laporan kepada ketua badan amal zakat melalui sekretaris. Sekretaris mengumpul laporan-laporan, menyusun laporan-laporan berkala badan amil zakat (Pasal 18 Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 373
 Tahun 2003 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999
tentang Pengelolaan Z akat)

5. Setiap laporan yang diterima oleh pimpinan badan amil zakat, wajib diolah
dan digunakan sebagai bahan untuk m enyusun laporan lebih lanjut dan untuk memberikan arahan kepada bawahannya (Pasal 19 Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 373 Tahun 2003 tentang Pelaksanaan Undang- Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat)

6. Setiap pimpinan satuan organisasi badan amil zakat, dibantu oleh kepada satuan organisasi badan amil zakat dibawahnya. Dalam membimbing bawahan, maka masing-masing wajib mengadakan musyawarah berkala


(42)

(Pasal 20 Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 373 Tahun 2003 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat)

7. Dalam melaksanakan tugasnya badan amil zakat memberikan laporan tahunan kepada pemerintah sesuai dengan tingkatnya (Pasal 31 Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 373 Tahun 2003 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat)


2.9 Macam Macam Institusi Zakat 2.9.1. Lembaga Zakat Milik Negara ( BAZ)

Diera reformasi, pemerintah berupaya menyempurnakan sistem pengelolaan zakat di tanah air agar potensi zakat dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki kondisi sosial ekonomi bangsa yang terpuruk akibat resesi ekonomi dunia dan krisis multi dimensi yang melanda Indonesia(Hafinudin, 2007). Untuk itulah pada tahun 1999, pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menerbitkan Undang – Undang Nomor 38 tahun 1999 tentangpengelolaan zakat, kemudian diikuti Keputusan Menteri Agama RI Nomor 581 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, serta keputusan Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji Nomor D/291 tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat. Berdasarkan undang – undang Nomor 38 tahun 1999 ini, pengelolaan zakat dilakukan oleh Badan Amil Zakat (BAZ) yang dibentuk oleh pemerintah yang terdiri dari masyarakat dan unsur pemerintah untuk tingkat kewilayahan dan


(43)

Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dikelola oleh masyarakat yang terhimpun dalam berbagai ormas (Organisasi Masyarakat) Islam, yayasan, dan institusi lainnya.

Sebagai konsekuensi Undang – Undang, pemerintah (tingkat pusat sampai tingkat daerah) wajib menfasilitasi terbentuknya lembaga pengelolaan zakat, yaitu Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) untuk tingkat pusat dan Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) untuk tingkat daerah.BAZNAS dibentuk berdasarkan Kepres no. 8/2001, tanggal 17 januari 2001.

Sesuai Undang – Undang pengelolaan zakat, hubungan BAZNAS dengan Badan Amil Zakat lain bersifat kordinatif, konsultatif, dan informatif.BAZNAS dan bazda – bazda bekerja sama dengan Lembaga Amil Zakat (LAZ), baik yang bersifat nasional maupun daerah. Dengan demikian, maka Undang-Undang Nomor 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat telah melahirkan paradigma baru pengelolaan zakat yang antara lain mengatur bahwa pengelolaan zakat dilakukan oleh satu wadah, yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) yang dibentuk oleh pemerintah bersama masyarakat dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang sepenuhnya dibentuk oleh masyarakat yang terhimpun dalam ormas maupun yayasan – yayasan.

Berdasarkan Undang – Undang Nomor 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat maka yang dimaksud pengelolaan zakat adalah kegiatan yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pendistribusian serta pendayagunaan zakat.

Tujuan besar dilaksanakannya pengelolaan zakat adalah:

1. Meningkatkan kesadaran masyarakat dalam menunaikan dan dalam pelayanan ibadah zakat. Sebagaimana realitas yang ada dimasyarakat bahwa


(44)

sebagian besar umat Islam yang kaya (mampu) belum menunaikan ibadah zakatnya, ini mungkin dikarenakan belum ada undang – undang yang mewajibkan umat Islam yang mampu untuk membayar zakat.

2. Meningkatnya fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial. Zakat merupakan salah satu institusi yang dapat dipakai untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat atau menghapuskan derajat kemiskinan masyarakat serta mendorong terjadinya keadilan distribusi harta. Karena zakat itu dipungut dari orang – orang kaya untuk kemudian didistribusikan kepada fakir miskin didearah dimana zakat itu dipungut.

3. Meningkatnya hasil guna dan daya guna zakat. Diharapkan setiap lembaga zakat sebaiknya memiliki database tentang muzakki dan mustahiq. Profil

muzakki perlu didata untuk mengetahui potensi – potensi atau peluang untuk melakukan sosialisasi maupun pembinaan kepada muzakki.

Pemerintah berhak melakukan peninjauan ulang (pencabutan ijin) bila lembaga zakat tersebut melakukan pekanggaran – pelanggaran terhadap pengelolaan dana yang dikumpulkan masyarakat. (Fakhruddin,1985).

Menurut perangkat perundang – undangan yang ada, bahwa zakat yang dibayarkan melalui Badan Amil Zakat (BAZ) atau Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang mendapat sertifikasi dari pemerintah dapat digunakan sebagai faktor


(45)

pengurang penghasilan kena pajak yang bersangkutan dengan menggunakan bukti setoran yang sah.

Dalam Undang – Undang Dasar Negara RI tahun 1945, pasal 29, dinyatakan bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap – tiap penduduk untuk beribadah menurut agamanya masing – masing. Jaminan tersebut tersebut bukannya jaminan yang bersifat pasif, melainkan jaminan yang bersifat aktif, dimana negara berkewajiban menyediakan sarana dan fasilitas yang diperlukan untuk melaksanakan kewajiban beribadah menurut agamanya (Hafidhudin,2007). Upaya memperkuat lembaga amil zakat dalam rangka melaksanakan syari’ah islam dibidang ekonomi perlu didorong oleh pemerintah dan lembaga legislatif serta memberikan dukungan maksimal.

2.3.2. Lembaga Zakat Swasta (LAZ) 1. Organisasi Sosial

Lembaga Zakat Swasta (LAZ) merupakan lembaga pengelola zakat yang dibentuk oleh masyarakat sehingga tidak memilki hubungan dengan BAZ.BAZ dan LAZ masing – masing berdiri sendiri dalam pengelolaan zakat.Saat ini sudah banyak LAZ yang memiliki jaringan nasional, seperti Dompet Dhuafa Republika (Jakarta) (No. SK Menag: 439 tahun 2001).Hanya LAZ yang dikukuhkan oleh pemerintah saja yang diakui bukti setorannya zakatnya sebagai pengurang penghasilan kena pajak dari muzakki yang membayarkan dananya.Jika sebuah LAZ tidak lagi memenuhi persyaratan pengukuhan dan tidak melaksanakan kewajibannya, pengukuhannya dapat ditinjau ulang bahkan dicabut.


(46)

Pencabutan pengukuhan tersebut akan mengakibatkan:

a) Hilangnya hak pembinaan, perlindungan, dan pelayanan dari pemerintah. b) Tidak diakuinya bukti setoran zakat yang dikeluarkannya sebagai pengurang

penghasilan kena pajak.

c) Tidak dapat melakukan pengumpulan dana zakat.

Aturan – aturan seperti diuraikan diatas diberlakukan agar pengelolaan dana – dana zakat, infaq, shadaqah, dan lainnya, baik oleh lembaga pemerintah maupun yang sepenuhnya diprakarsai oleh masyarakat, dapat lebih profesional, amanah, dan transparan sehingga dapat berdampak positif terhadap pemberdayaan dan kesejahteraan umat.

Dewasa ini permasalahannya adalah kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pengelola zakat, sehingga masyarakat lebih memilih menyalurkan zakat secara langsung daripada lewat lembaga.Padahal saat ini banyak lembaga penyaluran zakat yang cukup kompeten dan profesional untuk menyalurkan zakat, tetapi menyalurkan secara langsung pun harus tepat sasaran dan tidak menimbulkan kemudharatan.Maka dari itu dapat digunakan model manajemen sederhana yang dipelopori oleh James Stoner, sebagai proses perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengarahan (actuating),

dan pengawasan (controlling).

2. Organisasi Agama


(47)

satunya adalah lembaga takmir masjid.Takmir masjid merupakan perkumpulan jama’ah disekitar masjid yang membentuk suatu wadah organisasi di masjid (Sunaryo,2009). Takmir Masjid yang sering dijumpai di masyarakat Indonesia adalah merupakan organisasi ke-Islam-an yang bertempat di Masjid yang berfungsi untuk menjaga, melindungi, melestarikan, dakwah, serta menampung segala keluhan-keluhan (masalah keagamaan) masyarakat,tak terkecuali dalam menampung I’tikad baik dari penduduk dalam mengeluarkan zakat, seperti mengatur sirkulasi atau penyaluran benda zakat terhadap mustahiq secara merata dan adil.Biasa organisasi ini disebut dengan REMAS (remaja masjid).

2.10 Penelitian Terdahulu

Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini akan dicantumkan beberapa hasil penelitian terdahulu oleh beberapa peneliti yang pernah penulis baca diantaranya:

Penelitian yang dilakukan oleh Gamsir Bachmid, Ubud Salim, Armanu dan Djumahir pada tahun 2012, dengan judul Perilaku Muzakki dalam membayar zakat maal (Studi fenomenologi pengalaman muzakki di Kota Kendari), pada penelitian ini dijelaskan bahwa memperluas manfaat (mashlahah) zakat adalah tujuan utama dari perilaku muzakki, dan ditentukan oleh keberadaan lembaga pengelola yang dipercaya.

Penelitian yang dilakukan oleh Hasti Ernawati pada tahun 2010 lalu dengan judul Zakat Sebagai Sarana Pengentas Kemiskinan (Studi kasus di lembaga Amil zakat “Bina Umat Mandiri” kabupaten Ngawi), menunjukkan bahwa hasil penelitian tentang manajemen pengelolaan Lembaga Amil Zakat “Bina Umat


(48)

Mandiri” Kabupaten Ngawi adalah menggunakan sistem open management(manajemen terbuka), yaitu pemasukan dan pengeluaran dana zakat dapat diketahui langsung oleh masyarakat.

Penelitian yang dilakukan oleh Didin Hafidhudin pada tahun 2011 dengan judul, Peran Strategis Organisasi Zakat dalam Menguatkan Zakat di Dunia, menunjukkan bahwa optimalisasi zakat di tingkat nasional maupun internasional, baik pengumpulan, pendayagunaan, dan pendistribusiannya akan memberikan kontribusi secara nyata dalam rangka penguatan zakat di dunia.

Penelitian yang dilakukan oleh Mila Sartika pada tahun 2008 dengan judul Pengaruh Pendayagunaan Zakat Produktif Terhadap Pemberdayaan Mustahiq pada LAZ Yayasan Solo Peduli Surakarta, menunjukkan bahwa adanya pengaruh yang signifikan antara jumlah dana yang disalurkan (zakat) terhadap pendapatan

mustahiq benar – benar mempengaruhi pendapatan mustahiq, dengan kata lain semakin tinggi dana yang disalurkan maka akan semakin tinggi pula pendapatan

mustahiq.

Penelitian yang dilakukan oleh Multifiah pada tahun 2009 dengan judul Pengaruh Zakat, Infaq, Sadaqah (ZIS) Terhadap Kesejahteraan Rumah Tangga Miskin, menunjukkan bahwa hasil analisis dan pengamatan secara kualitatif menyebabkan pengaruh yang tidak signifikan karena kecilnya dana yang diberikan dalam bentuk masing – masing jenis bantuan, bantuan bersifat parsial, monitoring yang lemah, dan inkonsistensi perilaku mustahiq.

Penelitian yang dilakukan oleh Hairunnizam Wahid, Mohd. Ali Mohd. Noor & Sanep Ahmad dengan judul Kesedaran Membayar Zakat: Apakah Faktor Penentunya? pada tahun 2005 ini menunjukkan hasil analisis ekonometrik bahwa


(49)

faktor kepuasan oleh institusi zakat adalah signifikan mempengaruhi pembayaran zakat. Beberapa cadangan juga diutarakan untuk membantu meningkatkan kesedaran pembayar zakat terhadap tanggung jawab mereka dalam membayar zakat.

Penelitian yang dilakukan oleh Ali Muktiyanto dan Hendrian pada tahun 2008 dengan judul Zakat Sebagai Pengurang Pajak, menyimpulkan bahwa sebagian besar pembayar zakat (88,68%) juga merupakan pembayar pajak. Lebih dari 52% masyarakat tidak mengetahui bahwa zakat digunakan sebagai pengurang penghasilan kena pajak dan pembayaran zakat cenderung tidak melalui BAZ atau LAZ karena aspek kepercayaan dan keyakinan.Serta dari segi pengakuntansian zakat sebagai pengurang pajak, sebagian besar menerapkannya secara keliru, yaitu zakat sebagai pengurang pajak terutang yang sesungguhnya adalah sebagai pengurang pendapatan kena pajak.Akhirnya masyarakat berharap zakat diposisikan sebagai pengurang pajak terutang bukan sebagai beban.

Penelitian yang dilakukan oleh Suhaili Sarif dan Nor Azzah Kamri pada tahun 2009 dengan judul A Theoritical Discussion of Zakat for Income Generation and It’s Fiqh Issues menunjukkan bahwa zakat merupakan kewajiban agama yang harus dipenuhi sesuai dengan prinsip – prinsip syariah untuk meningkatkan pendapatan dimana zakat didistribusikan kepada penerima yang memenuhi syarat untuk meningkatkan pendapatan mereka sehingga bisa mandiri dalam jangka waktu tertentu.

Penelitian yang dilakukan oleh Saifuddin pada tahun 2011 dengan judul Peranan Badan Amil Zakat Berdasarkan Undang Undang Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Sosial


(50)

Masyarakat Sumatera Utara (Studi Pada Badan Amil Zakat Daerah Sumatera Utara), menunjukkan bahwadalam pengelolaan zakat oleh Badan Amil Zakat Daerah Sumatera Utara terdapat beberapa kendala yang dihadapi, yaitu persepsi yang keliru dari sebagian masyarakat muslim terhadap pemahaman zakat fitrah dan zakat maal (harta), kekurangan sumber daya manusia (SDM), masalah ketidakpercayaan muzakki terhadap Badan Amil Zakat Daerah Sumatera Utara.Untuk mengatasi kendala – kendala yang dihadapi, Badan Amil Zakat Daerah Sumatera Utara telah melakukan beberapa upaya, diantaranya adalah melakukan sosialisasi arti pentingnya zakat kepada masyarakat melalui gerakan sadar zakat,melakukan perekrutan petugas amil dan relawan secara terbuka, pengelolaan zakat oleh Badan Amil Zakat Daerah Sumatera Utara didasari

amanah (kejujuran), transparan (keterbukaan), dan profesional serta keuangannya di audit oleh akuntan publik independen, meningkatkan kerjasama dengan instansi pemerintah lainnya dan meningkatkan publikasi ke mustahiq dan muzakki dengan cara meningkatkan kegiatan – kegiatan sosial di tengah – tengah masyarakat.

Penelitian yang di lakukan oleh Irfan Syauqi Beik pada tahun 2009 dengan judul Analisis Peran Zakat Dalam Mengurangi Kemiskinan: Studi Kasus Dompet Dhuafa Republika menunjukkan bahwa zakat mampu mengurangi jumlah dan persentase keluarga miskin, serta mengurangi kedalaman dan keparahan kemiskinan.


(51)

2.11 Kerangka Konseptual

Adapun kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan pada bagan 1 dibawah :

Gambar .1 Kerangka Konseptual Institusi Pembayaran

Zakat

BAZ (Badan Amil Zakat)

LAZ

(Lembaga AmilZakat)

Preferensi Masyarakat

1. Pengetahuan zakat 2. Profesionalitas 3. Kepuasan


(52)

2.12Hipotesis

Sesuai dengan judul dan permasalahan yang diambil, maka hipotesis yang diambil adalah yang mempunyai hubungan dengan faktor – faktor yang mempengaruhi masyarakat dalam memilih institusi pembayaran zakat, yaitu pengetahuan zakat, profesionalitas, dan kepuasan. Oleh karena itu hipotesis dinyatakan dalam pernyataan sebagai berikut:

Semakin baik pengetahuan zakat paramuzakki maka akan semakin besar peluangnya untuk membayar zakat dan menyalurkannya melalui BAZ/ LAZ. Semakin tinggi tingkat profesionalitas BAZ/ LAZ maka semakin besar peluang masyarakat untuk menyalurkan zakat melalui BAZ/LAZ.Semakin baik tingkat kepuasan masyarakat terhadap BAZ/ LAZ maka semakin besar peluang masyarakat untuk menyalurkan zakatnya melalui BAZ/LAZ.


(53)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif karena penelitian deskriptif berkaitan dengan pengumpulan fakta, identifikasi, dan meramalkan hubungan dalam dan antar variabel (Basuki, 2010).Menurut Moh. Nazir (2003), tujuan penelitian kasus ini adalah untuk memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat – sifat serta yang khas dari kasus, atau status dari individu, yang kemudian dari sifat – sifatdiatas akan dijadikan suatu hal yang bersifat umum. Oleh karena itu, hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan suatu gambaran yang utuh dan terorganisir dengan baik tentang kompetensi – kompetensi tertentu, sehingga dapat memberikan hasil yang valid dalam penelitian ini.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian akan dilakukan di Kota Medan Kecamatan Medan Area Kelurahan Kota Matsum II dengan objek penelitian adalah masyarakat wajib zakat (muzakki).

3.3 Batasan Operasional

Agar penelitian lebih terarah dan terpusat, maka penulis perlumenggunakan pembatasan masalah anatara lain sebagai berikut:

1. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Medan Area Kelurahan Kota Matsum II Kota Medan.

2. Penelitian terbatas pada preferensi masyarakat dalam memilih institusi pembayaran zakat.


(54)

3.4 Definisi Operasional

Untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman pengertian maka penulis memberikan beberapa penjelasan istilah sebagai berikut:

1. Preferensi masyarakat adalah faktor – faktor yang mempengaruhi masyarakat melakukan pengambilan keputusan atas sesuatu hal sesuai pilihan pribadi. Dalam hal ini peneliti mengangkat analisa faktor – faktor yang mempengaruhi masyarakat dalam memilih institusi pembayaran zakat. 2. Institusi pembayaran zakat adalah suatu lembaga zakat yang dibentuk oleh

mempunyai aturan – aturantertulis/ resmi yang memiliki tugas dan fungsi menghimpun dan menyalurkan zakat, infaq, dan sedekah (ZIS) pada tingkat nasional atau daerah.

3. Muzakki adalah seorang muslim yang bekewajiban menunaikan zakat.

4. Mustahiq adalah orang yang berhak menerima zakat yang telah memenuhi syarat sesuai syariah islam.

3.5 Skala Pengukuran Variabel

Skala pengukuran variabel yang digunakan adalah skala nominal, skala ordinal dan skala interval.Skala nominal adalah suatu skala yang berfungsi untuk mengelompokkan data, tetapi tidak memiliki arti.Skala ordinal adalah skala yang memberi prioritas/ peringkat/ ranking. Sedangkan skala interval adalah skala yang memiliki nilai dengan jarak yang sama. (Wood,2013) dalam pengukuran variabel ini penulis menggunakan kuesioner untuk mengukur skala variabel.


(55)

3.6 Populasi dan sampel penelitian

Populasi adalah keseluruhan subyek/obyek penelitian.Sedangkan sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Populasi merupakan totalitas dari semua obyek atau individu yang akan diteliti yang mana memiliki karakteristik tertentu, jelas dan lengkap. Sedangkan sampel merupakan bagian dari populasi yang diambil melalui cara-cara tertentu yang juga memiliki karakteristik tertentu, jelas, dan lengkap yang dianggap bisa mewakili populasi. (Hasan,2002)

Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat muslim kota Medan Kecamatan Medan Area Kelurahan Kota Matsum II wajib zakat (Muzakki). Karena besar populasi umat muslim tidak dapat diketahui secara pasti berapa jumlahnya, oleh karena itu sulit mencari berapa jumlah populasi yang tepat.Namun berdasarkan pendapat ahli seperti yang dikemukakan oleh Gay (Hasan, 2002) bahwa ukuran sampel minimum yang dapat diterima bisa dilihat berdasarkan pada desain atau metode penelitian yang digunakan.Jika desain penelitiannya deskriptif – korelasional, maka sampel minimum adalah 30. Dan Supranto (1997) menyatakan bahwa: “Sampel penelitian meliputi sejumlah elemen (responden) yang lebih besar dari persyaratan minimal sebanyak 30 elemen atau responden”.

Dalam penelitian ini jumlah sampel yang ditentukan oleh peniliti adalah sebesar 99 orang dengan jumlah penduduk Kota Matsum II dalam angka sebesar 8830 orang (Pemko Medan) yang didapat dengan menggunakan Rumus Slovin dengan taraf signifikansi 0,10 sebagai berikut:


(56)

�= 8830 1 + 8830(0,10)2

= 98,88 (dibulatkan menjadi 99 orang)

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik accidental sampling.yaitu teknik penarikan sampel secara kebetulan yaitu siapa saja yang kebetulan ditemui peneliti di lokasi penelitian yaitu di Kelurahan Kota Matsum II Kota Medan dimana kuesioner dibagikan kepada masyarakatmuslim wajib zakat (Muzakki).

3.7 Jenis data

Jenis data dalam penelitian adalah subjek dari mana data tersebut diperoleh.Jenis data dalam penelitian ini menggunakan data primer.Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber pertama, yaitu data yang diperoleh langsung dari masyarakat (muzakki di Kota Medan) melalui penyebaran kuisioner tentang bagaimana preferensi muzakki dalam memilih institusi pembayaran zakat dan bagaimana alasan yang digunakan para muzakki(Sudjarwo, 2001).

3.8 Metode Pengumpulan Data

Adapun mengenai teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuisioner. Penyebaran kuisioner merupakan suatu proses interaksi untuk mendapatkan informasi secara langsung dari informan, metode ini digunakan untuk menilai keadaan seseorang dan merupakan pokok dari suatu

� = �


(57)

penelitian, karena tanpa interview melalui kuisioner maka akan kehilangan informasi yang valid dari orang yang menjadi sumber data utama dalam penelitian. Sedangkan tujuan dari kuisioner ini adalah untuk mendapatkan informasi yang terkait dengan preferensi muzakki dalam memilih institusi pembayaran zakat.Dalam pelaksanaannya, peneliti akan memberikan kuisioner langsung kepada para muzakki yang ada di Kota Medan. Hal ini dilakukan guna mendapatkan hasil atau data yang lebih lengkap dan sistematis untuk mendapatkan data mengenai bagaimana preferensi muzakki dalam memilih institusi pembayaran zakat di kota medan.Kuisioner yang digunakan bentuknya tertutup, yakni dibaca dan diisi menurut pilihan yang terdapat dalam kuisioner.

3.9 Uji Validitas dan Reliabilitas 3.9.1 Uji Validitas

Uji Validitas adalah suatu langkah pengujian yang dilakukan terhadap isi (content) dari suatu instrumen, dengan tujuan untuk mengukur ketepatan instrumen yang digunakan dalam suatu penelitian (Sugiyono, 2006). Ada tiga macam uji validitas yaitu, validitas isi (content validity), validitas konstruk (construct validity), dan validitas empiris. Dalam penelitian ini digunakan uji validitas konstruk (construct validity) yang digunakan untuk menilai apakah data hasil kuisioner sudah benar –benar valid untuk mengukur variabel penelitian.

Dengan menggunakan 10 responden uji validitas dan α sebesar 5% maka nilai r tabel adalah sebesar 0,632 dengan ketentuan yaitu, apabila nilai r hitung ≤ 0,632 maka item pertanyaan yang diuji tidak valid atau tidak dapat digunakan sebagai item pertanyaan dalam kuisioner penelitian, begitu juga sebaliknya apabila nilai r hitung ≥ 0,632 maka item pertanyaan yang diuji valid dan dapat


(58)

digunakan sebagai item pertanyaan dalam kuisioner penelitian. Maka dengan uji validitas yang dilakukan di dapat hasil sebagai berikut :

Tabel 1.Hasil Pengolahan Uji Validitas menggunakan Microsoft Excel. Korelasi Antara Nilai Korelasi r Nilai r Tabel

(n=10, α= 5%) Keterangan Kesimpulan Item No. 1 dengan Total 0.6634

0.632

r Positif, rhitung> rtabel

Valid

Item No. 2 dengan Total 0.7188 r Positif, rhitung> rtabel

Valid

Item No. 3 dengan Total 0.6996 r Positif, rhitung> rtabel

Valid

Item No. 4 dengan Total 0.6465 r Positif, rhitung> rtabel

Valid

Item No. 5 dengan Total 0.7063 r Positif,

rhitung> rtabel

Valid

Item No. 6 dengan Total -0.4228 r Negatif, rhitung< rtabel

Tidak Valid

Item No. 7 dengan Total 0.5 r Negatif, rhitung< rtabel

Tidak Valid

Item No. 8 dengan Total 0.875 r Positif, rhitung> rtabel

Valid

Item No. 9 dengan Total 0.875 r Positif, rhitung> rtabel

Valid

Item No. 10 dengan Total 0.8197 r Positif, rhitung> rtabel

Valid

Item No. 11 dengan Total 0.8375 r Positif, rhitung> rtabel

Valid

Item No. 12 dengan Total 0.6406 r Positif, rhitung> rtabel

Valid

Dari Tabel.1 diatas dapat disimpulkan bahwa pertanyaan nomor 6 & 7 tidak dapat digunakan dalam kuisioner penelitian karena nilainya ≤0,632. Dengan demikian jumlah pertanyaan yang valid untuk digunakan ke dalam kuisioner berjumlah 10 (sepuluh) item saja.

3.9.2 Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas adalah proses pengukuran terhadap ketepatan (konsisten) dari suatu instrumen (Husaini, 2003).Pengujian ini dimaksudkan untuk menjamin instrumen yang digunakan merupakan sebuah instrumen yang handal,


(59)

konsisten,dan stabil sehingga bila digunakan berkali – kali dapat menghasilkan data yang sama.

Menurut Imam Ghozali (2002), instrumen memiliki tingkat reliabilitas yang tinggi jika nilai koefisien yang diperoleh ≥0,60. Hasil Uji Reliabilitas yang menggunakan rumus Spearman Brown dari Korelasi antara Total Skor Ganjil dan Total Skor Genap (Lampiran 3) adalah sebesar 0,7632 maka:

= 2(0,7632) 1 + 0,7632 =1,5264

1,7632 = 0,8656

Dari rumus diatas didapat nilai R sebesar 0,8656 yang artinya nilai R lebih besar dari 0,60. Dengan demikian instrumen ini memiliki realiabilitas yang baik sesuai kriteria yang telah dikemukakan sebelumnya.

3.10 Teknik Analisis

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini merujuk pada tujuan penelitian yang sudah dirumuskan.Berdasarkan tujuan penelitian tersebut, maka teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakanteknik analisis data deskriptif. Teknik analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis gambaran variabel.Secara khusus, analisis data deskriptif yang

� = 2� 1 +�


(60)

digunakan adalah dengan menghitung ukuran pemusatan dan penyebaran data yang telah diperoleh, dan kemudian disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.

Adapun langkah kerja analisis data deskriptif (Muhidin, 2013) adalah sebagai berikut:

1. Melakukan editing data, yaitu memeriksa kelengkapan jawaban responden. 2. Meneliti konsistensi jawaban, dan menyeleksi keutuhan kuesioner sehingga

data siap diproses.

3. Melakukan input data (tabulasi), berdasarkan data yang diperoleh responden.

4. Menghitung frekuensi data yang diperoleh.

5. Menyajikan data yang sudah diperoleh, baik dalam bentuk tabel ataupun grafik.


(61)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Responden

Responden dalam penilitian ini adalah masyarakat penyalur zakat (Muzakki)

yang menyalurkan zakatnya melalui BAZ dan LAZ Kecamatan Medan Area, Kelurahan Kota Matsum II, Kota Medan. Adapun responden dalam penelitian ini di gambarkan oleh umur, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan dan jumlah penghasilan perbulan. Karakteristik responden penelitian ini dapat dilihat dari Tabel .2 berikut ini:

Tabel .2 Karakteristik Responden Penelitian

No. Uraian Range Rataan

1 Umur 22 – 58 41

2 Tingkat Pendidikan SMU - S3 S1

3 Jenis Pekerjaan PNS - Wiraswasta - BUMN - Pelajar PNS

4 Penghasilan Perbulan Rp. 1 - 4 Juta -- ≥Rp. 16 Juta Rp. 1 - 4 Juta

Dari Tabel.2 di atas, dapat dilihat bahwa rataan umur responden dalam penelitian ini adalah 41 tahun yang merupakan usia produktif dengan rataan tingkat pendidikan di jenjang Strata 1 (S1). Jenis pekerjaan responden bermacam – macam yaitu PNS, Wiraswasta, BUMN dan adapula yang berstatus Pelajar, namun PNS merupakan pekerjaan dominan responden. Adapun rataan penghasilan perbulan responden dalam penelitian ini adalah sebesar Rp. 1.000.000 – Rp. 4.000.000 .


(62)

4.2 Pemilihan Tempat Penyaluran Zakat

Ada 3 pilihan tempat penyaluran zakat yaitu, menyalurkan langsung kepada mustahiq, BAZ (Badan Amil Zakat), dan LAZ (Lembaga Amil Zakat) namun dalam penelitian ini hanya dibatasi pada BAZ dan LAZ. Dari hasil penelitian kuisioner ada banyak cara mendapatkan info mengenai zakat yaitu dapat dilihat pada Tabel.3 dibawah ini:

Tabel.3 Info Zakat

No. Info Mengenai Zakat Frekuensi Persen (%)

1 Melalui media massa 17 17,2

2 Melalui iklan di televisi 7 7,1

3 Melalui info dari saudara 39 39,4

4 Melalui info dari tetangga 26 26,2

5 Melalui media cetak 10 10,1

Dari Tabel.3 di atas dapat disimpulkan bahwa ada banyak cara responden untuk mendapatkan info mengenai zakat yaitu antara lain melalui media massa dengan frekuensi sebesar 17,2% , melalui iklan televisi dengan frekuensi sebesar 7,1% , melalui info dari saudara dengan frekuensi sebesar 39,4% , melalui info dari tetangga dengan frekuensi sebesar 26,2%, dan melalui media cetak dengan frekuensi sebesar 10,1% namun lebih dominan responden mendapatkan info mengenai zakat melalui info dari saudara dengan frekuensi sebesar 39,4 % dari total responden sebesar 99 orang.


(63)

Tabel.4 Lembaga Pembayaran Zakat

No. Tempat Penyaluran Zakat Frekuensi Persen

(%)

1 BAZ (Badan Amil Zakat 35 35,4

2 LAZ (Lembaga Amil Zakat 64 64,6

Dari Tabel.4 diatas dapat dilihat bahwa responden yang menyalurkan zakat melalui BAZ (Badan Amil Zakat) adalah sebesar 35,4% dan responden yang menyalurkan zakat melalui LAZ (Lembaga Amil Zakat) adalah sebesar 64,6%. Maka dapat disimpulkan bahwa dominan responden memilih LAZ (Lembaga Amil Zakat) sebagai lembaga penyaluran zakatkarena menurut mereka lebih terpercaya dan amanah serta penghitungan zakat yang jelas dan transparan sedangkan pada BAZ (Badan Amil Zakat) menurut mereka kurang terpercaya dan juga kurang dalam transparansi penghitungan zakatnya.

4.3 Preferensi Masyarakat Muslim dalam Memilih Institusi Pembayaran Zakat

Ada 3 aspek yang menjadi preferensi masyarakat muslim dalam memilih lembaga penyaluran zakat yaitu :

1. Pengetahuan zakat, 2. Profesionalitas dan 3. Kepuasan masyarakat.

Dari hasil penelitian ini maka preferensi masyarakat muslim dalam memilih institusi pembayaran zakat dapat dilihat dari tabel berikut ini:


(64)

Tabel.5 Preferensi masyarakat muslim dalam memilih institusi pembayaran zakat

No. Aspek Pernyataan SS S KS TS STS

1 Profesionalitas

a) Adanya laporan keuangan yang dipublikasikan setiapperiode tertentu sehingga lembaga zakat sangat bersifat transparan.

43 46 10 0 0

b) Kemudahan dalam membayar zakat di BAZ/ LAZ yang membuat anda mau membayar zakat.

49 50 0 0 0

c) Pengelolaan lembaga zakat

sangat baik. 54 45 0 0 0

2 Pengetahuan Zakat

a) Zakat merupakan kewajiban

dalam Islam. 56 41 2 0 0

b) Zakat adalah sejumlah harta tertentu yang diwajibkan oleh Allah SWT untuk diserahkan kepada orang – orang yang berhak.

60 33 6 0 0

c) Penghasilan yang diterima dari profesi seseorang, baik dokter, akuntan, aristek, notaris, guru, karyawan wajib dikeluarkan zakat.

48 32 14 5 0

3 Kepuasan

a) Mudahnya persyaratan untuk menjadi muzakki, yang

menjadi pertimbangan masyarakat untuk menyalurkan zakatnya ke

lembaga zakat.

33 48 18 0 0

b) Dekatnya jarak lembaga tersebut dengan tempat tinggal.

26 29 44 0 0

c) Banyak sekali kebaikan yang diperoleh dengan membayar zakat di lembaga zakat daripada memberikannya langsung.

43 37 19 0 0

d) Zakat Maal berfungsi membersihkan harta benda, sedangkan zakat fitrah (zakat jiwa) berfungsi membersihkan jiwa setiap orang Islam.


(1)

Petunjuk pengisian

Berilah

tanda silang (X)

pada huruf yang mewakili jawaban Pilih jawaban

yang sesuai dengan anda dengan cara memberi tanda silang (X) pada

pertanyaan bagian I, dan pilihlah jawaban yang sesuai dengan pandangan

anda dengan memberi tanda check (

√) pada salah satu pilihan yang

disediakan pada pertanyaan bagian II dengan ketentuan sebagai berikut:

SS = Apabila anda

Sangat Setuju

dengan pernyataan tersebut.

S

= Apabila anda

Setuju

dengan pernyataan tersebut.

KS = Apabila anda

Kurang Setuju

dengan pernyataan tersebut.

TS = Apabila anda

Tidak Setuju

dengan pernyataan tersebut.

STS = Apabila anda

Sangat Tidak Setuju

dengan pernyataan tersebut.

Bagian I

Nama

:

Jenis Kelamin

:

Alamat

:


(2)

Bagian II

1.

Apa pekerjaan Bapak/Ibu saat ini?

a.

PNS/TNI/POLRI

b.

Mahasiswa

c.

Wiraswasta

d.

Pegawai BUMN/Karyawan

e.

Lain – lain

2.

Apa pendidikan terakhir Bapak/Ibu?

a.

Doktor (S3)

b.

Pasca Sarjana (S2)

c.

Sarjana (S1)

d.

Diploma (D3)

e.

SMU atau kurang

3.

Berapa umur Bapak/Ibu?

a.

20 tahun – 29 tahun

b.

30 tahun – 39 tahun

c.

40 tahun – 49 tahun

d.

50 tahun – 60 tahun

e.

> 60 tahun

4.

Berapakah Jumlah penghasilan perbulan Bapak/Ibu?

a.

Rp 1 juta – 4 juta


(3)

Bagian III

1.

Darimana Bapak/Ibu mendapat info mengenai zakat

a.

Melalui media massa

b.

Melalui iklan di televisi

c.

Melalui info dari saudara

d.

Melalui info dari tetangga

e.

Melalui media cetak

2.

Kemanakah anda membayarkan zakat anda?

a.

Ke Badan Amil Zakat Daerah


(4)

Bagian IV

No.

Pernyataan

SS

S

KS

TS

STS

1

Zakat merupakan kewajiban dalam Islam.

2

Zakat Maal berfungsi membersihkan harta benda,

sedangkan zakat fitrah (zakat jiwa) berfungsi

membersihkan jiwa setiap orang Islam.

3

Zakat adalah sejumlah harta tertentu yang

diwajibkan oleh Allah SWT untuk diserahkan

kepada orang-orang yang berhak.

4

Penghasilan yang diterima dari profesi seseorang,

baik dokter, akuntan, aristek, notaris, guru,

karyawan wajib dikeluarkan zakat.

5

Kemudahan dalam membayar zakat di BAZ/ LAZ

yang membuat anda mau membayar zakat.

6

Mudahnya persyaratan untuk menjadi muzakki,

yang menjadi pertimbangan masyarakat untuk

menyalurkan zakatnya ke lembaga zakat.

7

Dekatnya jarak lembaga tersebut dengan tempat

tinggal.

8

Banyak sekali kebaikan yang diperoleh dengan

membayar zakat di lembaga zakat daripada

memberikannya langsung.

9

Adanya laporan keuangan yang dipublikasikan

setiap periode tertentu sehingga lembaga zakat

sangat bersifat transparan.


(5)

Lampiran.6 Tabel R

Tabel r Product Moment Pada Sig.0,05 (Two Tail)

N r N r N r N r N r N r

1 0.997 41 0.301 81 0.216 121 0.177 161 0.154 201 0.138 2 0.95 42 0.297 82 0.215 122 0.176 162 0.153 202 0.137 3 0.878 43 0.294 83 0.213 123 0.176 163 0.153 203 0.137 4 0.811 44 0.291 84 0.212 124 0.175 164 0.152 204 0.137 5 0.754 45 0.288 85 0.211 125 0.174 165 0.152 205 0.136 6 0.707 46 0.285 86 0.21 126 0.174 166 0.151 206 0.136 7 0.666 47 0.282 87 0.208 127 0.173 167 0.151 207 0.136 8 0.632 48 0.279 88 0.207 128 0.172 168 0.151 208 0.135 9 0.602 49 0.276 89 0.206 129 0.172 169 0.15 209 0.135 10 0.576 50 0.273 90 0.205 130 0.171 170 0.15 210 0.135 11 0.553 51 0.271 91 0.204 131 0.17 171 0.149 211 0.134 12 0.532 52 0.268 92 0.203 132 0.17 172 0.149 212 0.134 13 0.514 53 0.266 93 0.202 133 0.169 173 0.148 213 0.134 14 0.497 54 0.263 94 0.201 134 0.168 174 0.148 214 0.134 15 0.482 55 0.261 95 0.2 135 0.168 175 0.148 215 0.133 16 0.468 56 0.259 96 0.199 136 0.167 176 0.147 216 0.133 17 0.456 57 0.256 97 0.198 137 0.167 177 0.147 217 0.133 18 0.444 58 0.254 98 0.197 138 0.166 178 0.146 218 0.132 19 0.433 59 0.252 99 0.196 139 0.165 179 0.146 219 0.132 20 0.423 60 0.25 100 0.195 140 0.165 180 0.146 220 0.132 21 0.413 61 0.248 101 0.194 141 0.164 181 0.145 221 0.131 22 0.404 62 0.246 102 0.193 142 0.164 182 0.145 222 0.131


(6)

24 0.388 64 0.242 104 0.191 144 0.163 184 0.144 224 0.131 25 0.381 65 0.24 105 0.19 145 0.162 185 0.144 225 0.13 26 0.374 66 0.239 106 0.189 146 0.161 186 0.143 226 0.13 27 0.367 67 0.237 107 0.188 147 0.161 187 0.143 227 0.13 28 0.361 68 0.235 108 0.187 148 0.16 188 0.142 228 0.129 29 0.355 69 0.234 109 0.187 149 0.16 189 0.142 229 0.129 30 0.349 70 0.232 110 0.186 150 0.159 190 0.142 230 0.129 31 0.344 71 0.23 111 0.185 151 0.159 191 0.141 231 0.129 32 0.339 72 0.229 112 0.184 152 0.158 192 0.141 232 0.128 33 0.334 73 0.227 113 0.183 153 0.158 193 0.141 233 0.128 34 0.329 74 0.226 114 0.182 154 0.157 194 0.14 234 0.128 35 0.325 75 0.224 115 0.182 155 0.157 195 0.14 235 0.127 36 0.32 76 0.223 116 0.181 156 0.156 196 0.139 236 0.127 37 0.316 77 0.221 117 0.18 157 0.156 197 0.139 237 0.127 38 0.312 78 0.22 118 0.179 158 0.155 198 0.139 238 0.127 39 0.308 79 0.219 119 0.179 159 0.155 199 0.138 239 0.126 40 0.304 80 0.217 120 0.178 160 0.154 200 0.138 240 0.126