1 sebagai orang yang ahli yang justru keahlian itu disalahgunakan, yang seharusnya ilmunya adalah untuk kemanfaatan bagi kehidupan dan kesehatan
manusia dan bukan sebaliknya, 2 karena keahlian mereka itu akan memperlancar dan memudahkan terlaksananya kejahatan ini.
43
B. Tindak Pidana Aborsi Menurut Undang-Undang Kesehatan
3. Abortus provocatus criminalis menurut Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
Aborsi kriminalis adalah penghentian kehamilan sebalum janin bisa hidup di luar kandungan dengan alasan-alasan lain, selain medicalis, dilarang oleh hukum.
Tentu saja apa yang disebut aborsi kriminalis di suatu Negara tidak selalu sama dengan yang berlaku di Negara lain. Dibeberapa Negara, aborsi yang dilakukan
sebelum berumur tiga bulan tidak dilarang, sedangkan di Indonesia semua bentuk aborsi, kecuali karena alasan indikasi medis.
44
Secara umum pengertian abortus provocatus criminalis adalah suatu kelahiran dini sebelum bayi itu pada waktunya dapat hidup sendiri di luar
kandungan. Pada umumnya bayi yang keluar itu sudah tidak bernyawa lagi.
45
43
Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2001, hlm. 124.
44
Kusumaryanto, Kontroversi Aborsi, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2002, hlm. 13.
45
Sri Setyowati, Masalah Abortus Kriminalis Di Indonesia Dan Hubungannya Dengan Keluarga Berencana Ditinjau Dari Kitap Undang-Undang Hukum Pidana, TP, Jakarta, 2002, hlm.
99.
Secara yuridis abortus provocatus criminalis adalah setiap penghentian kehamilan sebelum hasil konsepsi dilahirkan, tanpa memperhitungkan umur bayi dalam
kandungan dan janin dilahirkan dalam keadaan mati atau hidup.
Bertolak pada pengertian di atas, dapat diketahui bahwa pada abortus provocatus ini ada unsur sengaja. Artinya suatu perbuatan atau tindakan yang
dilakukan agar kandungan lahir sebelum tiba waktunya. Menurut kebiasaan maka bayi dalam kandungan seorang wanita akan lahir setelah jangka waktu 9 bulan 10
hari. Seorang bayi dalam kandungan dapat lahir pada saat usia kandungan baru mencapai 7 bulan atau 8 bulan. Dalam hal iniperbuatan aborsi ini biasanya
dilakukan sebelum kandungan berusia 7 bulan. Aborsi baik keguguran maupun pengguguran kandungan berarti
terhentinya kehamilan yang terjadi di antara saat tertanamnya sel telur yang sudah dirahim sampai kehamilan 28 minggu. Batas 28 minggu dihitung sajak haid
terakhir itu diambil karena sebelum 28 minggu, janin belum dapat hidup.
46
Menurut ketentuan yang tercantum dalam Pasal 346, 347, dan 348 KUHP tersebut abortus criminalis meliputi perbuatan-perbuatan sebagai berikut:
47
a.
Menggugurkan Kandungan Afdrijving Van de vrucht atau vrucht afdrijving.
b.
Membunuh Kandungan de dood van vrucht veroorzaken atau vrucht Doden.
Kasus abortus provocatus criminalis merupakan kejahatan yang sering kali terjadi karena pembiaran atau sikap apatis oleh masyarakat tentang gejala-gejala
yang ada. Mengingat angka abortus yang selalu meningkat dari tahun ketahun, maka perlu adanya upaya-upaya penanggulangan sehingga abortus provocatus
criminalis dapat dicegah maupun dihindari.
46
Lilien Eka Chandra, Tanpa Indikasi Medis Ibu, Aborsi Sama Dengan Kriminal, Lifestyle, Mei 2006, hm. 10.
47
Musa Perdana Kusuma, bab-bab tentang kedokteran forensik, ghalia indonesia, jakarta, 1998, hlm. 192.
Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 ditulis secara jelas bahwa aborsi merupakan perbuatan yang dilarang kecuali dalam indikasi medis.
Ketika berbicara mengenai aborsi tentu erat kaitannya dengan tenaga kesehatan terutama dokter selaku yang melakukan aborsi terhadap pasiennya.
Sebelum menerima gelar dokter akan mengucapkan lafal sumpahnya yang berbunyi “saya akan menghormati hidup insani mulai saat pembuahan” ada yang
menyebutkan bahwa sejak tahun 1983 lafal tersebut telah diubah oleh World Medical Asosiate WMA menjadi “sejak kehidupan itu mulai” perubahan ini
tidak diberlakukan di Indonesia sampai pada saat ini, sehingga lafal sumpah dokter kita masih tetap seperti tahun 1948.
48
Pasal 10 Kode Etik Kedokteran Indonesia selanjutnya dalam penulisan skripsi ini akan disingkat menjadi
KODEKImenyebutkan “Setiap Dokter harus Senantiasa Mengingat akan Kewajiban Melindungi Hidup Mahluk Insani,”disebutkan dalam bagian
penjelasan Pasal 10 KODEKI, yakni: seorang dokter tidak boleh melakukan Abortus Provocatus.
49
Perkembangan yang terjadi selama ini, tindak pidana aborsi seolah-olah menjadi legal atau sah karena alasan-alasan lain, seperti : rasa kemanusian, ingin
“menolong” pasien, menghindarkan konsekuensi aborsi oleh dukun.Disepakati bersama lafal Sumpah KODEKI merupakan pedoman bagi Dokter di Indonesia
dalam melakukan tugas kemenusiaan yaitu: menyembuhkan, melayani, serta merawat orang sakit. Sumpah Dokter dan KODEKI dengan tegas dan jelas
menyebutkan bahwa tindakan seorang dokter dalam melakukan aborsi adalah Sebab dokter Indonesia harus melindungi makhluk insani
sejak pembuahan sampai dengan kematiannya.
48
Chrisdiono .M. Achadiat, Prosedur Tetap Obstetri Dan Ginekologi, Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2004, hlm. I64.
49
Kusumaryanto, Op. Cit., hlm. 37.
bertentangan dengan sumpah dan KODEKI. Pengecualiannya adalah jika kehamilan itu mengancam jiwa si ibu dan kehamilan akibat perkosaan yang dapat
menyebabkan trauma psikologis bagikorban perkosaan. Moralitas kedokteran sebenarnya tidak membenarkan aborsi sebagai tujuan
suatu tindak pidana. Aborsi hanya bisa dilakukan seandainya tidak ada jalan lain lagi untuk menyelamatkan jiwa si ibu. Itupun dilakukan setelah memenuhi syarat
tertentu, seperti pertimbangan paling sedikit dari dua orang ahli. Selain itu harus dilakukan di sarana kesehatan yang memanai, baik personil maupun peralatannya.
Selanjutnya perlu diketahui bahwa lafal Sumpah Dokter dan KODEKI itu ternyata telah menjadi Peraturan Menteri Kesehatan. Sukaatau tidak suka telah menjadi
salah satu produk peraturan dalam sistem hukum Indonesia. Undang-Undang kesehatan seakan-akan memberikan keleluasaan untuk
tindak pidana aborsi, padahal sebenarnya tidak demikian. Dalam Undang-Undang tersebut dengan jelas melarang aborsi kecuali karena indikasi kedaruratan medis
dan kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis, yang juga ditetapkan tentang kehamilan yang boleh diaborsi, sekaligus syarat-
syarat yang harus dipenuhi, bagi yang tidak memenuhi ketentuan-ketentuan Pasal 75 dan 76 Undang-Undang Kesehatan, dikenakan sanksi pidana yang berat.
Penjelasa Pasal 75 ayat 2 huruf a dan b disebutkan “tindakan medis dalambentuk pengguguran kandungan dengan alasan apapun dilarang karena
bertentangan dengan norma hukum, norma agama, norma kesusilaan dan norma kesopanan.” Namun, hal ini dapat dikecualikan apabila ada indikasi kedaruratan
medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yangmengancam nyawa si ibu danatau janin, yang menderita penyakit genetik beratdanatau cacat bawaan,
maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkanbayi tersebut hidup di luar kandungan; ataukehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma
psikologis bagikorban perkosaan. Pasal 76 butir b bahwa yang berwenag melakukan aborsi adalah tenaga
kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenagan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh Menteri. Undang-Undang Kesehatan tidak semua dokter
boleh melakukan aborsi. Syarat lainnya disebutkan dalam butir e, yakni penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.
Bagaimana jika aborsi dilakukan tanpa memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan pada Pasal 75 dan 76 undang-undang kesehatan tersebut? Ketentuan itu talah
diatur dalam Pasal 194 Undang-Undang Kesehatan yakni: Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 75 ayat 2, dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan denda paling banyak
Rp.1.000.000.000.000.- satu miliar.
50
4. Abortus provocatus medicalis menurut Undang-Undang Nomor 36