Menurut Aji Sularso, berdasarkan hasil rekam VMS Vessel Monitoring System, rekam jejak track record kapal-kapal eks asing menunjukkan bahwa
modus utama adalah menyalahi fishing ground, transiphment ikan di laut kapal angkut posisinya dekat perbatasan ZEEI. Kapal-kapal asli Indonesia pada umumnya
menggunakan jaring sesuai ketentuan, penyimpangan alat tangkap sangat sedikit ditemukan. Sebagian besar pelanggaran yang dilakukan adalah menyalahi fishing
ground
44
. Lebih lanjut Aji mengatakan bahwa kegiatan IUU fishing oleh kapal asing dan
eks asing dilihat dari prspektif yang lebih luas dapat dikategorikan sebagai berikut : 1. Merupakan kejahatan lintas negara terorganisasi trans national organized
crime. 2. Sangat mengganggu kedaulatan NKRI terutama kedaulatan ekonomi.
3. Mematikan industri pengolahan ikan di Indonesia dan sebaliknya menumbuh kembangkan industri pengolahan di negara lain.
4. Merusak kelestarian sumber daya ikan, karena intensitas IUU fishing
menyebabkan overfishing dan overcapacity.
C. Contoh Kasus Kewenangan Penyidikan di Wilayah ZEEI
Direktorat Kepolisian Perairan Polda Sumut dalam melakukan patroli memergoki kapal ikan berbendera Malaysia yang dinakhodai oleh Mr. Chat
44
Aji Sularso, Overfishing, Overcapacity dan Illegal Fishing, Jakarta : Penerbit Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2009, hlm. 51.
berkewarganegaraan Thailand menangkap ikan diperairan Selat Malaka. Kapal yang diketahui bernama KHF 1338 diperiksa kapal patroli Pol. 218 pada hari Rabu tanggal
3 Maret 2010 sekira pukul 18.00 wib pada posisi 04º 26 061” LU - 099º 36 441” BT atau ± 41 myl Utara dari lampu Pulau Berhala Sumatera Utara perairan Selat Malaka
Indonesia. Setelah dilakukan pemeriksaan, kapal ikan KHF 1338 tidak memiliki ijin, oleh karenanya Mr. Chat dan ABK serta kapal ikan KHF 1338 dibawa ke dermaga
Dit Polair Polda Sumut untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut
45
. Kapal ikan KHF 1338 disangka melanggar pasal 93 ayat 2 UU No. 45
Tahun 2009 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan yang berbunyi:
“Setiap orang yang memiliki danatau mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera asing melakukan penangkapan ikan di ZEEI yang tidak memiliki SIPI
sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 ayat 3, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 enam tahun dan denda paling banyak Rp 20.000.000.000,00 dua
puluh miliar rupiah.”
Setelah dilakukan proses penyidikan oleh penyidik Polair Polda Sumut, maka
pada tanggal 23 Maret 2010 berkas perkara dilimpahkan ke Kejari Belawan. Pada tanggal 25 Maret 2010, pihak kejaksaan menerbitkan P-18 dan P-19 dengan
petunjuk
46
: “agar dimintakan keterangan ahli hukum pidana yang dituangkan dalam
Berita Acara Pemeriksaan berkenaan dengan apakah penyidik Polri berwenang melakukan penyidikan tindak pidana perikanan yang locus
delictinya diwilayah Zona Ekonomi Eksklusuf Indonesia ZEEI.”
45
Laporan Polisi Tentang KejahatanPelanggaran yang Diketemukan Nomor : LP18III2010SUPolair Tanggal 4 Maret 2010
46
Surat P-19 dari Kepala Kejaksaan Negeri Belawan Nomor: B-825N.2.26.4Fd.2032010 tanggal 29 Maret 2010.
Dalam hal penyidik Polri tidak berwenang melakukan penyidikan di ZEEI, maka perkara tersebut agar diserahkan kepada Penyidik TNI AL atau PPNS
Perikanan untuk diproses lebih lanjut
Sesuai petunjuk kejaksaan tersebut diatas, Dir pol Air Polda Sumut menerbitkan surat pencabutan SPDP atas nama tersangka Mr. Chat dan selanjutnya
perkara tersebut diserahkan kepada penyidik TNI AL Lantamal I Blw untuk proses lebih lanjut.
Dari uraian singkat kejadian diatas, penulis perlu menegaskan bahwa kewenangan penyidikan di wilayah ZEEI adalah penyidik TNI AL dan PPNS
Perikanan sebagaimana diatur dalam Pasal 73 ayat 2 UU No. 45 Tahun 2010 yang berbunyi:
“Selain penyidik TNI AL, Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perikanan berwenang melakukan penyidikan terhadap tindak pidana dibidang perikanan
yang terjadi di ZEEI.”
Bahwa penyidik Polri terkesan memaksakan agar perkara tersebut disidik oleh
pihak Polri. Mereka berpendapat bahwa memang dalam pasal 73 ayat 2 itu tidak dicantumkan penyidik Polri, tapi dalam pasal tersebut menetapkan penyidik lain yaitu
PPNS Perikanan berwenang melakukan penyidikan terhadap tindak pidana di bidang perikanan yang terjadi di ZEEI. Sedangkan Penyidik Pegawai Negeri Sipil PPNS
dalam UU No. 8 Tahun 1997 tentang Kepolisian Republik Indonesia, Pasal 4 ayat 1 disebutkan sebagai pengemban fungsi kepolisian, Polisi dibantu oleh Penyidik
Pegawai Negeri Sipil PPNS, artinya Polisi itu bertugas pula sebagai koordinator PPNS.
Hal ini mencerminkan penegakan hukum terhadap tindak pidana perikanan dipandang lemah dan tidak optimal. Dari kejadian ini juga dapat dipetik sebagai
pelajaran bagi aparat penyidik tindak pidana perikanan sehubungan dengan kinerja aparat penyidik tindak pidana perikanan yang lebih menonjolkan kepentingan
sektoral serta belum dipahaminya peraturan perundang-undangan dengan baik, terutama yang menyangkut tataran kewenangan.
D. Kualifikasi Tindak Pidana Illegal Fishing dan Hukuman Pidana