Wilayah Pengelolaan Perikanan Sarana Lantamal I

BAB III HUBUNGAN KERJA SAMA ANTAR PENYIDIK TINDAK PIDANA

ILLEGAL FISHING

A. Wilayah Pengelolaan Perikanan

Wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia untuk penangkapan ikan danatau pembudidayaan ikan meliputi : 1. Perairan Indonesia Berdasarkan fakta sejarah dan cara pandang bangsa Indonesia bahwa negara Indonesia yang diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945, secara geografis adalah negara kepulauan. Oleh sebab itu, pada tanggal 13 Desember 1957 Pemerintah Republik Indonesia mengumumkan suatu pernyataan deklarasi mengenai wilayah perairan Indonesia yang berbunyi sebagai berikut : “Bahwa segala perairan disekitar, diantara dan yang menghubungkan pulau- pulau yang termasuk Negara Indonesia dengan tidak memandang luas atau lebarnya adalah bagian-bagian yang wajar dari pada wilayah daratan Negara Indonesia dan dengan demikian bagian dari pada perairan pedalaman atau nasional yang berada dibawah kedaulatan mutlak Negara Indonesia. Lalu lintas yang damai di perairan pedalaman ini bagi kapal-kapal asing dijamin selama dan sekedar tidak bertentangan denganmengganggu kedaulatan dan keselamatan Negara Indonesia. Penentuan batas landas lautan teritorial yang lebarnya 12 mil diukur dari garis yang menghubungkan titik-titik ujung yang terluar pada pulau-pulau Negara Indonesia. Ketentuan-ketentuan tersebut diatas akan diatur selekas- lekasnya dengan Undang-undang” 59 . Deklarasi tanggal 13 Desember 1957 tersebut, mengandung makna bahwa Negara Indonesia adalah satu kesatuan yang meliputi tanah daratan dan air lautan 59 Bagian Umum Penjelasan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 Tentang Perairan Indonesia. secara tidak terpisahkan sebagai “Negara Kepulauan”. Negara kepulauan tersebut, kemudian diberikan landasan hukum dalam sistem ketatanegaraan Indonesia berdasarkan Undang-undang Nomor 4 Prp. Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia. Hal ini merupakan tonggak sejarah dalam perkembangan ketatanegaraan Indonesia bahwa negara Republik Indonesia sebagai Negara Kepulauan. Berdasarkan pasal 1 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1960 Tentang Perairan Indonesia, disebutkan bahwa perairan Indonesia adalah laut wilayah Indonesia beserta perairan pedalaman Indonesia. Laut wilayah Indonesia ialah jalur laut selebar 12 dua belas mil yang garis luasnya diukur atas garis-garis lurus atau titik pada garis lurus yang menghubungkan titik terluar dalam wilayah Indonesia dengan ketentuan bahwa jika ada selat yang lebarnya tidak memiliki 24 dua puluh empat mil laut dan Negara Indonesia tidak merupakan satu-satunya Negara tepi maka garis-garis laut wilayah Indonesia ditarik pada tengah selat itu. Indonesia sebagai negara kepulauan menurut UNCLOS 1982 yang telah diratifikasi dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 1985 memiliki perairan meliputi laut teritorial, perairan kepulauan dan perairan pedalaman. Sedangkan dalam Pasal 3 ayat 1 UU No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan disebutkan bahwa perairan Indonesia meliputi : laut teritorial, perairan kepulauan dan perairan pedalaman. a. Laut teritorial Indonesia adalah jalur laut selebar 12 dua belas mil laut yang diukur dari garis pangkal kepulauan Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Pasal 3 ayat 2 UU No. 6 Tahun 1996. Pasal 5 UU No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia, berbunyi : 1 Garis pangkal kepulauan Indonesia ditarik dengan menggunakan garis pangkal lurus kepulauan . 2 Dalam hal garis pangkal lurus kepulauan sebagaimana dimaksud ayat 1 tidak dapat digunakan, maka digunakan garis pangkal biasa atau garis pangkal lurus. 3 Garis pangkal lurus kepulauan sebagaimana dimaksud ayat 1 adalah garis-garis lurus yang menghubungkan titik-titik terluar pada garis air rendah pulau-pulau dan karang-karang kering terluar dari kepulauan Indonesia. 4 Panjang garis pangkal lurus kepulauan sebagaimana dimaksud dalam ayat 3 tidak boleh melebihi 100 seratus mil laut, kecuali bahwa 3 tiga per seratus dari jumlah keseluruhan garis-garis pangkal yang mengelilingi kepulauan Indonesia dapat melebihi kepanjangan maksimum 125 seratus dua puluh lima mil laut. 5 Garis pangkal lurus kepulauan sebagaimana dimaksud ayat 3 tidak boleh ditarik dari dan elevasi surut, kecuali apabila diatasnya telah dibangun mercu suar atau instalasi serupa yang secara permanen berada diatas permukaan laut atau apabila elevasi surut tersebut terletak seluruhnya atau sebagian pada suatu jarak yang tidak melebihi lebar laut teritorial dari pulau yang terdekat. 6 Garis pangkal biasa sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 adalah garis air rendah sepanjang pantai. 7 Garis pangkal lurus sebagaimana dimaksud ayat 2 adalah garis lurus yang menghubungkan titik terluar pada garis pantai yang menjorok jauh dan menikung kedaratan atau deretan pulau yang terdapat di dekat sepanjang pantai. b. Perairan kepulauan adalah semua perairan yang terletak pada sisi dalam garis pangkal lurus kepulauan tanpa memperhatikan kedalaman atau jarak dari pantai Pasal 3 ayat 3 UU No. 6 Tahun 1996. c. Perairan Pedalaman adalah semua perairan yang terletak pada sisi darat dan garis air rendah dari pantai-pantai Indonesia, termasuk kedalamnya semua bagian dari perairan yang terletak pada sisi darat dari suatu garis penutup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 Pasal 3 ayat 4 UU No. 6 Tahun 1996. Pasal 7 UU No. 6 Tahun 1996, berbunyi : 1 Di dalam perairan kepulauan, untuk penetapan batas perairan pedalaman, pemerintah Indonesia dapat menarik garis-garis penutup pada mulut sungai, kuala, teluk, anak laut dan pelabuhan. 2 Perairan pedalaman terdiri atas : a. laut pedalaman b. perairan darat 3 Laut pedalaman sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 huruf a adalah bagian laut yang terletak pada sisi darat dari garis penutup, pada sisi laut dari garis air rendah. 4 Perairan darat sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 huruf b adalah segala perairan yang terletak pada sisi darat dari garis air rendah, kecuali pada mulut sungai perairan darat adalah segala perairan yang terletak pada sisi darat dari garis penutup mulut sungai. Menurut Pasal 1 butir 19 dan 20 Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan menyebutkan bahwa laut teritorial Indonesia adalah jalur laut selebar 12 dua belas mil laut yang diukur dari garis pangkal kepulauan Indonesia dan Perairan Indonesia adalah laut teritorial Indonesia beserta perairan kepulauan dan perairan pedalamannya. 2. Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia ZEEI Lahirnya UU No. 5 Tahun 1983 Tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia merupakan realisasi juridis perluasan wilayah laut utamanya yang menyangkut keadaan ekonomi dalam pengelolaan, pengawasan dan pelestariannya, sehingga upaya untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa dengan cara memanfaatkan sumber daya alam laut dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya 60 . Menurut Pasal 1 butir 21 Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan menyebutkan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, adalah jalur diluar dan berbatasan dengan laut teritorial Indonesia sebagaimana ditetapkan berdasarkan undang-undang yang berlaku tentang perairan Indonesia yang meliputi dasar laut, tanah dibawahnya dan air diatasnya dengan batas terluar 200 dua ratus mil laut yang diukur dari garis pangkal laut teritorial Indonesia. ZEEI yang pengaturannya tertuang dalam UU No. 5 Tahun 1983, sebagai tindak lanjut atas peluang yang diberikan oleh konvensi tahun 1982 dimana rezim hukum laut dan rezim hukum negara kepulauan telah mendapatkan pengakuan secara internasional. Dengan direalisasinya wilayah ZEEI sejauh 200 mil laut, membawa konsekwensi perubahan peta wilayah Indonesia dan aspek lainnya, yaitu : a. Menambah luas wilayah Indonesia kurang lebih 1,5 juta mil persegi. b. Menambah intensifnya pengawasan wilayah laut secara preventif maupun refresif terhadap pelanggaran wilayah dalam arti terjadinya pencurian hasil sumber daya alam hayati, khususnya ikan maupun penyalahgunaan atas kelonggaran yang diberikan. c. Berupaya untuk mendapatkan perluasan kemampuan dalam menunjang potensi alam yang harus diusahakan dan diimbangi keadaannya. 60 P.Joko Subagyo, Hukum Laut Indonesia, Jakarta : Penerbit PT. Rineka Cipta, 2005 hlm.63. d. Berupaya melakukan pencegahan terhadap kegiatan-kegiatan yang mengakibatkan terjadinya pencemaran laut bahkan sampai mempengaruhi ekosistem laut 61 . Zona Ekonomi Eksklusif terbatas dibidang ekonomi saja tanpa mempengaruhi kegiatan secara langsung dibidang yang lainnya. Mengingat bahwa diwilayah tersebut Indonesia tidak mempunyai kedaulatan secara penuh, hal ini ditegaskan dalam pasal 2 UU No. 5 Tahun 1983, bahwa ZEEI adalah jalur diluar dan berbatasan dengan laut wilayah Indonesia. Sebagaimana ditetapkan berdasarkan UU yang berlaku tentang perairan Indonesia yang meliputi dasar laut, tanah dibawahnya dan air diatasnya dengan batas terluas sejauh 200 dua ratus mil laut yang diatur dari garis pangkal laut wilayah Indonesia. Menyangkut penegakan hukum diwilayah ZEEI, Pasal 14 UU No. 5 tentang ZEEI menyebutkan bahwa aparatur penegak hukum dibidang penyidikan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia adalah Perwira TNI AL yang ditunjuk oleh Panglima ABRI sekarang Panglima TNI. Namun dengan diterbitkannya UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, bahwa kewenangan penyidikan juga diberikan kepada Penyidik PNS Perikanan. Hal ini tertuang dalam Pasal 73 ayat 2 yang berbunyi : “Selain Penyidik TNI AL, Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perikanan berwenang melakukan penyidikan terhadap tindak pidana di bidang perikanan yang terjadi di ZEEI”. 61 Ibid. 3. Sungai, danau, waduk, rawa, dan genangan air lainnya yang dapat diusahakan serta lahan pembudidayaan ikan yang potensial diwilayah Republik Indonesia. Pengelolaan perikanan di luar wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia, sebagaimana diuraikan diatas, diselenggarakan berdasarkan peraturan perundang-undangan, persyaratan, danatau standar internasional yang diterima secara umum. Yang dimaksud dengan pengelolaan perikanan diluar wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia sebagaimana dijelaskan dalam penjelasan pasal 5 ayat 2 UU No. 31 Tahun 2004 adalah pengelolaan perikanan di laut lepas.

B. Kewenangan Daerah dalam Pengelolaan Wilayah Laut