dikombinasikan dengan Iingkungan yang responsif atau tidak responsif, sehingga akan menghasilkan kemungkinan berperilaku. Dalam hubungan antara efikasi diri
terhadap perilaku seks terdapat hubungan yang signifikan karena efikasi merupakan upaya penilaian diri, apakah seseorang mampu melakukan tindakan yang baik atau
buruk, tepat atau salah, bisa atau tidak bisa sesuai yang dipersyaratkan. Menurut Muadz dan Syaefuddin 2010, jika remaja mampu melakukan
penilaian tentang benar dan salah, baik dan buruk suatu perilaku, maka mereka akan memahami mana perilaku yang benar dan mana perilaku yang salah, sehingga remaja
putri dapat mengambil keputusan untuk bertindak sesuai dengan nilai-nilai yang timbul dari hati nurani dan bukan paksaan dari luar yang disertai pula oleh rasa
tanggungjawab.
c. Variabel Nilai Agama
Hasil analisis variabel nilai agama memengaruhi remaja dalam perilaku seks pranikah, yaitu dengan nilai MSA diatas 0,5 yaitu 0,939 dan faktor loading 0,939 hal
ini menunjukkan korelasi yang positif antar variabel di faktor 1 satu dimana agama merupakan tempat sandaran manusia yang dianggap paling nyaman oleh remaja
sehingga apabila pendalaman agama remaja baik maka remaja tidak akan berperilaku seks.
Adanya larangan pada norma-norma agama tetap berlaku dimana seseorang dilarang untuk melakukan hubungan seks sebelum menikah. Bahkan larangannya
berkembang lebih jauh kepada tingkah laku yang lain seperti berciuman dan masturbasi. Untuk remaja yang tidak dapat menahan diri akan terdapat kecendrungan
Universitas Sumatera Utara
untuk melanggar larangan-larangan tersebut. Hal ini menyebabkan timbulnya rasa ingin tahu tentang hal seksualitas. Larangan untuk melakukan aktivitas seksual dapat
menyebabkan remaja mencari sendiri mengenai seksualitas. Tidak jarang untuk memuaskan keinginantahuan tentang seksualitas tersebut remaja melakukan aktivitas
seksual yang dilarang agama. Berdasarkan penelitian yang hasilnya dapat disimpulkan sebanyak 31 remaja menyatakan bahwa melakukan hubungan seksual
sebelum menikah adalah biasa atau sudah wajar dilakukan tidak melanggar nilai dan moral agama. Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pemahaman agama
berpengaruh terhadap perilaku seksual remaja Darmasih, 2009. Menurut Sarwono 2012 menyatakan bahwa religiusitas mempengaruhi
perilaku seksual pranikah pada remaja. Hal ini dikarenakan religiusitas dapat mempengaruhi pola pikir dan perilaku dalam kehidupan sahari-sehari. Norma-norma
agama dimana seseorang dilarang untuk melakkan hubungan seksual sebelum menikah. Norma-norma agama yang berlaku, merupakan mekanisme kontrol sosial
akan mengurangi kemungkinan seseorang melakukan perilaku seksual di luar batas ketentuan agama. Hal senada juga dinyatakan oleh Pratiwi dalam Sinuhaji 2006
yang mengatakan bahwa perilaku seksual remaja disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah pemahaman dan penghayatan nilai-nilai keagamaan, dimana
remaja yang memiliki penghayatan yang kuat mengenai nilai-nilai keagamaan, integritas yang baik juga cenderung mampu menampilkan perilaku seksual yang
selaras dengan nilai yang diyakininya serta mencari kepuasan dari perilaku yang
Universitas Sumatera Utara
produktif. Dengan demikian, hasil yang diperoleh pada penelitian ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Sarwono 2005 dan Pratiwi dalam Sinuhaji, 2006.
Agama dalam kehidupan individu berfungsi sebagai suatu sistem nilai yang memuat norma tertentu dan secara umum menjadi kerangka acuan dalam bersikap
dan berperilaku agar sejalan dengan keyakinan agama yang dianutnya. Pengaruh sistem nilai dalam agama terhadap kehidupan yang telah diinternalisasi sebagai nilai
pribadi dirasakan oleh individ sebagai prinsip yang menjadi pedoman hidup. Nilai dalam realitasnya memiliki pengaruh dalam mengatur pola perilaku, pola pikir dan
pola bersikap. Tindakan individu menjadi terikat oleh ketentuan antara hal yang boleh dan tidak boleh menurut ajaran agama yang dianutnya Jalaluddin, 1996. Individu
akan berusaha untuk mengamalkan ajaran agama yang telah dipahaminya dan berperilaku sesuai dengan nilai agama tidak hanya pada waktu dan hal tertentu saja
tetapi dalam seluruh aspek kehidupannya. Kebimbangan yang dialami remaja antara mematuhi ajaran agama dan
memenuhi dorongan seksual, tekanan dari lingkungan dan teman sebaya muncul bersamaan dengan faktor-faktor lain yang mempengaruhi kecenderungan remaja
untuk melakukan perilaku seksual pranikah. Keadaan terebut menimbulkan kegoncangan jiwa remaja sehingga remaja membutuhkan agama dan suatu pegangan
yang dapat membantu mereka dalam mengatasi dorongan dan keinginan baru yang belum pernah diketahui sebelumnya. Oleh karena itu, remaja membutuhkan agama
sebagai pengendali dirinya dalam memantapkan kepribadian dan dapat mengontrol perilakunya Afrianti dalam Rahmawati 2002. Seseorang yang memilikii nilai
Universitas Sumatera Utara
religiusitas yang tinggi akan selalu mencoba patuh terhadap ajaran-ajaran agama, menjalankan ritual agama, meyakini doktrin-doktrin agama, beramal dan selanjutnya
merasakan pengalaman-pengalaman beragama. Perilaku seksual pranikah bertentangan dengan agama, oleh karena itulah orang yang mempunyai tingkat
religiusitas yang tinggi akan takut melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama. Makin tinggi religiusitas remaja, makin dapat pula remaja mengatur perilaku seksual
sejalan dengan nilai dan norma yang ada Jalaludin, 2001.
5.2 Faktor II Faktor Personal yang Memengaruhi Perilaku Seks Pranikah Pada Remaja Putri di Kecamatan Kualuh Leidong Kabupaten Labuhan
Batu Utara Faktor II terdiri dari 2 dua variabel yaitu dorongan biologis dan pandangan
tentang konsep cinta. Faktor ini diberi nama faktor personal. Hal ini berarti bahwa remaja yang berperilaku seks pranikah disebabkan karena adanya dorongan dari
dalam diri dan pandangan remaja tentang konsep cinta yang negatif. Berdasarkan hasil penilaian pada faktor personal yang terdiri dari variabel
dorongan biologis dan pandangan tentang konsep cinta untuk memengaruhi perilaku seks pranikah pada remaja putri adalah kuat sebesar 72. Hal ini menunjukkan
bahwa remaja setuju berciuman merupakan kebutuhan saat pacaran yang dapat menyebabkan hubungan seksual. Adanya kontak langsung dengan lawan jenis saat
berciuman maka timbul dorongan atau hasrat untuk melakukan seks ppranikah.
Universitas Sumatera Utara
a. Variabel Dorongan Biologis