Poster Sebagai Media Cetak

persoalan-persoalan sosial. Adapun tujuan dari iklan layanan masyarakat adalah untuk menyelidiki suatu informasi, mempopulerkan persoalan-persoalan sosial, mengubah aktivitas kebiasaan yang buruk, hemat energi, memperbaiki sikap publik, berkomunikasi tentang pandangan publik, menginformasikan pada publik tentang cara pencegahan dan penanggulangan suatu penyakit. 31 Poster merupakan salah satu media komunikasi visual, dalam ranah komunikasi visual, terdapat lebih dari seribu macam huruf romawi atau latin yang telah diakui oleh masyarakat dunia. Tetapi huruf-huruf tersebut sejatinya hasil dari perkawinan silang lima jenis huruf berikut ini: 1 Huruf Romein, garis hurufnya memperlihatkan perbedaan antara tebal- tipis dan mempunyai kaki atau kait yang lancip pada setiap batang hurufnya. 2 Huruf Egyptian, garis hurufnya memiliki ukuran yang sama tebal pada setiap sisinya. Kaki atau kaitnya berbentuk lurus atau kaku. 3 Huruf Sans Serif, garis hurufnya sama tebal dan tidak mempunyai kaki atau kait. 4 Huruf Miscellaneous, jenis huruf ini lebih mementingkan nilai hiasnya dari pada nilai komunikasinya. Bentuk nya senantiasa mengedepankan aspek dekoratif dan ornamental. 31 Rachmat Kriyantono, Public Relations Writing, Media Public Relations, Membangun Citra Korporat , Jakarta: Prenada Media Group, 2008, h. 193. 5 Huruf Script, jenis huruf ini menyerupai tulisan tangan dan bersifat spontan. 32 Poster merupakan media yang unik dengan mengedepankan gambar- gambar, teks yang ringkas namun mempunyai makna yang luas. Dan seperti hal nya media lain, poster juga memiliki beberapa kelemahan: a ketidak mampuannya memuat banyak pesan sekaligus. b Rentan terhadap vandalisme atau cuaca. c Kurangnya konsentrasi penonton untuk mengingat pesan-pesan iklan poster karena mereka melihat poster tersebut secara sambil lalu. d Waktu yang digunakan untuk merancang, mencetak dan memamerkan poster cukup lama. 33

D. Semiotika

Semiotika berasal dari kata Yunani semeion, yang berarti tanda. Semiotika menurut Berger memiliki dua tokoh, yakni Ferdinand de Saussere 1857-1913 dan Charles Sander Peirce 1839-1914. Kedua tokoh tersebut mengembangkan ilmu semiotika secara terpisah dan tidak mengenal satu sama lain. Saussere di Eropa dan Peirce di Amerika Serikat. Latar belakang keilmuan Saussere adalah linguistik sedangkan Peirce filsafat. Saussere menyebut ilmu yang dikembangkannya semiologi. Sedangkan Peirce menyebutkan ilmu yang dibangunnya adalah semiotika. Dalam perkembangan selanjutnya, istilah 32 Sumbo Tinarbuko, Semiotika Komunikasi Visual, Yogyakarta: Jalasutra, 2008, hal, 28 33 Frank Jefkins, Periklanan, PT Gelora Aksara Pratama, 1996 hal. 130 semiotika lebih populer dari pada semiologi. Semiotika adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda dan makna. Tanda adalah sesuatu yang bagi seseorang berarti bagi orang lain. Menurut Saussere, seperti dikutip oleh Pradopo 1991:54 tanda sebagai kesatuan dari dua bidang yang tidak dapat dipisahkan. Dimana ada tanda, disana ada sistem. Artinya, sebuah tanda berwujud kata atau gambar mempunyai dua aspek yang ditangkap oleh indra kita yang disebut dengan signifier, bidang penanda atau bentuk dan aspek lainnya yang disebut signified, bidang petanda atau konsep atau makna. Aspek kedua terkandung dalam aspek pertama. Sedangkan menurut Pierce, sebuah tanda atau representamen ialah sesuatu yang dapat mewakili sesuatu yang lain dalam batas-batas tertentu. Tanda akan selalu mengacu ke sesuatu yang lain, oleh Pierce disebut objek. Mengacu berarti mewakili atau menggantikan. Tanda baru berfungsi bila diinterpretasikan dalam benak penerima tanda melalui interpretant. Jadi interpretant ialah pemahaman makna yang muncul dalam diri penerima tanda. Artinya tanda baru dapat berfungsi sebagai tanda bila dapat ditangkap dan pemahaman terjadi. 34 Dengan demikian, sebuah tanda atau representamen memiliki relasi triadik langsung dengan interprenan dan objeknya. 35 34 Sumbo Tinarbuko, Semiotika Komunikasi Visual, Yogyakarta: Jalasutra, 2008, hal.11 35 Kris Budiman, Semiotika Visual, Yogyakarta: Penerbit Buku Baik, 2004, hal. 26 interprenant representamen objek Ruang lingkup studi semiotika sangatlah luas, namun bila mengikuti Charles Morris, seorang filsuf yang juga menaruh perhatian atas ilmu tentang tanda-tanda, semiotika pada dasarnya dapat dibedakan kedalam tiga cabang penyelidikan, yakni: sintatik, semantik dan pragmatik. 1. Sintatik: suatu cabang penyelidikan semiotika yang mengkaji “hubungan formal di antara satu tanda dengan tanda-tanda yang lain”. Dengan kata lain, karena hubungan-hubungan formal ini merupakan kaidah-kaidah yang mengendalikan tuturan dan interpretasi, pengertian sintatik kurang lebih adalah semacam “gramatika”. 2. Semantik: suatu cabang penyelidikan semiotika yang mempelajari “hubungan di antara tanda-tanda dengan designata atau objek-objek yang diacunya”. Bagi Morris, yang dimaksudkan dengan designata adalah makna tanda-tanda sebelum digunakan di dalam tuturan tertentu. 3. Pragmatik: suatu cabang penyelidikan semiotika yang mempelajari “hubungan di antara tanda-tanda dengan interpreter-interpreter atau para pemakainya pemakai tanda-tanda”. Pragmatik secara khusus