Kehidupan Mori Ogai dan Doitsu Sambusaku .1 Kehidupan Mori Ogai

Secara singkat arti naturalisme dalam kesusasteraan adalah penggambaran atau penghayatan dari kejadian sesungguhnya yang dipaparkan dalam bentuk roman atau novel. Ide kejadian atau data nyata berarti tidak hanya ide pemikiran yang indah- indah saja, tetapi justru ide nyata dari hal-hal yang tidak baik atau kelemahan manusia, bahkan kejelekan dipaparkan dengan cara apa adanya atau polos. Perkembangan naturalisme menjadi mantap ketika memasuki zaman Meiji tahun 1908, yang dipaparkan dalam bentuk karya sastra. Hampir seluruhnya berupa materi tentang pengalaman nyata dari kehidupan pribadi pengarang itu sendiri. Hal itu merupakan gaya objektivisme murn ke arah gaya pengungkapan rekaan nyata atau seolah-olah benar-benar terjadi. Salah satu sastrawaan pada zaman Meiji yang memasukkan unsur naturalis tersebut dalam karyanya adalah Mori Ogai. 2.4 Kehidupan Mori Ogai dan Doitsu Sambusaku 2.4.1 Kehidupan Mori Ogai Mori Ogai 1862-1922 lahir pada 1862 di daerah Tsuwano, perfektur Shimane, dengan nama Mori Rintaro. Anak sulung keluarga samurai ini sejak kecil menerima pendidikan konfusianisme, kesusastraan Cina, dan kesusastraan Jepang klasik. Pada tahun 1869, Ogai masuk sekolah desa di Yorokan, tempat ia melanjutkan pendidikan konfusianisme. Ia menunjukkan ketertarikannya kepada buku-buku di usia yang masih relatif muda. Pada tahun 1872, saat berusia sepuluh tahun, Ogai pindah ke Tokyo dan tinggal di rumah Nishi Amane. Bulan Oktober tahun yang sama, ia masuk sebuah sekolah kecil di Hongo. Di antara sekian banyak pelajaran Rehngenana Sembiring : Pemikiran Mori Ogai Terhadap Modernisasi Jepang Dalam Doitsu Sambusaku, 2007 USU e-Repository © 2009 yang ada di sekolah tersebut ia memilih untuk mempelajari bahasa Jerman, pengganti bahasa Belanda sebagai bahasa instruksi ilmu kedokteran. Letak Hongo jauh dari tempat ia tinggal di Mukojima, sehingga ia kemudian tinggal bersama keluarga Nishi di Kanda dan hanya pulang di akhir pekan. Pada tahun1874, saat berusia 13 tahun, ia berhasil masuk sekolah persiapan universitas, Tokyo Igaku Gakko Sekolah Kedokteran Tokyo, kemudian menjadi Universitas Tokyo, tetapi karena masih terlalu muda umurnya dituakan dua tahun. Ketika pada November 1876 sekolah tersebut pindah dari Kanda ke Hongo, Ogai menunggalkan rumah Nishi dan tinggal di asrama sekolah. Ia diterima masuk sekolah induk tersebut pada Mei 1877, setahun setelah sekolah itu menjadi bagian dari Universitas Tokyo. Selama di universitas ia belajar ilmu kedokteran Barat di bawah bimbingan para profesor dari Jerman, sehingga kemampuan bahasa Jermannya meningkat sangat pesat. Ia tamat dari universitas pada tahun 1881. Selama kuliah ia masih bisa meluangkan waktu untuk mendalani sajak-sajak Jepang dan bahasa Cina klasik di bawaha bimbingan seorang penulis ternama, Yuda Gakkai. Pada tahun ketiga di perguruan tinggi, sekitar tahun 1880, Ogai pindah ke sebuah pondokan baru bernama Kamijo di Hongo. Pada musim semi 1881, sebelum ujian, ia terkena radang selaput dada ringan. Hambatan selanjutnya adalah peristiwa kebakaran yang terjadi di pondokannya pada bulan Maret, yang membuat ia kehilangan seluruh catatan berharga. Meskipun demikian, ia berhasil lulus pada musim tahun itu juga. Berkat umurnya yang dituakan dua tahun, ia menjadi lulusan termuda, walaupun ia kurang puas dengan nilai hasil ujiannya. Rehngenana Sembiring : Pemikiran Mori Ogai Terhadap Modernisasi Jepang Dalam Doitsu Sambusaku, 2007 USU e-Repository © 2009 Pada Juni 1879 ayah Ogai pindah ke Utara Tokyo, Senju, dan mulai berpraktik sebagai dokter dua bulan kemudian. Segera setelah lulus, Ogai juga oindah ke Senju untuk membantu ayahnya. Setelah sempat membantu ayahnya, ia menjadi anggota korps medis angkatan bersenjata. Ogai secara resmi diterima di Angkatan Darat sebagai Letnan Dua Korps Medis pada 16 Desember 1881, hal yang melegakan hati orangtuanya yang sangat bangga dengan prestasi anaknya. Mula-mula ia bekerja di sebuah rumah sakit militer di Tokyo. Atasannya pada saat itu adalah orang Tsuwano, daerah kelahirannya. Bulan Mei 1882, ia pindah ke Biro Kesehatan Angkata Darat. Walaupun demikian, pada tahun-tahun ini ia tetap bertekad untuk belajar ke luar negeri. Hal ini dapat dilihat ketika Februari 1889 ia menemui kepala Rumah Sakit Militer, Hashimoto Tsunatsume, yang akan ditugaskan ke luar negeri sebagai bagian dari kelompok observasi, memohon agar diijinkan menyertainya, tetapi permintaannya itu ditolak. Walaupun demikian biro medis kesehatan tersebut berencana untuk mengirimkan seseorang ke Jerman untuk mempelajari ilmu kesehatan pada Juni 1883, dan Ogai dinyatakan terpilih pada 7 Mei 1884. Pada tahun 1884, Ogai dikirim belajar ke Jerman untuk memperdalam ilmu gizi. Selama empat tahun di Jerman, Ogai tidak hanya mempelajari kedokteran tetapi juga bidang lain seperti sastra, filsafat, dan sebagainya. Ia banyak membaca karya sastra dan pemikiran yang berkembang di Eropa waktu itu. Sekembalinya di Jepang tahun 1888 ia menggeluti dua karir yang berbeda, yakni sebagai dokter tentara, yang notabene seorang birokrat, dan sebagai sastrawan. Catatan harian Ogai tentang perjalanannya ke Eropa, Kosei Nikki, sangat singkat, tetapi mampu memberikan gambaran yang jelas mengenai reaksi emosinya Rehngenana Sembiring : Pemikiran Mori Ogai Terhadap Modernisasi Jepang Dalam Doitsu Sambusaku, 2007 USU e-Repository © 2009 berkaitan dengan terkabulnya impiannya yang lama terpendam serta tentang perjalanannya ke Eropa. Dalam catatannya itu ia mengungkapkan rasa gembiranya dengan keberangkatannya tersebut. Perkawinannya yang pertama dengan Akamatsu Toshiko hanya bertahan satu setengah tahun. Ia kemudian hidup menduda selama sekitar 12 tahun. Ogai tidak pernah menyinggung perihal perkawinannya ini, pun dalam karya fiksinya. Ia menikah lagi pada 1902 dan bertahan hingga akhir hayatnya. Hal yang sangat menarik dari Mori Ogai adalah perannya yang beragam, yakni sebagai dokter, tentara, novelis, penulis naskah drama, esais, kritikus sastra, birokrat, ahli sejarah, dan ahli kearsipan. Ia banyak mengkritik kebijakan pemerintah. Kritiknya ini lebih dari sekedar respon terhadap berbagai peristiwa yang muncul waktu itu, merupakan pertanyaan-pertanyaan yang menumpuk sejak ia belajar di Jerman. Tampak sekali dalam dirinya terjadi konflik batin antara ia sebagai seorang samuraikonfusius dan orang yang memiliki pengetahuan tentang nilai-nilai Barat. Konflik batin ini mempengaruhi seluruh peran yang dijalaninya. Umumnya orang yang belajar ke luar negeri di zaman Meiji akan pro-Barat, tetapi sebaliknya dengan Ogai. Ia bahkan dianggap sebagai konservatf baru yang lahir sekembali dari Jerman. Dalam karirnya sebagai dokter tentara, Ogai sering berbeda pendapat dengan atasannya. Pada tahun 1899, misalnya, ia melancarkan protes terbuka dengan mendesak atasannya agar memperbaiki fasilitas kesehatan dan metode pelayanan kesehatan bagi masyarakat umum. Pertentangan ini mengakibatkan ia dipindahkan, istilah halus untuk “diasingkan”, ke daerah Kokura, Kyushu. Pada periode ini, yang berlangsung hampir empat tahun, 1899-1902, aktivitas Ogai di bidang kesusasteraan Rehngenana Sembiring : Pemikiran Mori Ogai Terhadap Modernisasi Jepang Dalam Doitsu Sambusaku, 2007 USU e-Repository © 2009 dapat dikatakan terhenti, sedikit sekali karya yang dihasilkannya. Inilah periode perenungan bagi Mori Ogai, karena setelah itu pemikirannya tentang teinen, yang sebelumnya masih samar, semakin tampak jelas dalam karya-karyanya yang lebih matang. Filosofi teinen secara harafiah berarti “pengunduran diri”, secara luas dapat diartikan sebagai sikap mengalah demi tujuan yang lebih besar. Pada tahun 1916, sekembali dari Kokura, Ogai mengundurkan diri sebagai dokter tentara. Inilah puncak pertentangan dengan atasannya. Setahun kemudian, tahun1917, ia ditunjuk sebagai kutrator museum kerajaan sekaligus sebagai kepala perpustakaan. Pada Agustus 1889, kumpulan puisi terjemahannya, Omokage, dimuat di majalah Kokuminno Tomo. Tahun berikuttnya, 1890, cerpennya yang berjudul Maihime terbit. Ia juga menerjemahkan Improvisatoren karya Hans Christian Andersen menjadi Sokkyo Shijin. Selain puisi, novel, cerpan, naskah drama, dan esai, ia juga menulis novel sejarah. Novel sejarah pertama yang ditulisnya adalah Okitsuyagoemon no Isho, terbit tahun 1912. setelah itu berturut-turut ia menulis Abe Ichizoku 1913, Gojin ga Hara no Katakiuchi 1913, Oshio Heihachiro 1914, Sakai Jiken 1914, Sansho Dayu 1915, Takasebune 1916, dan Kanzan Jittoku 1916. Karya-karyanya yang lain adalah Hannichi dan Vita Sexualis 1909, yang dimuat di majalah Subaru. Pada tahun 1910 ia menghasilkan Seinen novel dan Shokudo cerpen. Karya-karyanya yang juga terkenal adalah Moso 1911, Hyaku Monogatari 1911, Kaijin 1912, Kanoyoni 1912, Gan 1913, Saigo no Ikku Rehngenana Sembiring : Pemikiran Mori Ogai Terhadap Modernisasi Jepang Dalam Doitsu Sambusaku, 2007 USU e-Repository © 2009 1915. Sementara itu karya-karya biografinya adalah Shibue Chusai 1916, Izawa Ranken 1916-1917, dan Hojo Katei 1918-1921. Mori Ogai meninggal dunia pada tahun 1922 dalam usia 60 tahun.

2.4.2 Doitsu Sambusaku

Doitsu Sambusaku Buah Tangan dari Jerman merupakan buku kumpulan cerita pendek. Buku ini ditulis pada zaman Meiji, tepatnya pada saat Mori Ogai dikirim belajar ke Jerman untuk memperdalam ilmu gizi. Sebagai salah satu usaha pemerintah untuk mendukung modernisasi, dengan mengirimkan pelajar untuk memperolaeh ilmu pengetahuan dari Barat. Karena selain mempelajari bidang kedokteran, Mori Ogai juga tertarik dalam bidang sastra. Sehingga banyak hasil karya sastra yang dihasilkan Mori Ogai, yang salah satunya adalah Doitsu Sambusaku. Doitsu Sambusaku terdiri dari tiga cerita pendek, yaitu Maihime Penari, Utakata No Ki Catatan Buih Di Atas Air, dan Fumizukai Pengantar Surat. Ketiga cerita pendek tersebut disebut sebagai Buah Tangan dari Jerman, karena ketiga ceritanya ditulis dengan latar belakang Jerman, dan berkaitan erat dengan pengalaman Ogai sewaktu tugas belajar di Negara tersebut. Maihime ditulis dengan latar belakang Berlin, kota besar di bagian utara Jerman. Utakata No Ki ditulis dengan latar belakang Munchen, kota besar di bagian selatan Jerman. Fumizukai merupakan karya terakhir dalam Doitsu Sambusaku yang ditulis dengan latar belakang kota Dresden. Isi dari ketiga cerita pendek tersebut, pekat dengan semangat modernisasi untuk mengejar ketertinggalan Jepang dari negara Barat. Rehngenana Sembiring : Pemikiran Mori Ogai Terhadap Modernisasi Jepang Dalam Doitsu Sambusaku, 2007 USU e-Repository © 2009 BAB III PEMIKIRAN MORI OGAI TERHADAP MODERNISASI JEPANG DALAM DOITSU SAMBUSAKU

3.1 Maihime Cuplikan 1