Permasalahan yang Terjadi Pada Masa Modernisasi

Alat-alat telekomunikasi tersebut terbukti sangat besar manfaatnya dalam usaha untuk memacu pembangunan yang dicita-citakan bangsa Jepang. Karena itu pemerintah terus mengembangkan dinas-dinas telekomunikasi tersebut.

2.2 Permasalahan yang Terjadi Pada Masa Modernisasi

Dalam perjalanan perkembangannya, modernisasi di Jepang menghadapi beberapa permasalahan, terutama yang datang dari dalam negeri, yang diuraikan sebagai berikut. Dengan diberlakukannya Kaikoku Politik Pintu Terbuka, terjadi pertentangan paham antara pendukung paham asing dengan yang masih berpegang teguh pada pendirian leluhur. Penghapusan daerah para bekas daimyo merupakan langkah yang perlu dilaksanakan dalam rangka modernisasi. Tetapi hal ini menimbulkan keributan yang dilakukan perorangan atau kelompok yang menentang perubahan. Misalnya Shimazu Hisamitsu, ia mengajukan permohonan kepada Kaisar untuk mengembalikan kedaulatan kepada para bekas daimyo. Perubahan sosial dan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah secara drastis, mengakibatkan terjadinya suatu pemberontakan. Karena perubahan ini dirasakan sangat mengganggu cara hidup mereka yang telah terbiasa dengan sistem lama, meskipun keadaan ekonomi mereka sangat menyedihkan. Para petani yang bodoh dan kolot tidak tahu dan kurang menghargai tujuan restorasi. Mereka menerima setiap perubahan dengan penuh curiga dan hanya puas jika segala sesuatu berjalan seperti sediakala. Karena kebodohannya itulah maka pada tahun 1877 mereka memulai Rehngenana Sembiring : Pemikiran Mori Ogai Terhadap Modernisasi Jepang Dalam Doitsu Sambusaku, 2007 USU e-Repository © 2009 pemberontakan untuk menuntut penghapusan wajib militer, sekolah-sekolah, dan pengajaran bahasa Inggris, karena mereka menganggap wajib militer sebagai pajak darah, pengenalan ilmu pengetahuan Barat di sekolah-sekolah dianggap sebagai pengajaran agama yang salah dan menyesatkan. Beberapa hal lain seperti keharusan dijalankannya sistem registrasi keluarga dianggap sebagai cara-cara untuk menjual wanita dan anak-anak, serta sistem baru tentang pajak tanah dianggap hanya memperberat petani. Pemberontakan yang paling hebat dan gigih ialah yang dilakukan oleh kaum samurai yang masih menginginkan masa lalu dan tidak puas dengan adanya perubahan, karena tidak dapat menyesuaikan diri atau menerima keadaan yang baru. Setelah ke-Shogun-an runtuh mereka mengharapkan imbalan atas jasa-jasa mereka di masa lampau, namun ternyata pemerintah baru tidak memberikan balas jasa kepada mereka. Karena ketidakpuasan itu mereka mulai mencari alasan dengan mengkritik politik pemerintah, dan menentang politik persahabatan dengan negara-negara asing serta menolak meniru peradaban Eropa dengan alasan semangat kebangsaan yang anti luar negeri dipertahankan. Mereka kemudian mengorganisasikan kelompok- kelompok perlawanan dan gigih mengadakan pemberontakan terhadap perubahan- perubahan yang dilakukan pemerintah yang tidak mengindahkan jasa-jasa mereka. Pemekaran peradaban Bummei Kaika yang dialami masyarakat Jepang ternyata menunjukkan suatu gejala yang buruk. Orang Jepang banyak yang meniru segala sesuatu dari Barat hanya untuk gagah-gagahan belaka. Akibatnya para pemimpin Jepang mulai meninjau kembali proses pembaratan ini dan mulai Rehngenana Sembiring : Pemikiran Mori Ogai Terhadap Modernisasi Jepang Dalam Doitsu Sambusaku, 2007 USU e-Repository © 2009 menanamkan kebanggaan terhadap kebudayaan Jepang asli, untuk membentuk dasar bagi seluruh jiwa bangsa Jepang guna menjadi bangsa yang modern. Kemajuan pesat terjadi dalam aspek-aspek fisik modernisasi tetapi terbelakang dalam sektor kebudayaan dan tata masyarakat, telah memberikan peluang bagi tumbuhnya militerisme.Ini berarti berlakunya kembali tatanan masyarakat zaman Tokugawa, dimana kaum samurai atau golongan militerat menganggap dirinya golongan teratas dan dapat bertindak semaunya. Dengan modernisasi fisik yang mengagumkan, kaum militerat ini kemudian melancarkan serangkaian petualangan yang memuncak dengan pecahnya perang Pasifik yang mengakibatkan suatu malapetaka besar tidak saja bagi negara-negara tetangganya, tetapi juga bagi Jepang sendiri. Ilmu pengetahuan merupakan inti dari modernisasi nasional bangsa Jepang di satu pihak, dan di lain pihak dengan tergesa-gesa menyerap ilmu pengetahuan serta kebudayaan Barat menyebabkan tidak sedikit hal-hal yang diringkas atau dipaksakan. Sehingga banyak terjadi hal-hal yang bersifat kontradiksi, seperti pemikiran modern dan pemikiran lama, kekuasaan militer dan kebebasan individu. Restorasi Meiji, selain banyak menelan biaya dalam bentuk dislokasi sejarah dan budaya, juga menimbulkan suatu ketegangan kejiwaan terutama pada generasi muda. Menyebabkan generasi yang lahir dalam tahun-tahun sebelum kedatangan Commodore Perry mengalami penderitaan batin yang luar biasa. Bangsa Jepang telah memasuki suatu masa ketegangan intelektual yang melampaui batas. Untuk memenuhi kebutuhan yang mendesak, Jepang telah meletakkan di atas pundaknya suatu pekerjaan yang berat sekali, yaitu memaksakan Rehngenana Sembiring : Pemikiran Mori Ogai Terhadap Modernisasi Jepang Dalam Doitsu Sambusaku, 2007 USU e-Repository © 2009 pengembangan mental setinggi mungkin yang dapat dicapai manusia, dan hal ini berarti memaksakan perkembangan sistem syaraf. Orang-orang muda di Jepang menerima pendidikan tradisional yang berorientasi kepada ajaran Kongfuchu di rumah atau di sekolah menengah swasta sampai mereka berumur beberapa belas tahun. Setelah itu, di sekolah-sekolah baru yang didirikan, mereka diajar oleh para guru Barat, menggunakan buku-buku pelajaran Barat yang baru diterjemahkan dan mendengarkan dakwah oleh para misionaris yang baru tiba. Hal ini tentu saja menyebabkan kebingungan bagi mereka. Seolah-olah seperti sedang berjalan ke sana-sini menerobos kabut tebal dalam kebingungan, tak mampu menemukan jalan yang tepat. Banyak juga kaum muda yang pandai dan bersungguh-sungguh telah diberi tugas yang berat sebagai generasi penerus bangsa, menemui ajal mereka di bawah tekanan tugas-tugas tersebut. Kekacauan mental yang terjadi pada saat itu bukan lagi merupakan suatu hal yang luar biasa. Sekolah-sekolah menjadi alat revolusi budaya dan sosial. Sekolah menyelenggarakan latihan-latihan yang membuka jalan bagi pekerjaan-pekerjaan dalam bidang industri, keuangan, kewartawanan, pendidikan dan birokrasi, dimana ikatan ekonomi keluarga lebih lemah dan memungkinkan kehidupan materi yang bebas.sehingga sekolah mengenyampingkan peranan keluarga dalam proses sosialisasi karena nilai dan gagasan yang diajarkan yang berorientasi Barat sering berbeda dengan apa yang dipelajari di rumah. Selain itu, karena di sekolah diajarkan persiapan untuk pekerjaan, maka penerus keluarga tidak terikat lagi dengan keluarga, seperti seorang anak laki-laki yang harus melanjutkan usaha keluarga. Rehngenana Sembiring : Pemikiran Mori Ogai Terhadap Modernisasi Jepang Dalam Doitsu Sambusaku, 2007 USU e-Repository © 2009 Perubahan sosial dan budaya yang cepat juga dapat mengurangi rasa hormat tradisional pada usia. Misalnya seorang pemuda yang masih belasan tahun yang cepat-cepat dididik dalam sebuah sekolah guru, diangkat menjadi kepala sekolah. Kepala sekolah yang muda ini akan memerintah guru-guru dari generasi yang lebih tua, yang mengajarkan sastra klasik. Bagi mereka yang dibesarkan dalam aturan sosial yang ketat di bawah Bakufu, akan melihat ini sebagai suatu pemandangan yang ganjil. Dalam bidang politik, terhambat oleh adanya semangat Konfusianisme dan semangat Shinto, yaitu oleh adanya kazoku kokka dan Tenno sebagai puncak pimpinan. Modernisasi politik yang mengusung nilai demokrasi tidak dapat diterima dengan sepenuhnya di Jepang, karena dalam kenyataannya yang memerintah dalam pemerintahan Meiji merupakan keluarga Samurai sebagai aturan-aturan yang ada dalam keluarga Samurai masih diterapkan dalam pemerintahan yang baru.

2.3 Kesusasteraan Jepang Modern