PEMBAHASAN ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Tabel 4.5. Hasil Uji U- Mann Whitney Mann-Whitney U Z Sig.2-tailed 908,000 -1,930 0,054 Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa hipotesa nol penelitian ini diterima dengan p= 0,054 0,05. Hal ini berarti tidak terdapat perbedaan tingkat adversity quotient yang signifikan antara kelompok pembauran M = 54,68 dengan kelompok negeri M = 43,66.

B. PEMBAHASAN

Hasil penelitian komparasi pada masing-masing kelompok sekolah dengan jumlah siswa pada masing-masing kelompok 47 orang siswa pembauran dan 50 orang siswa negeri menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai AQ siswa-siswa di sekolah pembauran dengan nilai AQ siswa-siswa di sekolah negeri, dengan p = 0,054 0,05. Hasil penelitian ini menerimahipotesa nol yang berbunyi “tidak terdapat perbedaan adversity quotient antara siswa pribumi di sekolah pembauran dengan siswa pribumi di sekolah negeri di kota Medan .” Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hipotesa awal peneliti yang menyebutkan “terdapat perbedaan adversity quotient antara siswa pribumi di sekolah pembauran dengan siswa pribumi di sekolah negeri di kota Medan .” Sesuai dengan teori yang dipaparkan sebelumnya yaitu adversity quotient dipengaruhi oleh pendidikan yang diterima oleh individu dari lingkungan. Lingkungan merupakan salah satu aspek penting dalam pembentukan adversity quotient seseorang Stoltz, 2004. Sekolah pembauran memiliki karakteristik lingkungan yang berbeda dari sekolah negeri. Salah satu perbedaan yang mencolok yaitu pada sekolah pembauran siswa pribumi memiliki teman sebaya yang menjadi etnis mayoritas di sekolah tersebut yaitu etnis Tionghoa. Meskipun dari hasil uji hipotesis statistik menunjukkan terdapat perbedaan pada mean rank pada kedua kelompok yaitu sekolah pembauran dengan M = 54,68 yang lebih tinggi dari sekolah negeri yaitu M = 43,66. Hasil uji statistik ini menunjukkan bahwa rata-rata skor adversity quotient siswa pada sekolah pembauran lebih tinggi dibanding rata-rata skor adversity quotientsiswa pada sekolah negeri.Secara teoritis, Stoltz 2004 menuturkan bahwa faktor genetika turut andil dalam pembentukan adversity quotient. Hanya saja faktor genetika yang dimaksud oleh Stoltz, tidak diturunkan dari orangtua ke anaknya secara lansung seperti karakter fisiologis namun genetika menjadi kemampuan dasar seorang anak dalam menghadapi lingkungannya ketika tumbuh besar. Peneliti menyadari bahwa ada kemungkinan siswa pribumi di sekolah pembauran memang memiliki kemampuan dasar yang dibawa dari faktor genetika yang baik sehingga orang tua mereka percaya diri menyekolahkan anaknya di sekolah tersebut meskipun tantangan yang akan dihadapi banyak. Pendidikan yang diterima siswa di sekolah pembauran juga mempengaruhi pembentukan adversity quotient dimana siswa terbiasa menghadapi persaingan di kelas dengan teman sebaya yang mayoritas non-pribumi. Dalam jurnal tulisan Ryan 2001 On Happiness and Human Potentials : A Review of Research on Hedonic and Eudaimonic Well-Being dikatakan bahwa siswa yang memiliki teman sebaya berprestasi tinggi juga turut menghasilkan bentuk prestasi yang sama serta sebaliknya. Maka dari itu siswa di sekolah pembauran memiliki skor rata-rata adversity quotientlebih tinggi karena mereka terbiasa menghadapi tantangan untuk terus berprestasi baik di sekolah karena teman sebaya mereka juga demikian. Faktor teman sebaya yang semula menjadi karakteristik pembeda antar siswa pribumi di sekolah pembauran dengan sekolah negeri terlihat dari hasil penelitian ini. Hal senada juga diikuti oleh siswa di sekolah negeri. Dimana siswa memperoleh skor adversity quotientyang tidak berbeda secara signifikan dengan siswa di sekolah pembauran. Lingkungan sekolah negeri juga turut memberikan tantangan kepada para siswa untuk berprestasi akademik baik. Sistem pengajaran yang mereka terima turut membentukadversity quotientmereka karena pasti berbeda dengan apa yang dialami oleh siswa di sekolah pembauran. Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti juga ditemukan bahwa guru-guru di sekolah negeri menekankan tidak hanya pada aspek pencapaian akademis siswa namun juga akhlak yang baik. Berbeda dengan para guru di sekolah pembauran yang menekankan hanya pada disiplin belajar siswa. Tidak adanya perbedaan yang siginifikan pada skoradversity quotient siswa pada kedua sekolah terjadi dikarenakan siswa memang memiliki keyakinan yang baik dalam menimba ilmu guna mencapai prestasi akademik yang baik. Keyakinan tersebut yang menjadi salah satu faktor pembentukan adversity quotient yang tinggi. Namun, dari keempat aspek adversity quotient yang diuji menggunakan bantuan SPSS ditemukan aspek reach siswa pribumi di negeri lebih tinggi M = 58,64 dibandingkan siswa pribumi di sekolah pembauran yaitu M = 38,74. Hal ini menunjukkan bahwa siswa pribumi di sekolah negeri memiliki kemampuan membedakan masalah yang baik.Artinya, manakala siswa pribumi di SMA negeri mengalami masalah, masalah yang dihadapi tersebut tidak akan mengganggu aspek kehidupan lainnya. Dari hasil penelitian Damayanti 2012 menemukan bahwa tingkat perilaku membolos pada siswa SMA swasta relatif tinggi ketika siswa SMA swasta tersebut menghadapi masalah yang bersumber dari sekolah dan keluarga.Hasil penelitian ini sejalan dengan apa yang diperoleh peneliti yang menunjukkan bahwa reach siswa pribumi di kelompok sekolah pembauran lebih rendah dari sekolah negeri. 43

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini menguraikan kesimpulan dan saran-saran sehubungan dengan hasil yang diperoleh dari penelitian ini. Pada bagian awal akan dipaparkan kesimpulan dari penelitian ini, lalu dilanjutkan dengan pemaparan saran praktis serta metodelogis yang diharapkan dapat berguna bagi penelitian-penelitian berikutnya yang berhubungan dengan penelitian ini.

A. Kesimpulan

Berikut ini akan diuraikan beberapa kesimpulan yang diperoleh berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data: 1. Tidak terdapat perbedaan tingkat adversity quotient yang signifikan antara siswa pribumi di sekolah pembauran dengan siswa pribumi di sekolah negeri di kota Medan.

B. Saran

Berdasarkan hasil dan kesimpulan penelitian yang telah diperoleh, peneliti ingin mengajukan beberapa saran praktis dan metodelogis. Saran praktis ini ditujukan kepada semua siswa sekolah menengah atas, dan para pendidik pada kedua sekolah yaitu pembauran dan negeri. Sedangkan saran metodelogis ditujukan untuk pengembangan penelitian selanjutnya.