bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum- hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang
melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim. Al-Baqarah: 229
Surat Al-Baqarah ayat 227 yang berbunyi:
L H
1 ‚ k ,-Al
L p4=
A RRY
t2ƒ a
- „ ii…W
Artinya: Jika mereka bercita-cita hendak menceraikannya maka sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Al-Baqarah: 227
B. Sebab-sebab Terjadinya Perceraian
Suatu perkawinan dimaksudkan untuk menciptakan kehidupan suami isteri yang harmonis dalam rangka membentuk dan membina keluarga yang sejahtera
dan bahagia sepanjang masa. Setiap pasangan suami isteri selalu mendambakan agar hubungan yang diikat oleh akad perkawinan itu semakin kokoh terpatri
sepanjang hayat. Dalam UU No.1 Th 1974
tentang
perkawinan pasal 38 disebutkan ada 3 tiga hal yang menjadi sebab putusnya perkawinan, yaitu:
26
a. Karena Kematian;
b. Karena Perceraian; dan
c. Karena Putusan Hakim.
Dalam hal ini, penulis akan menguraikannya secara gamblang. a.
Karena Kematian
26
Undang-Undang No.1 Th.1974 pasal 38 dan Kompilasi Hukum Islam pasal 113
Putusnya perkawinan karena kematian tidak menimbulkan banyak persoalan, karena dengan sendirinya ikatan perkawinan keduanya menjadi
putus. Apabila pihak suami atau isteri yang masih hidup ingin menikah lagi maka bisa saja asalkan telah memenuhi segala persyaratan yang telah
ditentukan dalam hukum Islam.
27
b. Karena Perceraian
Peraturan Pemerintah menggunakan kata perceraian ini dengan istilah “cerai talak” untuk membedakannya dengan pengertian perceraian atas
keputusan pengadilan, perceraian atas putusan pengadilan menggunakan istilah “cerai gugat”.
28
Sebagaimana ketentuan dari UU No.1 Th.1974 tentang perceraian pasal 39 ayat 1 disebutkan bahwa: “Perceraian hanya dapat dilakukan didepan sidang
pengadilan, setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak dapat mendamaikan kedua belah pihak”.
29
Menurut hemat penulis, maksud dihadapan sidang Pengadilan Agama ini dilakukan untuk memberikan jaminan kepastian hukum terhadap hak suami
isteri tersebut, sebagaimana hal tersebut dikaitkan dengan pasal 2 ayat 2 UU
27
Lili Rasidi, Hukum Perkawinan dan Perceraian di Malaysia dan Indonesia, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1991, h.194
28
Arso Sostroatmodjo, et.al., Hukum Perkawinan di Indonesia, Jakarta: Bulan Bintang, 1981, h.60
29
Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun 1974 pasal 39 ayat 1
No.1 Th.1974 tentang perkawinan yang menyatakan bahwa: “Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perUndang-Undangan yang berlaku”.
Maksudnya apabila perkawinan harus dicatatkan, begitu pula bila terjadi perceraian antara keduanya. Jadi, ketika menikah suami isteri tentu memiliki
akta nikah sebagai bukti otentik perkawinannya dari Kantor Urusan Agama. Namun, apabila terjadi perceraian akta nikah diganti dengan akta cerai yang
diberikan oleh Pengadilan Agama yang menangani kasus perceraian suami isteri yang bersangkutan.
c. Karena Putusan Pengadilan
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa perceraian yang terjadi karena putusan pengadilan terjadi diluar kehendak suami atau isteri, yaitu
apabila majlis hakim berpendapat atau menilai bahwa perkawinan keduanya tidak memenuhi syarat-syarat perkawinan, Bentuknya berupa fasakh
pembatalan perkawinan.
30
Fasakh perkawinan adalah sesuatu yang merusak akad perkawinan dan bukan merupakan talak, fasakh bisa terjadi karena syarat-syarat yang tidak
terpenuhi pada waktu akad nikah atau karena hal-hal lain yang datang kemudian dan dapat membatalkan kelangsungan perkawinan.
31
contoh fasakh
30
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, h. 197
31
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah., h.268
adalah seperti baru diketahui bahwa pasangannya adalah saudara kandung maka perkawinan tersebut batal demi hukum.
C. Macam-macam Perceraian