a. Nafkah, Kiswah dan tempat kediaman bagi isteri;
b. Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi isteri
dan anak; c.
Biaya pendidikan bagi anak. Ayat 5
Kewajiban suami terhadap isterinya seperti tersebut pada ayat 4 huruf a dan b diatas mulai berlaku sesudah ada tamkin sempurna dari isterinya.
Ayat 7 Kewajiban suami sebagaimana dimaksud ayat 2 gugur apabila isteri nusyuz.
Dan Undang-Undang No.3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama pasal 76 Ayat 1
Apabila gugatan perceraian didasarkan atas alasan siqaq, maka untuk mendapatkan putusan perceraian harus didengar keterangan saksi-saksi yang
berasal dari keluarga atau orang yang dekat dengan suami isteri. Ayat 2
Pengadilan setelah mendengar keterangan saksi tentang sifat persengketaan antara suami isteri dapat mengangkat seorang atau lebih dari keluarga masing-
masing pihak ataupun orang lain untuk menjadi hakam.
Sedangkan dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974 pasal 39 ayat 2 menyatakan bahwa: “Kewajiban suami tersebut pada ayat 2 diatas berlaku
kembali sesudah isteri tidak nusyuz.
B. Faktor Isteri Nusyuz Terhadap Suami
Ada beberapa faktor mengapa isteri durhaka terhadap suami. Dibawah ini akan diuraikan secara terperinci sebagai berikut:
1. Faktor Ekonomi
Persoalan ekonomi adalah suatu hal yang sangat urgen dalam rumah tangga. Sebagai kepala keluarga suami harus mampu mencukupi biaya hidup isteri, yakni
belanja sandang dan papan, perhiasan, bahkan pada kebutuhan dandan. Dengan begitu, isteri dapat melakukan kewajibannya dalam mengurus rumah tangga.
Namun terkadang isteri tidak mensyukuri atas penghasilan suami. Ketika suami telah berusaha maksimal, isteri tetap menuntut lebih dari kemampuan
suaminya. Dengan melihat kondisi kemampuan suami terbatas, isteri tidak boleh
membebaninya dengan menuntut yang berlebihan apalagi sampai bersikap acuh terhadap suami.
2. Faktor Seksual
Salah satu penyebab isteri bersikap acuh terhadap suami ialah ketika isteri mengetahui bahwa suaminya menderita impotensi. Impotensi adalah cacat seksual
yang mengakibatkan seorang suami tidak mempunyai potensi untuk melakukan hubungan seksual.
72
72
Anang Zamroni dan Ma’ruf Asrori, Bimbingan Seks Islam, Surabaya: Pustaka Anda, 1997, h.105
Adapun dengan kesibukan suami dalam bekerja, isteri tidak diperhatikan kebutuhan seksualnya. suami yang bekerja berlebihan mengakibatkan energi dan
minat terhadap seks menjadi menurun, sebagai akibatnya kebutuhan libido isteri tidak terpenuhi yang dapat berdampak isteri mencari kepuasan diluar.
73
3. Faktor Cemburu yang Berlebihan
Rasa cemburu yang datang dari pihak suami, seringkali suami terbakar api cemburu sebab dengan kemolekan wajah dan bentuk tubuh isterinya yang
membuat laki-laki lain menggodanya. Hal yang alami, isteri merasa cemburu kepada suaminya, selama dilakukan
dalam batas-batas yang logis serta masing-masing memaksudkannya untuk memelihara keutuhan rumah tangganya dan mendatangkan kebahagiaan. Akan
tetapi rasa cemburu yang hingga mencapai batas keraguan dan kecurigaan, maka hal itulah yang salah. Dengan demikian, bahwa rasa cemburu itu ada yang
mendatangkan kemaslahatan serta kesejahteraan dan ada juga yang mendatangkan kerusakan serta kehancuran dalam rumah tangga.
Faktor cemburu yang berlebihan itulah yang menyebabkan isteri lepas kontrol dan dapat melakukan tindakan diluar akal sehat. Sehingga dengan kondisi yang
demikian menjadikan isteri nusyuz. “Rasa cemburu yang didasari tanpa keraguan
73
Abu Al-Ghifari, Selingkuh Nikmat yang Terlaknat, Bandung: Mujahid, 2003, h.28
akan mendorong seorang isteri melakukan perbuatan dosa dan berbuat maksiat, seperti: ghibah, adu domba, hasut, dengki dan lain-lain”.
74
4. Faktor Kejenuhan yang Menimbulkan Konflik
Perkawinan yang penuh dengan kebahagiaan antara suami isteri selama membina rumah tangga, seiring waktu mengalami kejenuhan yang menimbulkan
konflik. Kehidupan ibarat gelombang, pasang surut hal biasa. Begitu pula dalam membina rumah tangga, terutama saat cinta sebagai simbol kebahagiaan tengah
memudar. Rumah tangga mulai mengalami gonjang-ganjing, seribu masalah datang menghantui. Rasa saling memiliki dan cinta sehidup semati hanya tinggal
kenangan. Maka sabar hal yang sangat penting.
75
Pada saat terjadi konflik, terkadang isteri arogan namun hal ini tidak terlepas dari sifat wanita pada umumnya. Bahwa didalam diri seorang wanita terdapat
suatu keganjilan dalam beberapa segi. Kenyataan ini bukanlah ditimbulkan karena adanya sikap fanatik, akan tetapi dia merupakan sebuah tabiat penciptaan Allah
SWT yang diciptakan untuk wanita.
5. Fakrot Karier
74
Syekh Abdullah bin Abdurrahman Al-Mani’, Cemburu Terhadap Wanita, Penerjemah Zubaidah Barhan, Surabaya: Pustaka Progressif, 2004, h.118
75
Al-Ghifari, Selingkuh Nikmat Yang Terlaknat, h.15
Sesuai dengan perkembangan zaman, persamaan jender menjadi landasan bagi seorang wanita yaitu hak untuk dapat bekerja atau berkarier. Seiring dengan
landasan hukum Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun 1974 pasal 31 ayat 1: “hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami
dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat”.
76
Pakar hukum Islam Mesir, Abu Zahrah, menulis: Islam tidak menentang perempuan bekerja. Hanya saja, yang harus diperhatikan adalah bahwa pekerjaan
pokoknya adalah membina rumah tangga dengan kasih sayang mereka. Perempuanlah yang mendidik anak-anak mereka.
Cukup jelas bahwa hak isteri untuk bekerja tidak ada larangan baik menurut Undang-Undang maupun hukum Islam. Hanya saja tetap pada kewajibannya yaitu
mengurus rumah tangga. Dan ini kerap diabaikan oleh isteri dengan mengutamakan pekerjaannya ketimbang mengurus suami dan anak-anaknya.
C. Akibat Nusyuz