42
g. Dedikasi kepada ritual dan tradisi
Ibu tunggal sukses menjaga dan mengembangkan ritual-ritual dalam keluatga seperti membacakan cerita pada anak, doa keluarga atau meditasi, duduk
bersama selama makan malam minimal semunggu sekali, piknik pada hari minggu, mengunjungi nenek atau menonton televisi bersama.
D. Pengaruh Social Support terhadap Resiliensi Ibu Tunggal
Hastuti 2008 menyatakan pengasuhan dilakukan untuk memenuhi aspek fisik dan non-fisik pada anak agar anak bisa hidup dengan mandiri di masa
yang akan datang. Pengasuhan mencakup pengasuhan makan, pengasuhan hidup sehat, pengasuhan akademik, pengasuhan sosial emosi, serta pengasuhan moral
dan disiplin. Pengasuhan umumnya dilakukan oleh ayah dan ibu sesuai dengan perannya masing-masing. Akan tetapi beberapa kejadian seperti perceraian dan
kematian suami bisa membuat Ibu melakukan pengasuhan tunggal. Pada saat itu, Ibu yang menjalani pengasuhan tunggal bukan hanya menangani masalah rumah
tangga tetapi juga coping terhadap perpisahan. Degenova 2008 mengungkapkan kondisi pengasuhan tunggal kerap
membuat ibu tunggal mengalami tekanan yang besar, sebagian besar ibu tunggal akan mengalami kemarahan, kehilangan, kegagalan, self esteem yang rendah,
kurang percaya diri, dan kesepian. James Lynch dalam Sarafino 2006 menyatakan sendirian atau patah hati adalah faktor resiko untuk penyakit jantung
karena orang yang ditinggal kematian, perceraian dan tidak pernah menikah memiliki angka kematian yang tinggi dibanding pasangan menikah. Penelitian
lain tentang Gambaran kesepian pada ibu tunggal yang dilakukan oleh Sinaga
43
2007 menunjukkan bahwa Ibu tunggal bercerai mengalami kesepian yang lebih dalam dibanding ibu tunggal akibat kematian pasangan. Hal ini disebabkan oleh
pandangan masayarat dan stigma masyarakat akibat perceraiannya sehingga ibu mengalami isolasi sosial Sinaga, 2007.
Pengasuhan tunggal akan menambah beberapa tantangan dalam kehidupan ibu tunggal yaitu masalah finansial, tuntutan rumah tangga dan
keterbatasan diri, kebutuhan emosional, seksual dan ketiadaan peran Ayah Knox Schact, 2010. Masalah finansial menjadi lebih berat bagi ibu tunggal, dalam
sebuah penelitian banyak ibu tunggal menyatakan finansial adalah masalah terbesar dalam hidup mereka Zhan Pandey dalam De Genova, 2008. Masalah
ekonomi ini bisa berdampak negatif bagi anak seperti masalah figur Ayah dan pendidikan, contohnya menurut hasil penelitian, dibandingkan dengan keluarga
lengkap, keluarga tunggal memiliki anak dengan nilai rendah pada konsep diri, pencapaian akademik dan kompetensi diri dan nilai tinggi pada masalah perilaku
De Genova, 2008. Walsh 2006 mengungkapkan Ibu yang gagal melakukan coping
terhadap situasi ini akan merasa bersalah atas kondisi anaknya. Ibu yang menghadapi masalah terjebak dalam rasa bersalah dan kemarahan. Kondisi lain
yang bisa muncul adalah depresi dan tidak bahagia. Ibu tidak dapat kembali seperti proses awal dan semula. Tetapi bagi individu yang berhasil melakukan
coping dengan baik akan merasa bermakna. Seperti yang dinyatakan oleh Weinraub 2002 menjalankan pengasuhan sendirian adalah hal yang sulit, apalagi
ketika yang di asuh adalah anak berkebutuhan khusus tetapi untuk beberapa ibu
44
tunggal masalah-masalah tersebut bisa diatasi dan menjadi ibu tunggal yang sukses.
Proses untuk kembali beradaptasi seperti semula disebut resiliensi. Resiliensi adalah kapasitas untuk melambung dari kesukaran hidup. Walsh 2006
mengungkapkan ini adalah proses aktif dari ketahanan, perbaikan diri dan pertumbuhan dalam merespon tantangan. Hal ini menolong ibu tetap kuat dan
bertahan meskipun ada banyak kesulitan dalam mengasuh anak sendirian. Ibu yang resilien tidak hanya akan bertahan tetapi berjuang untuk mendapatkan hasil
yang positif. Sesuai dengan pernyataan Walsh 2006 bahwa individu yang resilien percaya bahwa akan membuang waktu jika hanya menyesak dan
mengobati luka, akan lebih baik jika melihat kembali apa yang sudah terjadi dan mencoba mengambil pelajaran.
Individu yang resilien akan berusaha mencari dukungan kepada orang- orang di sekitarnya. Nasution 2011 mengungkapkan dukungan sosial yang
diterima ibu dari keluarga besar, kerabat dan lainnya dapat menjadi hal terpenting yang menolong mereka bertahan dalam menghadapi tekanan besar. Sementara
individu yang kurang resilien merasa sulit berbagi mengenai pengalamannya dengan orang lain. Reiveich Shatte 2002 menyatakan kurangnya dukungan
orang lain lain akan menghambat penyembuhan. Dukungan sosial juga dikaitkan dengan kemampuan yang membantu seseorang ketahanan menghadapi stress.
Lazarus dan Folkman mendefinisikannya dukungan sosial sebagai sumber dari personal dan sosial yang membuat individu mampu melakukan coping.
45
Ada banyak penelitian yang mendukung hubungan dukungan sosial dan resiliensi. Walsh 2006 menyatakan bahwa hasil banyak studi menunjukkan
bahwa individu yang resilien akan lebih sering mencari dukungan sosial dibandingkan individu yang tidak resilien. Adanya hubungan postif dukungan
sosial dan resiliensi memang sudah terbukti. Akan tetapi tidak semua dukungan sosial akan berfungsi positif pasa stressful event.
Berkman dalam Sarafino 2006 menyatakan dukungan sosial tidak selalu mengurangi stress dan bermanfaat bagi kesehatan, apabila kita tidak
menganggapnya sebagai dukungan. Penelitian yang telah dilakukan Lestari 2007 kepada penyintas pasca gempa di Desa Canan, Kecamatan Wedi Kabupaten
Klaten tentang bentuk dukungan sosial dan resiliensi menyimpulkan bahwa ada hubungan yang positif antara dukungan emosional, dukungan penghargaan,
dukungan informasi, dan dukungan jaringan sosial dengan tingkat resiliensi paska gempa di Desa Canan. Sedangkan, dukungan instrumental tidak memiliki
hubungan dengan tingkat resiliensi penyintas gempa sehingga semakin tinggi dukungan instrumental bukan berarti tingkat resiliensi paska gempa di Desa
Canan akan semakin tinggi pula. Sarafino 2006 mengungkapkan hal ini bisa terjadi karena pertolongan
tidak cukup atau kita tidak menginginkan bantuan atau karena terlalu putus asa untuk menyadarinya, saat kita tidak menganggap itu mendukung, itu tidak akan
mengurangi stress kita. Alasan lain kenapa dukungan sosial tidak selalu menolong adalah karena tipe dukungan yang kita terima tidak cocok dengan tekanan yang
kita terima Sarafino, 2006.
46
Carolyn Uctrona dan Dabiel Russel dalam Sarafino 2008 menyatakan bentuk matching support yang disesuaikan dengan kebutuhuan. Dukungan
instrumental adalah beberapa hal yang bernilai untuk stressful event yang bisa dikontrol, kita bisa mencapai tujuan atau menghindari situasi sebelum menjadi
lebih sulit. Dukungan emosional adalah untuk masalah yang tidak bisa dihindari seperti kehilangan orang yang dikasihi, tetapi tipe dukungan bisa dibutuhkan,
contohnya jika masalah yang tidak bisa dihindari seperti kehilangan pekerjaan, dukungan penghargaan dan tangible akan menolong Sarafino, 2008.
Pada ibu tunggal dukungan sosial social support memberi empat fungsi penting Cutrona Russell dalam Sarafino, 2006, yaitu 1 Emotional or esteem
support, menyangkut adanya empati, perhatian, kepedulian, berpandangan positif, dan memberikan dorongan atau semangat terhadap seseorang. Bagi seorang ibu
tunggal dukungan seseorang yang menggantikan peran suami sebagai partner berbagi sangat penting, dengan dukungan emosional ibu tunggal bisa mengusir
kesepian yang dialaminya sehingga ibu mengalami kepercayaan diri dan keberhargaan diri. 2 Tangible or instrumental support, melibatkan bantuan
langsung, misalnya memberi atau meminjamkan uang kepada seseorang. Bantuan langsung berupa material dapat membantu ibu tunggal untuk mengatasi persoalan
finansial yang dialaminya atau penawaran penjagaan anak 3Informational support, meliputi pemberian nasehat, pengarahan, saran atau feedback mengenai
apa yang sedang dilakukan seseorang. Banyak ibu tunggal yang mengalami kesulitan dalam beberapa masalah terutama pengasuhan anak dan pendisiplinan,
adanya bantuan dalam bentuk informational tentang pengasuhan akan membantu
47
ibu dalam perawatan anak. Bantuan informasional juga dibutuhkan oleh ibu tunggal yang tidak memiliki kapasitas dalam bekerja 4 Companionship support,
mengacu kepada dengan keberadaan seseorang untuk menghabiskan waktu bersama orang lain, dengan demikian memberikan perasaan keanggotaan di dalam
kelompok yang berbagi minat dan aktivitas sosial Sarafino, 2006.
E.Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian di atas hipotesis pada penelitian ini adalah ada pengaruh dari tipe-tipe dukungan sosial yaitu esteememotional support,
companionship support, informational support dan instrumental support terhadap resiliensi ibu tunggal.
48
BAB III METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif regresi. Menurut Bordens 2005 dalam studi regresi, ketertarikan utama peneliti
adalah untuk melihat pengaruh variabel satu bebas terhadap variabel tergantungng berkaitan dan bagaimana arah, kekuatan, serta bentuk dari pengaruh tersebut
A. Identifikasi Variabebel Penelitian
Variabel pada penelitian ini adalah: 1.
Variabel independen yang terdiri dari: a.
Esteememotional support b.
Informational support c.
Instrumental support d.
Companionship support 2.
Variabel dependen yaitu : Resiliensi
B. Definisi Operasional
Adapun definisi operasional masing-masing variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Resiliensi
Resiliensi menunjukkan kapasitas individu yang memampukan individu beradaptasi dan mengatasi masa kesukaran atau trauma kehidupan, kemampuan
ini bahkan membuat individu mengalami pencapaian-pencapaian kehidupan. Resiliensi pada partisipan penelitian akan diukur melalui skala Resiliensi Reivich
dan Shatte. Skala ini melihat resiliensi individu berdasarkan 7 faktor yaitu: