wilayah kooti berada di bawah pemerintahan pusat baik secara langsung maupun melalui perwakilan yang disebut dengan komisaris.
Daerah yang mendapat predikat kooti pada saat itu hanya dua yakni Yogyakarta dan Surakarta, wilayah Irian Barat belum bergabung dengan NKRI dan masih menjadi
wilayah sengketa Indonesia dan Belanda. Terdapat beberapa perundingan yang mempengaruhi keberadaan wilayah Irian Barat untuk berintegrasi dengan Indonesia,
antara lain;
5
1. Perjanjian Linggarjati 15 November 1946 sd 25 Maret 1947 a.
Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia
dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatra, Jawa dan Madura. Belanda harus meninggalkan wilayah de facto paling lambat 1 Januari 1949;
b. Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam
membentuk Negara Indonesia Serikat, dengan nama Republik Indonesia Serikat, yang salah satu bagiannya adalah Republik Indonesia; dan
c. Republik Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk
Uni Indonesia - Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya. 2. Perjanjian Renville 8 Desember 1947 sd 17 Januari 1948
a. Belanda hanya mengakui Jawa tengah, Yogyakarta, dan Sumatera sebagai
bagian wilayah Republik Indonesia; b. Disetujuinya sebuah garis demarkasi yang memisahkan wilayah Indonesia
dan daerah pendudukan Belanda; dan c. TNI harus ditarik mundur dari daerah-daerah kantongnya di wilayah
pendudukan di Jawa Barat dan Jawa Timur Indonesia di Yogyakarta. 3. Perjanjian Roem-Roijen 14 April 1949 - 7 Mei 1949
a. Angkatan bersenjata Indonesia akan menghentikan semua aktivitas gerilya; b. Pemerintah Republik Indonesia akan menghadiri Konferensi Meja Bundar;
c. Pemerintah Republik Indonesia dikembalikan ke Yogyakarta; dan d. Angkatan bersenjata Belanda akan menghentikan semua operasi militer dan
membebaskan semua tawanan perang.
5
Tim Wikipedia, http:id.wikipedia.orgwikiSejarah_Indonesia_281945E28093194929 diakses 20 Januari 2014.
4. Konferensi Meja Bundar 23 Agustus 1949 - 2 November 1949 a. Serah terima kedaulatan dari pemerintah kolonial Belanda kepada Republik
Indonesia Serikat, kecuali Papua bagian barat. Indonesia ingin agar semua bekas daerah Hindia Belanda menjadi daerah Indonesia, sedangkan Belanda
ingin menjadikan Papua bagian barat negara terpisah karena perbedaan etnis. Konferensi ditutup tanpa keputusan mengenai hal ini. Karena itu pasal
2 menyebutkan bahwa Papua bagian barat bukan bagian dari serah terima, dan bahwa masalah ini akan diselesaikan dalam waktu satu tahun;
b. Dibentuknya sebuah persekutuan Belanda-Indonesia, dengan monarch Belanda sebagai kepala negara; dan
c. Pengambil alihan hutang Hindia Belanda oleh Republik Indonesia Serikat. Pada tanggal 1 Mei 1963 melalui Penetapan Presiden atau selanjutnya disebut
Penpres Nomor 1 Tahun 1963 untuk Provinsi Papua yang berkedudukan di Jayapura, enam tahun setelahnya melalui Pepera Dibawah pemerintahan Presiden Soeharto Provinsi
Irian Barat berganti nama menjadi Provinsi Irian Jaya dan resmi menjadi provinsi ke-26 di Indonesia. Gejolak sosial, politik, ekonomi dan keamanan hingga pada gerakan
separatis terus bermunculan setelah terintegrasinya Papua dengan NKRI. Mempertahankan tanah Papua adalah perjuangan yang telah lama dilakukan oleh
pejuang bangsa, keyakinan untuk bersatu dan mempersatukan senyatanya telah menjadi cita sejak masa kerajaan sebelum Indonesia terbentuk. Fase penjajahan yang melahirkan
banyaknya cendikiawan dan pemikir bangsa, konsep negara kesatuan juga diyakini sebagai pijakan berjalannya Indonesia. Kebijakan otonomi khusus Papua dalam sistem
ketatanegaraan di Indonesia menjadi kajian dalam penelitian ini untuk menganalisis keberadaan otonomi khusus yang memiliki makna untuk mengurus secara mandiri
daerahnya, dengan merelevansikan dengan konsep negara kesatuan dan kesesuaian pada sistem ketatanegaraan merupakan suatu permasalahan yang akan diurai dalam hal ini.
Negara Indonesia adalah negara yang menganut bentuk negara kesatuan Unitary, namun hal ini akan berbeda ketika UUD 1945 setelah amandeman
memberikan pengaturan terkait pemerintahan daerah terlebih pada otonomi khusus dalan negara Indonesia. Pemberian otonomi ini seringkali dikaitkan pada prinsip negara federal,
dimana pada umumnya dipahami bahwa dalam sistem federal, konsep kekuasaan asli atau kekuasaan sisa residual power berada di daerah atau bagian, sedangkan dalam sistem
negara kesatuan unitary, kekuasaan asli atau kekuasaan sisa itu berada di pusat sehingga terdapat pengalihan kekuasaan pemerintah dari pusat ke daerah padahal dalam
negara kesatuan idealnya semua kebijakan terdapat ditangan pemerintah pusat.
6
Amien Rais
7
mengajukan tiga fundamental yang harus ditegakkan untuk membagun negara federal, yaitu:
1. Keadilan al-‘adalah; 2. As-syuro dalam arti negara harus dibangun dan dikembangkan dengan mekanisme
musyawarah; dan 3. Penegakkan prinsip persamaan almusaawah sebagaimana Islam dan agamaagama
samawi tidak pernah membeda-bedakan manusia berdasarkan perbedaan jenis kelamin sex, warna kulit race, status sosial class suku bangsa dan lain-lain. Begitu pula
dengan prinsip otonomi harus memiliki ketiga aspek itu. Federalisme untuk Indonesia masih relevan namun sudah “kebablasan” yaitu otonomi
yang melebihi federalisme. Karena desentralisasi saat ini memberikan otonomi sampai ketingkat kabupatenkota bukan pada provinsi. Jadi merupakan suatu hal yang kuno
membicarakan federal jika ditempatkan dalam konteks saat ini di Indonesia, karena jika berbicara federal berarti yang mendapatkan otonomi hanya sampai propinsi.
6
Jimly Asshiddiqie, Otonomi Daerah dan Parlemen di Daerah, www.legalitas.org, 2012, makalah disampaikan dalam “Lokakarya tentang Peraturan Daerah dan Budget bagi Anggota DPRD se-Propinsi baru Banten” yang diselenggarakan oleh
Institute for the Advancement of Strategies and Sciences IASS, di Anyer, Banten.
7
La Ode Gantara Izhar Malim, Pemikiran Politik Amien Rais Tentang Federalisme Untuk Indonesia, Universitas Dayanu Ikhsanuddin Bau-Bau, tanpa tahun. Halaman 2.
Indonesia pernah mengalami menganut konsep negara federal pada tahun 1950 saat menggunakan konstitusi Republik Indonesia Serikat atau RIS. Wilayah Indonesia
masih terbatas belum secara berdaulat memilki seluruh wilayah dari Sabang hingga Marouke. Kondisi demikian tetap dijadikan prinsip membagi wilayah Indonesia kedalam
beberapa negara federal yang diatur dalam Konstitusi RIS 1950. Terdapat juga Konstitusi UUD Sementara, UUD 1945 sebelum dan sesudah amandemen.
Konstitusi yang memiliki empat bentuk tersebut memiliki beberapa pengaturan, seperti halnya UUD RIS yang secara tegas mengamanahkan pembagian daerah pada
prinsip negara federal, sedangkan UUDS yang menjadi konstitusi yang mengevaluasi pelaksanaan UUD RIS telah menunjukan kebijakan untuk mengatur pemerintahan daerah
di Indonesia, dan masterpeace dari UUD 1945 seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa memiliki keaslian maksud untuk tetap menghormati daerah atau wilayah kooti.
Setelah amandemen konstitusi tertulis Indonesia semakin tegas tidak hanya berada dalam tataran pemerintahan daerah secara luas, namun juga konsep daerah khusus dan istimewa,
yang menjadi awalan munculnya kesempatan daerah-daerah yang memiliki keistimewaan dan latarbelakang khusus untuk diberikan otonomi yang bersifat lebih besar daripada
otonomi daerah pada umumnya, sehingga dinamakan dengan otonomi khusus.
Pemberian otonomi khusus pada Papua merupakan sebuah kebijakan yang dipersepsikan win-win solution oleh pemerintah, pergerakan saparatis dapat diperlemah
dengan otonomi khusus yang diharapkan akan meningkatkan kesejahteraan rakyat Papua.
8
Kehadiran otonomi khusus pun dikritisi sebagai wujud memperlemah pemerintah pusat, hubungan daerah dan pusat sebatas dalam tataran perimbangan keuangan, latar
belakang politik kebijakan dan kepentingan menjadikan terus bergesekkannya kewenangan pusat dan daerah.
9
Dapat terlihat dari beberapa perkara yang masuk di Mahkamah Konstitusi terkait Sengketa Kewenangan Lembaga Negara atau SKLN antara
KPUD Aceh dan pusat yang didapati sebuah konflik kewenangan, dan permasalahan ini dapat memberikan gambaran pada pelaksanaan otonomi khusus pada Papua. Hal ini
dimaknani sebagai penghambat stabilitas negara dalam memperlancar peningkatan pembangunan.
1.1 Integrasi Papua