Proses bisnis rantai pasok
105 3. Pembagian hasil keuntungan dibagi rata, untuk kasus 3 nelayan dibagi 4
bagian 3 bagian nelayan dan 1 bagian pemilik kapal. Dalam rangka menjaga loyalitas nelayan, beberapa tawe memberikan bonus dan
fasilitasi pinjaman kebutuhan rumah tangganya. Aturan main antara tawe dan perusahaan eksportir juga bersifat informal.
Artinya, tidak memberlakukan sistem PO purchasing order terhadap tawe. Tawe diperbolehkan menjual ikannya ke eksportir manapun sesuai dengan keyakinan
dan kenyamanan tawe terhadap pelayanan pihak perusahaan. Masing-masing perusahaan eksportir bersaing untuk mendapatkan ikan dari tawe baik dari segi
harga maupun pelayanan. Namun ada juga tawe yang memiliki keyakinan keberuntungan dengan salah satu perusahaan tertentu. Pertimbangannya cukup
sederhana, berdasarkan perjalanan usahanya, tawe yang bersangkutan merasa mendapat keberuntungan hasil tangkapan nelayannya banyak ketika melakukan
kerja sama dengan perusahaan tersebut. Dalam hal aturan harga ikan layur, harga ditentukan secara sepihak oleh
pihak eksportir dan di antara eksportir tidak ada kesepakatan secara kolektif. Namun, beberapa perusahaan melakukan kerja sama kesepakatan harga PT. AGB
dan PT Duta maupun kerja sama pemantauan kinerja tawe yang memiliki ikatan kerja sama dengan perusahaan yang bersangkutan. Dalam rangka mengantisipasi
tawe memasok layur ke ekportir lain, pihak eksportir biasanya menerapkan strategi pemberian pinjaman modal kepada tawe. Pinjaman modal dari pihak
perusahaan kepada tawe dilakukan di atas materai dengan klausul utamanya adalah 1 sistem angsuran dilakukan dengan cara memotong setiap hasil
tangkapan Rp 1.000,00kg dari harga standar sampai pinjamannya lunas dan tanpa dibebani bunga, 2 tawe tidak boleh menjual ikannya ke perusahaan lain selama
harganya sama dengan perusahaan lain, 3 jika tawe bisa menunjukkan bukti bahwa harga ikan layur yang dibeli perusahaan lain lebih tinggi maka tawe bisa
menuntutnegosiasi kenaikan harga, 4 jika di kemudian pihak perusahaan mengetahui tawe menjual ikan ke perusahaan lain, perusahaan akan
memberlakukan sanksi berupa peringatan sampai pelunasan sisa hutang segera dan sanksi blacklist sebagai pemasok layur. Aturan besaran pinjaman modal yang
diberikan oleh perusahaan berdasarkan atas kepercayaan dan kinerja tawe dalam
106 memasok ikan kepada perusahaan. Besaran pinjaman setiap tawe bervariasi mulai
dari 5 juta sampai 200 juta. Sebagai contoh, total pinjaman modal dari PT. AGB kepada tawe hingga saat ini telah mecapai 1,5 milyar.
Keuntungan bagi eksportir di dalam jaringan kemitraan ini adalah terjaminnya volume, kualitas, dan kontinuitas pasokan seperti yang diminta pasar,
meskipun persyaratan kontinunitas dan volume pasokan dari tawe bersifat fleksibel karena sangat dipengaruhi oleh musim. Akan tetapi, persyaratan mutu
pasokan ikan harus sesuai dengan standar ekspor. Pada kasus komoditas layur, persyaratan utamanya adalah perut ikan layur tidak boleh pecah kualitas 1 jika
perut layur telah pecah, nilai jualnya menjadi separuh harga. Pada awal bulan Mei 2012, ikan layur dengan ukuran per ekor mencapai 3 ons ke atas harganya sekitar
Rp 25.000,00, dan ukuran 2-3 ons per ekor sekitar Rp 22.000,00 serta ukuran 1- 2 ons per ekor sekitar Rp 17.000,00 dan pecah perut sekitar Rp 11.000,00. Di PPN
Palabuhanratu, harga beli tawe dari nelayan sebesar Rp 15.000,00kg tanpa ada perbedaan kualitas.
Bagi pihak nelayan, keuntungan yang diperoleh dari aturan main kemitraan usaha dengan tawe adalah kepastian harga, jaminan pemasaran dan kemudahan
untuk memperoleh pinjaman dari tawe. Kondisi inilah yang menjadikan ikatan hubungan patront-client antara nelayan dan tawe menjadi sangat kuat dan
mengakar di masyarakat nelayan. Bagi pihak tawe, keuntungan yang diperoleh dari hubungan kemitraan antara tawe dan perusahaan dengan model kemitraan CF
adalah kepastian harga, jaminan pemasaran dan akses permodalan. Pihak perusahaan diuntungkan dengan kontinuitas produk, meskipun pada musim-
musim paceklik perusahaan sering kekurangan pasokan layur dari tawe. Dalam kaitannya dengan aturan main pembayaran, tawe membayar cash hasil tangkapan
begitu ikan sudah didaratkan di PPITPI. Pihak perusahaan eksportir juga membayar ikan yang telah disetor oleh tawe secara cash setelah melalui proses
pensortiran dan penimbangan. Proses akselerasi minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu,
dipengaruhui oleh sejauh mana kelembagaan PPN Palabuhanratu mampu memberikan pelayanan yang memuaskan pelanggan yaitu, pihak nelayan, pemilik
kapal dan industri. Keunggulan kompetitif PPN Palabuhanratu dapat menjadi daya
107 tarik investor baru untuk berinvestasi di kawasan pelabuhan sehingga proses
industrialisasi perikanan di PPN Palabuhanratu yang merupakan zona inti minapolitan perikanan tangkap dapat berkembang optimal. Oleh karena itu,
pengembangan kawasan PPN Pelabuhanratu yang berdaya saing tinggi menjadi faktor penting dalam menumbuhkembangkan industrialisasi perikanan. Upaya
tersebut akan lebih optimal jika terjadi intergrasi antar kelembagaan yang harmonis melalui model kemitraan bismis maupun model kemitraan kelembagaan
minapolitan yang melibatkan industri inti, industri pemasok dan lembaga pendukung. Integrasi antar kelebagaan tersebut pada akhirnya akan menumbuhkan
klaster industri perikanan tangkap di Palabuhanratu yang berdaya saing tinggi. Lubis 2012 juga menjelaskan bahwa untuk mengembangkan pelabuhan
perikanan dalam mendukung minapolitan, perlu adanya kerja sama dengan beberapa kelembagaan terkait, misalnya dengan Pemerintah Daerah dan
Kementerian Pekerjaan Umum untuk mendukung sarana dan prasarana transportasi juga instansi yang terkait dengan kebutuhan modal, air dan listrik.
Keterpaduan dan keterkaitan beberapa kelembagaan lain dalam mendukung minapolitan adalah Kementerian Keuangan, Kementerian Industri, Kementerian
Perdagangan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Kehutanan, Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral, Kementerian Sosial, Kementerian Pertanian,
Kementerian Badan Usaha Milik Negara, Tentara Nasional Indonesia, POLRI, Badan Pertanahan Negara, Badan Koordinasi Penanaman Modal, Kementerian
Lingkungan Hidup, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Perumahan Rakyat, Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal, Kementerian Kesehatan serta
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil. Secara spesifik, integrasi kelembagaan minapolitan dapat dilakukan dalam
bentuk partisipasi yang serasi dan saling membutuhkan antara pemerintah, pelaku bisnisswasta, dan intelektual. Etzkowits 2010 diacu dalam Riadi 2012
menjelaskan bahwa intelektual, pelaku bisnis dan pemerintah memainkan peran yang sama dan membentuk triple-helix guna merangsang inovasi ekonomi
berbasis pengetahuan. Intelektual berperan untuk mengembangkan kreatifitas, skill
dan talent pada sumber daya manusia. Pelaku bisnis berperan dalan transformasi teknologi, skill dan talent ke dalam peningkatan daya saing industri.
108 Pemerintah berperan dalam program fasilitasi, iklim usaha, insentif dan driven
pada pertumbuhan dan pengembangan minapolitan. Peran pemerintah Tabel 7 dan swasta Tabel 8 dalam pengembangan minapolitan perikanan tangkap yang
berbasis industrialisasi perikanan klaster industri perikanan tangkap dapat dijabarkan secara detail berdasarkan faktor utama dalam model Berlian Porter,
yaitu 1 kondisi input, 2 strategi, struktur dan persaingan industri, 3 kondisi permintaan, dan 4 industri pendukung dan terkait.
Tabel 7 Peran pemerintah dalam pembangunan klaster industri perikanan yang diadopsi dari model Berlian Porter
Faktor utama Uraian peran
1. Kondisi input input condition
1 Menciptakan spesialisasi melalui program pendidikan dan pelatihan 2 Menfasilitasi universitas yang berbasis riset untuk pengembangan
klaster industri perikanan dalam sistem minapolitan perikanan tangkap
3 Penyediaan dan kompilasi informasi bagi klaster industri perikanan 4 Memperbaiki infrastruktur transportasi, komunikasi dan lainnya yang
dibutuhkan klaster industri perikanan maupun minapolitan perikanan tangkap
2. Strategi, struktur dan persaingan
industri 1 Menghilangkan penghalang bagi kompetisi
2 Fokus untuk menarik investasi 3 Fokus dalam mempromosikan bisnis plan minapolitan
4 Mengorganisasikan lembaga pemerintah terkait 3. Kondisi
permintaan 1 Menciptakan peraturan yang pro inovasi sehingga berpengaruh pada
klaster industri perikanan untuk mengurangi ketidakpastian peraturan, merangsang adopsi, dan mendorong inovasi produk atau
proses baru
2 Mensponsori uji produk, sertifikasi produk dan evaluasi layanan untuk produk dan jasa dalam klaster industri perikanan
4. Industri pendukung dan
terkait 1 Mensponsori berbagai Forum Lintas Pelaku untuk menyatukan
berbagai pihak 2 Usaha untuk menarik supplier dan penyedia jasa bagi klaster industri
perikanan dari wilayah lain 3 Membangun klaster perikanan yang berorientasi pada kawasan
industri atau kawasan supplier
109 Tabel 8 Peran swasta dalam pembangunan klaster industri perikanan yang
diadopsi dari model Berlian Porter
Faktor utama Uraian peran
1. Kondisi input input condition
1 Ikut mengembangkan kurikulum sekolah kejuruan, akademi maupun universitas
2 Mensponsori proyek riset di perguruan tinggi 3 Mengumpulkan informasi klaster melalui asosiasi
4 Menjaga hubungan dekat dengan penyedia infrastruktur untuk memenuhi kebutuhan klaster industri perikanan
5 Mengembangkan pelatihan bagi manager dalam hal peraturan, kualitas dan isu-isu manajerial
2. Strategi, struktur dan persaingan perusahaan
1 Kerja sama dengan pemerintah untuk mempromosikan ekspor 2 Membuat direktori para pelaku dalam klaster
3 Ikut serta dalam berbagai pameran perdagangan 3. Kondisi permintaan
1 Kerja sama dengan pemerintah untuk menyusun regulasi yang mendorong inovasi
2 Melakukan pengujian produk-produk lokal dan memperbaiki standar organisasi
4. Industri pendukung dan terkait
1 Mendirikan asosiasi berbasis klaster 2 Mendorong supplier lokal dan menarik investor secara
perorangan maupun kolektif
Berdasarkan integrasi antara peran pemerintah, pelaku bisnis dan akademisi maka kesuksesan kemitraan kelembagaan minapolitan di Palabuhanratu dapat
mengadopsi kesuksesan agroindustri ADB 2010 diacu dalam Riadi 2012, yaitu 1 riset yang kuat di sektor kelautan dan perikanan serta dukungan teknologi
untuk minapolitan, 2 mendorong investasi oleh sektor swasta, 3 dukungan dan fasilitasi terhadap pengembangan minapolitan, 4 peningkatan kemitraan, 5
pengembangan institusi minapolitan, dan 6 kebijakan pemerintah yang kondusif. Pengembangan kelembagaan minapolitan di Palabuhanratu di masa
mendatang mengadopsi model kelembagaan ekonomi petani yang dikembangkan oleh Hermanto 2007. Pembentukan kelembagaan tersebut menekankan pada
pendekatan bottom up yaitu pendekatan yang harus dimulai dari petani dan penentuan kelembagaannya disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi
lingkungannya. Model tersebut diadopsi ke dalam model kelembagaan minapolitan karena memiliki elemen-elemen penting yang menjadi kunci sukses
pengembangan agroindustri ADB 2010 diacu dalam Riadi 2012, namun dalam implementasinya disesuaikan dengan karakteristik masyarakat nelayan setempat..
110 Pada model kelembagaan minapolitan ke depan Gambar 32, merupakan
framework dari beberapa bentuk kelembagaan yang dikembangkan dengan dual
track strategy yaitu keseimbangan antara strategi top down dan bottom up.
Pengembangan model kelembagaan minapolitan mencerminkan integrasi dan sinergi dari beberapa kelembagaan yaitu 1 Pokja Minapolitan, 2 lembaga bisnis
eksportir, koperasi, BUND, dan BUMN, 3 lembaga pendidikan dan penelitian, 4 Business Development Center, 5 kelompok nelayan, 6 kelembagaan
kemitraan minapolitan, serta 7 kelembagaan keuangan. Fungsi dan peran masing- masing kelembagaan tersebut harus menyatu dan saling terkait satu sama lain
dalam kerangka sistem dan usaha agribisnis perikanan yang terintegrasi dalam sistem minapolitan perikanan di Palabuhanratu.
.
Gambar 32 Rancangan model pengembangan kelembagaan minapolitan di Palabuhanratu.
Kelembagaan Pokja Minapolitan sebagai representatif dari pihak pemerintah harus
dapat merumuskan
kebijakan-kebijakan yang
kondusif untuk
Koperasi, BUMN, BUMD dan Eksportir
Lembaga Pendidikan dan Penelitian
Kelembagaan Pokja Minapolitan
Sistem Minapolitan Palabuhanratu
Agribisnis Industrialisasi Perikanan
Kelembagaan Keuangan
Kelembagaan Kelompok Nelayan
Kelembagaan Kemitraan Minapolitan
Business Development Center
Keterangan: = keterkaitan langsung yang sangat kuat dalam pengembangan antar kelembagaan
= keterkaitan timbal balik dalam pengembangan antar kelembagaan Sumber: diadopsi dari Hermanto 2007
111 pengembangan minapolitan, mendorong tumbuhnya investasi dari sektor swasta,
memfasilitasi sarana dan prasarana kebutuhan pengembangan minapolitan, serta meningkatkan kemitraan antar kelembagaan, dan peningkatan kapasitas
kelembagaan yang terkait langsung dengan minapolitan perikanan tangkap di Palabuhanratu seperti pengelola pelabuhan perikanan, Dinas Perikanan dan
Kelautan, kelompok nelayan, Business Development Center, serta kelembagaan kemitraan minapolitan.
Business Development
Center lebih ditunjukkan kepada fungsi
pemberdayaan masyarakat dan memberi ruang gerak dalam menghadapi tantangan globalisasi serta menumbuhkan dan meningkatkan kapasitas nelayan
dalam mengahadapi persoalan pengembangan bisnis di bidang kelautan dan perikanan. Peningkatan dan kinerja Business Development Center ini juga perlu
dirancang dalam rangka meningkatkan daya sosial yang tinggi terhadap inovasi teknologi dan pengelolaan usaha perikanan dan kelautan. Business Development
Center akan lebih optimal ketika mendapat dukungan dari akademisi lembaga
pendidikan dan penelitian melalui hasil-hasil riset kuat dan fokus dalam upaya untuk menjawab permasalahan pokok dari sistem minapolitan tersebut.
Fungsi dan peran kelembagaan kelompok nelayan selain untuk mengatasi permasalahan usaha nelayan juga untuk meningkatkan posisi tawar nelayan
khususnya dalam proses penentuan harga jual ikan. Peningkatan posisi tawar nelayan dapat dilakukan melalui upaya peningkatan kapasitas kelembagaan
kelompok nelayan kelembagaan kelompok nelayan ABK dan kelompok pemilik kapal. Kapasitas kelembagaan nelayan ABK yang optimal dapat menjadi daya
dorong untuk bernegosiasi tentang penentuan harga jual ikan dan sistem bagi hasil usaha dengan pemilik kapal. Kondisi ini diharapkan dapat menekan praktik bisnis
monopoli dan mendorong terciptanya fair trade. Terciptanya perdagangan yang adil fair trade dan sistem bagi hasil yang saling menguntungkan win-win
partnerships akan berdampak pada peningkatan pendapatan nelayan ABK.
Kapasitas kelembagaan kelompok pemilik kapal yang optimal juga sangat efektif untuk menekan praktek bisnis monopoli harga dari pihak perusahaan.
Kelembagaan kemitraan minapolitan dikembangkan untuk membantu mengoptimalkan sistem pemasaran yang adil fair trade. Artinya, kelembagaan