Fluktuasi harga ikan tuna dan layur

73 mendekati 0 dan nilai b 3 jauh lebih besar dari 1. Rendahnya nilai b 1 tersebut menunjukkan bahwa harga layur di PPN Palabuhanratu pada waktu sekarang memiliki kecenderungan tidak dipengaruhi harga layur pada waktu sebelumnya. Dengan kata lain, harga layur di PPN Palabuhanratu pada waktu sekarang cenderung lebih dipengaruhi oleh lag harga layur di CFR Cina. Fenomena nilai IMC mendekati nol Clenia 2009; Musmedi 2011; Anjardiani et al. 2011 mengindikasikan bahwa kedua pasar secara relatif lebih terintegrasi dalam jangka panjang. Berdasarkan tingkat integrasinya, jika nilai IMC mendekati nol maka kedua pasar memiliki tingkat integrasi pasar lebih tinggi Mohamed dan Arsyad 1996; Oladapo dan Momoh 2007. Zain 2007 menyebutnya dengan istilah tingkat integrasi semakin tinggi dalam jangka panjang sedangkan Kalsum 2009 memberikan istilah pasar terintegrasi sempurna. Pada pasar tingkat lokal, harga ikan layur di PPN Palabuhanratu sebagai pasar acuan bagi TPI-TPI yang ada disekitarnya. Tabel 5 menunjukkan bahwa sebagian besar TPI-TPI di sekitarnya kecuali TPI Ujung Genteng terintegrasi dalam jangka panjang maupun jangka pendek dengan PPN Palabuhanratu. Pasar ikan layur di TPI Ujung Genteng hanya terintegrasi dalam jangka pendek dengan PPN Palabuhanratu. Fenomena ini diduga ada kaitannya dengan kesepakatan informal antar pedagang pengumpul di tiap-tiap TPI yaitu kenaikan harga layur di tingkat nelayan harus disepakati oleh pedagang pengumpul setempat. Selain itu, informasi harga jual pedagang pengumpul ke pihak perusahaan eksportir tidak secara transparan diinformasikan kepada nelayan. Meskipun lambat laun informasi harga beli perusahaan eksportir sampai kepada nelayan, namun adanya ikatan patront-clinet yang kuat antara nelayan dan pemilik kapal pedagang pengumpul menyebabkan nelayan hanya menerima harga yang telah ditetapkan oleh pedagang pengumpul. Jarak antara TPI Ujung Genteng dan PPN Palabuhanratu yang cukup jauh dan jalur transportasi darat kurang mendukung dijadikan faktor resiko bisnis bagi pedangang pengumpul sehingga ketika harga ikan di PPN Palabuhanratu naik tidak segera direspon pedagang pengumpul dengan menaikkan harga beli ikan layur dari nelayan. Menurut Laping 1997 integrasi pasar jangka pendek menunjukkan bahwa perubahan harga di satu pasar di beberapa periode akan segera mempengaruhi 74 perubahan harga di pasar lain pada periode berikutnya. Kondisi ini juga mencerminkan kepekaan penyebaran harga produk antara pasar. Integrasi jangka pendek derajat tinggi hanya dapat terjadi jika infrastruktur transportasi, fasilitas pasar desa yang paling mendasar, sistem informasi harga dan pasar yang transparan sudah terbangun dengan baik. Kasimin 2009 menegaskan, selama faktor-faktor ini belum terbangun dan tersedia maka sulit mewujudkan perubahan harga di pasar acuan dapat segera direspon oleh pasar lokal. Secara umum kondisi infrastruktur transportasi dari masing-masing TPI menuju PPN Palabuhanratu cukup baik meskipun belum dalam kondisi optimal. Kondisi infrastruktur transportasi tersebut masih dapat menjadi daya tarik bagi pedangan pengumpul tawe di daerah lain untuk menjual layur ke PPN Palabuhanratu. Faktor lain yang menjadi daya tarik adalah harga jual layur di PPN Palabuhanratu lebih tinggi dan masih menguntungkan secara bisnis. Lubis dan Sumiati 2011 menjelaskan bahwa banyaknya ikan yang masuk melalui jalur darat ke PPN Palabuhanratu terkait akses yang relatif mudah sehingga biaya yang dikeluarkan untuk mendatangkan ikan relatif kecil selain mutu ikan rata-rata masih segar karena waktu distribusinya relatif tidak terlalu lama. Selain intrastruktur transportasi, jaringan telekomunikasi di kawasan teluk Palabuhanratu juga cukup baik sehingga informasi harga layur dari para eksportir di PPN Palabuhanratu dapat diakses oleh para tawe. Proses pelelangan ikan yang sebagian besar tidak berjalan di masing-masing TPI tidak menjadi fakor penting pembentukan harga layur karena adanya kebijakan khusus bahwa setiap ikan komoditas ekspor tuna dan layur tidak melalui proses lelang di TPI. Harga layur di setiap TPI ditentukan oleh kesepakatan antar tawe setempat, artinya sistem transaksi jual beli layur cenderung bersifat monopoli. Kecenderungan praktek monopoli pada perdagangan layur di Kawasan Teluk Palabuhanratu perlu diantisipasi oleh pemerintah setempat. Pada dasarnya, kondisi ini dapat diantisipasi ketika peran penting PPN Palabuhanratu dapat dijalankan secara optimal. Lamatta 2011 menjelaskan bahwa, dalam kaitannya dengan fungsi pelabuhan sebagai pusat pasar ikan klaster perikanan maka PPN Palabuhanratu harus mampu menyediakan TPI yang cukup luas dan lembaga keuangan sebagai penyedia uang 75 tunai dan transfer. Selain itu, dalam mempercepat transaksi pemasaran ikan, PPN Palabuhanratu seharusnya dapat menciptakan sistem pemasaran yang efektif. Lubis 2012 juga menjelaskan bahwa pelabuhan perikanan berfungsi sebagai tempat untuk menciptakan mekanisme pasar yang menguntungkan, baik bagi nelayan maupun pedagang. Dengan demikian sistem pemasaran dari TPI ke konsumen harus diorganisir dengan baik dan teratur. Pelelangan ikan adalah kegiatan awal dari sistem pemasaran ikan di pelabuhan perikanan untuk mendapatkan harga yang layak, khususnya bagi nelayan. Dalam kaitannya dengan integrasi pasar, peran dan fungsi pelabuhan merupakan faktor penting yang mempengaruhi derajat integrasi pasar layur di Kawasan Teluk Palabuhanratu. Selain itu, optimalisasi fungsi pelelangan ikan dapat menjadi salah satu solusi mengantisipasi praktek monopoli harga layur. Kebijakan proses transaksi ikan ekspor tuna dan layur tidak melalui proses pelelangan perlu dikaji ulang tingkat efektif dan efisiensinya. Apakah kebijakan tersebut benar-benar mendukung mekanisme pasar yang adil fair trade dan menguntungkan nelayan maupun pedagang. Ketika pilihan kebijakan tersebut tetap dipertahankan maka harus ada suatu mekanisme tertentu untuk mengevaluasi tingkat kelayakan harga layur di tingkat nelayan dan pedagang pengumpul. Berdasarkan hasil evaluasi tersebut, pemerintah dapat menentukan harga layur minimal di tingkat nelayan dan pedagang pengumpul yang harus dipatuhi oleh kedua belah pihak. Berdasarkan Tabel 5 juga dapat dilihat perbandingan tingkat integrasi pasar ikan pada berbagai pasar yang dikaji. Dalam jangka pendek, pasar ekspor bigeye tuna di TCWM lebih terintegrasi dibandingkan dengan pasar ekspor layur di CFR Cina. Mengacu pendapat Laping 1997, faktor penyebabnya adalah perbedaan sistem informasi harga dan transparansi pasar. Sistem informasi harga dan transparansi harga ikan layur di negara tujuan ekspor Korea dan Cina masih tertutup bagi kalangan publik. Akses informasi pasar layur di Cina dan Korea tidak tersedia di layanan internet. Infofish trade news adalah salah satu buletin yang menyediakan informasi harga ikan ekspor termasuk layur di berbagai negara. Buletin tersebut bisa diperoleh dengan biaya yang tinggi. Meskipun KKP telah menerbitkan buletin wartapasarikan dimana informasi harga pasar ekspor 76 bersumber dari Infofish Trade News tetapi harga ekspor layur tidak secara konsisten dicantumkan dalam setiap penerbitannya. Jika dilihat dari aspek SDM, pedagang layur tidak memahami teknologi informasi sehingga kalaupun tersedia akses sistem informasi pasar, mereka tidak bisa memanfaatkan informasi tersebut dengan baik. Harga jual layur dari pedagang pengumpul ke perusahaan eksportir cenderung bersifat monopoli seperti halnya terjadi pada harga jual layur dari nelayan ke pedangan pengumpul. Fakta ini sangat berbeda dengan pasar tuna di Jepang dimana informasi harga pasar relatif terbuka dan dapat diakses oleh publik. Tingkat monopoli harga dari perusahaan eksportir tuna tidak sekuat di perusahaan eksportir layur, terlihat adanya perusahaanagen yang bersedia memberikan jasa ekspor kepada pemilik kapal tuna. Perusahaan tersebut bertindak sebagai mitra ekspor dimana seluruh pembiayaan ekspor tuna ditanggung pemilik kapal dan perusahaan menerima jasa dari hasil penjualan tuna di negara tujuan. Besaran jasa fee perusahaan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. Dalam integrasi pasar jangka panjang, Tabel 5 menunjukkan bahwa pasar layur di TPI Minajaya dan TPI Cisolok secara relatif lebih terintegrasi dalam jangka panjang dengan PPN Palabuhanratu dibandingkan dengan TPI yang lain karena nilai IMC nol. Nilai IMC nol akibat dari nilai b 1 pada kedua model tersebut bernilai nol. Semakin tinggi derajat integrasi pasar menunjukkan bahwa kondisi di pasar acuan merupakan faktor utama yang mempengaruhi terbentuknya harga di pasar lokal. Perubahan harga di pasar acuan ditransformasikan ke pasar lokal dan mempengaruhi pembentukan harga di pasar lokal tersebut. Integrasi pasar jangka panjang merefleksikan kondisi terintegrasinya suatu pasar dalam jangka waktu yang cukup lama sehingga jika ada sedikit guncangan harga di pasar acuan akan segera berpengaruh terhadap kondisi harga di pasar lokal. Pada kasus pasar layur di kawasan Teluk Palabuhanratu tingkat pasar lokal, jarak yang relatif dekat dan kondisi jalan yang cukup baik antara PPN Palabuhanratu pasar acuan dan TPI-TPI lainnya mengakibatkan informasi pasar di PPN Palabuhanratu dapat langsung diakses oleh pembeli tawe yang berdomisili di masing-masing TPI. Kondisi ini sejalan dengan pendapat Kasimin 2009 bahwa integrasi harga pasar yang relatif tinggi dapat terjadi karena sarana transportasi yang sudah baik di tingkat kabupaten dan provinsi, kemudahan dan 77 kelancaran komunikasi di antara mereka, dan akses yang lebih baik terhadap pasar alternatif sebagai pembanding harga. Pasar yang efisien akan memiliki integrasi harga yang baik. Jaminan aliran informasi yang baik antar pasar yang terpisah akan memudahkan terjadinya integrasi antar pasar tersebut. Adanya integrasi pasar juga menunjukkan transmisi harga yang baik antara pelaku. Kondisi ini dapat terjadi karena kedekatan hubungan dan pola komunikasi yang baik antar pelaku. Komunikasi yang baik antar pelaku menunjukkan adanya kerja sama dan kepuasan di antara mereka dan sebaliknya Oladapo dan Momoh 2007. Fakta di lapangan juga menunjukkan bahwa antara nelayan, pemilik kapal pengumpul, dan eksportir di Palabuhanratu telah terjadi kerja sama yang cukup baik. Kerja sama antara nelayan dan pemilik kapal telah menjadi ikatan patront-client yang sudah mengakar di masyarakat, hal yang sama juga terjadi antara pemilik kapal dengan pihak eksportir. Hubungan dan komunikasi antara pemilik kapal dan eksportir telah diwujudkan dalam bentuk kemitraan seperti perjanjian pinjaman modal, mitra beli, dan mitra ekspor. Meskipun demikian, perlu dikaji tentang tingkat kepuasan antar pihak yang bermitra. Idealnya, kerja sama yang terbangun harus berdasarkan pada prinsip win-win partnership . Artinya, tingkat kepuasan dirasakan mulai dari tingkat nelayan, pedagang pengumpul pemilik kapal dan perusahaan eksportir. Pada ikan komoditas ekspor, nilai IMC layur 0,001 lebih mendekati nilai nol dibanding nilai IMC bigeye tuna segar 0,668. Artinya, integrasi pasar layur antara PPN Palabuhanratu dan CFR Cina secara relatif lebih terintegrasi dalam jangka panjang jika dibandingkan dengan integrasi antara pasar bigeye tuna segar di PPN Palabuhanratu dan Tokyo Central Wholesale Market. Kondisi ini terjadi karena lag harga layur di CFR Cina sangat dominan mempengaruhi mempengaruhi pembentukan harga layur di PPN Palabuhanratu koefisien b 3 jauh lebih tinggi dari b 1 . Oladapo dan Momoh 2007 menjelaskan bahwa tingginya tingkat integrasi pasar sangat terkait dengan tingginya permintaan. Menurut Kasimin 2009 peningkatan integrasi harga dapat dilakukan melalui: 1 perbaikan sistem pembayaran yang lebih menyenangkan bagi kedua belah pihak, 2 transparansi pembentukan harga jual, 3 perbaikan manajemen pemasaran dan 4 perbaikan fungsi pasar. Jika dilihat dari aspek sistem pembayaran, sistem 78 pembayaran komoditas ekspor layur di PPN Palabuhanratu lebih menguntungkan pihak pedagang pengumpul jika dibandingkan dengan sistem pembayaran tuna. Proses transaksi pembayaran antara pemilik kapal tonda dan perusahaan eksportir di PPN Palabuhanratu membutuhkan waktu sekitar 3 hari setelah bongkar muat hasil tangkapan. Sebaliknya, proses transaksi pembayaran antara pemilik kapal layur dan perusahaan eksportir layur hanya membutuhkan waktu maksimal 1 hari dibayar tunai setelah proses administrasi selesai. Namun pada model integrasi pasar layur antara PPN Palabuhanratu dan CFR Cina memiliki nilai koefisien determinan relatif kecil 0,256, artinya masih ada 74,6 faktor lain yang tidak masuk dalam model yang kemungkinan dapat mempengaruhi nilai IMC. Faktor variasi harga pada pasar ekspor layur bukan merupakan faktor utama yang membentuk proses integrasi pasar. Faktor di luar variasi harga di kedua pasar tersebut lebih dominan dalam proses pembentukan integrasi pasar seperti, musim, sistem transaksi, transparansi harga, efisiensi pasar dan manajemen pemasaran. Faktor-faktor yang mempengarui pasar-pasar dapat terintegrasi atau tidak dijelaskan Anindita 2004 sebagai berikut: 1 infrastruktur pasar, meliputi: transportasi, komunikasi, kredit dan fasilitas penyimpanan yang ada di pasar; 2 kebijakan pemerintah yang mempengaruhi sistem pemasaran, misalnya pengetatan perdagangan, regulasi-regulasi kredit dan regulasi-regulasi transportasi; 3 ketidakseimbangan produksi antar daerah sehingga terdapat pasar surplus hanya mengekspor ke pasar lain dan pasar defisit hanya mengimpor dari pasar lain; 4 supply shock seperti banjir, kekeringan, penyakit akan mempengaruhi kelangkaan produksi yang terlokalisasi sedangkan hal-hal tak terduga lain seperti aksi mogok akan mempersulit transfer komoditi. Menurut Heytens 1986 diacu Adiyoga et al. 2006, keberadaan integrasi pasar merupakan salah satu indikator penting efisiensi sistem pemasaran. Pengukuran integrasi pasar dapat memberikan informasi penting menyangkut cara kerja pasar yang dapat berguna untuk 1 memperbaiki kebijakan liberalisasi pasar, 2 memantau pergerakan harga, 3 melakukan peramalan harga dan 4