48 Berdasarkan grafik diatas terlihat bahwa selama proses pengeringan berlangsung cenderung
kelembaban mutlak pada lingkungan relatif lebih rendah dibandingkan dengan kelembaban pada tumpukan jagung lapisan atas. Namun terjadi fluktuasi pembasahan dan pengeringan pada saat udara
tidak dialirkan. Hal tersebut dikarena kelembaban mutlak pada lingkungan lebih tinggi dibandingkan kelembaban mutlak pada tumpukan jagung lapisan atas.
4.4.2 Hubungan Kadar Air Kesetimbangan Terhadap Putaran Kipas
Berdasarkan nilai yang didapat dari sensor suhu dan RH pada saat proses pengeringan, dengan menggunakan keluaran sensor yang diolah kedalam persamaan EMC Henderson Thompson, 1967
untuk memperoleh nilai yang mendekati kadar air kesetimbangan Me, baik pada lingkungan, lalu tumpukan pada lapisan bawah dan tumpukan pada lapisan atas jagung pipilan yang dikeringkan. Dari
hasil tersebut nilai M dijadikan perbandingan untuk penentuan tingkat kecepatan putar kipas strategi pengendalian kipas seperti yang telah dijelaskan pada bagian desain rancangan sistem kendali.
Gambar 38 memperlihatkan fluktuasi nilai kadar air kesetimbangan terhadap waktu dan terhadap kecepatan putar kipas yang dihitung dengan menggunakan persamaan EMC Henderson. Pada grafik
kipas berputar pada saat kadar air kesetimbangan lingkungan lebih rendah dibandingkan M di tumpukan, adapun terjadi beberapa perubahan tingkatan kecepatan yaitu pada saat perubahan kadar air
kesetimbangan M lingkungan berada diantara M tumpukan lapisan bawah dan atas.
Gambar 38. Hubungan antara kadar air kesetimbangan terhadap waktu dan putaran kipas selama proses pengeringan dengan sistem kendali
Berdasarkan grafik pada Gambar 38 terlihat bahwa bahwa kadar air kesetimbangan berubah dengan bertambahnya waktu. Pada awal proses pengeringan terlihat M lingkungan lebih rendah
dibandingkan dengan M pada tumpukan lapisan bawah maupun lapisan atas jagung. Pada kondisi tersebut terlihat bahwa kipas menyala maksimal. Sedangkan pada saat M lingkungan terlihat sama
dengan kadar air kesetimbangan tumpukan lapisan bawah, pada kondisi tersebut kipas berputar berubah
– ubah menyesuaikan terhadap M yang terbaca pada sensor yaitu pada rasio kecepatan 1, 2, 3, 0.0
0.2 0.4
0.6 0.8
1.0 1.2
1.4 1.6
1.8 2.0
2.2 2.4
2.6 2.8
3.0 3.2
3.4 3.6
3.8 4.0
0.00 5.00
10.00 15.00
20.00 25.00
30.00
10 20
30 40
50 60
70 80
tingkat K
e ce
p atan
p u
atar an
K ip
as
K ad
ar air
Keset im
b an
g an
M b
.k
Waktu Pengeringan Jam
M lingkungan M Tumpukan Bawah
M Tumpukan Atas Putaran Kipas
49 4. Hal tersebut terjadi karena terkadang M lingkungan lebih rendah dibandingkan dengan M tumpukan
pada lapisan atas tetapi lebih tinggi dari M tumpukan pada lapisan bawah. Namun pada saat M lingkungan lebih tinggi dibandingkan dengan M pada tumpukan lapisan bawah dan lapisan atas
jagung yang dikeringkan. Adapun penurunan kecepatan maksimum pada kipas sesuai dengan kadar air yang terukur. Pada kondisi ini lebih cenderung tidak menyala. Hal ini membuktikan bahwa strategi
pengendalian telah bekerja sesuai dengan yang diharapkan. Laju aliran udara merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi lamanya proses
pengeringan. Semakin cepat laju aliran udara maka proses pengeringan akan lebih cepat dan sebaliknya. Pada pengujian dengan menggunakan sistem kendali ini, titik pengukuran kecepatan angin
pada lubang setelah melewati tumpukan jagung paling atas. Dari data tersebut didapatkan debit terbesar pada proses pengeringan adalah 0.0375 m
3
s.
4.4.3 Perubahan Kadar Air