Topografi Keadaan Ekosistem Root to Shoot Ratio Biomassa dan Massa Karbon Pohon Jati (Tectona grandis L. f.) di KPH Balapulang, Perum Perhutani Unit I, Jawa Tengah.

bergumpal dan sebagian besar berjenis latosol dengan ciri: pH 4,5 –6,5 kandungan bahan organik banyak ditemukan pada top soil sebanyak 3 –10 , kejenuhan basa 20 –65 , daya absorbsi sedang 15–25 cmdetik, permeabilitas tinggi dan kepekaan terhadap erosi rendah KPH Balapulang 2011a.

4.4 Topografi

Kawasan KPH Balapulang bertopografi datar sampai berbukit-bukit dan sebagian kecil bertopografi curam. Sedangkan untuk bentuk lapangan yang datar miring dan berombak terdapat pada BKPH Margasari, Linggapada, dan sebagian Larangan, Kawasan perbukitan hanya terdapat dalam kawasan tertentu saja, yaitu kawasan hutan Pengarasan dan sebagian Larangan yang menyambung ke Bagian Hutan Banjarharjo. 4.5 Hidrologi Kawasan KPH Balapulang termasuk dalam wilayah Daerah Aliran Sungai DAS yang membentang dari BH Larangan dan BH Banjarharjo. Pembagian DAS dan Sub DAS tersebut menjadikan suatu kesatuan pengelolaan hidrologi baik yang secara langsung maupun tidak langsung melibatkan peran Perum Perhutani mengingat bahwa pengelolaan hutan berdasarkan DAS.

4.6 Keadaan Ekosistem

Ketinggian kawasan hutan KPH Balapulang berada pada sebaran 60-100 mdpl, dengan curah hujan 1500-2000 mmtahun, termasuk iklim C yaitu hutan musim dengan perbedaan musim yang cukup jelas antara musim hujan dan musim kemarau Schmidt Ferguson 1951 dalam KPH Balapulang 2011b. Hutan tanaman Jati di KPH Balapulang diperkaya jenisnya dengan jenis Rimba yang bertujuan untuk produksi dan perlindungan kawasan, serta jenis tanaman sela antara lain jenis Kemlandingan Leucaena glauca dan Rumput vertiver. Hutan Jati KPH Balapulang merupakan hutan tanaman dengan sebaran umur tegakan di bawah sepuluh tahun hingga 60 tahun. Selain Jati terdapat tanaman Rimba antara lain Mahoni Swietenia macrophylla, Kepuh Sterculia foetida, Salam Syzygium polyantha, Sono Dalbergia latifolia, Secang Caesalpinia bonducella, Kesambi Schleichera oleosa, Johar Casia seamea dan Pilang. Ekosistem hutan Jati menjadi komplek karena harus menyelaraskan dengan kepentingan masyarakat sekitar hutan yang populasinya relatif sangat tinggi sebagai lahan untuk bercocok tanaman sehingga sejak lama sudah dikenal sistem Tumpangsari dengan palawija, padi huma.

4.7 Sosial Ekonomi dan Budaya

Dokumen yang terkait

Perbandingan Efisiensi Metode Pohon Contoh (Tree Sampling) dan Metode Konvensional dalam Pendugaan Potensi Tegakan Jati (Tectona grandis L.F.) Di KPH Mantingan Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah

0 8 59

Kajian kelestarian produksi hasil hutan kayu jati (Tectona grandis L.f) KPH Jatirogo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur

1 15 55

Kajian Kelestarian Produksi Kayu Jati (Tectona grandis Linn.f) KPH Cepu Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah

0 7 68

Analisis kebijakan penebangan rata tanah untuk pohon jati (Tectona grandis Linn f.) di KPH Nganjuk Perum Perhutani Unit II Jawa Timur

0 18 149

Penyusunan tabel volume sortimen jati (Tectona grandis, L.f.) di kph Pemalang perum perhutani unit I Jawa Tengah

4 35 49

Penyusunan tabel volume lokal pohon dan sortimen jati (Tectona grandis L.f ) di KPH Bojonegoro Perum Perhutani Unit II Jawa Timur

2 14 117

Model persamaan alometrik massa karbon akar dan root to shoot ratio biomassa dan massa karbon pohon Mangium (Acacia mangium Wild): studi kasus di BKPH Parung Panjang, KPH Bogor, Perum Perhutani unit III, Jawa Barat dan Banten

2 7 96

Persamaan Alometrik Biomassa dan Massa Karbon Akar Pohon Jati (Tectona grandis Linn f.) di KPH Balapulang, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah

0 4 107

Persamaan Alometrik Biomassa dan Massa Karbon Pohon Jati (Tectona grandis Linn. f.) (KPH Balapulang, Perum Perhutani Unit I, Jawa Tengah).

0 8 102

Pendugaan Nilai Tegakan dan Analisis Nilai Tambah Jati (Tectona grandis L.f.) di KPH Pemalang Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah

1 6 33