Total Plate Count TPC

uji bau, tekstur, jamur dan lendir pada masing-masing ikan yang diamati adalah sama, yaitu dengan nilai 8, 7, 9, dan 9. Bau ikan asap yang diamati yaitu bau asap lembut sampai cukup tajam atau tajam, tidak tengik, tanpa bau busuk, tanpa bau asing, tanpa bau asam dan tanpa bau apek. Tekstur ikan asap yang diamati masih kompak, pada, kering, dan antar jaringan erat, untuk jamur dan lendir tidak ada pada ikan yang diamati. Penampakan ikan asap pada P1 dan P3 lebih disukai oleh para panelis dibandingkan ikan asap pada P2. Rasa ikan asap pada P1 lebih disukai oleh panelis dibandingkan ikan asap pada P2 dan P3, rasa ikan asap yang diamati cukup enak namun kurang gurih. Pengamatan pada penampakan, bau rasa dan tektur ikan asap selais yang diamati tidak jauh berbeda dengan deskripsi mutu ikan asap menurut Adawyah 2007 yaitu, bau asap lembut cukup tajam atau tajam, tidak tengik, tanpa bau busuk, tanpa bau asing, tanpa bau asam dan tanpa bau apek. Tekstur ikan asap kompak, cukup elastis, tidak terlalu keras kecuali produk tertentu seperti ikan kayu, tidak lembek, tidak rapuh, dan tidak lengket. Rasa lezat, enak, rasa asap terasa lembut sampai tajam, tanpa rasa getir atau pahit, dan tidak berasa tengik. Penampakan ikan asap cerah, cemerlang dan mengkilap, serta pada ikan asap tidak tampak tanda-tanda adanya jamur atau lendir.

4.4.2 Total Plate Count TPC

Mikrobiologis keberadaan mikroba dalam produk ikan selais asap digunakan sebagai parameter kebusukan untuk melihat tingkat kemunduran mutu produk dan tingkat kelayakannya untuk dikonsumsi. Hal ini disebabkan oleh kerusakan mikrobiologis merupakan bentuk kerusakan yang banyak merugikan serta kadang-kadang berbahaya terhadap kesehatan manusia, karena racun yang diproduksi, penularan serta penjalaran kerusakan yang cepat Muchtadi 2008. Hasil uji Total Plate Count TPC pada ikan selais asap selama penyimpanan pada suhu ruang dan suhu kulkas disajikan pada Gambar 12. Gambar 12 Diagram nilai TPC selama penyimpanan pada suhu ruang dan kulkas; : suhu ruang : suhu kulkas Hasil uji statistik menunjukkan bahwa pertumbuhan mikroba pada ikan asap yang disimpan pada suhu ruang pada hari ke-0 berbeda nyata dengan penyimpanan dari ke-5, 10, 15 dan 20 P0,05. Hasil uji total plate count penyimpanan suhu ruang setelah dilogaritma pada hari ke-0 H0 sebesar 5,22, hari ke-5 H5 5,39, hari ke-10 H10 6,08, haru ke-15 H15 6,4 dan hari ke-20 H20 7,11. Hasil uji total plate count penyimpanan suhu kulkas setelah dilogaritma pada hari ke-0 H0 sebesar 5,22, hari ke-5 H5 5,42, hari ke-10 H10 5,74, hari ke-15 H15 6,02 dan hari ke-20 H20 6,25. Diagram di atas menunjukkan bahwa jumlah mikroba makin bertambah seiring dengan lamanya waktu penyimpanan, dan terdapat perbedaan jumlah bakteri pada ikan asap yang disimpan pada suhu ruang dengan ikan asap yang disimpan pada suhu kulkas 10 o C. Jumlah mikroba pada ikan asap yang disimpan pada suhu ruang lebih banyak dibandingkan ikan asap yang disimpan pada suhu kulkas. Hal ini dapat terjadi karena faktor suhu merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan bakteri atau mikroba Kadir 2004. Suhu dan lama penyimpanan memberikan pengaruh pada jumlah kandungan mikroba ikan asap. Peningkatan jumlah mikroba ini terjadi karena tidak ada yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba pada suhu ruang. Mikroba tersebut dapat terus berkembang biak, sehingga jumlahnya akan meningkat selama bahan melalui masa penyimpanan Forsythe and Hayes 1998. a b c d e a b c d e 1 2 3 4 5 6 7 8 H-0 H-5 H-10 H-15 H-20 Lo g TPC Lama Penyimpanan hari ke- Jumlah mikroba yang diketahui setelah dilakukan penyimpanan selama 20 hari yaitu sebesar 1,3 × 10 7 CFUmL pada suhu ruang dan sebesar 1,8 × 10 6 CFUmL pada suhu kulkas. Berdasarkan persyaratan mutu yang dikeluarkan oleh Badan Standarisasi Nasional Indonesia SNI 01 – 2725 – 1992 bahwa jumlah bakteri maksimum ikan asap adalah 5 x 10 5 koloni gram. ICMSF 1986 diacu dalam Mexis et al. 2009 menyatakan bahwa batas atas mikrobiologi produk makanan nilai TPC tidak boleh lebih dari 7 log cfugram. Jumlah kandungan mikroba pada ikan selais asap yang disimpan pada suhu kulkas 10 o C akan lebih bersifat dorman, dimana aktivitas metabolisme akan terhambat sehingga proses pembelahan selnya juga akan terhambat Kadir 2004. Dengan demikian jumlah sel mikroba pada suhu rendah akan lebih sedikit jika dibandingkan dengan suhu yang lebih tinggi. Penggunaan suhu rendah mempunyai pengaruh terhadapproses- proses kimiawi, enzimatis dan mikrobiologis yaitu mampu menghambatatau mencegah reaksi kimia, aktivitas enzim dan mikroorganisme Suryo 2005. Ikan asap disimpan dalam ruangan yang terlindung dari penyebab-penyebab yang dapat merusak atau menurunkan mutu produk misalnya panas, insekta dan binatang pengerat. Kelembaban udara ruangan dijaga serendah mungkin, untuk memperpanjang daya simpan pada ruang dengan suhu dingin atau beku SNI 2009. Ikan asap yang disimpan pada suhu yang mampu menghambat pertumbuhan mikroba, maka mikroba akan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk tumbuh dan berkembang, dan sebaliknya apabila suhu penyimpanan cukup menunjang, maka dalam waktu singkat mikroba dapat tumbuh dan berkembang dengan cepat Kadir 2004. Pada ikan selais juga dilakukan uji mikrobiologi bakteri E. coli. Berdasarkan hasil pengujian, tidak terdapat E. coli pada ikan asap selais yang diamati. Menurut persyaratan mutu dan kemanan pangan bardasarkan SNI 2725.1:2009 jumlah bakteri E. coli pada ikan asap maksimal kurang dari 3 APMg. Bakteri E. coli tidak ditemukan pada sampel selais asap karena adanya proses pemanasan yang dilakukan yang dapat membunuh bakteri E. coli. Menurut Faith et al. 1998 pertumbuhan E. coli dapat direduksi apabila dilakukan pemanasan pada suhu 60 o C selama 10 jam.

4.4.3 Total Volatile Base TVB