Return on assets ROA dipengaruhi dua faktor, yaitu laba bersih dan total aktiva. Dimana secara teoritis untuk meningkatkan ROA dapat dilakukan dengan
meningkatkan laba bersih setelah pajak dan mengurangi total aktiva yang diinvestasikan ditanamkan perusahaan, dengan rumus sebagai berikut:
Return On Asset = Laba Bersih Setelah Pajak
Total Aktiva Rata − Rata
X 100
2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Ayuning Utari Sitorus 2010 dan Indah Widya Ningsih 2010 dimana hasil penelitian mereka mengatakan bahwa variabel Current Ratio terhadap
pertumbuhan laba. Dari hasil ini, dapat dilihat bahwa ketidakpengaruhan antara Current Ratio terhadap pertumbuhan laba bisa disebabkan oleh banyak hal. Hal
ini didukung dengan teori Darsono 2005 bahwa semakin tinggi Current Ratio seharusnya semakin besar kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka
pendek. Tetapi Current Ratio yang terlalu tinggi juga menunjukkan manajemen yang buruk atas sumber likuiditas. Kelebihan dalam aktiva lancar seharusnya
digunakan untuk membayar deviden, membayar hutang jangka panjang, atau untuk investasi yang bisa menghasilkan tingkat kembalian lebih. Dalam melihat
rasio lancar, analisis juga harus memperhatikan kondisi dan lingkungan perusahaan seperti rencana manajemen, sektor industri, dan kondisi ekonomi
makro secara umum. Teori Agnes Sawir 2005 juga mendukung hasil penelitian ini bahwa jika para investor telah mengetahui berapa lama perusahaan telah
mengalami Current Ratio yang kurang memuaskan, keadaan perusahaan sekarang
dapat disimpulkan apakah dapat dianggap normal atau tidak, karena Current Ratio yang tinggi disebabkan oleh kondisi perdagangan yang kurang baik atau
manajemen yang bobrok. Dari uji parsial uji t variabel Debt to Asset Ratio secara parsial tidak
berpengaruh terhadap pertumbuhan laba. Hal ini dapat dilihat dari hasil regresi yang menunjukkan nilai t 0.110 dengan nilai signifikansi sebesar 0.914 nilai
signifikansinya lebih besar dari 0.05. Evy Melinda 2010 dimana hasil penelitiannya mengatakan bahwa Debt
to Asset Ratio berpengaruh terhadap pertumbuhan laba. Hal ini juga didukung oleh teori Darsono 2005 yang mengatakan bahwa nilai rasio yang tinggi
menunjukkan peningkatan resiko dari para kreditor berupa ketidakmampuan perusahaan dalam membayar semua kewajiban. Untuk menilai rasio ini faktor lain
yang perlu dipertimbangkan adalah stabilitas laba perusahaan. Pada perusahaan yang memiliki catatan laba yang stabil, peningkatan dalam hutang lebih bisa
ditoleransi daripada perusahaan yang memiliki catatan laba yang tidak stabil. Dalam teori Agnes Sawir 2005 rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan
untuk memenuhi segala kewajiban finansialnya seandainya perusahaan untuk memenuhi segala kewajiban fianansial seandainya perusahaan tersebut pada saat
dilikuidasi. Rasio ini juga memperlihatkan pembagian antara kewajiban yang dimiliki dan seluruh kekayaan yang dimiliki. Semakin tinggi hasil presentasenya,
cenderung semakin besar resiko keuangannya bagi kreditor maupun pemegang saham.
2.3. Kerangka Konseptual