Pengaruh Penerapan Good Corporate Governance Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2007 2009)

(1)

i

GOVERNANCE TERHADAP KINERJA KEUANGAN

PERUSAHAAN

(Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di

Bursa Efek Indonesia Periode 2007-2009)

SKRIPSI

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Pada Universitas Negeri Semarang

Oleh

Siti Murni Mulyati NIM 7250406550

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2011


(2)

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia ujian skripsi pada :

Hari : Kamis

Tanggal : 8 September 2011

Pembimbing I Pembimbing II

Dra. Sri Kustini Agung Yulianto, S.Pd, M.Si

NIP. 195003041979032001 NIP. 197407072003121002

Mengetahui, Ketua Jurusan Akutansi,

Drs. Fachrurrozie, M.Si NIP. 196206231989011001


(3)

iii

PENGESAHAN KELULUSAN

Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan sidang panitia ujian skripsi Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang pada :

Hari : Selasa

Tanggal : 4 Oktober 2011

Penguji Skripsi

Drs. Subowo M.Si

NIP. 195504161984031003

Anggota I Anggota II

Dra. Sri Kustini Agung Yulianto, S.Pd, M.Si

NIP. 195003041979032001 NIP. 197407072003121002

Mengetahui, Dekan Fakultas Ekonomi

Drs. S. Martono, M.Si NIP. 196603081989011001


(4)

iv

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa yang tertulis didalam skripsi ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah. Apabila dikemudian hari terbukti skripsi ini adalah hasil jiplakan dari karya tulis orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Semarang, September 2011

Siti Murni Mulyati NIM. 7250406550


(5)

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

 Tak ada rahasia untuk menggapai sukses. Sukses itu dapat terjadi karena persiapan, kerja keras, dan mau belajar dari kegagalan (Gen. Collin Powell).  Hidup yang tidak teruji adalah hidup yang tanpa makna (Socrates)

PERSEMBAHAN

Karya sederhana ini kupersembahkan untuk:  Ibu, bapak, kakak, dan adik tercinta yang

senantiasa selalu memberikan do’a, kasih sayang, keikhlasan, pengorbanan dan dukungan.

 Sahabat, orang terdekat, teman seperjuangan

“Akuntansi S1 2006” yang selalu memberikan

dukungan.

 Segenap Dosen Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi yang telah berjasa dalam mendidik dan membimbing kami.


(6)

vi

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, dan hidayah-Nya sehingga skripsi yang berjudul ”Pengaruh Penerapan

Good Corporate Governance Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2007-2009)” dapat diselesaikan dengan baik.

Penyusunan skripsi ini ditujukkan sebagai tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. H. Sudijono Sastroatmodjo, M.Si, Rektor Universitas Negeri Semarang. 2. Drs. S. Martono, M.Si, Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang. 3. Drs. Fachrurrozie, M.Si, Ketua Jurusan Akuntansi Universitas Negeri Semarang. 4. Dra. Sri Kustini dosen pembimbing I yang telah membimbing dan memberikan

petunjuk serta arahan sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.

5. Agung Yulianto S.Pd, M.Si, dosen pembimbing II yang telah membimbing dan memberikan petunjuk serta arahan sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.

6. Drs. Subowo M.Si, dosen penguji yang telah memberikan petunjuk serta arahan sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.


(7)

vii

8. Seluruh staf pengajar jurusan Akuntansi yang telah memberikan ilmu selama penulis menempuh pendidikan di Universitas Negeri Semarang.

9. Dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Semoga amal dan segala kebaikan mendapat balasan dan rahmat yang setimpal dari Allah SWT. Akhir kata, semoga karya ini bermanfaat.

Semarang, September 2011


(8)

viii

SARI

Mulyati, Siti Murni. 2011. “Pengaruh Penerapan Good Corporate Governance

Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2007-2009). Skripsi Jurusan Akuntansi. Fakultas Ekonomi. Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I : Dra. Sri Kustini, Pembimbing II : Agung Yulianto S.Pd, M.Si.

Kata Kunci : Good Corporate Governance, Kinerja Keuangan Perusahaan Kinerja keuangan merupakan penentuan ukuran-ukuran tertentu yang dapat mengukur keberhasilan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba. Kinerja keuangan merupakan tolak ukur yang dapat menunjukkan kondisi perusahaan dalam keadaan baik atau buruk. Kondisi perusahaan yang baik akan menarik para investor untuk menanamkan modal mereka sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan, namun apabila kondisi perusahaan tersebut buruk maka sistem pengelolaan perusahaan tersebut ditingkatkan lagi sehingga mendapatkan hasil seperti yang diharapkan. Salah satunya dengan menerapkan good corporate governance. Dalam penelitian ini kinerja keuangan diukur dengan Tobin’s Q.

Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2007-2009. Sampel berjumlah 27 perusahaan yang diambil secara purposive sampling. Variabel penelitian terdiri dari variabel bebas yaitu kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, komisaris independen dan komite audit dan variabel terikat yaitu kinerja keuangan perusahaan. Metode pengumpulan data menggunakan metode dokumentasi. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan analisis regresi berganda.

Hasil penelitian yang telah dilakukan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2007-2009 menunjukkan bahwa secara parsial hanya variabel kepemilikan manajerial dan komite audit yang berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan. Analisis regresi secara simultan menunjukan kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, komisaris independen dan komite audit secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan.

Simpulan dari penelitian ini adalah secara simultan terdapat pengaruh antara variabel kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, komisaris independen dan komite audit terhadap kinerja keuangan perusahaan. Secara parsial hanya kepemilikan manajerial dan komite audit yang mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan. Saran untuk manajemen perusahaan adalah kepemilikan institusional dan komisaris independen hendakanya meningkatkan pengawasan terhadap pengelola perusahaan sehingga dapat meningkatkan kinerja keuangan. Untuk penelitian selanjutnya dapat mencoba menggunakan perhitungan kinerja keuangan yang lebih kompleks untuk melihat konsistensi hasil penelitian dengan menggunakan harga saham, seperti Economic Value Aded (EVA).


(9)

ix

ABSTRACT

Mulyati, Siti Murni. 2011. “Implementation of Good Corporate Governance Influence Performance Against Corporate Finance (Studies in Manufacturing Companies listed on the Indonesia Stock Exchange period 2007-2009)”. Thesis. Department of Accounting, Faculty of Economics. State University of Semarang. Supervising I. Dra. Sri Kustini. II. Agung Yulianto S.Pd, M.Si.

Keywords : Good Corporate Governance, Corporate Financial Performance. Financial performance is the determination of specific measures that can measure the success of a company in generating profits. Financial performance is a benchmark that can show the condition of the company in good or bad. Condition good company will attract investors to invest their capital so as to enhance corporate value, but if conditions are bad then the company's enterprise management system is improved again so get the results as expected. One of them by applying good corporate governance. In this study the financial performance measured by Tobin's Q.

The population in this study were manufacturing companies listed in Indonesia Stock Exchange in the period 2007-2009. The sample amounted to 27 companies drawn at purposive sampling. Variable study consists of the independent variable is institutional ownership, managerial ownership, independent commissioners and audit committee and the dependent variable is the company's financial performance. Methods of data collection using the method documentation. Analysis of the data used in this research is descriptive analysis and multiple regression analysis.

Results of research has been conducted on manufacturing companies listed in Indonesia Stock Exchange in 2007-2009 showed that only partial managerial ownership variables and audit committees a significant effect on the financial performance of companies. Simultaneous regression analysis shows institutional ownership, managerial ownership, independent commissioners and audit committees are jointly significant effect on the financial performance of companies.

The conclusions of this research is simultaneously there are influence between variable of institutional ownership, managerial ownership, independent commissioners and audit committees on corporate financial performance. Only partial managerial ownership and audit committees that affect the company's financial performance.Suggestions for the management company is the ownership of institutional and independent commissioners hendakanya improve oversight of the management company so as to improve financial performance. For further research can try to use the calculation of financial performance are more complex to see the consistency of the results of studies using stock prices, such as Economic Value Aded (EVA).


(10)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN KELULUSAN ... iii

PERNYATAAN ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

PRAKATA ... vi

SARI ... viii

ABSTRACT ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... .. 1

1.2. Rumusan Masalah ... 12

1.3. Tujuan Penelitian ... 12

1.4. Manfaat Penelitian ... 13

BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kinerja Keuangan ... 15

2.1.1. Tinjauan Kinerja Keuangan ... 15

2.1.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Keuangan ... 21

2.2. Good Corporate Governance ... 23

2.2.1. Kepemilikan Institusional ... 30

2.2.2. Kepemilikan Manajerial ... 32

2.2.3. Komisaris Independen ... 35

2.2.4. Komite Audit ... 40

2.3. Teori Keagenan ... 45


(11)

xi

2.5. KerangkaBerpikir ... 51

2.6. Hipotesis ... 55

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 57

3.2. Populasi Penelitian ... 57

3.3. Sampel Penelitian ... 57

3.4. Variabel Penelitian ... 59

3.4.1. Variabel Dependen ... 60

3.4.2. Variabel Independen ... 60

3.4.2.1. Kepemilikan Institusional ... 60

3.4.2.2. Kepemilikan Manajerial ... 61

3.4.2.3. Komisaris Independen ... 61

3.4.2.4. Komite Audit ... 61

3.5. Teknik Analisis Data ... 62

3.5.1. Jenis dan Sumber Data ... 62

3.5.2. Metode Pengumpulan Data ... 62

3.6. Metode Analisis Data ... 63

3.6.1. Analisis Deskriptif ... 63

3.6.2. Analisis Regresi ... 63

3.6.2.1 Uji Prasyarat (Uji Normalitas) ... 63

3.6.3. Uji Asumsi Klasik ... 64

3.6.3.1. Uji Autokorelasi ... 64

3.6.3.2. Uji Multikolinearitas ... 65

3.6.3.3. Uji Heteroskedastisitas ... 66

3.6.4. Uji Hipotesis ... 67

3.6.4.1. Pengujian dengan Regresi Berganda ... 67

3.6.4.2. Uji Signifikansi Simultan (Uji F) ... 67

3.6.4.3. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji t) ... 68

3.6.4.4. Koefisien Determinasi ... 69

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian ... 70


(12)

xii

4.1.1. Hasil Analisis Deskriptif ... 70

4.1.1.1. Kinerja Keuangan ... 70

4.1.1.2. Kepemilikan Institusional ... 72

4.1.1.3. Kepemilikan Manajerial ... 73

4.1.1.4. Komisaris Independen ... 75

4.1.1.5. Komite Audit ... 77

4.1.2. Hasil Analisis Regresi ... 79

4.1.2.1. Hasil Uji Normalitas ... 79

4.1.3. Hasil Uji Asumsi Klasik ... 81

4.1.3.1. Hasil Uji Autokorelasi... 81

4.1.3.2. Hasil Uji Multikolinearitas ... 82

4.1.3.3. Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 82

4.1.4. Hasil Uji Hipotesis... 83

4.1.4.1. Hasil Pengujian dengan Regresi Berganda ... 83

4.1.4.2. Uji F ... 85

4.1.4.3. Uji t ... 85

4.1.4.4. Koefisien Determinasi ... 87

4.2. Pembahasan ... 88

4.2.1. Pengaruh Kepemilikan Institusional, Kepemilikan Manajerial, Komisaris Independen dan Komite Audit Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan ... 88

4.2.2. Pengaruh Kepemilikan Institusional Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan ... 89

4.2.3. Pengaruh Kepemilikan Manajerial Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan ... 92

4.2.4. Pengaruh Komisaris Independen Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan ... 93

4.2.5. Pengaruh Komite Audit Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan... 95

BAB V PENUTUP 5.1. Simpulan ... 97


(13)

xiii

5.2. Saran ... 98 DAFTAR PUSTAKA ... 100 LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 104


(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Rata-rata Penilaian Tobin’s Q pada Perusahaan Manufaktur

Tahun 2003-2006 ... 4

Tabel 3.1. Kriteria Sampel Penelitian ... 58

Tabel 3.2. Sampel Penelitian ... 59

Tabel 3.3. Kriteria Durbin Watson ... 65

Tabel 4.1. Kinerja Keuangan Perusahaan Manufaktur Tahun 2007-2009 ... 71

Tabel 4.2. Kepemilikan Institusional Perusahaan Manufaktur Tahun 2007-2009 ... 72

Tabel 4.3. Kepemilikan Manajerial Perusahaan Manufaktur Tahun 2007-2009 ... 74

Tabel 4.4. Komisaris Independen Perusahaan Manufaktur Tahun 2007-2009 ... 76

Tabel 4.5. Deskripsi Komisaris Independen dalam Perusahaan ... 77

Tabel 4.6. Komite Audit Perusahaan Manufaktur Tahun 2007-2009 ... 78

Tabel 4.7. Deskripsi Komite Audit dalam Perusahaan ... 79

Tabel 4.8. Hasil Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov ... 80

Tabel 4.9. Hasil Uji Autokorelasi ... 81

Tabel 4.10. Hasil Uji Multikolinearitas ... 82

Tabel 4.11. Hasil Uji Park ... 83

Tabel 4.12. Hasil Uji Regresi Berganda ... 83


(15)

xv

Tabel 4.14. Ringkasan Hasil Pengujian Hipotesis ... 87 Tabel 4.15. Koefisien Determinasi ... 87


(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Kerangka Berpikir ... 55 Gambar 4.1. Diagram Normalitas dengan Diagram P-Plot ... 80 Gambar 4.2. Pengujian Autokorelasi ... 81


(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Rata-rata Penilaian Tobin’s Q pada Perusahaan Manufaktur

Tahun 2003-2006 ... 104

Lampiran 2 Populasi Penelitian ... 105

Lampiran 3 Kriteria Sampel Penelitian ... 109

Lampiran 4 Analisis Deskriptif Kinerja Keuangan ... 117

Lampiran 5 Analisis Deskriptif Kepemilikan Institusional ... 118

Lampiran 6 Analisis Deskriptif Kepemilikan Manajerial ... 119

Lampiran 7 Analisis Deskriptif Komisaris Independen ... 120

Lampiran 8 Analisis Deskriptif Komite Audit ... 121

Lampiran 9 Hasil Output SPSS ... 122


(18)

1 1.1. Latar Belakang

Setiap perusahaan berkepentingan dengan pengukuran kinerja keuangannya. Pengertian dari kinerja keuangan sendiri adalah penentuan ukuran-ukuran tertentu yang dapat mengukur keberhasilan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba (Sucipto, 2003:2). Didalam pengukuran dan penilaian terhadap kinerja keuangan perusahaan, perlu ditetapkan pernyataan yang jelas tentang tujuan yang akan dicapai dengan demikian diperoleh hasil yang diinginkan.

Kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba merupakan fokus utama dalam penilaian kinerja keuangan perusahaan. Laba bukan saja sebagai indikator kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban penyandang dana tetapi juga sebagai unsur penciptaan nilai (creation value) perusahaan yang memperlihatkan prospek perusahaan dimasa mendatang. Penilaian kinerja keuangan perusahaan harus didasarkan pada data keuangan yang dipublikasikan yang dibuat sesuai dengan prinsip akuntansi keuangan yang berlaku umum.

Laporan keuangan yang dihasilkan perusahaan merupakan salah satu informasi yang dapat digunakan dalam menilai kinerja keuangan perusahaan karena laporan keuangan ini mencerminkan keadaan perusahaan yang sebenarnya dalam kurun waktu tertentu. Sucipto (2003) menyatakan bahwa laporan keuangan merupakan data paling umum yang tersedia untuk menilai prestasi suatu perusahaan dalam menghasilkan laba, walaupun seringkali tidak mewakili hasil dan kondisi


(19)

ekonomi. Menganalisis laporan keuangan perusahaan bertujuan untuk menilai atau mengevaluasi suatu kinerja keuangan perusahaan dalam suatu periode akuntansi.

Kinerja keuangan perusahaan dapat dijadikan sebagai tolak ukur yang menunjukkan kondisi perusahaan dalam keadaan baik atau buruk. Saat kondisi keuangan perusahaan dalam keadaan buruk, para stakeholder akan memakai analisis laporan keuangan untuk menilai kinerja di masa lalu, posisi perusahaan sekarang serta menilai potensi dan resiko perusahaan di masa mendatang. Apabila kinerja keuangan suatu perusahaan baik maka investor akan tertarik untuk menginvestasikan dana yang mereka miliki kepada perusahaan sehingga nilai perusahaan juga akan meningkat. Keadaan ini akan membuat perusahaan dapat bertahan dalam menghadapi persaingan yang saat ini semakin ketat.

Penilaian kinerja keuangan perusahaan penting dilakukan baik oleh manajemen, pemegang saham maupun pemerintah. Tujuan penilaian kinerja keuangan perusahaan adalah untuk memotivasi karyawan dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya, agar memperoleh tindakan dan hasil yang diinginkan. Selain itu penilaian mengenai kinerja keuangan perusahaan akan menjadi salah satu informasi yang sangat mempengaruhi berinventasi.

Penilaian kinerja keuangan perusahaan dapat diukur dengan beberapa pendekatan rasio keuangan, baik likuiditas, profitabilitas, solvabilitas, aktivitas maupun rasio pasar. Salah satu rasio yang dinilai bisa memberikan informasi yang

paling baik adalah Tobin’s Q. Tobin’s Q digunakan sebagai ukuran penelitian pasar (Klapper dan Love, 2002 dalam Darmawati, dkk. 2004). Nama Tobin’s Q berasal


(20)

dari James Tobin dari Yale University setelah dia memperoleh hadiah nobel. Morck,

et al. (1988) dan McConnell, et al. (1990) dalam Ndaruningputri (2005)

menggunakan Tobin’s Q sebagai pengukuran kinerja keuangan perusahaan dengan

alasan bahwa dengan Tobin’s Q, maka dapat diketahui nilai pasar perusahaan, yang

mencerminkan keuntungan masa depan perusahaan seperti laba saat ini.

Semakin besar nilai rasio Tobin’s Q menunjukkan bahwa perusahaan memiliki prospek pertumbuhan yang baik dan memiliki intangible asset (aktiva tidak berwujud) yang semakin besar. Hal ini bisa terjadi karena semakin besar nilai pasar aset perusahaan, semakin besar kerelaan investor untuk mengeluarkan pengorbanan yang lebih untuk memiliki perusahaan tersebut. Brealey dan Myers (2000) dalam

Sukamulja (2004) menyebutkan bahwa perusahaan dengan nilai Tobin’s Q yang

tinggi biasanya memiliki brand image perusahaan yang sangat kuat, sedangkan perusahaan yang memiliki nilai Tobin’s Q yang rendah umumnya berada pada industri yang sangat kompetitif atau industri yang mulai mengecil.

Obyek penelitian dilakukan pada perusahaan manufaktur. Pemilihan perusahaan manufaktur adalah untuk menghindari perbedaan karakteristik antara perusahaan manufaktur dan non-manufaktur, dan perusahaan manufaktur cukup sensitif terhadap setiap perubahan kondisi. Selain itu jumlah perusahaan manufaktur yang cukup besar sehingga motivasi untuk memperoleh sampel yang cukup dalam penelitian dapat terpenuhi (Tarjo dan Hartono, 2003). Berikut ini deskriptif rata-rata kinerja keuangan perusahaan manufaktur:


(21)

Tabel 1.1 Rata-Rata Penilaian Tobin’s Q pada Perusahaan Manufaktur Tahun 2003-2006

Tahun Tobin’s Q

2003 0,95

2004 0,51

2005 0,61

2006 0,93

Sumber: data sekuder yang diolah, 2011 (Lampiran 1)

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui rata-rata kinerja keuangan perusahaan manufaktur yang diukur dengan Tobin’s Q pada tahun 2005 mencapai 0,61. Pada tahun 2005 kinerja keuangan perusahaan cenderung menurun

dibandingkan pada tahun 2003 yang jauh lebih baik, dimana nilai Tobin’s Q mendekati 1, artinya rasio pasar pada perusahaan manufaktur cenderung sangat baik

mencapai hingga 100%. Nilai Tobin’s Q pada tahun 2003-2006 kurang dari 1 menunjukkan bahwa perusahaan menghasilkan earning dengan tingkat return

dibawah dari harga perolehan aset-asetnya.

Hambatan-hambatan yang dihadapi perusahaan dalam menghasilkan laba yang tinggi pada umumnya berkisar pada hal-hal yang sifatnya fundamental yaitu: (1) Perlunya kemampuan perusahaan untuk mengelola sumber daya yang dimilikinya secara efektif dan efisien, yang mencakup seluruh bidang aktivitas (sumber daya manusia, akuntansi, manajemen, pemasaran dan produksi), (2) Konsistensi terhadap sistem pemisahan antara manajemen dan pemegang saham, sehingga secara praktis perusahaan mampu meminimalkan konflik kepentingan yang mungkin terjadi antara manajemen dan pemegang saham dan (3) Perlunya kemampuan perusahaan untuk menciptakan kepercayaan pada penyandang dana ekstern, bahwa dana ekstern


(22)

tersebut digunakan secara tepat dan seefisien mungkin serta memastikan bahwa manajemen bertindak yang terbaik untuk kepentingan perusahaan.

Untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut, maka perusahaan perlu memiliki suatu sistem pengelolaan perusahaan yang baik, melalui penerapan good corporate governance (GCG). Darmawati, dkk. (2004) menyatakan bahwa GCG merupakan salah satu elemen kunci dalam meningkatkan efisiensi ekonomis, yang meliputi serangkaian hubungan antara manajemen perusahaan, dewan komisaris, para pemegang saham dan stakeholder lainnya. GCG juga dapat digunakan untuk memonitor masalah kontrak dan membatasi perilaku opportunistic manajemen.

Perilaku manipulasi oleh manajer yang berawal dari konflik kepentingan tersebut dapat diminimumkan melalui suatu mekanisme monitoring yang bertujuan untuk menyelaraskan berbagai kepentingan tersebut. Perusahaan meyakini bahwa implementasi GCG merupakan bentuk lain penegakan etika bisnis dan etika kerja yang sudah lama menjadi komitmen perusahaan, dan implementasi GCG berhubungan dengan peningkatan citra perusahaan. Perusahaan yang mempraktikkan GCG akan mengalami perbaikan citra, dan peningkatan nilai perusahaan. Didalam penelitian ini mekanisme GCG meliputi: kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, komisaris independen dan komite audit.

Manajer mempunyai kewajiban untuk memaksimalkan kesejahteraan para pemegang saham. Namun di sisi lain manajer juga mempunyai kepentingan untuk memaksimalkan kesejahteraan dirinya sendiri. Penyatuan kepentingan pihak-pihak ini sering kali menimbulkan masalah yang disebut dengan masalah keagenan.


(23)

Menurut Jensen dan Meckling (1976) dalam Sabrinna (2010), kepemilikan institusional dan kepemilikan manajerial adalah dua mekanisme utama GCG yang membantu mengendalikan masalah keagenan. Kepemilikan institusional merupakan kepemilikan saham oleh pemerintah, institusi keuangan, institusi berbadan hukum, institusi luar negeri, dana perwalian serta institusi lainnya pada akhir tahun (Shien, et al. 2006 dalam Sabrinna, 2010). Menurut Wening (2009), kepemilikan institusional merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan. Adanya kepemilikan oleh investor institusional akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen, karena kepemilikan saham mewakili suatu sumber kekuasaan yang dapat digunakan untuk mendukung atau sebaliknya terhadap kinerja manajemen. Semakin besar kepemilikan oleh institusi keuangan maka akan semakin besar kekuatan suara dan dorongan institusi keuangan untuk mengawasi manajemen dan akibatnya akan memberikan dorongan yang lebih besar untuk mengoptimalkan nilai perusahaan sehingga kinerja keuangan perusahaan juga akan meningkat.

Kepemilikan manajerial merupakan kepemilikan saham oleh manajemen perusahaan yang diukur dengan persentase jumlah saham yang dimiliki oleh manajemen (Sujono dan Soebiantoro, 2007 dalam Sabrinna, 2010). Pendekatan keagenan menganggap struktur kepemilikan manajerial sebagai sebuah instrumen atau alat untuk mengurangi konflik keagenan diantara beberapa klaim (claim holder) terhadap perusahaan. Gunarsih (2001) menyatakan bahwa kepemilikan perusahaan merupakan salah satu mekanisme yang dapat dipergunakan agar pengelola melakukan aktivitas sesuai dengan kepentingan pemilik perusahaan. Kepemilikan


(24)

manajerial dapat digunakan sebagai cara untuk mengatasi masalah keagenan yang kedua. Manajer akan termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya yang juga merupakan keinginan dari para pemegang saham. Ross, et al. (1999) dalam Putri (2006) menyatakan bahwa semakin besar proporsi kepemilikan saham pada perusahaan maka manajemen cenderung berusaha lebih giat untuk kepentingan pemegang saham yang tidak lain adalah dirinya sendiri. Kepemilikan saham manajerial akan membantu penyatuan kepentingan antara manajer dan pemegang saham, sehingga manajer ikut merasakan secara langsung manfaat dari keputusan yang diambil dan ikut pula menanggung kerugian sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah.

Kepemilikan manajerial yang terlalu tinggi juga tidak baik untuk perusahaan, karena dapat menimbulkan masalah pertahanan, yang berarti jika kepemilikan manajerial tinggi, mereka memiliki posisi yang kuat untuk melakukan kontrol terhadap perusahaan dan pihak pemegang saham eksternal akan mengalami kesulitan untuk mengendalikan tindakan manajer. Hal ini disebabkan tingginya hak voting

yang dimiliki manajer (Gunarsih, 2001). Sehingga dikhawatirkan akan berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan perusahaan.

Salah satu permasalahan dalam penerapan GCG adalah adanya CEO (Chief Executive Officer) yang memiliki kekuatan yang lebih besar dibandingkan dengan dewan komisaris. Fungsi dari dewan komisaris ini adalah untuk mengawasi kinerja dari dewan direksi yang dipimpin oleh CEO tersebut. Efektivitas dewan komisaris dalam menyeimbangkan kekuatan CEO tersebut sangat dipengaruhi oleh tingkat independensi dari dewan komisaris tersebut (Lorsch, 1989; Mizruchi, 1983; Zahra &


(25)

Pearce, 1989 dalam Wardhani, 2006). Konteks independensi ini menjadi semakin kompleks dalam perusahaan yang sedang mengalami kesulitan keuangan.

Pfeffer & Salancik (1978) dalam Wardhani (2006) menyatakan bahwa dengan semakin meningkatnya tekanan dari lingkungan perusahaan maka kebutuhan akan dukungan dari luar juga semakin meningkat. Selain itu, Daily & Dalton (1994) dalam Wardhani (2006) menyatakan bahwa apabila ada resistensi dari CEO untuk menerapkan strategi yang agresif untuk mengatasi kinerja keuangan perusahaan yang terus menurun, maka adanya direksi dari luar akan mendorong pengambilan keputusan untuk melakukan perubahan. Hal ini disebabkan oleh kecenderungan bahwa semakin tinggi representasi dewan dalam (insider board) maka keterlibatan direksi dalam pengambilan keputusan yang strategis akan semakin rendah (Judge & Zeithaml, 1992 dalam Wardhani, 2006).

Fama dan Jensen (1983) dalam Ujiyantho dan Pramuka (2007), menyatakan bahwa non-executive director (komisaris independen) dapat bertindak sebagai penengah dalam perselisihan yang terjadi diantara para manajer internal dan mengawasi kebijakan manajemen serta memberikan nasihat kepada manajemen. Komisaris independen merupakan posisi terbaik untuk melaksanakan fungsi monitoring agar tercipta perusahaan yang baik.

Kinerja keuangan perusahaan akan baik jika perusahaan mampu mengendalikan perilaku para eksekutif puncak perusahaan untuk melindungi kepentingan pemilik perusahaan (pemegang saham), salah satunya dengan keberadaan komite audit. Komite audit diharapkan mampu mengawasi laporan keuangan, mengawasi audit eksternal dan mengawasi sistem pengendalian internal


(26)

sesuai dengan Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor: 117/M-MBU/2002. Karena pertanggung jawaban mereka untuk mengawasi internal kontrol dan laporan keuangan, GCG memerintahkan bahwa komite audit harus memiliki tingkat kompetensi dalam keuangan (BRC, 1999 dalam Purwati, 2006).

Mekanisme penerapan GCG diharapkan: Pertama, perusahaan mampu meningkatkan kinerjanya melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan, serta mampu meningkatkan pelayanannya kepada stakeholder. Kedua, perusahaan lebih mudah memperoleh dana pembiayaan yang lebih murah sehingga dapat meningkatkan

corporate value. Ketiga, mampu meningkatkan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Keempat, pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan sekaligus akan meningkatkan shareholders value dan dividen.

Bukti penelitian empiris dalam Jurnal Ekonomi & Bisnis (2009) dalam Purba

(2011), menunjukkan bahwa pelaksanaan GCG mempengaruhi kinerja perusahaan,

antara lain: (1) Penelitian yang dilakukan oleh Ashbaugh, et al. (2004) terhadap 1500 perusahaan di Amerika Serikat, menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan yang melaksanakan GCG mengalami peningkatan peringkat kredit (firm credit rating) yang signifikan. (2) Penelitian yang dilakukan oleh Alexakis, et al. (2006) terhadap perusahaan-perusahaan yang listing di pasar modal Yunani menunjukkan bahwa, perusahaan-perusahaan yang menerapkan GCG secara baik mengalami peningkatan rata-rata return saham, dan mengalami penurunan risiko yang signifikan. (3) Penelitian yang dilakukan oleh Firth, et al. (2002) terhadap perusahaan-perusahaan


(27)

yang listing di pasar modal Hongkong menunjukkan bahwa, perusahaan-perusahaan yang melaksanakan GCG mengalami peningkatan kinerja perusahaan (corporate performance) yang signifikan. (4) Penelitian yang dilakukan oleh Cornett, et al.

(2006) terhadap perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam S&P 100, juga menunjukkan hasil yang sama dimana perusahaan-perusahaan yang melaksanakan GCG mengalami peningkatan kinerja keuangan perusahaan yang signifikan. (5)

Demikian pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Brown & Caylor (2004) di

Georgia, juga menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan yang melaksanakan GCG

mengalami peningkatan kinerja perusahaan (Corporate Performance) yang signifikan.

Rogers (2008) yang meneliti tentang Corporate governance and financial performance of selected commercial banks in Uganda menyatakan bahwa semua variabel bebas yaitu transparansi keuangan, pengungkapan dan kepercayaan memiliki hubungan positif dengan kinerja keuangan di bank komersial di Uganda.

Sanda, et al. (2005) menemukan bukti empiris bahwa (1) Kepemilikan saham secara signifikan negatif terkait dengan ROA, ROE, Rasio PE, dan Tobin’s Q (2) Ukuran Dewan menunjukkan ada hubungan yang signifikan dengan ROA, ROE, dan Rasio PE (3) Ukuran Dewan secara signifikan berhubungan positif dengan Tobin’s Q (4) Kepemilikan Konsentrasi memiliki efek positif yang signifikan dalam semua kecuali satu kasus, rasio PE (5) Direktur luar tidak menunjukkan hubungan signifikan dengan kinerja perusahaan (6) Leverage yang memiliki pengaruh positif yang signifikan pada kinerja perusahaan.

Penelitian yang dilakukan Lastanti (2004) menemukan bukti empiris bahwa terdapat hubungan positif signifikan antara independensi dewan komisaris dan


(28)

Tobin’s Q. Sementara variabel lain, struktur kepemilikan terkonsentrasi dan kepemilikan institusional tidak berpengaruh secara signifikan, baik terhadap Tobin’s

Q, ROA dan ROE.

Hastuti (2005) menyatakan bahwa tidak adanya korelasi tentang struktur kepemilikan dengan kinerja keuangan perusahaan, tidak adanya korelasi tentang akuntabilitas dengan kinerja keuangan perusahaan dan terdapat hubungan yang signifikan tentang transparansi dengan kinerja keuangan perusahaan.

Hidayah (2008) melakukan penelitian dengan obyek perusahaan yang masuk 10 besar Corporate Governance Perception Index (CGPI) menunjukan tidak terdapat hubungan signifikan antara implementasi good corporate governance terhadap kinerja perusahaan yang diukur dengan Tobin’s Q.

Penelitian Darmawati, dkk. (2004) menemukan bahwa GCG mempengaruhi kinerja operasi (ROE) tetapi secara statistik tidak mempengaruhi kinerja pasar

(Tobin’s Q). Wahyudi dan Pawestri (2006) menyatakan bahwa struktur kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap nilai perusahaan baik secara langsung maupun melalui keputusan pendanaan, sedangkan struktur kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap keputusan keuangan maupun nilai perusahaan.

Mengacu pada hasil-hasil penelitian empiris yang telah dilakukan, tampak bahwa bukti empiris tersebut menunjukkan betapa pentingnya penerapan GCG dalam mendukung pencapaian tujuan perusahaan. Dalam kaitan ini maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Pengaruh Penerapan Good Corporate

Governance Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan (Studi pada Perusahaan


(29)

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disampaikan di muka, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, komisaris independen dan komite audit berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan yang diukur dengan Tobin's Q?

2. Apakah kepemilikan institusional berpengaruh secara positif terhadap kinerja keuangan perusahaan yang diukur dengan Tobin's Q?

3. Apakah kepemilikan manajerial berpengaruh secara negatif terhadap kinerja keuangan perusahaan yang diukur dengan Tobin's Q?

4. Apakah komisaris independen secara positif berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan yang diukur dengan Tobin's Q?

5. Apakah komite audit berpengaruh secara positif terhadap kinerja keuangan perusahaan yang diukur dengan Tobin's Q?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bukti empiris mengenai: 1. Untuk mengetahui pengaruh kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial,

komisaris independen dan komite audit terhadap kinerja keuangan perusahaan yang diukur dengan Tobin's Q.

2. Untuk mengetahui pengaruh secara positif antara kepemilikan institusional terhadap kinerja keuangan perusahaan yang diukur dengan Tobin's Q.


(30)

3. Untuk mengetahui pengaruh secara negatif antara kepemilikan manajerial terhadap kinerja keuangan perusahaan yang diukur dengan Tobin's Q.

4. Untuk mengetahui pengaruh secara positif antara komisaris independen terhadap kinerja keuangan perusahaan yang diukur dengan Tobin's Q.

5. Untuk mengetahui pengaruh secara positif antara komite audit terhadap kinerja keuangan perusahaan yang diukur dengan Tobin's Q.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis

Sebagai upaya untuk mendukung pengembangan ilmu akuntansi pada umumnya, serta khususnya yang berkaitan mengenai pengaruh pelaksanaan GCG di Indonesia, terutama pengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan (Tobin’s Q). 2. Manfaat Praktis

a. Bagi Manajemen Institusi

Sebagai saran dan masukan yang dapat dipergunakan bagi manajemen institusi sebagai bahan dan referensi dalam rangka menetapkan kebijakan maupun langkah strategis.

b. Bagi Investor

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan yang bermanfaat untuk pengambilan keputusan investasi khususnya dalam menilai kinerja suatu perusahaan.


(31)

c. Bagi Masyarakat Umum

Dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai salah satu dasar untuk menilai tingkat kinerja keuangan perusahaan melalui laporan keuangan yang dipublikasikan.


(32)

15 2.1 Kinerja Keuangan

2.1.1 Tinjauan Kinerja Keuangan

Kinerja keuangan merupakan penentuan ukuran-ukuran tertentu yang dapat mengukur keberhasilan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba (Sucipto, 2003:2). Kinerja keuangan perusahaan merupakan hal penting yang harus dicapai oleh setiap perusahaan dimanapun, karena kinerja keuangan merupakan cerminan dari kemampuan perusahaan dalam mengelola dan mengalokasikan sumber dayanya. Kinerja keuangan perusahaan adalah kemampuan perusahaan dalam menjelaskan operasionalnya (Payatma, 2001 dalam Sabrinna, 2010).

Menurut Hastuti (2005), kinerja keuangan perusahaan adalah hasil banyak keputusan individual yang dibuat secara terus-menerus oleh manajemen. Oleh karena itu dalam menilai kinerja keuangan perusahaan diperlukan analisis dampak keuangan kumulatif dan ekonomi dari keputusan dan mempertimbangkannya dengan menggunakan ukuran komparatif. Kinerja keuangan adalah salah satu faktor yang menunjukkan efektivitas dan efisiensi suatu organisasi dalam pencapaian tujuan. Efektivitas diukur melalui kemampuan manajemen untuk memilih suatu alat yang tepat untuk mencapai tujuan. Efisien dapat diartikan sebagai perbandingan antara masukan dan keluaran.

Laporan keuangan yang dihasilkan perusahaan merupakan salah satu informasi yang dapat digunakan dalam menilai kinerja keuangan perusahaan karena


(33)

laporan keuangan ini mencerminkan keadaan perusahaan yang sebenarnya dalam kurun waktu tertentu. Sucipto (2003) menyatakan bahwa laporan keuangan merupakan data paling umum yang tersedia untuk menilai prestasi suatu perusahaan dalam menghasilkan laba, walaupun seringkali tidak mewakili hasil dan kondisi ekonomi. Menganalisis laporan keuangan perusahaan bertujuan untuk menilai atau mengevaluasi suatu kinerja keuangan perusahaan dalam suatu periode akuntansi.

Penilaian kinerja keuangan adalah penentuan secara periodik efektivitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi dan karyawan berdasarkan sasaran, standar dan kinerja yang telah ditetapkan sebelumnya. Penilaian kinerja keuangan perusahaan dapat dilihat dari segi analisis laporan keuangan dan dari segi perubahan harga saham. Tujuan dari penilaian kinerja adalah untuk memotivasi karyawan dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya agar memperoleh tindakan dan hasil yang diinginkan. Standar perilaku dapat berupa kebijakan manajemen atau rencana formal yang dituangkan dalam anggaran.

Penilaian kinerja keuangan perusahaan menurut Sucipto (2003:2) dimanfaatkan oleh manajer untuk hal-hal berikut:

1) Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui pemotivasian karyawan secara maksimal.

2) Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawan seperti promosi, transfer dan pemberhentian.

3) Menyediakan kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan karyawan.


(34)

4) Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan mereka menilai kinerja mereka.

5) Menyediakan suatu dasar bagi distribusi menilai kinerja mereka.

Menurut Munawir (2000) dalam Ermayanti (2009) secara umum tujuan penilaian kinerja keuangan perusahaan adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui tingkat likuiditas, yaitu kemampuan perusahaan untuk memperoleh kewajiban keuangannya yang harus segera dipenuhi atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi keuangannya pada saat ditagih.

b. Untuk mengetahui tingkat solvabilitas, yaitu kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya apabila perusahaan tersebut dilikuidasi baik kewajiban keuangan jangka pendek maupun jangka panjang.

c. Untuk mengetahui tingkat rentabilitas atau profitabilitas, yaitu menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu.

d. Untuk mengetahui tingkat stabilitas usaha, yaitu kemampuan perusahaan untuk melakukan usahanya dengan stabil, yang diukur dengan mempertimbangkan kemampuan perusahaan untuk membayar beban bunga atas hutang-hutangnya termasuk membayar kembali pokok hutangnya tepat pada waktunya serta kemampuan membayar dividen secara teratur kepada para pemegang saham tanpa mengalami hambatan atau krisis keuangan.

Penilaian perusahaan khususnya kinerja memiliki beberapa tujuan. Perusahaan yang akan melakukan merger memerlukan kegiatan penilaian untuk mengetahui berapa nilai perusahaan dan nilai ekuitas dari masing-masing perusahaan. Jika perusahaan bermasalah, penilaian kinerja bertujuan untuk mengimplementasikan


(35)

program pemulihan usaha atau restrukturisasi, untuk mengetahui apakah nilai usaha lebih besar daripada nilai likuiditasnya. Perusahaan yang akan menjual sahamnya pada umum atau bursa juga harus dinilai dengan penelitian yang wajar untuk ditawarkan kepada masyarakat atau publik. Untuk memperoleh pendapatan wajar atas penyertaan dalam suatu perusahaan, memperoleh pembelanjaan penetapan besarnya pinjaman atau tambahan modal juga untuk keperluan divestasi.

Rasio keuangan merupakan alat utama untuk menganalisa keuangan. Ada dua kelompok yang menganggap rasio keuangan berguna. Pertama, terdiri dari manajer yang menggunakannya untuk mengukur dan melacak kinerja keuangan perusahaan sepanjang waktu. Kedua, pengguna rasio keuangan mencakup para analis yang merupakan pihak eksternal bagi perusahaan. Berikut ini adalah beberapa rasio keuangan yang digunakan untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan (Ang, 1997) dalam Sabrinna (2010) adalah:

a) Rasio Likuiditas

Rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansial yang berjangka pendek tepat pada waktunya.

b) Rasio Aktivitas

Rasio yang menunjukkan bagaimana sumber daya telah dimanfaatkan secara optimal, kemudian dengan cara membandingkan rasio aktivitas dengan standar industri, maka dapat diketahui tingkat efisiensi perusahaan dalam industri. c) Rasio Profitabilitas

Rasio profitabilitas dapat mengukur seberapa besar kemampuan perusahaan memperoleh laba baik dalam hubungannya dengan penjualan, aset maupun laba


(36)

bagi modal sendiri. Menurut Ang (1997), rasio profitabilitas dibagi menjadi enam antara lain: Gross Profit Margin (GPM), Net Profit Margin (NPM),

Operating Return On Assets (OPROA), Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), Operating Ratio (OR).

d) Rasio Solvabilitas (Leverage)

Finansial leverage menunjukkan proporsi atas penggunaan utang untuk membiayai investasinya. Perusahaan yang tidak mempunyai leverage berarti menggunakan modal sendiri 100%.

e) Rasio Pasar

Rasio ini menunjukkan informasi penting perusahaan yang diungkapkan dalam basis per saham.

Swamidas, et al. (1987) dalam Sabrinna, (2010) menyimpulkan bahwa ukuran kinerja yang cocok dan layak tergantung pada keadaan unik yang dihadapi peneliti. Salah satu rasio yang dinilai bisa memberikan informasi yang paling baik adalah

Tobin’s Q. Tobin’s Q digunakan sebagai ukuran penelitian pasar (Klapper dan Love, 2002 dalam Darmawati, dkk. 2004). Nama Tobin’s Q berasal dari James Tobin dari Yale University setelah dia memperoleh hadiah nobel. Morck, et al. (1988) dan McConnell, et al. (1990) dalam Ndaruningputri (2005) menggunakan Tobin’s Q sebagai pengukuran kinerja keuangan perusahaan dengan alasan bahwa dengan

Tobin’s Q maka dapat diketahui nilai pasar perusahaan, yang mencerminkan

keuntungan masa depan perusahaan seperti laba saat ini dibandingkan dengan rasio lain seperti ROA yang hanya dapat melihat laba pada saat itu.


(37)

Menurut Sukamulja (2004) dalam Sabrinna (2010) rasio Tobin’s Q dapat

menjelaskan berbagai fenomena dalam kegiatan perusahaan, seperti misalnya terjadinya perbedaan cross sectional dalam pengambilan keputusan investasi dan diversifikasi (Claessesns dan Fan, 2003); hubungan antara kepemilikan saham manajemen dan nilai perusahaan (Onwioduokit, 2002); hubungan antara kinerja manajemen dengan keuntungan dengan akuisisi (Gompers, 2003) dan kebijakan pendanaan, dividen, dan kompensasi (Imala, 2002).

Wernerfield, et al. (1988) dalam Sabrinna (2010) menyimpulkan bahwa

Tobin’s Q dapat digunakan sebagai alat ukur dalam menentukan kinerja keuangan perusahaan. Tobin’s Q diukur dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Klapper dan Love, 2002; Black, dkk. 2003 dalam Darmawati, dkk. 2004):

Tobin’s Q = (MVE + DEBT)/TA

dimana,

MVE : harga penutupan saham di akhir tahun buku x banyaknya saham biasa yang beredar

DEBT : (utang lancar – aktiva lancar) + nilai buku sediaan + utang jangka panjang TA : total aktiva

Semakin besar nilai rasio Tobin’s Q menunjukkan bahwa perusahaan memiliki

prospek pertumbuhan yang baik dan memiliki intangible asset (aktiva tidak berwujud) yang semakin besar. Hal ini bisa terjadi karena semakin besar nilai pasar aset perusahaan, semakin besar kerelaan investor untuk mengeluarkan pengorbanan yang lebih untuk memiliki perusahaan tersebut. Brealey dan Myers (2000) dalam


(38)

tinggi biasanya memiliki brand image perusahaan yang sangat kuat, sedangkan

perusahaan yang memiliki nilai Tobin’s Q yang rendah umumnya berada pada

industri yang sangat kompetitif atau industri yang mulai mengecil. 2.1.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Keuangan

Ada banyak faktor yang mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal perusahaan. Faktor-faktor tersebut ada yang berada dalam kendali pihak manajemen ada pula yang berada diluar kendalinya. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan yaitu, Harjosoemarto (1994) dalam Andyisetyorini (2003):

1) Faktor internal

a) Manajemen personalis

Berkaitan dengan SDM agar dapat didayagunakan seoptimal mungkin untuk mencapai tujuan perusahaan secara manusiawi.

b) Manajemen pemasaran

Berkaitan dengan program-program yang ditujukan untuk mencapai tujuan perusahaan.

c) Manajemen produksi

Berkaitan dengan faktor-faktor produksi agar barang dan jasa yang dihasilkan sesuai yang diharapkan.

d) Manajemen keuangan

Berkaitan dengan perencanaan, mencari dan memanfaatkan dana untuk memaksimalkan efisiensi perusahaan.


(39)

2) Faktor eksternal

a) Kondisi perekonomian

Kondisi yang dipengaruhi kebijakan pemerintah, keadaan dan stabilitas politik ekonomi, sosial dan lain-lain.

b) Kondisi industri

Meliputi tingkat persaingan, jumlah perusahaan dan lain-lain.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan menurut Hastuti (2005), antara lain sebagai berikut:

1. Terkonsentrasi atau tidak terkonsentrasinya kepemilikan

Kepemilikan yang banyak terkonsentrasi oleh institusi akan memudahkan pengendalian sehingga akan meningkatkan kinerja perusahaan, pengendalian sehingga akan meningkatkan kinerja perusahaan.

2. Manipulasi laba

Manipulasi laba merupakan upaya manajemen untuk mengubah laporan keuangan yang bertujuan menyesatkan pemegang saham yang ingin mengetahui kinerja perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil kontraktual yang mengandalkan angka-angka akuntansi yang dilaporkannya (Healey dan Wahlen, 1998 ; Du Charme, et al. 2000). Manipulasi yang dikenal dengan istilah earnings management ini dilakukan melalui penurunan laba (income decreasing), pemerataan laba (income smooting) dan penaikan laba (income increasing).


(40)

3. Pengungungkapan laporan keuangan (Disclosure)

Disclosure sebagai salah satu aspek Good Corporate Governance diharapkan dapat menjadi dasar untuk melihat baik tidaknya kinerja perusahaan. Hal ini kontradiktif dengan perilaku oportunitis.

Sedangkan penelitian sebelumnya tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja keuangan adalah penelitian yang dilakukan oleh Midiastuty dan Machfoedz (2003) dalam penelitiannya menyatakan bahwa kinerja keuangan perusahaan

(Tobin’s Q) dipengaruhi oleh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional dan ukuran dewan direksi.

2.2 Good Corporate Governance

Good Corporate Governance (GCG) muncul karena terjadi pemisahan antara kepemilikan dengan pengendalian perusahaan, atau sering kali dikenal dengan istilah masalah keagenan. Permasalahan keagenan dalam hubungannya antara pemilik modal (principal) dengan manajer (agent) adalah bagaimana sulitnya pemilik dalam memastikan bahwa dana yang ditanamkan tidak diambil alih atau diinvestasikan pada proyek yang tidak menguntungkan sehingga tidak mendatangkan return.

GCG diperlukan untuk mengurangi permasalahan keagenan antara pemilik dan manajer. GCG merupakan tata kelola perusahaan yang baik, yang menjelaskan hubungan antara berbagai partisipan dalam perusahaan yang menentukan arah kinerja keuangan perusahaan.

Beberapa konsep tentang GCG antara lain yang dikemukakan oleh Forum for corporate governance in Indonesia (FCGI), 2003 dalam publikasi pertamanya


(41)

mengunakan definisi Cadbury Comitee untuk mendefinisikan GCG sebagai seperangkat peraturan yang menetapkan hubungan antara pemegang saham, pengurus, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya sehubungan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan.

Pengertian lain menurut Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor KEP-117/M-MBU/2002, definisi dari GCG adalah suatu proses dari struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundang-undangan nilai-nilai etika.

Shleifer and Vishny (1997) dalam Hastuti (2005) yang menyatakan GCG berkaitan dengan cara atau mekanisme untuk meyakinkan para pemilik modal dalam memperoleh return yang sesuai dengan investasi yang telah ditanam. Iskandar, dkk. (1999) dalam Hastuti (2005) menyatakan bahwa GCG merujuk pada kerangka aturan dan peraturan yang memungkinkan stakeholder untuk membuat perusahaan memaksimalkan nilai dan untuk memperoleh return. Selain itu GCG merupakan alat untuk menjamin direksi dan manajer agar bertindak yang terbaik bagi kepentingan investor (Prowson, 1998 dalam Hastuti, 2005).

Adanya pemisahan kepemilikan oleh prinsipal dengan pengendalian oleh agen dalam sebuah organisasi cenderung menimbulkan konflik keagenan diantara prinsipal dengan agen. Jansen dan Meckling (1976), Watts dan Zimmerman (1986) dalam Siallagan dan Machfoedz (2006) menyatakan bahwa laporan keuangan yang


(42)

dibuat dengan angka-angka akuntansi diharapkan dapat meminimalkan konflik diantara pihak-pihak yang berkepentingan. Laporan keuangan yang dilaporkan oleh agen sebagai pertanggung jawaban kinerjanya, dengan itu prinsipal dapat menilai, mengukur, dan mengawasi sampai sejauh mana agen tersebut bekerja untuk meningkatkan kesejahteraannya, serta memberikan kompensasi kepada agen.

Kaen (2003) dalam Siallagan dan Machfoedz (2006) menyatakan GCG pada dasarnya menyangkut masalah siapa yang seharusnya mengendalikan jalannya kegiatan korporasi dan mengapa harus dilakukan pengendalian terhadap jalannya kegiatan korporasi. Yang dimaksud dengan ”siapa” adalah para pemegang saham,

sedangkan “mengapa” adalah karena adanya hubungan antara pemegang saham dengan berbagai pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan.

Definisi lain yang diungkapkan oleh Arifin (2005) menjelaskan bahwa Corporate Governance merupakan upaya yang dilakukan oleh semua pihak yang berkepentingan dengan perusahaan untuk menjalankan usahanya secara baik sesuai dengan hak dan kewajibannya masing-masing. Ada dua hal yang ditekankan dalam konsep ini, pertama, pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar (akurat) dan tepat pada waktunya dan, kedua, kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu, dan transparan terhadap semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan

stakeholder.

Di Negara Indonesia, Code Of Good Corporate Governance yang diterbitkan oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (2006) terdapat 5 prinsip yang harus dilakukan oleh setiap perusahaan, yaitu:


(43)

1) Transparency (Transparansi)

Untuk mewujudkan dan mempertahankan objektivitas dalam praktek bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang relevan dan material yang mudah diakses dan mudah dipahami bagi stakeholder. Perusahaan harus mempunyai inisiatif untuk mengungkapkan informasi tidak hanya yang diwajibkan oleh hukum dan regulasi, tetapi juga informasi lain yang dianggap penting bagi pemegang saham, kreditur dan stakeholder lain untuk pembuatan keputusan. 2) Accountability (Akuntabilitas)

Perusahaan harus dapat mempertanggung jawabkan kinerjanya dengan wajar dan transparan. Jadi, perusahaan harus mengatur cara agar kepentingan perusahaan sejalan dengan kepentingan pemegang saham dan stakeholder lain. Akuntabilitas adalah salah satu prasyarat untuk memperoleh kinerja berkelanjutan.

3) Responsibility (Tanggung Jawab)

Perusahaan harus mematuhi hukum dan aturan dan memenuhi tanggung jawab kepada komunitas dan lingkungan dengan tujuan mempertahankan kelangsungan bisnis jangka panjang dan dikenal sebagai perusahaan yang baik.

4) Independensi (Kemandirian)

Untuk mendukung implementasi prinsip-prinsip GCG, perusahaan harus diatur secara independen oleh kekuasaan yang seimbang, dimana tidak ada salah satu organ perusahaan yang mendominasi organ lain dan tidak ada intervensi dari pihak lain.


(44)

5) Fairness (Kewajaran)

Dalam melakukan aktivitasnya, perusahaan harus mengutamakan kepentingan pemegang saham dan stakeholder lain berdasarkan prinsip kewajaran.

Menurut Organization For Economic Co-operation and Development (OECD) menguraikan 4 prinsip dalam GCG, yaitu:

1) Fairness (Keadilan)

Fairness menjamin perlindungan hak para pemegang saham, termasuk hak-hak pemegang saham minoritas dan para pemegang saham asing, serta menjamin terlaksananya komitmen dengan para investor. Prinsip fairness diharapkan untuk membuat seluruh aset perusahaan dikelola secara baik dan hati-hati sehingga terdapat perlindungan terhadap kepentingan pemegang saham secara jujur dan adil. Penegakan prinsip fairness mensyaratkan adanya peraturan perundang-undangan yang jelas, tegas, konsisten dan dapat ditegakkan secara baik serta efektif.

2) Transparency (Transparansi)

Transparency mewajibkan adanya suatu informasi yang terbuka, tepat waktu, jelas dan dapat diperbandingkan yang menyangkut keadaan keuangan, pengelolaan perusahaan dan kepemilikan perusahaan. Prinsip transparency

diharapkan dapat membantu stakeholder dalam menilai risiko yang mungkin terjadi dalam melakukan transaksi dengan perusahaan serta meminimalisasi adanya benturan kepentingan berbagai pihak dalam manajemen.


(45)

3) Accountability (Akuntabilitas)

Prinsip accountability menjelaskan peran dan tanggung jawab, serta mendukung usaha untuk menjamin penyeimbangan kepentingan manajemen dan pemegang saham, sebagaimana yang diawasi oleh dewan komisaris. Beberapa bentuk implementasi dari prinsip accountability adalah adanya praktek audit internal yang efektif serta menjelaskan fungsi, hak, kewajiban, wewenang dan tanggung jawab dalam anggaran dasar perusahaan dan target pencapaian perusahaan di masa depan. Apabila prinsip accountability diterapkan secara efektif maka ada kejelasan fungsi, hak, kewajiban, wewenang dan tanggung jawab para pemegang saham, dewan komisaris serta direksi.

4) Responsibility (Tanggung Jawab)

Responsibility memastikan dipatuhinya peraturan serta ketentuan yang berlaku sebagai cerminan dipatuhinya nilai-nilai sosial. Penerapan prinsip ini diharapkan membuat perusahaan menyadari bahwa dalam kegiatan operasionalnya sering kali menghasilkan eksternalitas (dampak di luar perusahaan) negatif yang harus ditanggung masyarakat.

Jika prinsip-prinsip GCG di atas dapat dilaksanakan secara sungguh-sungguh, dapat diartikan perusahaan akan memiliki landasan kokoh dalam menjalankan bisnisnya.

Manfaat mekanisme GCG antara lain:

1) Mengurangi agency cost yang merupakan biaya yang harus ditanggung pemegang saham karena penyalahgunaan wewenang sebagai akibat pendelegasian wewenang kepada pihak manajemen.


(46)

2) Mengurangi biaya modal (cost of capital) sebagai dampak dari menurunnya tingkat bunga atas dana dan sumber daya yang dipinjam oleh perusahaan seiring dengan turunnya tingkat risiko perusahaan.

3) Menciptakan dukungan para stakeholder dalam lingkungan perusahaan tersebut terhadap keberadaan dan berbagai strategi dan kebijakan yang ditempuh perusahaan.

Listyorini (2001) dalam Sabrinna (2010) menyebutkan manfaat penerapan GCG adalah:

1) Meningkatkan efisiensi produktivitas

Hal ini dikarenakan seluruh individu dalam perusahaan memiliki komitmen untuk memajukan perusahaan. Semua individu di perusahaan pada setiap level dan departemen akan berusaha menyumbang segenap kemampuannya untuk kepentingan perusahaan dan bukan atas dasar mencari keuntungan secara pribadi atau kelompok. Dengan demikian tidak terjadi pemborosan yang diakibatkan penggunaan sumber daya perusahaan yang dipergunakan untuk kepentingan pihak-pihak tertentu yang tidak sejalan dengan kepentingan perusahaan.

2) Meningkatkan kepercayaan publik

Publik dalam hal ini dapat berupa mitra baik sebagai investor, pemasok, pelanggan, kreditur, pemerintah maupun konsumen akhir. Bagi investor dan kreditur penerapan GCG adalah suatu hal yang dijadikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pelepasan dana investasi maupun kreditnya. Jadi kreditor dan investor akan merasa lebih aman karena perusahaan


(47)

dijalankan dengan prinsip yang mengutamakan kepentingan semua pihak dan bukan hanya pihak tertentu saja.

3) Menjaga kelangsungan hidup perusahaan

4) Dapat mengukur target kinerja keuangan perusahaan

Dalam hal ini manajemen lebih terarah dalam mencapai sasaran-sasaran manajemen dan tidak disibukkan untuk hal-hal yang bukan menjadi sasaran pencapaian kinerja manajemen. Pada penelitian ini, mekanisme GCG antara lain struktur kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, komisaris independen dan komite audit.

2.2.1 Kepemilikan Institusional

Struktur kepemilikan merupakan jenis institusi atau perusahaan yang memegang saham terbesar dalam suatu perusahaan (Wahyudi dan Pawestri, 2006). Struktur kepemilikan dapat berupa investor individual, pemerintah, dan institusi swasta. Secara spesifik kategori struktur kepemilikan meliputi kepemilikan oleh institusi domestik, institusi asing, pemerintah, karyawan dan individual domestik. Struktur kepemilikan akan memiliki motivasi yang berbeda dalam memonitor perusahaan serta manajemen dan dewan direksinya.

Struktur kepemilikan dipercaya memiliki kemampuan untuk mempengaruhi jalannya perusahaan yang nantinya dapat mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan. Menurut Itturiaga dan Sanz (2000) dalam Sabrinna (2010), struktur kepemilikan dapat dijelaskan dari dua sudut pandang yaitu pendekatan keagenan (agency approach) dan pendekatan ketidakseimbangan (asymmetric information approach). Menurut pendekatan keagenan, struktur kepemilikan merupakan suatu


(48)

mekanisme untuk mengurangi konflik kepentingan antara manajer dengan pemegang saham. Sedangkan pendekatan ketidakseimbangan informasi memandang mekanisme struktur kepemilikan sebagai suatu cara untuk mengurangi ketidakseimbangan informasi antara insider dan outsider melalui pengungkapan informasi di dalam pasar modal. Jensen dan Meckling (1976) dalam Sabrinna (2010) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional adalah dua mekanisme GCG yang dapat mengendalikan masalah keagenan.

Kepemilikan institusional merupakan kepemilikan saham oleh pemerintah, institusi keuangan, institusi berbadan hukum, institusi luar negeri, dana perwalian serta institusi lainnya pada akhir tahun (Shien, et al. 2006 dalam Sabrinna, 2010). Kepemilikan institusional menurut Tarjo (2008) merupakan saham perusahaan yang dimiliki oleh institusi atau lembaga (perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi dan kepemilikan institusi lain) yang memiliki kepemilikan saham diatas 5%. Menurut Rachmawati dan Triatmoko (2007) pengukuran kepemilikan institusional adalah sebagai berikut:

Menurut Wening (2009), kepemilikan institusional merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan. Adanya kepemilikan oleh investor institusional akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen, karena kepemilikan saham mewakili suatu sumber kekuasaan yang dapat digunakan untuk mendukung atau sebaliknya terhadap kinerja manajemen.


(49)

Brous dan Kini (1994) dalam Sabrinna (2010) menyatakan bahwa ketatnya pengawasan yang dilakukan oleh investor institusional sangat tergantung pada besarnya investasi yang dilakukan. Bathala, et al. (1994) dalam Sabrinna (2010) juga menemukan bahwa kepemilikan institusional menggantikan kepemilikan manajerial dalam mengontrol agency cost. Semakin besar kepemilikan oleh institusi keuangan maka akan semakin besar kekuatan suara dan dorongan institusi keuangan untuk mengawasi manajemen dan akibatnya akan memberikan dorongan yang lebih besar untuk mengoptimalkan nilai perusahaan sehingga kinerja keuangan perusahaan juga akan meningkat.

Keberadaan investor institusional dapat menunjukkan mekanisme GCG yang kuat yang dapat digunakan untuk memonitor manajemen perusahaan. Pengaruh investor institusional terhadap manajemen perusahaan dapat menjadi sangat penting serta dapat digunakan untuk menyelaraskan kepentingan manajemen dengan para pemegang saham (Solomon, 2004 dalam Sabrinna, 2010). Menurut Boediono dalam Ujiyanto dan Pramuka (2007), kepemilikan institusional memiliki kemampuan untuk mengendalikan pihak manajemen melalui proses monitoring secara efektif sehingga dapat mengurangi manajemen laba. Persentase saham tertentu yang dimiliki oleh institusi dapat mempengaruhi proses penyusunan laporan keuangan yang tidak menutup kemungkinan terdapat akrualisasi sesuai kepentingan pihak manajemen. 2.2.2 Kepemilikan Manajerial

Kepemilikan manajerial adalah jumlah kepemilikan saham oleh pihak manajemen dari seluruh modal saham perusahaan yang di kelola (Boediono, 2005). Kepemilikan manajerial merupakan kepemilikan saham oleh manajemen perusahaan


(50)

yang diukur dengan persentase jumlah saham yang dimiliki oleh manajemen (Sujono dan Soebiantoro, 2007 dalam Sabrinna, 2010).

Kepemilikan manajerial dapat diartikan sebagai pemegang saham dari pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan (direktur dan komisaris). Menurut Wahyudi dan Prawestri (2006) pengukuran kepemilikan manajerial adalah sebagai berikut:

Gunarsih (2001) menyatakan bahwa kepemilikan perusahaan merupakan salah satu mekanisme yang dapat dipergunakan agar pengelola melakukan aktivitas sesuai dengan kepentingan pemilik perusahaan. Meningkatkan kepemilikan manajerial dapat digunakan sebagai cara untuk mengatasi masalah keagenan. Manajer akan termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya yang juga merupakan keinginan dari para pemegang saham. Ross, et al. (1999) dalam Putri (2006) menyatakan bahwa semakin besar proporsi kepemilikan saham pada perusahaan maka manajemen cenderung berusaha lebih giat untuk kepentingan pemegang saham yang tidak lain adalah dirinya sendiri. Kepemilikan saham manajerial akan membantu penyatuan kepentingan antara manajer dan pemegang saham, sehingga manajer ikut merasakan secara langsung manfaat dari keputusan yang diambil dan ikut pula menanggung kerugian sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah.

Kepemilikan manajerial yang terlalu tinggi juga dapat berdampak buruk terhadap perusahaan karena dapat menimbulkan masalah pertahanan, yang berarti jika kepemilikan manajerial tinggi, mereka memiliki posisi yang kuat untuk melakukan kontrol terhadap perusahaan dan pihak pemegang saham eksternal akan


(51)

mengalami kesulitan untuk mengendalikan tindakan manajer. Hal ini disebabkan tingginya hak voting yang dimiliki manajer (Gunarsih, 2001). Sehingga dikhawatirkan akan berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan perusahaan. Teori akuntansi menyebutkan bahwa kinerja keuangan perusahaan sangat ditentukan oleh motivasi manajer perusahaan. Seperti manajer yang juga sekaligus sebagai pemegang saham dan manajer yang tidak sebagai pemegang saham. Dua hal tersebut akan mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan, sebab kepemilikan seorang manajer akan ikut menentukan kebijakan dan pengambilan keputusan terhadap metode akuntansi yang diterapkan pada perusahaan yang dikelola. Kualitas laba yang dilaporkan dapat dipengaruhi oleh kepemilikan saham manajerial. Hal ini terjadi karena tekanan dari pasar modal menyebabkan perusahaan dengan kepemilikan manajerial yang tinggi akan memilih metode akuntansi yang meningkatkan laba yang dilaporkan, yang sebenarnya tidak mencerminkan keadaan ekonomi dari perusahaan yang bersangkutan. Hal tersebut terjadi karena manajer ikut merasakan secara langsung manfaat dari keputusan yang diambil dan ikut pula menanggung kerugian sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah.

Morck, Shleifer dan Vishny (1997) dalam Siallagan dan Machfoedz (2006) menemukan bahwa pada level 0-5% terdapat hubungan non linier antara kepemilikan manajerial dengan kinerja keuangan perusahaan, berhubungan negatif pada level 5-25%, berhubungan positif antara kepemilikan manajerial dengan nilai perusahaan pada level 25-50% dan berhubungan negatif pada level > 50%.


(52)

2.2.3 Komisaris Independen

Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak memiliki hubungan keuangan, kepengurusan, kepemilikan saham dan/atau hubungan keluarga dengan anggota dewan komisaris lainnya, direksi dan/atau pemegang saham pengendali atau hubungan lain yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen. Komite Nasional Kebijakan Governance, (2006) menyatakan bahwa komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak semata-mata demi kepentingan perusahaan.

Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI), 2003 menyatakan bahwa peran komisaris independen diharapkan mampu mendorong diterapkannya prinsip dan praktek GCG pada perusahaan-perusahaan publik di Indonesia, termasuk BUMN. Komisaris independen dalam penelitian ini diukur dengan membagi jumlah dewan komisaris independen dengan jumlah total dewan komisaris (Lai, 2005 dalam Andayani, 2010).

Keberadaan komisaris independen di Indonesia telah diatur dalam Surat keputusan Direksi PT Bursa Efek Jakarta (BEJ) Nomor: Kep-315/BEJ/06-2000 perihal Peraturan No I-A, tentang Pencatatan Saham dan Efek bersifat Ekuitas selain saham yang diterbitkan oleh Perusahaan Tercatat pada butir mengenai ketentuan tentang komisaris independen. Dalam peraturan tersebut dinyatakan bahwa dalam


(53)

rangka penyelenggaraan pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance), perusahaan yang tercatat di BEJ wajib memiliki komisaris independen yang jumlah proporsionalnya sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki oleh bukan pemegang saham pengendali dengan ketentuan jumlah komisaris independen sekurang-kurangnya 30% dari jumlah seluruh anggota komisaris.

Menurut ketentuan Surat Edaran Bapepam Nomor: SE03/PM/2000 dan Peraturan Pencatatan Efek Nomor: 339/BEJ/07-2001 tgl 21 Juli 2001, perusahaan publik yang tercatat di bursa wajib memiliki beberapa anggota dewan komisaris yang memenuhi kualifikasi sebagai komisaris independen. Penelitian Besley (1996) dalam Rachmawati dan Triatmoko (2007) menyimpulkan bahwa komposisi dewan komisaris dari luar lebih dapat untuk mengurangi kecurangan pelaporan keuangan. Komposisi individu yang bekerja sebagai anggota dewan komisaris merupakan hal yang penting dalam memonitor aktivitas manajemen secara efektif. Dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan akan dipandang lebih baik, karena pihak luar perusahaan akan menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan perusahaan dengan lebih objektif dibanding perusahaan yang memiliki susunan dewan komisaris yang hanya berasal dari dalam perusahaan.

Sebagai seorang profesional, komisaris independen harus memiliki kompetensi pribadi, yaitu: memiliki integritas dan kejujuran yang tidak pernah diragukan, memahami seluk beluk pengelolaan bisnis dan keuangan perusahaan, memahami dan mampu membaca laporan keuangan perusahaan dan implikasinya terhadap strategi bisnis, memahami seluk beluk industri yang digeluti perusahaan, memiliki kepekaan terhadap perkembangan lingkungan yang dapat mempengaruhi


(54)

bisnis perusahaan, memiliki wawasan luas dan kemampuan berpikir strategis, memiliki karakter sebagai pemimpin yang profesional, memiliki kemampuan berkomunikasi serta kemampuan untuk mempengaruhi dan bekerja sama dengan orang lain, memiliki komitmen dan konsisten dalam melakukan profesinya sebagai komisaris independen, serta memiliki kemampuan untuk berpikir objektif dan independen secara profesional (FCGI, 2003).

Kriteria komisaris independen menurut FCGI (2003) adalah sebagai berikut: 1. Komisaris independen bukan merupakan anggota manajemen.

2. Komisaris independen bukan merupakan pemegang saham mayoritas, atau seorang pejabat dari atau dengan cara lain yang berhubungan secara langsung atau tidak langsung dengan pemegang saham mayoritas dari perusahaan.

3. Komisaris independen dalam kurun waktu tiga tahun terakhir tidak dipekerjakan dalam kapasitasnya sebagai eksekutif oleh perusahaan atau perusahaan lainnya dalam satu kelompok usaha dan tidak pula dipekerjakan dalam kapasitasnya sebagai komisaris setelah tidak lagi menempati posisi seperti itu.

4. Komisaris independen bukan merupakan penasehat profesional perusahaan atau perusahaan lainnya yang satu kelompok dengan perusahaan tersebut.

5. Komisaris independen bukan merupakan seorang pemasok atau pelanggan yang signifikan dan berpengaruh dari perusahaan atau perusahaan lainnya yang satu kelompok, atau dengan cara lain berhubungan secara langsung atau tidak langsung dengan pemasok atau pelanggan tersebut.


(55)

6. Komisaris independen tidak memiliki kontraktual dengan perusahaan atau perusahaan lainnya yang satu kelompok selain sebagai komisaris perusahaan tersebut.

7. Komisaris independen harus bebas dari kepentingan dan urusan bisnis apapun atau hubungan lainnya yang dapat, atau secara wajar dapat dianggap sebagai campur tangan secara material dengan kemampuannya sebagai seorang komisaris untuk bertindak demi kepentingan yang menguntungkan perusahaan.

Beberapa kriteria lainnya tentang komisaris independen menurut keputusan direksi PT Bursa Efek Jakarta Nomor: Kep-305/BEJ/07-2004 Jakarta tanggal 19 Juli 2004, yaitu sebagai berikut:

a. Jumlah minimal komisaris independen adalah 30% dari seluruh anggota dewan komisaris.

b. Komisaris independen tidak mempunyai saham baik langsung maupun tidak langsung pada emiten atau perusahaan publik.

c. Komisaris independen tidak memiliki hubungan afiliasi dengan emiten atau pemegang saham mayoritas atau pemegang saham utama dari perusahaan tercatat yang bersangkutan.

d. Komisaris independen tidak memiliki hubungan afiliasi dengan direktur dan/atau komisaris lainnya dari perusahaan tercatat yang bersangkutan.

e. Komisaris independen tidak memiliki kedudukan rangkap pada perusahaan lainnya yang terafiliasi dengan perusahaan tercatat yang bersangkutan atau hubungan usaha baik langsung maupun tidak langsung yang berkaitan dengan kegiatan usaha perusahaan tercatat.


(1)

NO KODE EMITEN

DKI (KOM

INDEPENDEN) KOMITE AUDIT

2007 2008 2009 2007 2008 2009

1 AKRA AKR Corporindo Tbk 0.33 0.33 0.33 3 3 3

2 ASII Astra International Tbk 0.45 0.45 0.45 3 3 3

3 AUTO Astra Otoparts Tbk 0.43 0.40 0.40 0 0 0

4 BRAM Indo Kordsa Tbk 0.29 0.29 0.29 3 3 3

5 BRNA Berlina Tbk 0.50 0.50 0.50 3 3 3

6 BTON Betonjaya Manunggal Tbk 0.50 0.50 0.50 3 3 3

7 CTBN Citra Tubindo Tbk 0.33 0.33 0.33 4 4 4

8 DYNA Dynaplast Tbk 0.33 0.33 0.33 3 3 3

9 IKBI Sumi Indo Kabel Tbk 0.20 0.20 0.20 3 3 3

10 INAF Indofarma (Persero) Tbk 0.50 0.50 0.50 3 3 3

11 INDF Indofood Sukses Makmur Tbk 0.30 0.30 0.30 4 4 4

12 INTA Intraco Penta Tbk 0.33 0.33 0.33 0 0 0

13 JPRS Jaya Pari Steel Tbk 0.50 0.50 0.50 3 3 3

14 KAEF Kimia Farma Tbk 0.60 0.60 0.60 3 3 3

15 KBLM Kabelindo Murni Tbk 0.50 0.50 0.50 3 3 3

16 LION Lion Metal Works Tbk 0.33 0.33 0.33 3 3 3

17 LMPI Langgeng Makmur Plastik Industry Ltd Tbk 0.50 0.50 0.50 3 3 3

18 LMSH Lion Mesh Prima Tbk 0.33 0.33 0.33 3 3 3

19 LTLS Lautan Luas Tbk 0.25 0.25 0.25 3 3 3

20 MTDL Metrodata Electronics Tbk 0.33 0.33 0.33 3 3 3

21 NIPS Nipress Tbk 0.33 0.33 0.33 3 3 3

22 PICO Pelangi Indah Canindo Tbk 0.33 0.33 0.33 3 3 3

23 PYFA Pyridam Farma Tbk 0.33 0.33 0.33 3 3 3

24 STTP Siantar TOP Tbk 0.33 0.33 0.33 3 3 3

25 TCID Mandom Indonesia Tbk 0.40 0.40 0.40 4 4 4

26 TIRA Tira Austenite Tbk 0.33 0.33 0.25 3 3 3


(2)

NO KODE

SAHAM BEREDAR CLOSING PRICE MVE

2007 2008 2009 2007 2008 2009 2007 2008 2009

1 AKRA 3,120 3,120 3,120 1,308 683 1,109 4,080,960 2,130,960 3,460,080 2 ASII 4,048 4,048 4,048 10,550 34,700 54,550 42,710,149 140,477,929 220,837,782 3 AUTO 771 771 771 16625 17500 28750 12,820,490 13,495,252 22,170,772 4 BRAM 450 450 450 1,900 1,800 1,450 855,000 810,000 652,500 5 BRNA 69 138 138 495 320 600 34,155 44,160 82,800 6 BTON 180 180 180 185 335 275 33,300 60,300 49,500 7 CTBN 800 800 800 3,000 3,100 3,100 2,400,000 2,480,000 2,480,000 8 DYNA 315 315 315 740 650 800 232,882 204,559 251,764 9 IKBI 306 306 306 1,150 500 1,620 351,900 153,000 495,720 10 INAF 3,099 3,099 3,099 205 50 83 635,350 154,963 257,239 11 INDF 9,444 8,780 8,780 930 3,550 4,875 8,783,096 31,170,514 42,804,579 12 INTA 432 432 432 550 234 690 237,603 101,089 298,084 13 JPRS 750 750 750 355 166 265 266,250 124,500 198,750 14 KAEF 5,554 5,554 5,554 305 76 127 1,693,970 422,104 705,358 15 KBLM 1,120 1,120 1,120 120 120 115 134,400 134,400 128,800 16 LION 52 52 52 2,100 3,075 2,100 109,234 159,949 109,234 17 LMPI 1,009 1,009 1,009 160 70 215 161,363 70,596 216,831 18 LMSH 10 10 10 2,100 3,600 2,400 20,160 34,560 23,040 19 LTLS 780 780 780 440 530 750 343,200 413,400 585,000 20 MTDL 2,042 2,042 2,042 184 71 87 375,714 144,977 177,648 21 NIPS 20 20 20 1,850 1,490 1,450 37,000 29,800 29,000 22 PICO 568 568 568 505 430 220 287,029 244,401 125,043 23 PYFA 535 535 535 50 110 127 26,754 58,859 67,955 24 STTP 1,310 1,310 1,310 370 150 250 484,700 196,500 327,500 25 TCID 181 181 201 8,400 5,500 8,100 1,520,064 995,280 1,628,640 26 TIRA 59 59 59 1,600 1,600 1,740 94,080 94,080 102,312 27 ULTJ 2,888 2,888 2,888 650 800 580 1,877,448 2,310,706 1,675,262


(3)

NO KODE

UTANG LANCAR AKTIVA LANCAR

2007 2008 2009 2007 2008 2009

1 AKRA 1,586,850 2,192,341 2,810,284 1,845,339 2,185,151 2,694,116 2 ASII 21,343,163 26,883,000 26,735,000 19,474,163 35,531,000 36,595,000

3 AUTO 758,853 873,185 980,428 1,639,393 1,862,813 2,131,336

4 BRAM 183,230 446,099 190,876 911,770 978,226 656,111

5 BRNA 72,923 94,296 187,580 175,649 222,591 283,629

6 BTON 10,904 13,982 3,708 34,365 60,424 25,082

7 CTBN 649,212 939,562 671,151 1,000,109 1,420,300 1,117,499

8 DYNA 390,178 526,761 519,133 384,743 430,623 451,367

9 IKBI 141,352 119,983 58,077 436,855 492,243 417,181

10 INAF 686,297 634,576 376,912 899,307 844,984 581,222

11 INDF 12,776,365 16,262,161 11,158,962 11,766,665 14,598,422 12,954,813

12 INTA 301,144 469,591 487,724 772,833 1,009,144 851,626

13 JPRS 42,403 123,117 75,724 248,084 373,882 217,576

14 KAEF 433,564 449,855 510,854 893,447 950,618 1,020,884

15 KBLM 189,006 200,776 111,277 198,729 216,839 114,083

16 LION 33,979 38,607 29,755 183,763 219,551 236,951

17 LMPI 77,785 110,549 91,336 225,589 259,994 254,306

18 LMSH 27,632 18,606 21,976 51,252 51,256 46,699

19 LTLS 1,363,316 1,879,789 1,319,201 1,130,674 2,112,208 1,479,211

20 MTDL 787,116 740,209 519,016 1,007,583 988,662 775,024

21 NIPS 157,453 174,852 169,916 173,978 180,982 168,642

22 PICO 306,726 347,303 338,623 241,114 351,766 308,862

23 PYFA 24,018 25,112 21,670 34,875 41,291 45,490

24 STTP 115,605 221,491 110,001 204,499 271,633 185,735

25 TCID 22,507 61,401 77,511 396,330 497,212 562,971

26 TIRA 126,318 131,512 109,372 143,942 152,109 136,653


(4)

NO

PERSEDIAAN UTANG JANGKA PANJANG DEBT

2007 2008 2009 2007 2008 2009 2007 2008 2009

1 608,449 783,986 709,518 412,982 725,870 1,021,968 762,942 1,517,046 1,847,654 2 1,366,949 8,666,000 7,282,000 10,168,573 13,280,000 13,271,000 13,404,522 13,298,000 10,693,000 3 497,022 670,008 514,620 335,881 317,701 281,864 -47,637 -1,919 -354,424 4 297,915 402,957 237,106 279,122 34,082 33,997 -151,503 -95,088 -194,132 5 41,165 55,005 67,052 137,744 136,350 118,393 76,183 63,060 89,396

6 6,223 13,122 6,972 1,150 1,288 1,450 -16,088 -32,032 -12,952

7 213,428 508,051 339,235 86,137 125,877 182,446 -51,332 153,190 75,333 8 144,189 160,411 154,887 245,513 191,141 206,365 395,137 447,690 429,018 9 102,045 120,904 115,561 7,921 9,289 11,768 -185,537 -242,067 -231,775 10 205,874 209,251 141,953 31,577 34,641 52,402 24,441 33,484 -9,955 11 4,169,150 6,061,219 5,117,484 5,899,543 10,170,208 13,727,819 11,078,393 17,895,166 17,049,452 12 284,323 308,466 257,205 242,584 339,004 194,330 55,218 107,917 87,633 13 91,571 111,757 78,939 5,774 6,455 6,539 -108,336 -132,553 -56,374 14 302,141 414,916 437,406 45,148 48,050 56,455 -112,594 -37,797 -16,169 15 60,231 44,441 48,847 21,265 33,133 19,789 71,773 61,511 65,830 16 69,095 91,074 68,593 12,281 13,326 13,812 -68,408 -76,544 -124,791 17 136,469 165,066 140,553 63,634 56,619 50,276 52,299 72,240 27,859

18 28,387 28,539 25,152 6,040 5,484 11,132 10,807 1,373 11,561

19 398,607 1,047,306 445,607 81,027 660,779 806,079 712,276 1,475,666 1,091,676 20 151,923 230,526 158,883 32,266 128,826 134,759 -36,278 110,899 37,634 21 40,923 49,061 74,236 35,367 26,838 17,559 59,765 69,769 93,069 22 139,455 220,331 213,306 8,244 90,365 40,484 213,311 306,233 283,551

23 12,722 17,742 24,071 4,195 4,290 5,242 6,060 5,853 5,493

24 111,510 177,039 112,157 43,222 41,822 34,210 65,838 168,719 70,633 25 166,415 230,155 205,356 29,050 33,223 36,312 -178,358 -172,433 -243,792

26 81,665 84,435 65,671 34,436 17,030 9,490 98,477 80,868 47,880


(5)

NO KODE

MVE DEBT

2007 2008 2009 2007 2008 2009

1 AKRA 4,080,960 2,130,960 3,460,080 762,942 1,517,046 1,847,654 2 ASII 42,710,149 140,477,929 220,837,782 13,404,522 13,298,000 10,693,000 3 AUTO 12,820,490 13,495,252 22,170,772 -47,637 -1,919 -354,424 4 BRAM 855,000 810,000 652,500 -151,503 -95,088 -194,132 5 BRNA 34,155 44,160 82,800 76,183 63,060 89,396 6 BTON 33,300 60,300 49,500 -16,088 -32,032 -12,952 7 CTBN 2,400,000 2,480,000 2,480,000 -51,332 153,190 75,333 8 DYNA 232,882 204,559 251,764 395,137 447,690 429,018 9 IKBI 351,900 153,000 495,720 -185,537 -242,067 -231,775 10 INAF 635,350 154,963 257,239 24,441 33,484 -9,955 11 INDF 8,783,096 31,170,514 42,804,579 11,078,393 17,895,166 17,049,452 12 INTA 237,603 101,089 298,084 55,218 107,917 87,633 13 JPRS 266,250 124,500 198,750 -108,336 -132,553 -56,374 14 KAEF 1,693,970 422,104 705,358 -112,594 -37,797 -16,169 15 KBLM 134,400 134,400 128,800 71,773 61,511 65,830 16 LION 109,234 159,949 109,234 -68,408 -76,544 -124,791 17 LMPI 161,363 70,596 216,831 52,299 72,240 27,859 18 LMSH 20,160 34,560 23,040 10,807 1,373 11,561 19 LTLS 343,200 413,400 585,000 712,276 1,475,666 1,091,676 20 MTDL 375,714 144,977 177,648 -36,278 110,899 37,634 21 NIPS 37,000 29,800 29,000 59,765 69,769 93,069 22 PICO 287,029 244,401 125,043 213,311 306,233 283,551 23 PYFA 26,754 58,859 67,955 6,060 5,853 5,493 24 STTP 484,700 196,500 327,500 65,838 168,719 70,633 25 TCID 1,520,064 995,280 1,628,640 -178,358 -172,433 -243,792 26 TIRA 94,080 94,080 102,312 98,477 80,868 47,880 27 ULTJ 1,877,448 2,310,706 1,675,262 270,028 61,679 108,363


(6)

NO KODE

TOTAL AKTIVA TOBIN'S Q

2007 2008 2009 2007 2008 2009

1 AKRA 3,497,591 4,874,851 6,059,070 1.385 0.748 0.876

2 ASII 63,519,598 80,740,000 88,938,000 0.883 1.905 2.603

3 AUTO 3,454,254 3,981,316 4,644,939 3.698 3.389 4.697

4 BRAM 1,554,863 1,672,766 1,349,631 0.452 0.427 0.340

5 BRNA 387,273 432,642 507,226 0.285 0.248 0.339

6 BTON 46,469 70,509 69,784 0.370 0.401 0.524

7 CTBN 1,601,065 2,088,860 1,870,534 1.467 1.261 1.366

8 DYNA 1,123,388 1,235,004 1,290,591 0.559 0.528 0.527

9 IKBI 589,322 636,409 561,949 0.282 -0.140 0.470

10 INAF 1,009,438 965,812 728,035 0.654 0.195 0.340

11 INDF 29,527,466 39,594,264 40,382,953 0.673 1.239 1.482

12 INTA 863,818 1,137,218 1,039,511 0.339 0.184 0.371

13 JPRS 268,790 399,344 353,951 0.587 -0.020 0.402

14 KAEF 1,386,739 1,445,670 1,562,625 1.140 0.266 0.441

15 KBLM 432,681 459,111 354,781 0.477 0.427 0.549

16 LION 216,130 253,142 271,366 0.189 0.329 -0.057

17 LMPI 531,756 560,078 540,514 0.402 0.255 0.453

18 LMSH 62,812 61,988 72,831 0.493 0.580 0.475

19 LTLS 2,135,084 3,494,853 3,081,130 0.494 0.541 0.544

20 MTDL 1,162,251 1,288,796 1,059,054 0.292 0.199 0.203

21 NIPS 288,148 325,008 314,478 0.336 0.306 0.388

22 PICO 452,880 588,564 542,660 1.105 0.936 0.753

23 PYFA 95,157 98,655 99,937 0.345 0.656 0.735

24 STTP 517,448 626,750 548,720 1.064 0.583 0.726

25 TCID 725,197 910,790 994,620 1.850 0.903 1.392

26 TIRA 238,871 228,582 201,789 0.806 0.765 0.744


Dokumen yang terkait

Analisis Pengaruh Penerapan Good Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2009-2011

0 46 93

Analisis Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2009-2011

0 51 83

Analisis Pengaruh Penerapan Mekanisme Good Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (2008-2010)

1 28 108

PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Kinerja Perusahaan (Studi Empiris Laporan Keuangan Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Pada Bursa Efek Indonesia Periode 2011-2013).

0 2 14

PENGARUH PENERAPAN GOOD CORPORATE PENGARUH PENERAPAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP NILAI PERUSAHAAN (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2007 - 2009).

0 0 15

PENDAHULUAN PENGARUH PENERAPAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP NILAI PERUSAHAAN (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2007 - 2009).

0 0 8

PENGARUH PENERAPAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP NILAI PERUSAHAAN Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2006-2008 ).

0 0 11

PENGARUH PENERAPAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP NILAI PERUSAHAAN PENGARUH PENERAPAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP NILAI PERUSAHAAN (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2007-2009.

0 0 15

PENDAHULUAN PENGARUH PENERAPAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP NILAI PERUSAHAAN (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2007-2009.

0 0 10

PENGARUH PENERAPAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN MANUFAKTUR Pengaruh Penerapan Good Corporate Governance Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia.

0 1 14