menggunakan rasio CFROA. Dari beberapa perbedaaan tersebut maka memungkinkan hasil penelitian yang berbeda pula.
Berdasarkan penjelasan diatas, penelitian ini berusaha meneliti tentang
“Pengaruh Corporate Governance terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Property dan Real Estate yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun
2010 – 2013” .
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah terdapat pengaruh positif kepemilikan saham publik terhadap
kinerja keuangan perusahaan? 2.
Apakah terdapat pengaruh positif ukuran dewan komisaris terhadap kinerja keuangan perusahaan?
3. Apakah terdapat pengaruh positif aktivitas rapat dewan komisaris
terhadap kinerja keuangan perusahaan? 4.
Apakah terdapat pengaruh positif proporsi dewan komisaris independen terhadap kinerja keuangan perusahaan?
5. Apakah terdapat pengaruh simultan kepemilikan saham publik, ukuran
dewan komisaris, aktifitas rapat dewan komisaris dan proporsi dewan komisaris independen terhadap kinerja keuangan perusahaan ?
1.3 Tujuan Penelitian
Universitas Sumatera Utara
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh penerapan Corporate Governance yang terdiri dari indikator:
kepemilikan saham publik, ukuran dewan komisaris, aktivitas rapat dewan komisaris dan proporsi dewan komisaris independen terhadap kinerja keuangan
perusahaan Property dan Real Estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Aspek praktis
Secara praktis diharapkan memberikan informasi dan referensi pemerintah, auditor, mahasiswa akuntansi, investor, kreditor dan masyarakat
umum mengenai kinerja keuangan perusahaan Property dan Real Estate dalam hubungannya dengan mekanisme Corporate Governance.
1.4.2 Aspek ilmu
Memperkaya literatur Penelitian literatur bagi mahasiswa dan pihak- pihak lain yang akan menyusun skripsi atau yang akan melakukan penelitian
mengenai pengaruh Corporate Governance terhadap kinerja keuangan pada perusahaan Property dan Real Estate. Serta membantu pemahaman lebih lanjut
mengenai masalah yang berhubungan dengan akuntansi keuangan.
BAB II
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Teori Keagenan
Menurut Jensen dan Meckling 1976 ada dua macam bentuk hubungan keagenan, yaitu antara manajer dan pemegang saham shareholders
dan antara manajer dan pemberi pinjaman bandholders. Masalah keagenan agency problem sebenarnya muncul ketika principal kesulitan untuk
memastikan bahwa agent bertindak untuk memaksimumkan kesejahteraan principal
. Agency theory teori keagenan membahas hubungan antara principal
pemilik dan pemegang saham dengan agent manajemen. Menurut Jensen dan Meckling 1976 pihak manajemen atau
pengelola perusahaan tidak akan selalu bertindak sesuai keinginan pemilik atau pemegang saham. Hal ini dikarenakan pemilik memiliki motivasi jangka
panjang, sedangkan pihak manajemen memiliki motivasi jangka pendek untuk mendapatkan profit dengan mengabaikan sustainability keuntungan jangka
panjang. Untuk mengurangi kemungkinan tersebut maka ditetapkan biaya monitoring, hal tersebut akan membuat pihak manajemen akan lebih maksimal
dalam mengelola perusahaan. Jensen dan Meckling 1976 menyatakan bahwa hubungan keagenan
muncul ketika satu atau lebih individu principal mempekerjakan individu lain agent untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan
kekuasaan kepada agen untuk membuat keputusan atas nama principal
Universitas Sumatera Utara
tersebut. Selain itu mereka juga menyatakan bahwa ada dua cara dalam tata kelola perusahaan yang dapat digunakan dalam mengatasi masalah keagenan
yakni kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional. Dengan adanya kepemilikan manajerial yang tinggi dapat mengurangi adanya konflik
keagenan. CGC adalah salah satu upaya untuk menjembatani konflik tersebut
agar tidak menimbulkan dampak yang negatif bagi perusahaan, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Untuk membuat CGC berfungsi dengan baik,
terdapat empat kelompok yang harus saling berinteraksi yaitu tersedianya undang-undang atau jaminan hukum yang kuat, ditegakkannya accountability,
adanya fungsi direksi dan manajer yag membantu direksi Sutedi, 2010:29.
2.1.2 Definisi Corporate Governance
Istilah Corporate Governance pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury Committee, Inggris pada tahun 1922 dalam laporannya yang bertajuk
Cadbury Report Agoes, 2006. Mereka kemudian mendefenisikan Corporate Governance sebagai “ seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antar
pemegang saham, pengurus pengelola perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan external
lainnya yang berkaitan dengan hak – hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan”.
Istilah Corporate Governance selanjutnya di populerkan oleh Robet I. Tricker pada tahun 1984, yang memilah-milah istilah ini kedalam sub-sub
Universitas Sumatera Utara
bidang kegiatan yaitu Direction, Executive action, Supervision dan Accountability.
Forum Corporate Governance In Indonesia FCGI 2001
mendefinisikan Corporate Governance sebagai perangkat peraturan yang menetapkan hubungan antara pemegang saham, pengurus, pihak kreditur,
pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya sehubungan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau
dengan kata lain sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan. Sedangkan Cadbury Committee menyatakan Corporate Governance
sebagai seperangkat aturan yang merumuskan hubungan antara para pemegang saham, manajer, kreditor, pemerintah, karyawan, dan pihak-
pihak yang berkepentingan lainnya baik internal maupun eksternal sehubungan dengan hak-hak dan tanggung jawab mereka.
Berbagai pemikiran mengenai corporate governance berkembang dengan bertumpu pada agency theory di mana pengelolaan perusahaan harus
diawasi dan dikendalikan untuk memastikan bahwa pengelolaan dilakukan dengan penuh kepatuhan kepada berbagai peraturan dan ketentuan yang
berlaku Solihin, 2009. Sehubungan dengan teori keagenan, maka pihak yang paling berkepentingan terhadap kinerja manajemen adalah pemilik
shareholders. Mekanisme corporate governance merupakan salah satu alat pemilik perusahaan untuk mengontrol manajemen apakah sudah melaksanakan
tanggung jawabnya terkait dengan kepentingan perusahaan dan pemiliknya.
Universitas Sumatera Utara
Komite Nasional Kebijakan Governance mendefinisikan Corporate Governance
sebagai suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ perusahaan guna memberikan nilai tambah pada perusahaan secara
berkesinambungan dalam jangka panjang bagi pemegang saham, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan
perundangan dan norma yang berlaku.
2.1.3 Prinsip-Prinsip Corporate Governance
Organization for Economic Co-operation and Development OECD
pada tahun 1999 telah menerbitkan dan mempublikasikan OECD Principles of Corporate Governance
. Prinsip-prinsip tersebut ditujukan untuk membantu para negara anggotanya maupun negara lain berkenaan dengan
upaya-upaya untuk mengevaluasi dan meningkatkan kerangka kerja hukum, institusional, dan regulatori corporate governance dan memberikan
pedoman dan saran-saran untuk pasar modal, investor, perusahaan, dan pihak-pihak lain yang memiliki peran dalam pengembangan Good
Corporate Governance Darmawati, 2004. Prinsip-prinsip tersebut adalah:
a. Perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham
Kerangka yang dibangun dalam Corporate Governance harus mampu melindungi hak-hak para pemegang saham. Hak-hak
meliputi hak dasar pemegang saham, yaitu hak untuk : 1.
menjamin keamanan metode pendaftaran kepemilikan, 2.
mengalihkan atau memindahkan saham yang dimilikinya,
Universitas Sumatera Utara
3. memperoleh informasi yang relevan tentang perusahaan secara
berkala dan teratur, 4.
ikut berperan dan memberikan suara dalam RUPS, 5.
memilih anggota dewan komisaris dan direksi, 6.
memperoleh pembagian keuntungan perusahaan. b.
Persamaan perlakuan terhadap seluruh pemegang saham Kerangka Corporate Governance harus menjamin adanya
perlakuan yang sama terhadap seluruh pemegang saham, termasuk pemegang saham minoritas dan asing. Seluruh pemegang saham
harus memiliki, kesempatan untuk mendapatkan penggantian atau perbaikan atas pelanggaran dari hak-hak mereka. Prinsip ini
mensyaratkan adanya perlakuan yang sama atas saham-saham yang berada dalam satu kelas, melarang praktik-praktik insider trading
dan self dealing, dan mengharuskan anggota dewan komisaris untuk melakukan keterbukaan, jika menemukan transaksi-transaksi
yang mengandung benturan conflict of interest. c.
Peranan stakeholder yang terkait dengan perusahaan Kerangka Corporate Governance harus memberikan pengakuan
terhadap hak-hak stakeholder, seperti ditentukan dalam undang- undang, dan mendorong kerjasama yang aktif antara perusahaan
dengan stakeholders tersebut dalam rangka menciptakan kesejahteraan, lapangan kerja, dan kesinambungan usaha.
d. Keterbukaan dan transparansi
Universitas Sumatera Utara
Kerangka Corporate Governance harus menjamin adanya pengungkapan yang tepat waktu dan akurat untuk setiap
permasalahan yang berkaitan dengan perusahaan. Pengungkapan ini meliputi informasi mengenai keadaan keuangan, kinerja
perusahaan, kepemilikan dan pengelolaan. Disamping itu, informasi yang diungkapkan harus disusun, diaudit dan di sajikan
sesuai dengan standar yang berkualitas tinggi. Manajemen juga diharuskan meminta auditor eksternal melakukan audit yang
bersifat independen atas laporan keuangan. e.
Akuntabilitas dewan komisaris board of directors Kerangka Corporate Governance harus menjamin adanya pedoman
strategis perusahaan, pemantauan yang efektif terhadap manajemen yang dilakukan oleh dewan komisaris, dan akuntabilitas dewan
komisaris terhadap perusahaan dan pemegang saham. Prinsip ini juga memuat kewenangan-kewenangan yang harus dimiliki oleh
dewan komisaris beserta kewajiban-kewajiban profesionalnya kepada pemegang saham dan stakeholders lainnya.
Prinsip-prinsip dasar penerapan Good Corporate Governance yang dikemukakan oleh Forum for Corporate Governance in Indonesia
FCGI, 2001 adalah sebagai berikut: a.
Fairness Keadilan. Menjamin adanya perlakuan adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan
perjanjian serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Universitas Sumatera Utara
Prinsip ini menekankan bahwa semua pihak, yaitu baik pemegang saham minoritas maupun asing harus diberlakukan sama.
b. Transparency Transparansi. Mewajibkan adanya suatu informasi
yang terbuka, akurat dan tepat pada waktunya mengenai semua hal yang penting bagi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan para
pemegang kepentingan stakeholders. c.
Accountability Akuntanbilitas. Menjelaskan fungsi, struktur, sistem dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga
pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. Prinsip ini menegaskan pertanggungjawaban manajemen terhadap perusahaan
dan para pemegang saham. d.
Responsibility Pertanggungjawaban. Memastikan kesesuaian kepatuhan di dalam pengelolaan perusahaan terhadap korporasi
yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku. Dalam hal ini perusahaan memiliki tanggungjawab sosial terhadap masyarakat
atau stakeholders dan menghindari penyalahgunaan kekuasaan dan menjujung etika bisnis serta tetap menjaga lingkungan
bisnis yang sehat.
2.1.4 Manfaat dan Tujuan Corporate Governance
Corporate Governance memiliki tujuan utama yaitu meningkatkan
kinerja perusahaan melalui pemantauan kinerja manajemen dalam suatu
Universitas Sumatera Utara
perusahaan, selain itu juga melalui kemampuan akuntabilitas manajemen terhadap stakeholder dan pemakai kepentingan lainnya berdasarkan aturan-
aturan yang telah berlaku. Menurut Forum Corporate Governance in Indonesia FCGI 2001,
manfaat dari pelaksanaan Corporate Governance antara lain : 1.
Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi
operasional perusahaan serta lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholders
, 2.
Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah sehingga dapat lebih meningkatkan corporate value,
3. Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan
modalnya di Indonesia, 4.
Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena sekaligus akan meningkatkan shareholders value dan
dividen. Komite Nasional Kebijakan Governance menjelaskan bahwa
Corporate Governance merupakan acuan bagi perusahaan dalam rangka :
1. Mendorong tercapainya kesinambungan perusahaan melalui
pengelolaan yang didasarkan pada asas transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta kewajaran dan kesetaraan.
Universitas Sumatera Utara
2. Mendorong pemberdayaan fungsi dan kemandirian masing:masing
organ perusahaan, yaitu dewan komisaris, direksi, dan Rapat Umum Pemegang Saham.
3. Mendorong pemegang saham, anggota dewan komisaris, dan
anggota direksi agar dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakannya dilandasi oleh nilai moral yang tinggi dan kepatuhan
terhadap peraturan perundang-undangan. 4.
Mendorong timbulnya kesadaran dan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan
terutama di sekitar perusahaan. 5.
Mengoptimalkan nilai perusahaan bagi pemegang saham dengan tetap memperhatikan pemangku kepentingan lainnya.
6. Meningkatkan daya saing perusahaan secara nasional maupun
internasional, sehingga meningkatkan kepercayaan pasar yang dapat mendorong arus investasi dan pertumbuhan ekonomi nasional
yang berkesinambungan. Sedangkan Tujuan dari Corporate Governance adalah sebagai berikut
1. Melindungi hak dan kepentingan pemegang saham.
2. Melindungi hak dan kepentingan para anggota stakeholder non
pemegang saham. 3.
Meningkatkan nilai perusahaan dan para pemegang saham. 4.
Meningkatkan effisiensi dan efektifitas kerja dewan pengurus atau Board of Directors
dan manajemen perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
5. Meningkatkan mutu hubungan Board of Directors denagn
manajemen senior perusahaan.
2.1.5 Mekanisme Corporate Governance
Menurut Barnhart dan Rosenstein 1998 yang dikutip dalam Praditia 2010 mekanisme Corporate Governance dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu: 1.
Mekanisme internal internal mechanism, seperti struktur dewan direksi, kepemilikan manajerial dan kompensasi eksklusif.
2. Mekanisme eksternal external mechanism, seperti pasar untuk
kontrol perusahaan, kepemilikan institusional dan tingkat pendanaan dengan hutang.
2.1.5.1 Kepemilikan Saham Publik
Berdasarkan fakta, pasar modal Indonesia oleh investor dengan jumlah terbatas. Hal ini menunjukkan bahwa pasar modal Indonesia belum
berakar. Pemerintah perlu memberikan perhatian terhadap pengembangan pasar modal, dengan tujuan untuk membangun pasar modal kita yang
efisien dan berdaya saing kuat. Salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan ini yaitu dengan meningkatkan proporsi kepemilikan saham
oleh masyarakat publik. Penyertaan saham oleh masyarakat mencerminkan adanya harapan dari masyarakat bahwa pihak manajeman
perusahaan akan mengelolah saham tersebut dengan sebaik-baiknya dan
Universitas Sumatera Utara
dibuktikan dengan tingkat laba dan kinerja perusahaan yang baik Purba 2004 dalam Nur’aeni 2010.
Kepemilikan saham merupakan jenis institusi atau perusahaan yang memegang saham terbesar dalam suatu perusahaan Praditia,
2010. Pemilik saham dapat berupa investor individual, pemerintah, dan institusi swasta. Kepemilikan saham merupakan bagian lain dari
mekanisme Corporate Governance pada perusahaan. Institusi mempunyai sumber daya, kemampuan dan kesempatan untuk memonitor
dan mendisiplinkan manajer agar lebih terfokus pada nilai perusahaan. Menurut Sillagan dan Machfoedz 2006 menyatakan bahwa
kepemilikan saham berpengaruh negatif signifikan terhadap kinerja keuangan. Kepemilikan saham dapat diukur dengan menggunakan
indikator persentase jumlah saham yang dimiliki pihak institusional dari seluruh jumlah saham perusahaan.
Jensen dan Meckling 1976 menyatakan kepemilikan publik menunjukkan besarnya private information yang harus di bagikan manajer
kepada publik. Private information tersebut merupakan informasi internal yang semula hanya diketahui oleh manajer, seperti standar yang di pakai
dalam pengukuran kinerja perusahaan, keberadaan perencanaan bonus, dan sebagainya.
2.1.5.2 Dewan Direksi
Universitas Sumatera Utara
Mizruchi 1983 dalam Sekaredi 2011 juga menjelaskan bahwa dewan direksi merupakan pusat dari pengendalian dalam
perusahaan, dan dewan ini merupakan penanggungjawab utama dalam tingkat kesehatan dan keberhasilan perusahaan secara jangka panjang.
Beiner et al. 2003 dalam Sekaredi 2011 menyatakan bahwa kebanyakan perusahaan memilih jumlah dewan direktur yang optimal,
Sedangkan Syakhroza 2002 mengatakan bahwa dalam perundang- undangan di Indonesia, perusahaan Indonesia tidak diberi batasan
berapa banyak seharusnya jumlah dewan direksi. Peraturan hanya menyebutkan bahwa untuk sebuah perusahaan perseroan terbuka yang
menerbitkan surat pengakuan hutang wajib mempunyai paling sedikit dua orang anggota direktur.
2.1.5.3 Aktifitas Rapat Dewan Komisaris
Hubungan antara frekuensi diadakannya board meeting dan nilai perusahaan belum sepenuhnya jelas. Pertama, terdapat biaya yang timbul
karena adanya board meeting, termasuk waktu menejerial, biaya perjalanan dan biaya meeting untuk direktur. Tetapi juga terdapat
keuntungan, termasuk tambahan waktu untuk membicarakan, menentukan strategi dan memonitor manajemen.
Panggilan rapat Komisaris dilakukan secara tertulis oleh Komisaris Utama atau anggota Komisaris yang ditunjuk oleh
Komisaris Utama. Dalam panggilan rapat dicantumkan acara, tanggal, waktu dan tempat. Semua rapat Komisaris dipimpin oleh Komisaris
Universitas Sumatera Utara
Utama. Semua keputusan dalam rapat Komisaris diambil dengan musyawarah untuk mufakat. Dalam setiap rapat Komisaris dibuat
risalah rapat yang dapat menggambarkan situasi yang berkembang, proses pengambilan keputusan, argumentasi yang dikemukakan,
kesimpulan yang diambil serta pernyataan keberatan terhadap kesimpulan rapat apabila tidak terjadi kebulatan pendapat. Risalah
rapat yang dibuat ditanda-tangani Pimpinan rapat Komisaris dan oleh salah seorang anggota Komisaris yang ditunjuk oleh dan dari antara
mereka yang hadir. Setiap anggota Komisaris berhak menerima salinan risalah rapat Komisaris, meskipun yang bersangkutan tidak hadir dalam
rapat tersebut. Menurut Juwitasari 2008 semakin sering dewan komisaris
mengadakan rapat maka akses informasi juga akan semakin merata di antara sesama komisaris, sehingga keputusannya semakin baik yang
berdampak pada kinerja perusahaan yang lebih baik. Rapat dewan komisaris merupakan salah satu sumber informasi yang nantinya
digunakan untuk meningkatkan efektifitas dewan komisaris. Informasi yang diungkapkan melalui rapat tersebut meliputi tidak hanya pada
visi, misi, sasaran usaha dan strategi perusahaan, kondisi keuangan, pengendalian internal tetapi juga pihak-pihak yang memiliki kepentingan
dengan perusahaan. Melalui penelitian yang dilakukan oleh Vafeas 1999 dikutip dari Juwitasari 2008 ditemukan hubungan positif antara
frekuensi rapat dengan kinerja perusahaan. Hal ini juga dikemukakan
Universitas Sumatera Utara
oleh Perry 1996 dikutip dari Wijayanti 2012, aktivitas Dewan Komisaris mengukur kualitas dari peran monitoring-nya. Semakin aktif
Dewan Komisaris, maka kinerja perusahaan juga akan semakin efektif. Selain itu, Vafeas 1999 dalam Juwitasari 2008 menyimpulkan bahwa
aktivitas board merupakan dimensi penting dan bahwa frekuensi rapat yang dilakukan memiliki hubungan dengan kinerja operasi perusahaan.
2.1.5.4 Dewan Komisaris Independen
Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak berafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris
lainnya dan pemegang saham pengendali, serta bebas hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk
bertindak independen atau bertindak semata-mata demi kepentingan perusahaan Hastuti, 2011. Secara langsung keberadaan Komisaris
Independen menjadi penting, karena didalam praktek sering ditemukan transaksi yang mengandung benturan kepentingan yang mengabaikan
kepentingan pemegang saham publik pemegang saham minoritas serta stakeholder
lainnya, terutama pada perusahaan di Indonesia yang menggunakan dana masyarakat didalam pembiayaan usahanya.
Misi komisaris independen adalah mendorong terciptanya iklim yang lebih objektif dan menempatkan kesetaraan fairness di antara
berbagai kepentingan termasuk kepentingan perusahaan dan kepentingan stakeholder sebagai prinsip utama dalam pengambilan
keputusan oleh dewan komisaris. Misi tersebut kemudian dijabarkan
Universitas Sumatera Utara
dalam bentuk tanggung jawab pokok untuk mendorong diterapkannya prinsip Good Corporate Governance di dalam perusahaan melalui
pemberdayaan dewan komisaris agar dapat melakukan tugas pengawasan dan pemberian nasihat kepada direksi secara efektif dan lebih memberikan
nilai tambah bagi perusahaan. Dalam upaya untuk melaksanakan tanggung jawabnya dengan baik maka komisaris independen harus secara proaktif
mengupayakan agar dewan komisaris melakukan pengawasan dan memberikan nasehat kepada direksi yang terkait dengan, namun tidak
terbatas pada hal-hal sebagai berikut : a.
Memastikan bahwa perusahaan memiliki strategi bisnis yang efektif, termasuk di dalamnya memantau jadwal, anggaran dan efektifitas
strategi tersebut, b.
Memastikan bahwa perusahaan mengangkat eksekutif dan manajer- manajer professional,
c. Memastikan bahwa perusahaan memiliki informasi, sistem
pengendalian, dan sistem audit yang bekerja dengan baik, d.
Memastikan bahwa perusahaan mematuhi hukum dan perundangan yang berlaku maupun nilai-nilai yang ditetapkan perusahaan dalam
menjalankan operasinya, e.
Memastikan resiko dan potensi krisis selalu diidentifikasikan dan dikelola dengan baik,
Universitas Sumatera Utara
f. Memastikan prinsip-prinsip dan praktek Good Corporate
Governance dipatuhi dan diterapkan dengan baik, yang dilakukan
dengan cara : 1.
Menjamin transparansi dan keterbukaaan laporan keuangan perusahaan,
2. Perlakuan yang adil terhadap pemegang saham minoritas dan
stakeholder yang lain,
3. Diungkapkannya transaksi yang mengandung benturan
kepentingan secara wajar dan adil, 4.
Kepatuhan perusahaan pada perundangan dan peraturan yang berlaku,
5. Menjamin akuntabilitas organ perseroan.
Untuk memastikan Komisaris Independen dapat menjalankan tugasnya secara independen, Komisaris Independen harus memenuhi
kriteria formal sebagai berikut: 1.
Mampu melakukan perbuatan hukum, 2.
Tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota Direksi atau Dewan Komisaris yang bersalah menyebabkan perusahaan
dinyatakan pailit, 3.
Tidak pernah dipidana karena merugikan keuangan negara, 4.
Tidak memiliki hubungan afiliasi dengan pemegang saham pengendali perusahaan yang bersangkutan,
Universitas Sumatera Utara
5. Tidak memiliki hubungan afiliasi dengan Direktur danatau
Komisaris lainnya pada perusahaan yang bersangkutan, 6.
Tidak bekerja rangkap sebagai Direktur di perusahaan lainnya yang terafiliasi dengan perusahaan yang bersangkutan,
7. Tidak menduduki jabatan eksekutif atau mempunyai hubungan
bisnis dengan perusahaan yang bersangkutan dan perusahaan- perusahaan lainnya yang terafiliasi dalam jangka waktu 3 tahun
terakhir, 8.
Tidak menjadi partner atau principal di perusahaan konsultan yang memberikan jasa pelayanan professional pada perusahaan
dan perusahaan-perusahaan lainnya yang terafiliasi, 9.
Tidak menjadi pemasok dan pelanggan signifikan atau menduduki jabatan eksekutif dan Dewan Komisaris perusahaan
pemasok dan pelanggan signifikan dari perusahaan yang bersangkutan atau perusahaan-perusahaan lainnya yang
terafiliasi, 10.
Bebas dari segala kepentingan dan kegiatan bisnis atau hubungan yang lain yang dapat diinterpretasikan akan menghalangi atau
mengurangi kemampuan Komisaris Independen untuk bertindak dan berpikir independen demi kepentingan perusahaan,
11. Memahami peraturan perundang-undangan serta peraturan-
peraturan lain yang terkait.
Universitas Sumatera Utara
Selain kriteria formal seperti disebutkan diatas, seorang Komisaris Independen harus memiliki beberapa kriteria dan kompetensi
pribadi antara lain sebagai berikut: 1.
Memiliki integritas dan kejujuran yang tidak diragukan, 2.
Memahami seluk beluk pengelolaan bisnis dan atau keuangan perusahaan,
3. Memahami dan mampu membaca laporan keuangan perusahaan,
4. Memiliki kepekaan terhadap perkembangan lingkungan yang
dapat mempengaruhi bisnis perusahaan, 5.
Memiliki wawasan luas dan kemampuan berpikir strategis, 6.
Memiliki karakter kepemimpinan, mampu berkomunikasi dan bekerjasama dengan orang lain,
7. Memiliki komitmen dan konsisten dalam melakukan profesinya
sebagai komisaris independen, 8.
Memiliki kemampuan untuk berpikir objektif dan independen secara profesional.
Untuk lebih memantapkan efektifitas Komisaris Independen, jumlah komisaris independen dalam satu perusahaan ditetapkan paling
sedikit 30 dari jumlah seluruh komisaris atau paling sedikit 1 satu orang. Menurut Peraturan Pencatatan nomor IA tentang Ketentuan Umum
Pencatatan Efek bersifat Ekuitas di Bursa yaitu jumlah komisaris independen minimum 30. Dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan
perusahaan yang baik Good Corporate Governance, perusahaan tercatat
Universitas Sumatera Utara
wajib memiliki komisaris independen yang jumlahnya proporsional sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki oleh bukan pemegang
saham pengendali dengan ketentuan jumlah komisaris independen sekurang-kurangnya 30 tiga puluh perseratus dari jumlah seluruh
anggota komisaris Widiatmaja, 2010. Komisaris independen diukur dengan proporsi antara jumlah
komisaris independen dengan seluruh total anggota dewan komisaris perusahaan.Penelitian Suhardjanto dan Anggitarani 2010 melaporkan
hasil bahwa tidak terdapat hubungan positif yang secara signifikan antara rasio komisaris independen dengan kinerja beberapa perusahaan
yang terdaftar di BEI. Penelitian Puspitasari dan Ernawati 2010 menguji pengaruh Corporate Governance terhadap kinerja keuangan
dengan menggunakan Tobins’Q, menunjukkan adanya pengaruh positif antara proporsi komisaris independen dengan kinerja keuangan badan
usaha. Sedangkan Beasley 1996 yang dikutip dari Hastuti 2011 menguji hubungan antara proporsi dewan komisaris dengan
kecurangan pelaporan keuangan. Dengan membandingkan perusahaan yang melakukan kecurangan dengan perusahaan yang tidak melakukan
kecuarangan, mereka menemukan bahwa perusahaan yang melakukan kecurangan memiliki persentase dewan komisaris eksternal yang secara
signifikan lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan yang tidak melakukan kecurangan.
Universitas Sumatera Utara
2.2 Kinerja Keuangan
Kinerja keuangan merupakan ukuran keberhasilan atas pelaksanaan fungsi- fungsi keuangan. Untuk menilai kinerja perusahaan, maka dilakukan analisis
terhadap laporan keuangan perusahaan. Tujuan dari menganalisis laporan keuangan perusahaan yaitu untuk menilai atau mengevaluasi suatu kinerja
khususnya manajemen perusahaan dalam suatu periode akuntansi, serta menentukan strategi apa yang harus diterapkan pada periode berikutnya jika
tujuan perusahaan sebelumnya telah tercapai. Kinerja keuangan juga merupakan hasil dari keputusan beberapa individu
yang dibuat secara terus menerus oleh manajemen. Cakupan pengukuran kinerja keuangan berfokus pada nilai keuangan yang dicapai oleh perusahaan mencakup
pada aktiva, kewajiban dan ekuitas, serta laba bersih yang merupakan penghasilan perusahaan. Dengan kinerja keuangan maka dapat diukur kondisi keuangan suatu
perusahaan dalam satu masa pelaporan, kondisi keuangan ini yang menjadi dasar dalam pengambilan keputusan para manajer.
Pentingnya penilaian kinerja perusahaan dengan melakukan analisis terhadap laporan keuangan perusahaan telah memacu pemikiran para
pemimpin perusahaan, bahwa mengelola suatu perusahaan dalam abad informasi dengan sistem ekonomi yang bebas dan terbuka menjadi lebih
kompleks. Penilaian kinerja menurut Mulyadi 1997 adalah penentuan secara periodik efektifitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi dan
karyawannya berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang ditetapkan sebelumnya. Sedangkan tujuan penilaian kinerja adalah untuk memotivasi
Universitas Sumatera Utara
karyawan dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam mematuhi standar prilaku yang telah ditetapkan sebelumnya agar membuahkan tindakan dan hasil
yang diinginkan. Standar prilaku dapat berupa kebijakan manajemen atau rencana formal yang dituangkan dalam anggaran Mulyadi, 1997.
Penilaian kinerja adalah penentuan efektivitas operasional, organisasi dan karyawan berdasarkan sasaran, standard dan kriteria yang telah ditetapkan
sebelumnya secara periodik. Ada dua bentuk kinerja, yakni kinerja operasional dan kinerja keuangan. Kinerja operasional lebih ditekankan pada
kepentingan internal perusahaan seperti kinerja cabang atau divisi yang diukur dengan kecepatan dan kedisiplinan. Sedang kinerja keuangan biasanya
diukur melalui rasio-rasio keuangan dan harga saham perusahaaan dalam pasar modal Mulyadi, 1997. James dan John 2005 dikutip dari Rini 2012
menyatakan bahwa agar dapat mengevaluasi kondisi keuangan perusahaan dan kinerjanya, analis keuangan perlu melakukan pemeriksaan atas berbagai aspek
keuangan perusahaan. Alat yang digunakan dalam pemeriksaan tersebut adalah rasio keuangan financial ratio.
Kinerja keuangan merefleksikan kinerja fundamental perusahaan. Dalam hubungannya dengan kinerja, laporan keuangan sering dijadikan dasar untuk
penilaian kinerja perusahaan. Salah satu jenis laporan keuangan yang mengukur keberhasilan operasi perusahaan untuk suatu periode tertentu adalah laporan laba
rugi. Akan tetapi angka laba yang dihasilkan dalam laporan laba rugi seringkali dipengaruhi oleh metode akuntansi yang digunakan Kieso dan
Weygandt, 1995, sehingga laba yang tinggi belum tentu mencerminkan kas
Universitas Sumatera Utara
yang besar. Dalam hal ini arus kas mempunyai nilai lebih untuk menjamin kinerja perusahaan di masa mendatang. Arus kas cash flow menunjukkan hasil
operasi yang dananya telah diterima tunai oleh perusahaan serta dibebani dengan beban yang bersifat tunai dan benar-benar sudah dikeluarkan oleh
perusahaan Hastuti, 2011. Cash flow return on assets
CFROA merupakan salah satu pengukuran kinerja perusahaan yang menunjukkan kemampuan aktiva perusahaan untuk
menghasilkan laba operasi. Pada penelitian Cornett, dkk 2006 ditulis bahwa “CFROA offers several advantages over Tobin’s Q, an alternative measure of
firm performance.Cash flow return on assets is a more focused measure of current performance
” CFROA mempunyai beberapa kelebihan dari pada Tobin’s Q dalam mengukur kinerja perusahaan. CFROA lebih berfokus pada pengukuran
kinerja pada saat itu. Selain itu, dikutip dari Cornett 2006 juga menyebutkan bahwa “…These
sorts of considerations do not affect CFROA as a measure of financial performance since financial performance is not tied to stock prices
” Pertimbangan semacam ini tidak mempengaruhi CFROA sebagai pengukuran
kinerja keuangan karena kinerja keuangan tidak terkait dengan harga saham. Menurut Pancawardani 2009, aktivitas arus kas operasi merupakan
aktivitas perusahaan yang terkait laba. Cash Flow Return On Assets dihitung dengan arus kas operasional ditambah pajak ditambah bunga kemudian dibagi
dengan total asset Pancawardani, 2009. Namun, menurut Cornett 2006 Cash
Universitas Sumatera Utara
Flow Return on Asset juga dapat dihitung dengan laba sebelum bunga dan pajak
ditambah depresiasi kemudian dibagi total asset.
2.3 Tinjauan Penelitian Terdahulu