Masyarakat Petani Gerakan Petani Melawan PTPN II dalam Memperjuangkan Kepemilikan Tanah Desa Sei Litur Tasik Kecamatan Sawit Seberang Kabupaten Langkat

12 4 Memungkinkan satu terobosan hukum yang menjadi pintu masuk mendekontruksi atas sistem hukum yang tidak memenuhi rasa keadilan rakyat.

2.1 Masyarakat Petani

Masyarakat petani secara umum sering dipahami sebagai suatu kategori sosial yang seragam dan bersifat umum. Artinya sering tidak disadari adanya diferensiasi atau perbedaan-perbedaan dalam berbagai aspek yang terkandung dalam komunitas petani ini. Sebagai contoh, diferensiasi dalam komunitas petani itu akan terlihat berdasar atas perbedaan dalam tingkat perkembangan masyarakatnya, jenis tanaman yang mereka tanam, teknologi atau alat-alat yang mereka pergunakan, sistem pertanian yang mereka pakai, topografi atau kondisi- kondisi fisik-geografik lainnya. Di antara gambaran-gambaran yang bersifat diferensiatif pada kalangan masyarakat petani umumnya, adalah perbedaan antara petani bersahaja, yang juga sering disebut petani tradisional termasuk golongan peasant dan petani modern termasuk farmer atau agriculturalentreprenuer Kaum tani di Indonesia muncul pertama kali di masa masyarakat feodal, di mana pada waktu itu kaum tani berposisi sebagai tani hamba dari tuan tanah feodal yang menguasai tanah. Tani hamba bekerja menggarap lahan atau tanah milik tuan tanah feodal yang pada waktu itu menyebut dirinya sebagai raja. Seluruh hasil tanah yang digarap oleh tani hamba diserahkan kepada raja dan tani hamba mendapat bagian sesuai dengan kebijakan dari raja. Pada masa itu, yang banyak berlaku adalah aturan kewajiban tani hamba untuk menyerahkan upeti berupa hasil produksinya sebagian besar kepada raja sebagai bukti pengakuan kepemilikan tanah oleh raja sekaligus juga kepatuhan tani hamba terhadap sang Universitas sumatera utara 13 raja. Selain keharusan untuk menyerahkan upeti, tani hamba juga harus siap swaktu-waktu untuk menyerahkan tenaga kerjanya tanpa dibayar ketika raja membutuhkan dan memiliki kehendak untuk mewujudkan keinginannya seperti membangun istana, jalan, bahkan berperang melawan kerajaan yang lain. Belum lagi pajak yang juga dikenakan oleh raja terhadap kaum tani di luar upeti. Dan apabila kaum tani tidak dapat memenuhi kewajiban-kewajibannya, maka dipastikan mereka akan mendapatkan hukuman. Dapat dibayangkan bagaimana penderitaan tani hamba pada waktu itu dan kondisi hidupnya yang melarat dan miskin.http:sosiolog-banjarnegara.blogspot.com201110petani- dalam-hubungannya-dengan_29.html diakses pada sabtu, 14september 2013, pkl 10.30 wib Masih tak terbantahkan, bahwa kaum tani yang tinggal dan bekerja di wilayah pedesaan merupakan mayoritas penduduk Indonesia. Mengingat besarnya jumlah petani, setidaknya kaum tani telah turut memberi suara signifikan bagi siapa pun presiden terpilih pada pilpres langsung multi partai di dua periode pemerintahan terakhir ini. Tetapi tak terbantahkan pula, mayoritas kaum tani terus mengalami proses pemiskinan terberat. Di satu sisi, ini disebabkan tak memadainya akses dan kontrol petani atas tanah dan sumber-sumber agraria lainnya. Di sisi lain, pemerintah yang memperoleh amanat konstitusi mendistribusikan kesejahteraanandiantaranya kepadakaum tani, sekaligus pemilik otoritas kebijakan, tak pernah serius, bahkan berniat menjungkirbalikkan keadaan yang terus mendera kaum tani. Alih-alih menjungkirbalikkan keadaan, proses pemiskinan terhadap petani pun sepertinya Universitas sumatera utara 14 terus dimapankan dan dilembagakan. Semua itu menunjukkan, pemerintahan yang telah berjalan, dari jaman Orba hingga saat ini, tak satu pun yang peduli terhadap nasib petani. Orientasi politik, ekonomi dan hukum agraria yg dipraktekkan pemerintah pun tak diarahkan untuk memihak kaum tani. Tak hanya itu, sektor pertanian, beserta petani dan keluarganya, telah dilemparkan oleh rezim penguasa menuju lembah neoliberalisme yang ganas. Sehingga cabikan-cabikan yang dihadapi kaum tani kita pun semakin membuatnya limbung terhuyung-huyung. Bahkan kini kaum tani sedang berada dalam ambang batas menuju ke arah kematiannya yang tragis. Bobot kemiskinan yang kian bertambah berat, beserta segenap problem struktural yang nyaris abadi yang dihadapi kaum tani, sepertinya menjadi konfirmasi nyata bahwa pemerintah memang tak tergerak mencarikan jalan keluar atas problem itu. Jika pun ada klaim, bahwa pemerintah peduli atas nasib petani, maka klaim itu adalah klaim palsu, tak berbasis realita, dan cuma sekedar komoditas politik pencitraan yang menyesatkan. Namun di sisi lain, kemiskinan yang terus menggerus kaum tani, serta keberadaannya sebagai kelompok paling rentan menjadi korban konflik agraria, membuat semua itu menjadi sumbu potensial bagi gerakan tani itu sendiri. Terkait gerakan tani di Indonesia, sejauh ini bisa dibaca dalam dua kerangka yang berbeda. Pertama, gerakan tani di Indonesia sekedar resistensi perlawanan terhadap gangguan subsistensi. Artinya, gerakan atau perlawanan petani baru akan muncul ketika terjadi gangguan terhadap batas-batas subsistensi kehidupan mereka. Sebaliknya, tak ada gerakan atau perlawanan jika tak ada Universitas sumatera utara 15 gangguan atas subsistensi kehidupan mereka. Subsistensi merupakan konsep khas masyarakat pedesaan yang agraris. Konsep ini merujuk pada perilaku ekonomi petani dalam upaya memenuhi kebutuhan jangka pendeknya. Dalam hal ini biasanya terkait pada sekali musim tanam. Kebutuhan ini bisa mencakup satu kelompok petani, maupun seorang individu petani saja. Kedua, gerakan tani merupakan gerakan sistematis untuk mengubah struktur agraria. Gerakan ini memiliki tujuan-tujuan yang lebih jauh, berperspektif transformasi sosial. Bukan sekedar reaksi atas persoalan terlanggarnya batas-batas subsistensi semata. Kedua kerangka gerakan tani itu, semestinya dipandang bisa saling melengkapi. Dan di sinilah letak arti penting perumusan agenda perjuangan dan aksi bagi kaum tani Indonesia dewasa ini. Namun di tengah kesalingterkaitan dan keterhubungan antara satu sektor dengan sektor lainnya, maka agenda perjuangan petani bukan hanya perjuangan oleh kaum tani semata. Agenda perjuangan petani juga jadi agenda milik elemen di sektor-sektor lainnya. Begitu juga agenda strategis sektor-sektor lain, seperti sektor buruh, nelayan, pedagang, pertambangan, kehutanan, kaum miskin kota, sektor HAM, kesenian, dan sebagainya, perlu didukung oleh gerakan tani. Sehingga sinergitas dan solidaritas antar sektor gerakan itu dapat lebih efektif menggulirkan transformasi sosial sejati seperti yang dicita-citakan.

2.2. Reformasi Agraria dan Tanah Untuk Rakyat