membentuk adonan lebih mengembang dengan adanya pembentukan gluten pada saat fermentasi atau pemeraman yang dibutuhkan dalam pembuatan crackers
Rustadi, 2002. Secara umum kandungan komposisi kimia tepung terigu adalah sebagai
berikut:
Tabel 5. Komposisi kimia tepung terigu
Komposisi Persentase
Pati Kelembaban Air
Protein Mineral abu
Gula Lemak lipid
Lain-lain 70
14 11,5
0,4 1
1 2,1
Sumber: U.S Wheat Assosiates 1981 Untuk bahan pengisi dust filling digunakan tepung terigu jenis medium
wheat flour dengan tujuan lebih merenyahkan crackers dan mengurangi keuletan adonan karena kandungan protein yang terlalu tinggi Manley, 1983.
E. Gluten
Gluten ialah protein dari tepung terigu yang terbentuk dari glutenin dan gliadin yang tidak dapat larut dicampur dengan air. Air yang ditambahkan akan
menyebabkan gliadin dan glutenin membentuk senyawa koloid yang disebut dengan gluten. Gluten menghasilkan sifat-sifat kenyal dan elastis melalui
pengaturan selama proses pencampuran anonymous, 1998. Penyediaan gluten kering menyediakan struktur yang lebih kuat untuk
mengikat bahan-bahan tersebut. Gluten kering mempunyai kapasitas pengikat air Water Holding Capacity dua kali lebih banyak sehingga akan meningkatkan
penyerapan air dalam adonan, mengakibatkan peningkatan jumlah adonan yang
dihasilkan anonymous, 1998. Kandungan sebenarnya protein dalam gluten kering kurang lebih 75 - 80. Selama fermentasi, gluten menjadi matang dan
elastis serta mempunyai kemampuan untuk menangkap gas CO2 yang dibentuk khamir. Gluten dipecah oleh enzim khamir serta pengadukan yang dilakukan pada
saat membuat adonan. Fungsi gluten adalah menahan gas CO
2
serta meningkatkan kekuatan adonan Anonymous, 1998.
Menurut Pomeranz dan Purnomo 1994, ikatan disulfide dalam gluten berperan penting sebagai penghubung silang rantai polipeptida. Reduksi ikatan
disulfida mengakibatkan lipatan rantai polipeptida terbuka. Perubahan jenis ini mempunyai pengaruh yang kuat terhadap adonan crackers.
Gambar 4. Reduksi ikatan disulfide oleh Gliadin dan glutenin oleh H
2
O De Mann, 1997
F. Bahan Pembantu untuk Pembuatan Crackers 1.
Air
Dalam pembuatan crackers air mempunyai banyak fungsi. Air melarutkan garam, menahan dan menyebarkan bahan-bahan bukan tepung secara seragam.
U.S Wheat Associates, 1981. Salah satu fungsi utama air adalah untuk membentuk tekstur gluten. Air dianggap suatu agensia pengeras karena bisa
bergabung dengan protein tepung dalam pembentukan gluten Desrosier, 1988. Menurut Pomeranz 1992 dalam pembuatan crackers penggunaan air yang
terlalu sedikit akan menghasilkan adonan yang kaku dan kurang kohesif, sedangkan jika terlalu banyak akan menyebabkan adonan tersebut lembek
sehingga tidak dapat dibentuk atau dicetak.
2. Mentega Putih
Lemak merupakan produk penting bagi kebanyakan produk crackers. Jenis dan jumlah lemak yang digunakan dalam formulasi bahan dasar crackers akan
memberikan pengaruh terhadap adonan yang dibentuk dan kualitas produk akhir. Fungsi lemak yang utama dalam pembuatan crackers adalah untuk membentuk
sifat-sifat fisik atau tekstur dari produk akhir dengan membuat nampak mengkilap Hui, 1992. Dalam pembuatan crackers dilakukan penambahan lemak 10 – 25 .
Pomeranz, 1992. Lemak dalam biskuit tidak terlarut tetapi terabsorbsi pada permukaan partikel dan permukaan gluten sehingga biskuit menjadi renyah.
Menurut Sultan 1983 fungsi lemak diantaranya adalah: a. Memberikan rasa lemak pada produk akhir
b. Memperbaiki kualitas makanan pada produk
c. Menyumbang citarasa khusus mentega d. Memberikan peningkatan kerenyahan produk
e. Melumasi gluten dalam pengembangan adonan oleh yeast atau khamir. Mentega putih adalah lemak padat yang umumnya berwarna putih dan
mempunyai titik cair, sifat plastis dan kestabilan tertentu. Fungsi mentega putih yang penting dalam adonan ialah sebagai pemerangkap udara selama
pencampuran. Gelombang udara ini terbungkus didalam lapisan lemak, sehingga disinilah pentingnya fungsi mentega putih. Mentega putih juga dapat
mengempukkan dan menunjang cita rasa produk Desrosier, 1988.
3. Garam
Garam berfungsi memberikan flavour, konsentrasi yang paling efrektif sekitar 1-1,5 dari berat tepung. Pemberian garam yang berlebihan akan menghambat
laju fermentasi dimana pada saat fermentasi berlangsung, sel khamir akan tumbuh dan berkembang biak, pertumbuhan dan perkembangbiakan tersebut akan
dihambat oleh garam yang berlebih sehingga aktifitas yeast menurun dan laju fermentasi akan menurun Manley, 1983.
Garam membantu mengatur kegiatan ragi dalam adonan mencegah pertumbuhan dan pembentukan bakteri yang tidak diinginkan dalam adonan yang
diragi U.S. Wheat Associated, 1981. Menurut Sultan 1983 fungsi penambahan garam pada pembuatan crackers
dan sejenisnya adalah: a. Memberikan cita rasa produk
b. Menghilangkan rasa hambar atau cita rasa yang kurang dari bahan lain.
4. Gula
Gula yang sering digunakan dalam pembuatan biskuit adalah sukrosa kristal. Penambahan gula terlalu banyak , dapat mengakibatkan adonan meleleh dan
hancur selama pemanggangan, karena terbentuknya butiran keras akibat koagulasi pati dan gluten tepung Ketaren,1986.
Gula ditambahkan untuk melengkapi karbohidrat yang ada untuk fermentasi dan untuk memberikan rasa lebih manis, selain itu juga mempengaruhi tekstur.
Jadi jumlah gula yang tinggi membuat remah gula lebih lunak dan pada biskuit bersifat melunakkan Buckle, 1987.
5. Yeast Khamir
Yeast adalah penghasil gas CO2 yang dalam pengembangan adonan crackers dan penghasil aroma pada saat fermentasi Meyer, 1990. Selanjutnya menurut
Buckle 1987, pada saat fermentasi yeast mampu manghasilkan gas CO2 yang diperangkap gluten. Sel-sel khamir menghasilkan enzim maltase yang mengubah
maltosa menjadi glukosa Buckle, 1987. Sejumlah kecil sukrosa dari gula yang ditambahkan akan dipecah menjadi glukosa dan fruktosa oleh enzim invertase
yang ada dalam yeast , yang kemudian oleh sekumpulan enzim disebut sebagai zymase dipecah menjadi CO2 dan etanol. CO2 yang dibentuk itu akan dilepas
pada saat pemanggangan dan berperan terhadap pengembangan crackers Sardjoko, 1991.
C
2
H
12
O
6
CO
2
+ C
2
H
5
OH Sardjoko, 1991
Fungsi ragi dalam pembuatan kue ialah untuk memperingan adonan dan membangkitkan adonan serta rasa, terutama dalam hal kenyalnya gluten
Anonymous, 1981. Jenis ragi yang biasa digunakan dalam pembuatan crackers adalah instant dry
yeastragi kering dengan cirri: mengandung kadar air sekitar 7,5, daya tahan baik terhadap keadaan penyimpanan yang buruk.
6. Soda Kue
Bahan pengembang baking soda adalah bahan yang dapat menghasilkan CO2 sehingga dapat mengembangkan adonan hinga mencapai pengembangan
yang maksimum selama proses pemanggangan Lowson, 1995. Bahan pengembang roti terdiri atas senyawa-senyawa yang dapat bereaksi
mengeluarkan gas dalam adonan pada keadaan suhu dan kelembaban yang cocok. Karbondioksida CO2 adalah gas yang dihasilkan dari bahan pengembang yang
umum digunakan yaitu garam-garam karbonat atau bikarbonat. Yang paling umum adalah natrium bikarbonat NaHCO3 sering digunakan dalam pembuatan
kue-kue Tranggono, 1990. Fenomena pengembangan disebabkan terlepasnya gel air yang terikat dalam
gel pati selama pemanggangan pada selang suhu tertentu. Air ini mula-mula akan mendesak jaringan gel sehingga terjadi pengembangan dan sekaligus terjadi
pengosongan yang membentuk kantong udara celles dimana kantong udara akan diisi oleh gas CO2 oleh bahan yang telah digoreng Winarno, 1997. Selain
adanya pemuaian dan pendesakan CO2 dan uap air, pengembangan juga
dipengaruhi kandungan amilopektin, jika semakin banyak kandungan amilopektinnya maka produk akan mengembang Haryadi, 1993.
G. Proses Pembuatan Crackers
Secara garis besar proses pembuatan crackers terbagi atas beberapa tahap yaitu: persiapan dan penimbangan bahan, pencampuran, fermentasi, pembentukan
lembaran, laminasi, pencetakan dan pemanggangan Manley, 1983.
1. Persiapan dan penimbangan
Bahan yang digunakan dalam pembuatan crackers disiapkan dalam jumlah yang sesuai dengan formula atau resepnya. Proporsi masing-masing bahan
tersebut akan menghasilkan sifat reologi yang berbeda-beda tergantung dari formulanya Desrosier, 1988. Penimbangan dilakukan untuk mengetahui
ketepatan ukuran bahan. Faridi 1994 mengatakan bahwa penimbangan merupakan tahap penting dalam proses pencampuran.
2. Pencampuran
Pencampuran bertujuan untuk mencampurkan bahan yang digunakan dan untuk memperoleh bahan dengan konsistensi yang halus. Adonan yang diperoleh
harus bersifat cukup kohesif dan relatif tidak lengket sehingga mudah dibentuk Hui, 1992.
Menurut Anonymous 1981 pada proses pencampuran ini adonan kue kering harus dicampurkan sedemikian rupa agar bahan-bahan yang diaduk menjadi satu
adonan yang rata homogen. Bilamana adonan diaduk agak lama glutennya akan cenderung mengembang dan akan menahan penyebaran kue kering.
3. Fermentasi
Selama fermentasi protein tepung gluten menjadi dewasa dan elastis serta dapat menahan gas karbondioksida yang terbentuk perlahan-lahan oleh khamir.
Suhu pada saat terjadinya fermentasi memegang peranan penting. Tujuan fermentasi adonan adalah agar adonan mudah ditangani dan menghasilkan produk
bermutu baik. Suhu yang baik untuk aktivitas yeast adalah 26 - 32°C fermentasi dilakukan selama 1 – 2,5 jam Manley, 1983.
Selama fermentasi terjadi perubahan gula menjadi gas CO
2
dan alkohol sebagi berikut:
C
2
H
12
O
6
CO
2
+ C
2
H
5
OH Buckle, 1987
Enzim invertase dengan cepat akan memecah sukrosa menjadi dekstrosa dan fruktosa dan kemudian diubah menjadi alkohol dan CO2. Enzym maltase yang
ada pada tepung akan merubah pati menjadi maltosa Buckle, 1987.
4. Pembuatan lembaran
Pembuatan adonan dilakukan dengan pengepresan tangan hingga terbentuk ketebalan awal ± 9 mm, kemudian dilakukan proses laminasi Manley, 1983.
5. Laminasi
Lembaran adonan yang sudah terbentuk diberi taburan bahan pengisi setengah bagian dan setengah bagian yang lain menutupnya kemudian diputar 90°
dan ditipiskan kembali. Pelapisan itu diulang sebanyak empat kali sehingga terbentuk 12 lapisan. Bahan pengisi yang digunakan terdiri dari tepung terigu,
lemak dan garam Manley, 1983.
6. Pencetakan
Pencetakan adalah unit operasi pada saat bahan pangan mempunyai viskositas tinggi atau pada saat adonan dicetak dalam bentuk dan ukuran yang bervariasi.
Biasanya dilakukan segera setelah pencampuran adonan Fellow, 1990. Adonan biasanya dipotong-potong dengan ketebalan ± 2mm Manley,1983.
7. Pemanggangan
Pemanggangan bertujuan untuk mengembangkan adonan dengan adanya kontak antara panas dengan gas dalam adonan. Selama pemangangan terjadi
reaksi antara gula reduksi dengan gugus amina primer pada protein yang disebut reaksi Maillard. Reaksi tersebut menghasilkan produk yang berwarna coklat, yang
sering dikehendaki namun bila berlebih pertanda penurunan mutu Winarno, 1997.
Menurut Manley 1983 pengembangan dan tekstur terbaik pada crackers diperoleh dengan pemanggangan pada suhu yang sangat tinggi, suhu
pemanggangan yang tinggi pada awal untuk mengembangkan adonan dengan cepat kemudian untuk mengeringkan dan pematangan menggunakan suhu yang
lebih rendah. Pemanggangan dilakukan pada suhu 250°C selama 5 menit dan dilanjutkan dengan suhu 210°C pada 5 menit berikutnya.
Pemanggangan merupakan salah satu aspek yang cukup kritis dari seluruh urutan proses yang mengarah kepada produk crackers yang berkualitas tinggi.
Selama pemanggangan terdapat beberapa reaksi yang cukup penting, diantaranya: a.
Pada saat adonan memasuki oven yang panas, adonan bertemu dengan udara yang panas dari ruang pemanggangan dan lapisan film tampak
terbentuk pada permukaan adonan, selanjutnya terjadi pengembangan hingga 30.
b. Karbondioksida dibebaskan oleh kenaikan suhu sampai
± 120 ºF 48,9 ºC c.
Kenaikan suhu sampai 130 ºF 54,4 ºC granula pati mulai mengembang atau gelatinisasi.
d. Sejalan dengan naiknya suhu adonan sampai 140 ºF 60 ºC terjadi
kenaikan metabolisme dalam sel khamir, meningkat sampai titik kematian thermal.
e. Mendekati 170 ºF 73,3 ºC alkohol yang dihasilkan selama fermentasi
juga dibebaskan, dan juga membantu pengembangan tambahan dari sel gas Desrosier, 1988.
Proses pembuatan crackers secara umum dapat dilihat pada Gambar1.
Tepung terigu
Lemak, gula, garam, yeast, soda kue
pencampuran
Massa adonan
Fermentasi 26 – 32 ºC Selama 1 – 1,5 jam
bahan pengisi Pembuatan lembaran ± 9 mm
Tepung terigu:lemak:garam 100:33:1
Laminasi
Pemotongan ukuran 65 x 75
Pemanggangan 4-5 menit, 250-210ºC
Crackers
Gambar 5. Proses Pembuatan Crackers Manley, 1983
H. Analisa Keputusan Analisa keputuan pada dasarnya adalah suatu prosedur yang logis dan
kuantitatif yang tidak hanya menerangkan mengenai pengambilan keputusan tetapi juga mengenai suatu cara untuk membuat keputusan Susanto dan Saneto,
1994. Analisa keputusan adalah dasar untuk memilih alternative yang terbaik yang
dilakukan dengan mempertimbangkan aspek kualitas, kuantitas dan financial dari produk crackers dari tepung buah lindur dengan perlakuan proporsi penambahan
gluten, kemudian dipilih alternative terbaik.
I. Analisa Finansial
Suatu studi kelayakan merupakan pekerjaan membuat ramalan atau tafsiran
yang didasarkan atas anggapan-anggapan yang selalu bisa dipenuhi. Konsekuensinya ialah bisa terjadi penyimpangan-penyimpangan. Salah satu
penyimpangan itu adalah apbila pabrik berproduksi dibawah kapasitasnya. Hal ini menyebabkan pengeluaran yang seharusnya mempengaruhi keuntungan Susanto
dan Saneto, 1994. Beberapa parameter yang sering digunakan dalam analisis financial antara
lain: 1.
Break Event Point BEP Susanto dan Saneto, 1994
Break even point adalah suatu keadaan tingkat produksi tertentu yang menyebabkan besarnya biaya produksi keseluruhan sama dengan besarnya nilai
atau hasil penjualan . Jadi pada saat tersebut perusahaan tidak mengalami
keuntungan juga tidak mengalami kerugian. Perhitungan BEP dapat dilakukan dengan persamaan berikut:
FC BEP =
P – VC
Keterangan: P = produk pulang atau pokok
FC = biaya tetap VC = biaya tidak tetap persatuan produk Rp
Rumus untuk mencari titik impas adalah sebagai berikut: a.
Biaya titik impas Biaya Tetap
BEP = 1 – Biaya Tidak TetapPendapatan
b. Persentase titik impas
BEP Rp BEP = x 100
Pendapatan c.
Kapasitas titik impas Kapasitas titik impas adalah jumlah produksi yang haraus dilakukan untuk
mencapai titik impas. Rumus kapasitas titik impas adalah sebagai berikut: Kapasitas titik impas = Persentase titik impas x Pendapatan.
2.
Net Preset Value NPV Susanto dan Saneto, 1994
Net Present Value merupakan selisih antara nilai investasi saat sekarang dengan nilai penerimaan kas bersih dimasa yang akan datang. Suatu proyek dapat
dipilih bila NPV0. NPV dapat juga ditunjukkan dengan persamaan sebagai
berikut : NPV =
1+i Keterangan:
Bt = penerimaan pada tahun t Ct = biaya pada tahun t
n = umur ekonomi proyek i = suku bunga bank
t = 1,2,3,.......,n
3. Payback Periode PP Susanto dan Saneto, 1994
Payback periode merupakan jangka waktu periode yang diperlukan untuk membayar kembali pengembalian semua biaya yang telah dikeluarkan untuk
investasi suatu proyek. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut: PP =
I = jumlah modal Ab = penerimaan bersih per tahun
4. Gross Benefit Cost RatioSusanto dan Saneto, 1994
Gross benefit cost ratio merupakan perbandingan anatara penerimaan kotor yang telah dipresent value dirupiahkan sekarang.
Pendapatan Nilai: BC Ratio =
Biaya produksi
5. Internal Rate Ratio IRR Susanto dan Saneto, 1994
Internal rate of return IRR merupakan tingkat bunga yang menunjukkan persamaan antara interval penerimaan bersih sekarang dengan jumlah investasi
modal awal dari suatu proyek yang sedang dikerjakan. Kriteria ini memberikan pedoman bahwa proyek akan dipilih apabila IRR lebih besar dari suku bunga yang
berlaku maka proyek tersebut dinyatakan layak untuk dilaksanakan. Rumus perhitungan IRR adalah sebagai beerikut :
IRR = I’ + x I” + I’
Keterangan : NPV1 = NPV sekarang
NPV2 = NPV tahun yang akan datang I’
= tingkat suku bunga sekarang I”
= tingkat suku bunga tahun yang akan datang
J. Landasan Teori
Crackers merupakan salah satu jenis biskuit yang secara umum dibuat dari tepung terigu atau tepung lain dengan kandungan protein yang cukup tinggi
protein gluten yang difermentasi dengan yeast sehingga dapat memberikan karakteristik yang khas berupa kerenyahan pada crackers yang dihasilkan.
Pembuatan crackers buah lindur merupakan salah satu upaya
penganekaragaman produk crackers. Tepung buah lindur merupakan hasil samping pengolahan buah lindur Bruguiera Gymnorrhiza mempunyai kelebihan
yaitu kandungan karbohidrat, serat, kadar abu dan lemak yang tinggi. Permasalahan yang timbul dalam pembuatan crackers buah lindur adalah
keterbatasan protein dalam tepung buah lindur sehingga dalam pembuatan crackers buah lindur perlu penambahan gluten yang komponen utamanya adalah
protein agar adonan tidak mudah pecah, crackers yang dihasilkan lebih renyah dan juga untuk menambah nilai gizinya. Gluten yang ada dalam adonan
menyebabkan adonan tidak mudah pecah pada waktu di roll dan menahan gas CO
2
pada waktu fermentasi. Gas CO
2
yang tertahan pada gluten dapat membentuk lapisan elastis didalam adonan sehingga menghasilkan adonan yang
kokoh dan permukaannya tidak lengket Haryanto dan Pangloli, 1992. Modifikasi kimia protein gluten memegang peranan penting dalam penggunaan
serealia secara industri. Terutama reaksi yang mengakibatkan terbentuknya atau terputusnya ikatan S-S dapat sangat mempengaruhi kelarutan dan sifat reologi
seperti keregangan dan kerenyahan De Mann, 1997. Mekanisme kerja gluten adalah sebagai berikut: ikatan disulfida dalam gluten gandum berperan penting
dalam penghubung silang rantai polipeptida, reduksi ikatan disulfida dalam gliadin dan glutenin mengakibatkan ikatan rantai peptida terbuka. Perubahan jenis
ini mempunyai pengaruh yang kuat terhadap reologi adonan. Pada proses fermentasi yeast mampu menghasilkan gas CO
2
yang ditahan oleh gluten. Sel-sel khamir menghasilkan enzim maltase yang mengubah glukosa
menjadi maltosa Buckle, 1987. Sejumlah kecil sukrosa dari gula yang ditambahkan akan dipecah menjadi glukosa dan fruktosa oleh enzim invertase
yang ada dalam yeast Bennion, 1980, yang kemudian oleh sekumpulan enzim disebut sebagai zymase dipecah sebagai CO
2
dan etanol. Menurut Yuwono 1999, pengembangan adonan juga diperoleh dari penambahan soda kue atau
NaHCO
3
yaitu pada tahap pencampuran akan terjadi penangkapan udara dalam
adonan. Pemanasan akan menyebabkan NaHCO
3
akan melepaskan gas CO
2.
Gas ini akan terperangkap oleh pati sehingga crackers mengembang.
Pada saat pemanggangan peningkatan suhu mempercepat aktivitas enzim dan khamir. Pemanasan lebih lanjut mengakibatkan enzim dan khamir menjadi inaktif.
Pada tahap ini CO
2
dilepaskan sehingga terjadi pengembangan. Selama proses pemanggangan perlahan-lahan bagian luar crackers mengeras dan juga terjadi
reaksi antara gula reduksi dengan gugus amina primer pada protein sehingga mengakibatkan pencoklatan pada crackers Winarno, 1997.
K. Hipotesa