Jenis Penelitian Variabel Penelitian Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Metode Analisis Data

26

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian tentang uji potensi antifungi ekstrak lidah mertua terhadap Collectotrichum capsici ini merupakan jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap RAL.

B. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas : konsentrasi ekstrak lidah mertua 2. Variabel terikat : persentase daya hambat dan intensitas serangan 3. Variabel kontrol : media PDA, waktu inkubasi, daun lidah mertua, cara pembuatan ekstrak, buah cabai merah.

C. Definisi Operasional

1. Collectotrichum capsici adalah jamur uji yang memiliki miselium berwarna putih keabuan sampai hitam, dengan struktur miselium kasar yang diperoleh dari aboratorium Hama dan Penyakit Tanaman, UGM. 2. Ekstrak lidah mertua adalah ekstrak yang terbuat dari daun lidah mertua Sansevieria trifasciata var Hahnii medio picta yang dihaluskan dengan penambahan aquades yang terdiri dari 5 konsentrasi perlakuan, yaitu

100, 75, 50, 25 dan 5.

3. Daya hambat adalah kemampuan ekstrak lidah mertua untuk menghambat pertumbuhan jamur Collectotrichum capsici. 4. Intensitas serangan adalah tingkat perkembangan keparahan penyakit terhadap inang, dalam hal ini yaitu penyakit antraknosa pada buah cabai merah.

D. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada Maret hingga Mei 2015. Pembuatan media, identifikasi jamur, pembuatan ekstrak dan pengujian ekstrak dilakukan di Laboratorium Pasteur Pendidikan Biologi, Universitas Sanata Dharma.

E. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : cawan petri, baki plastik, pinset, mikropipet, pipet tip, cork borer, jarum enten, jarum ose, gelas ukur, gelas beker, erlenmeyer, tabung reaksi, lampu spritus, autoklaf, hotplate, stirrer magnetic, vortex mixer, blender, penyaring, laminar air flow cabinet, inkubator, gelas benda, gelas penutup, mikroskop, dan timbangan analitik. Bahan yang digunakan yaitu : kultur murni Collectotrichum capsici yang diperoleh dari Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman UGM Yogyakarta, daun lidah mertua yang diperoleh di daerah kampus III USD, Paingan, Maguwoharjo Yogyakarta, buah cabai merah, fungisida sintetik sebagai kontrol positif, PDA Potato Dextrose Agar, aquades steril, alkohol 70, alumunium foil, NaCl 1, FeCl 1, natrium hipoklorit, kertas saring, pewarna methylen blue, plastik transparan, dan kertas payung.

F. Langkah Kerja

1. Observasi Lapangan

Meliputi kegiatan mengamati secara langsung buah cabai yang menunjukkan gejala antraknosa, untuk memperoleh beberapa informasi mengenai penyakit antraknosa pada cabai. Selanjutnya mengambil beberapa sampel cabai yang terkena antraknosa untuk dilakukan pengujian. Selain itu melakukan pengamatan tanaman lidah mertua yang akan digunakan.

2. Persiapan Alat dan Bahan

Meliputi persiapan alat dan bahan yang digunakan. Alat yang akan digunakan untuk media tumbuh jamur disterilisasi terlebih dahulu yaitu dengan cara disemprot dengan alkohol 70, dipanaskan di atas bunsen atau dilakukan sterilisasi dengan autoklaf selama ± 15 menit, tekanan 1 atm pada 121ºC. Bahan pembuatan ekstrak yaitu tanaman lidah mertua diperoleh di Kampus III Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan dipilih yang memiliki kondisi baik. Bagian tanaman yang digunakan yaitu bagian daunnya yang segar.

3. Pembuatan Media PDA Potato Dextrose Agar

PDA sebanyak 39 gr dilarutkan dalam 1 liter aquades dan dipanaskan sampai semua terlarut secara homogen menggunakan hotplate dan stirrer magnetic. Media selanjutnya dituangkan dalam erlenmeyer dan disterilkan menggunakan autoklaf pada tekanan 1atm dengan suhu 121 C selama 10 menit.

4. Identifikasi Jamur Collectotrichum capsici

Identifikasi jamur berupa identifikasi morfologi jamur dan identifikasi mikroskopis melalui pengecatan. Identifikasi morfologi melalui pengamatan kenampakan dari kultur yang diperoleh. Pengamatan mikroskopis dilakukan dengan mengambil 1 ose jamur, diletakkan di tengah-tengah gelas benda dan dicampurkan dengan 1 tetes larutan methylen blue, kemudian ditutup dengan gelas penutup. Diamati dengan mikroskop dan didokumentasikan. Hasil pengamatan selanjutnya dicocokan dengan pustaka identifikasi jamur.

5. Pembuatan Ekstrak Lidah Mertua

Daun lidah mertua yang sudah disortir dipisahkan antara tanaman yang baik dan yang rusak ditimbang sebanyak 100 gr, dibersihkan dan dicuci dengan air mengalir. Daun disterilisasi dengan merendam dalam campuran 10 ml Natrium hipoklorit dan 3 liter aquades selama 15 menit. Daun kemudian dibilas, dipotong kecil-kecil dan dihaluskan dengan penambahan 100 ml aquades. Dilakukan penyaringan sehingga diperoleh ekstrak dengan konsentrasi 100, kemudian dilakukan pengenceran sehingga diperoleh konsentrasi 75, 50, 25 dan 5. Ekstrak yang ditampung dalam erlenmeyer tersebut selanjutnya direbus dengan hotplate.

6. Uji Fitokimia Saponin dan Tanin

Uji fitokimia yang dilakukan yaitu pengujian saponin dan tanin yang memiliki sifat sebagai antifungi. a Uji saponin Ekstrak lidah mertua diambil sebanyak 1 ml, ditambahkan dengan 5 ml aquades dan dikocok selama 5 menit dalam tabung reaksi. Terbentuknya layer berupa busa setebal 1 cm pada bagian atas menunjukkan adanya saponin. b Uji tanin Ekstrak lidah mertua diambil sebanyak 5 ml dan dimasukkan dalam tabung reaksi. Ditambahkan dengan 5 tetes larutan NaCl 1 dan 3 tetes pereaksi FeCl 1. Tanin yang terhidrolisis memberikan warna biru tua atau hijau kehitaman.

7. Pengujian Ekstrak Lidah Mertua

a Pengujian in-vitro Pengujian dilakukan dengan menumbuhkan C. capsici pada media PDA yang telah dicampur dengan ekstrak lidah mertua sesuai konsentrasi perlakuan. PDA cair sebanyak 10 ml dengan suhu ± 40ºC dituang ke dalam cawan petri, kemudian ditambahkan ekstrak lidah mertua sebanyak 0,5 ml. Cawan petri selanjutnya digoyang secara memutar membentuk angka 8 agar tercampur merata. Campuran media dan ekstrak didiamkan hingga padat. Konsentrasi ekstrak yang digunakan yaitu 100, 75, 50, 25 dan 5. Pada kontrol positif, media PDA dicampur dengan fungisida sintetik, sedangkan pada kontrol negatif tanpa penambahan ekstrak maupun fungisida. Miselium C. capsici diambil dengan cara memotong PDA yang ditumbuhi biakan murni C. capsici dengan pemotong media cork borer berdiameter 5 mm. Jamur tersebut diinokulasikan pada medium di bagian tengah cawan petri, kemudian diinkubasi pada suhu ruang. Tiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Pengamatan dilakukan setiap hari selama 7 hari dengan mengukur pertumbuhan diameter C. capsici dan menghitung persentase daya hambat. Pengukuran diameter koloni dilakukan dengan membuat garis vertikal dan horizontal yang berpotongan tepat pada titik tengah koloni jamur pada cawan petri. Rumus pengukuran diameter yaitu : Keterangan : D = diameter jamur C. capsici ∅v = diameter vertikal koloni jamur C. capsici ∅h = diameter horizontal koloni jamur C. capsici ∅v ∅h Sedangkan rumus persentase daya hambat terhadap pertumbuhan C.capsici menurut Marhaenis 2011, yaitu : Daya hambat = Keterangan : ∅k = diameter koloni pada media kontrol ∅p = diameter koloni pada media perlakuan b Pengujian in-vivo Pengujian dilakukan dengan menginokulasikan jamur C.capsici pada buah cabai. Sebelum inokuasi jamur, pemukaan cabai disterilisasi dengan aquades steril dan dicelupkan dalam alkohol 70 selama 3 menit. Selanjutnya dibilas dengan aquades steril sebanyak 2 kali. Inokulasi dilakukan dengan cara menyuntikkan 0,1 ml suspensi jamur. Suspensi jamur diperoleh dengan mencampur miselium jamur dengan 10 ml aquades steril pada tabung reaksi, lalu diaduk dengan vortex mixer selama 5 menit agar spora menyebar dalam suspensi. Buah cabai yang telah diinokulasi dan dikeringanginkan selanjutnya direndam dalam ekstrak lidah mertua sesuai dengan konsentrasi perlakuan selama 5 menit. Pada kontrol positif, cabai direndam fungisida sintetik, sedangkan kontrol negatif tidak diberi perlakuan perendaman. Buah cabai selanjutnya diletakkan dalam baki plastik yang telah diberi alas kertas saring steril yang lembab, kemudian ditutup dengan plastik transparan yang diberi lubang. Tiap baki plastik perlakuan berisi 8 buah cabai yang disusun terpisah. Untuk menjaga kelembaban dalam baki, dilakukan penyemprotan dengan aquades. Baki-baki plastik disusun dan diinkubasi pada suhu ruang. Pengamatan dilakukan setiap hari setelah tiap perlakuan menunjukkan gejala awal antraknosa. Penghitungan intensitas serangan dilakukan mulai saat pertama muncul gejala sampai didapat niai persentase serangan 50 pada perlakuan dengan interval pengamatan 2 hari. Rumus intensitas serangan yaitu : IS = Keterangan : IS = Intensitas serangan n = jumlah buah dari tiap kategori serangan yang sama V = skor tiap kategori serangan N = jumlah buah yang diamati Z = skor serangan tertinggi Kategori serangan antraknosa pada cabai ditetapkan melalui skoring sebagai berikut : 0 = tidak ada bercak atau gejala 1 = luas bercak 0 – 10 2 = luas bercak 10 – 20 3 = luas bercak 20 – 30 4 = luas bercak 30 – 40 5 = luas bercak 40 – 50 6 = luas bercak 50

G. Metode Analisis Data

Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan menggunakan beberapa metode. Data identifikasi jamur penyebab antraknosa pada cabai disajikan dalam bentuk tabel dan gambar. Data pengujian kandungan saponin dan tanin dalam ekstrak lidah mertua dianalisis secara kualitatif berdasarkan perubahan warna. Data pengujian dihitung menggunakan rumus, dianalisis secara statistik dengan uji anova dan diuji lanjut dengan uji Duncan’s New Multiple Range Test DNMRT pada taraf 5. 35

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Identifikasi Daun Lidah Mertua

Tanaman lidah mertua Sanseviera trifasciata var Hahnii medio picta yang digunakan diperoleh di Kampus III Paingan Universitas Sanata Dharma. Lokasi ini dipilih karena tanaman sedikit terpapar oleh polusi udara. Hal ini perlu diperhatikan karena tanaman lidah mertua memiliki fungsi sebagai antipolutan yang menyerap racun, sehingga kurang baik apabila diolah menjadi alternatif fungisida. Identifikasi tanaman berdasarkan referensi dalam tinjauan pustaka dilakukan untuk memastikan bahwa tanaman yang digunakan adalah Sanseviera trifasciata var Hahnii medio picta. Tanaman lidah mertua yang digunakan memiliki daun pendek tebal dengan ujung meruncing, tepi daun rata dengan warna hijau tua, warna dasar helaian daun hijau tua dengan perpaduan warna motif hijau muda, dalam satu tanaman memiiki 6-9 daun. Permukaan atas dan bawah helaian daun halus, kenampakan permukaan atas helaian daun mengkilap sedangkan kenampakan permukaan bawah helaian daun tidak mengkilap, berupa alur tidak teratur dengan motif alur zigzag. Daun memiliki panjang 8-12 cm dan lebar 4-7 cm. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa tanaman yang digunakan pada penelitian ini benar Sanseviera trifasciata var Hahnii medio picta gambar 4.1. Tanaman Sanseviera segar kemudian diambil dan dikumpulkan untuk pembuatan ekstrak.