D. Antifungi
Salah satu upaya untuk melawan fungi adalah dengan menggunakan senyawa yang bersifat antagonis antifungi sebagai pengganggu atau
penghambat. Antifungi merupakan senyawa yang digunakan untuk membasmi fungi. Istilah antifungi mempunyai dua pengertian, yaitu fungisida dan fungistatik.
Fungisida didefinisikan sebagai suatu senyawa yang dapat membunuh fungi, sedangan fungistatik merupakan senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan
fungi tanpa mematikannya. Mekanisme kerja antifungi dibagi menjadi 4 cara, antara lain :
1. penghambatan sintesis dinding sel
2. penghambatan fungsi selaput sel
3. penghambatan sintesis protein
4. penghambatan sintesis asam nukleat
Uji potensi antifungi adalah menguji suatu zat yang diduga mempunyai daya antifungi dengan memanfaatkan fungi sebagai indikator pengujian.
Kegunaan uji antifungi adalah diperolehnya suatu sistem pengobatan yang efektif dan efisien Siswandono dan Soekardjo, 2000. Banyak faktor yang
mempengaruhi aktivitas antifungi dalam menghambat atau membunuh fungi secara in vitro, diantaranya : pH lingkungan, besarnya inokulum, masa inkubasi,
aktivitas metabolit mikroorganisme, stabilitas obat dan komponen pembenihan Kristhana, 2001.
E. Upaya Pengendalian Antraknos\a dengan Fungisida
Pengendalian penyakit terutama yang disebabkan oleh jamur selama ini dilakukan secara kimiawi dengan menggunakan fungisida. Cara pengendalian
penyakit antraknosa dengan menggunakan fungisida memang lebih praktis bila dibandingkan dengan cara pengendalian lain. Fungisida sintetik banyak digunakan
oleh petani karena memiliki periode pengendalian panjang, cepat menurunkan penyakit, mudah dan praktis untuk digunakan, mudah dan praktis disimpan, dan
mudah untuk mendapatkannya Syamsuddin, 2003.
Gambar 2.4. Fungisida sintetik Prabawati 1991 dan Prajnanta 2004 melaporkan fungisida prockloraz
dan kombinasi benomyl dan mancozeb efektif untuk mengendalikan penyakit antraknosa yang disebabkan oleh C. capsici.
Fungisida “Petronil 75 WP” dengan bahan aktif klorotalonil 75 merupakan fungisida protektif berbentuk tepung
yang dapat disuspensikan, berwarna putih, bekerja secara preventif dan kuratif untuk melindungi tanaman terhadap penyakit yang disebabkan oleh jamur.
Fungisida ini dapat digunakan untuk mengatasi antraknosa pada cabai. Bahan aktif klorotalonil berperan sebagai fungisida inhibitor multi situs yang
mempengaruhi berbagai enzim dan proses metabolisme lainnya dalam jamur, menghambat perkecambahan spora, dan racun bagi sel membran jamur Hikmah,
2012. Penggunaan fungisida sintetik yang berlebihan dan ketergantungan
terhadapnya tidak memecahkan masalah penyakit tanaman tetapi menimbulkan masalah baru dan dampak negatif. Penggunaan fungisida sintetik yang berlebihan
dapat menyebabkan gangguan pada kesehatan manusia, polusi lingkungan dan berkembangnya jamur patogen yang resisten terhadap fungisida. Untuk
menghindari efek samping yang tidak diinginkan, dikembangkan fungisida bahan nabati yang diperoleh dari senyawa yang dihasilkan oleh tanaman. Fungisida
nabati sudah dikenal dan digunakan masyarakat sejak dulu Syukur, 2009. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki biodiversity yang
tinggi. Indonesia memiliki lebih dari 350.000 spesies tumbuhan tingkat tinggi yang dapat menghasilkan berbagai produk yang salah satunya adalah metabolit
sekunder dengan jumlah 100.000 dari 1.000.000 senyawa kimia. Senyawa metabolit sekunder merupakan senyawa kimia yang umumnya mempunyai
kemampuan biokatifitas dan berfungsi sebagai pelindung tumbuhan dari gangguan hama penyakit untuk tumbuhan tersebut atau lingkungan. Senyawa
metabolit sekunder seperti alkaloid, flavonoid, steroid, terpenoid, golongan fenol, feromon, saponin, tanin, kuinon, dan sebagainya digunakan sebagai zat warna,
racun, aroma makanan,dan obat tradisional pada kehidupan sehari-hari Zahara, 2011.
Penggunaan bahan-bahan yang berasal dari tumbuhan dapat digunakan sebagai salah satu alternatif penggunaan fungisida sintetik yang sering disebut
fungisida nabati atau biofungisida yang ramah lingkungan karena mudah terdegradasi sehingga tidak menimbulkan residu Kardinan, 2002. Agens hayati
maupun bahan alami yang berasal dari tumbuhan dapat digunakan sebagai alternatif pengganti fungisida sintetik yang disebut fungisida nabati. Salah satu
sifat fungisida nabati yaitu daya urai cepat dan tidak ada residu pada produk pertanian sehingga lebih aman dikonsumsi. Namun karena penurunan daya racun
cepat, maka perlu diaplikasikan secara berulang-ulang.
F. Lidah Mertua Sansevieria trifasciata