Kelonggaran untuk menghilangkan rasa fatique Kelonggaran untuk hambatan – hambatan tak terhindarkan

cakap dengan teman sekerja sekedar untuk menhilangkan ketegangan ataupunkejenuhan dalam bekerja. Kebutuhan – kebutuhan ini jelas terlihat sebagai sesuatu yang mutlak tidak bisa, misalnya sesorang diharuskan terus bekerja dengan rasa dahaga, atau melarang pekerja untuk sama sekali tidak bercakap – cakap sepanjang jam kerja. Larangan demikian tidak sengaja merugikan pekerja karena merupakan tuntutan psikologis dan fisiologis yang wajar tetapi juga merugikan perusahaan karena dengan kondisi demikan pekerja tidak akan dapat bekerja dengan baik bahkan hamper dapat dipastikan produktivitasnya menurun. Besarnya kelonggaran yang diberikan untuk kebutuhan pribadi seperti ini berbeda – beda dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya karena setiap pekerjaan mempunyai karakteristik sendiri – sendiri dengan tuntutan yang berbeda – beda. Penelitian yang khusus perlu dilakukan untuk menentukan besarnyakelonggaran ini secara tepat seperti dengan sampling pekerjaan ataupun secara fisiologis. Berdasarkan penelitian ternyata besarnya kelonggaran ini bagi pekerja pria berbeda dengan pekerja wanita. Misalnya untuk pekerjaan – pekerjaan ringan pada kondisi – kondisi kerja normal pria memerlukan 2 – 2,5 dan wanita 5 . persentase ini adalah waktu normal. Sutalaksana, 2005 .

2. Kelonggaran untuk menghilangkan rasa fatique

Rasa fatique tercermin antara lain dari menurunnya hasil produksi baik jumlah maupun kualitas. Karenanya salah satu cara menentukan besarnya kelonggaran ini adalah dengan melakukan pengamatan sepanjang hari kerja Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. dan mencatat ada saat – saat dimana hasil produksi menurun. Tetapi masalahnya adalah kesulitan dalam menentukan pada saat – saat mana menurunya hasil produksi disebabkan oleh timbulnya rasa fatique karena masih banyak kemungkinan lain yang dapat menyebabkannya. Jika rasa fatique telah datang dan pekerja harus bekerja untuk menghasilkan performance normalnya, maka usaha yang dikeluarkan pekerjja lebih besar dari normal dan ini akan menambah rasa fatique. Bila hal ini berlangsung terus pada akhirnya akan terjadi fatique total yaitu jika anggita badan yang besangkutan sudah tidak dapat melakukan gerakan kerja sama sekali walaupun sangat dikehendaki. Hal demikian jarang terjadi karena berdasrkan pengalamannya, pekerja dapat mengatur kecepatan kerjanya sedemikian rupa, sehingga lambatnya gearakan – gerakan kerja ditujukan untuk menghilangkan rasa fatique ini. Sutalaksana, 2005

3. Kelonggaran untuk hambatan – hambatan tak terhindarkan

Dalam melaksanakan pekerjaanya, pekerja tidaka akan lepas dari berbagai “ hambatan “. Ada hambatan yang dapat dihindarkan seperti mengobrol yang berlebihan dan mengaggur dengan sengaja. Adapula hambatan yang tidak terhindarkan karena berada diluar kekuasaan pekerja untuk mengendalikannya. Bagi hambatan yang pertama jelas tidak ada pilihan selain menghilangkannya, sedangkan bagi hambatan yang kedua walaupun harus diusahakan serendah mungkin, hambatan akan tetap ada dan karenanya harus diperhitungkan waktu baku. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Beberapa contoh yang termasuk dalam hambatan tak terhindarkan adalah : 1. Menerima atau meminta petunjuk kepada pengawas. 2. Melakukan penyesuaian – penyesuaian mesin. 3. Menperbaiki kemacetan – kemacetan singkat seperti mengganti alat potong yang patah, memasang kembali ban yang lepas dan sebagainya. 4. Mengasah peralatan potong. 5. Mengambil alat – alat khusus atau bahan – bahan khusus dari gudang. 6. Hambatan – hambatan karena kesalahan pemakaian alat ataupun bahan. 7. Mesin berhenti karena matinya aliran listrik. Besarnya hambatan untuk kejadian – kejadian seperti ini sangat bervariasi dari satu pekerjaan lain bahkan stasiun kerja kestasiun kerja lain karena banyaknya penyebab seperti mesin, kondisi mesin, prosedur kerja, ketelitian suplay alat dan bahan, dan sebagainya. Sutalaksana, 2005

2.3 Faktor Penyesuaian Rating Performance