31 etanol-air daun
M. tanarius
yang kental dengan bobot pengeringan ekstrak yang tetap yaitu sebesar 1,92 g Andini, 2010.
5. Penetapan konsentrasi pekat ekstrak
Menghitung rata-rata randemen ke-6 replikasi ekstrak metanol-air daun
M. tanarius
kental yang telah dibuat. Randemen ekstrak = Berat cawan ekstrak kental
– berat cawan kosong ���� − ���� �
=
� � .1+� � .2+� � .3+� � .4+� � .5+� � .6 6
Konsentrasi ekstrak didapat dari hasil rata-rata randemen ekstrak. Konsentrasi yang dapat digunakan adalah konsentrasi pekat yang dapat
dibuat dimana pada konsentrasi tersebut ekstrak dapat dimasukkan serta dikeluarkan dari
spuit
per oral. Cara pembuatannya adalah dengan melarutkan ekstrak percawannya, yaitu 1,92 g dalam labu ukur terkecil
dengan pelarut yang sesuai, yaitu CMC Na 1. Labu ukur terkecil yang tersedia adalah labu ukur 5 ml sehingga konsentrasi ekstrak dapat
ditetapkan, yaitu sebesar 0,384 gml atau 3840 mgml atau 38,4 bv Andini, 2010.
6. Penetapan dosis ekstrak metanol-air daun
M. Tanarius
Dasar penetapan peringkat dosis adalah dari bobot tertinggi tikus dan pemberian cairan secara peroral separuhnya yaitu 2,5 ml. Penetapan
dosis tertinggi ekstrak metanol-air daun
M. tanarius
adalah: D x BB = C x V
D x 0,250 KgBB = 384 mgml x 2,5 ml D = 3840 mgKgBB
32 Dua dosis lainnya diperoleh dengan menurunkan 3 dan 6 kalinya
dari dosis tertinggi sehingga didapatkan dosis 1280 mgKg BB dan 426 mgKg BB. Dosis yang akan digunakan dalam penelitian adalah 426 ;
1280 ; dan 3840 mgkg BB.
7. Pembuatan
suspending agent
CMC-Na 1
Suspending agent CMC-Na 1 dibuat dengan cara mendispersikan lebih kurang 1,0 g CMC-Na yang telah ditimbang seksama ke dalam air
mendidih sampai volume 100,0 ml dan digunakan untuk membuat suspensi parasetamol.
8. Pembuatan larutan CCl4
Larutan CCl
4
dalam
olive oil
dibuat dengan cara melarutkan 1 bagian CCl
4
ke dalam 1 bagian
olive oil
sehingga didapatkan dosis 2 mlKg BB tikus.
9. Uji pendahuluan
a. Penetapan dosis hepatotoksin karbontetraklorida
Pemilihan dosis karbontetraklorida dilakukan untuk mengetahui pada dosis berapa karbontetraklorida mampu menyebabkan kerusakan
pada hati tikus yang ditandai dengan peningkatan aktivitas GPT-serum paling tinggi. Dosis hepatotoksik yang digunakan dalam penelitian ini
mengacu pada penelitian Janakat dan Al-Merie 2002, bahwa dosis 2 mlkg BB sudah terbukti mampu meningkatkan aktivitas ALT serum
secara signifikan pada tikus bila diberikan secara intraperitonial tanpa menyebabkan kematian pada hewan uji.
33
b. Penetapan waktu pencuplikan darah
Menurut Janakat dan Al-Merie 2002, kenaikan serum ALT paling signifikan akan terjadi pada 24 jam setelah ingesti karbontetraklorida.
Oleh karena itu akan dilakukan penetapan waktu pencuplikan darah tikus jantan dengan cara membagi tikus jantan dikelompokan dengan jumlah 5
ekor. Diambil darahnya pada jam ke 6 dengan berbagai variasi dosis. Serum darah diambil untuk diukur aktivitas serum ALT dan AST.
10. Pengelompokan dan perlakuan hewan uji
Hewan percobaan yang dibutuhkan sebanyak 30 ekor tikus jantan dibagi secara acak dalam 6 kelompok sama banyak. Kelompok I
merupakan kontrol hepatotoksin karbontetraklorida dengan dosis 2 mlKg BB secara intra peritonial. Kelompok II merupakan kontrol negatif, yaitu
pemberian
olive oil
secara intra peritonial. Kelompok III merupakan kontrol ekstrak etanolik daun
M. tanarius
. Kelompok IV-VI, diberikan ekstrak etanol daun
M. tanarius
dengan dosis 3840 ; 1280 ; dan 426 mgKg BB kemudian pada 6 jam setelah perlakuan diberikan dosis
hepatotoksik karbon tetraklorida 2 mlKg BB. Pada jam ke-24 setelah ingesti karbontetraklorida, semua kelompok diambil darahnya pada daerah
sinus orbitalis mata untuk penetapan aktivitas serum ALT dan AST.
11. Pembuatan serum
Darah mencit diambil melalui sinus orbitalis mata dengan pipa kapiler dan ditampung dalam tabung sentrifugasi melalui dinding tabung
34 kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit dan
diambil supernatannya serum.
12. Pengukuran aktivitas serum ALT dan AST
Alat yang digunakan pada pengukuran aktivitas serum ALT dan AST adalah vitalab-mikro. Pada analisis fotometri ini dengan serum ALT
dilakukan dengan reagen, yaitu reagen I dan reagen II. Reagen I berisi TRIS pH 7,65, L-Alanin, dan LDH laktat dehidrogenase. Reagen II
berisi 2-oksoglutarat dan NADH. Analisis dilakukan dengan reaksi sebagai berikut: reagen I sebanyak 800
μL, dicampur dengan 200 μL reagen II, setelah itu dicampurkan serum sebanyak 100
μL dan dibaca resapan setelah tiga menit.
Pada analisis fotometri dengan serum AST dilakukan reaksi sebagai berikut, yaitu reagen I dan reagen II. Reagen I berisi TRIS pH
7,65, L-Aspartat, LDH laktat dehidrogenase, dan MDH malat dehidrogenase. Reagen II berisi 2-oksoglutarat dan NADH. Analisis
dilakukan dengan reaksi sebagai berikut: reagen I sebanyak 800 μL
dicampur dengan 200 μL reagen II. Setelah itu dicampurkan serum sebanyak
100 μL dan dibaca resapan setelah tiga menit. Aktivitas enzim dilihat pada panjang gelombang 340 nm, suhu
37
o
C, dan faktor koreksi 1745. Aktivitas serum ALT dan AST dinyatakan dalam UL. Pengukuran aktivitas serum ALT dan AST dilakukan di
Laboratorium Anatomi-Fisiologi Manusia Fakultas Farmasi USD Yogyakarta.
35
F. Tata Cara Analisis Hasil