12
2.2. Landasan Teori 2.2.1. Akuntansi Sektor Publik
Akuntansi sektor publik berkaitan erat dengan penerapan dan perlakuan akuntansi pada domain publik. Domain publik sendiri memiliki
wilayah yang relatif luas dan kompleks dibandingkan dengan sektor swastabisnis Haryanto, 2007. Peranan akuntansi sektor publik ditujukan
untuk memberikan pelayanan publik dalam rangka memenuhi kebutuhan publik. Akuntansi Sektor Publik merupakan bidang akuntansi yang
mempunyai ruang lingkup lembaga-lembaga tinggi negara dan departemen-departemen di bawahnya, pemerintah daerah, perusahaan
milik negara dan daerah, yayasan, partai politik, perguruan tinggi dan organisasi-organisasi non profit lainnya Bastian, Indra, 2006.
Jika dilihat dari variabel lingkungan, sektor publik tidak hanya dipengaruhi faktor ekonomi tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain
seperti politik, sosial, budaya, dan historisyang menimbulkan perbedaan dalam pengertian, cara pandang, dan definisi. Dari sudut pandang, sektor
publik dapat dipahami sebagai entitas yang aktifitasnya menghasilkan barang dan layanan publik dalam memenuhi kebutuhan dan hak publik
bpkk depkeu . Pada dasarnya, akuntabilitas adalah pemberian informasi dan
pengungkapan disclosure atas aktivitas dan kinerja finansial kepada
pihak-pihak yang berkepentingan Schiavo-Campo and Tomasi, 1999. Pemerintah, baik pusat maupun daerah, harus dapat menjadi subyek
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
13
pemberi informasi dalam rangka pemenuhan hak-hak publik yaitu hak
untuk tahu, hak untuk diberi informasi, dan hak untuk didengar
aspirasinya. Akuntabilitas publik terdiri dari dua macam, yaitu akuntabilitas vertikal dan akuntabilitas horisontal. Akuntabilitas vertikal
adalah akuntabilitas kepada otoritas yang lebih tinggi, misalnya akuntabilitas kepala dinas kepada bupatiwalikota. Akuntabilitas horisontal
adalah akuntabilitas kepada publik secara luas atau kepada sesama lembaga lainnya yang tidak memiliki hubungan atasan, bawahan.
Dimensi akuntabilitas publik meliputi akuntabilitas hukum dan kejujuran, akuntabilitas manajerial, akuntabilitas program, akuntabilitas
kebijakan, dan akuntabilitas finansial. Akuntabilitas manajerial merupakan bagian terpenting untuk menciptakan kredibilitas manajemen organisasi
sektor publik . Tidak dipenuhinya prinsip pertanggungjawaban dapat menimbulkan implikasi yang luas. Jika masyarakat menilai sektor publik
tidak accountable, masyarakat dapat menuntut pergantian kebijakan,
penggantian pejabat, dan sebagainya. Rendahnya tingkat akuntanbilitas juga meningkatkan risiko berinvestasi dan mengurangi kemampuan untuk
berkompetisi serta melakukan efisiensi.
2.2.2. Organisasi Sektor Publik
Menurut Mahsun 2006:7 memberikan pemahaman terhadap organisasi sektor publik sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan
kepentingan umum dan penyediaan barang atau jasa kepada publik yang
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
14
dibayar melalui pajak atau pendapatan negara lain yang diatur dengan hukum. Cakupan organisasi sektor publik berbeda di setiap negara,
tergantung pada kejadian historis dan suasana politik yang berkembang di suatu negara. Termasuk dalam cakupan sektor publik di negara Indonesia
adalah Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara BUMN dan Badan Usaha Milik Daerah BUMD, Dinas atau Instansi
Pemerintahan, Organisasi bidang pendidikan, Organisasi bidang kesehatan, dan Organisasi-organisasi Massa. Organisasi sektor publik
dibutuhkan untuk menjamin bahwa pelayanan publik dapat disediakan untuk masyarakat secara adil dan merata, serta untuk memastikan bahwa
pelayanan publik dilakukan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
2.2.3. Desentralisasi
Adanya otonomi daerah di Indonesia merupakan salah satu bentuk desntralisasi
dimana pemerintah
pusat memberikan
sebagian kewenangannya kepada pemerintah daerah untuk mengelola daerahnya.
Pemerintah daerah dalam melaksanakan tugasnya juga melimpahkan sebagian kewenangannya kepada satuan-satuan kerja dibawahnya baik
berupa pengambilan keputusan,
pengelolaan keuangan
maupun pelaksanaan program-program untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Hal ini dikarenakan satuan-satuan kerja lebih mengetahui kebutuhan masyarakat dan lebih peka terhadap perubahan-perubahan yang
ada.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
15
Desentralisasi Decentralization adalah praktek pendelegasian wewenang pengambilan kepada jenjang yang lebih rendah. Mowen,
2000: 64. Sedangkan menurut Riyadi 2007 bahwa desentralisasi merupakan pendelegasian wewenang dan tanggung jawabkepada para
manajer. Tingkat pendelegasian itu sendiri menunjukkan sampai seberapa jauh manajemen yang lebih tinggi mengizinkan manajemen yang lebih
rendah untuk membuat kebijakan secara independen. PP 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah mengatur
desentralisasi dari kepala daerah kepada pejabat dibawahnya untuk mengelola keuangan dan melaksanakan program-program sesuai dengan
tujuan dan sasaran masing-masing satuan kerja. Pelimpahan wewenang tentunya disertai dengan pelimpahan tanggung jawab sehingga tiap-tiap
satuan kerja wajib mempertanggungjawabkan anggaran dan pencapaian realisasi dari target yang telah ditetapkan. Dengan adanya desentralisasi,
tiap-tiap satuan kerja dapat meningkatkan kinerjanya karena mereka mengetahui kondisi masyarakat dan dapat menetapkan program-program
yang tepat sasaran Chenhall; Mukhi et.al; Davis dan Newstrom dalam Indudewi, 2009.
Pelimpahan wewenang dan tanggung jawab dari kepala daerah kepada pejabat dibawahnya berupa kewenangan dalam menyusun
anggaran tersebut mencerminkan pelaksanaan tupoksi tiap-tiap unit kerja. Kewenangan penyusunan anggaran tersebut meliputi kewenangan dalam
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
16
masalah keuangan, operasional kantor, peningkatan mutu pegawai, pergeseran dana maupun perputaran pegawai.
Secara teoritis dalam konteks otonomi daerah, desentralisasi diharapkan akan menghasilkan dua manfaat nyata, yaitu: 1 Mendorong
peningkatan partisipasi, prakarsa dan kreatifitas masyarakat dalam pembangunan; 2 Mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan
keadilan di seluruh daerah dengan memanfaatkan sumber daya dan potensi yang tersedia di masing-masing daerah. Kedua, memperbaiki
alokasi sumber daya produktif melalui pergeseran peran pengambilan keputusan publik ke tingkat pemerintah yang paling rendah yang memiliki
informasi yang paling lengkap Mardiasmo, 2002: 25.
2.2.3.1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Derajat Desentralisasi
Menurut Handoko 2001: 229 bahwa desentralisasi mempunyai nilai jika dapat membantu organisasi mencapai tujuannya dengan efisien.
Penentuan derajat desentralisasi sangat dipengaruhi faktor-faktor sebagai berikut :
1. Filsafat manajemen
Banyak manajer puncak yang sangat otokratik dan menginginkan pengawasan pusat yang kuat. Hal ini akan mempengaruhi
kesediaan manajemen untukj mendelegasikan wewenangnya.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
17
2. Ukuran dan Tingkatan Pertumbuhan Organisasi
Organisasi tidak mungkin efisien bila semua wewenang pembuatan keputusan ada pada satu atau beberapa manajer puncak saja. Suatu
organisasi yang tumbuh semakin besar dan kompleks, ada kecenderungan untuk meningkatkan desentralisasi. Begitu juga,
tingkat pertumbuhan yang semakin cepat memaksa manajemen untuk meningkatkan delegasi wewenangnya.
3. Strategi organisasi akan mempengaruhi tipe pasar, lingkungan
teknologi dan persaingan yang harus dihadapinya, sehingga akan mempengaruhi derajat desentralisasi
4. Penyebaran Geografis Organisasi
Pada umumnya, semakin menyebar satuan-satuan organisasi secara geografis, organisasi akan cenderung melakukan desentralisasi,
karena pembuatan keputusan akan lebih sesuai dengan kondisi lokal masing-masing.
5. Tersedianya Peralatan Pengawasan yang Efektif
Organisasi yang kekurangan peralatan-peralatan efektif untuk melakukan sentralisasi bila manajemen tidak dapat dengan mudah
memonitor pelaksanaan kerja bawahannya. 6.
Kualitas Manajer Desentralisasi memerlukan lebih banyak manajer-manajer yang
berkualitas karena mereka harus membuat keputusan sendiri
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
18
7. Keanekaragaman Produk dan Jasa
Makin beraneka ragam produk dan jasa yang ditawarkan organisasi cenderung melakukan desentralisasi dan sebaliknya semakin tidak
beraneka ragam, lebih cenderung sentralisasi 8.
Karakteristik-karakteristik Organisasi lainnya Karakteristik-karakteristik organisasi lainnya, seperti biaya dan
resiko yang berhubungan dengan keputusan, sejarah pertumbuhan organisasi, kemampuan manajemen bawah dan sebagainya
2.2.4. Komitmen Organisasi
Komitmen adalah suatu sikap atau orientasi terhadap organisasi yang menghubungkan seseorang pada organisasi Jacinta, 2002
mengartikan komitmen organisasi adalah keinginan pelaku sosial untuk memberikan tenaga dan loyalitasnya pada sistem sosial, keterkaitan
seseorang terhadap hubungan sosial dimana ia dapat mengekspresikan diri. Komitmen merupakan suatu proses terjadi kesamaan dan terintegrasinya
tujuan organisasi dan individu. Sedangkan Calsita 2003 berpendapat bahwa komitmen dapat diartikan sebagai sikap karyawan untuk tetap
berada dalam organisasi dan terlibat dalam upaya mencapai misi, nilai- nilai dan tujuan organisasi.
Mempunyai sikap komitmen terhadap organisasi berarti lebih dari sekedar keanggotaan formal, karena meliputi sikap menyukai organisasi
dan kesediaan untuk mengusahakan tingkat upaya yang tinggi bagi
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
19
kepentingan organisasi demi pencapaian tujuan. Berdasarkan pengertian tersebut maka dalam komitmen organisasi tercakup unsure loyalitas
terhadap organisasi, keterlibatan dalam pekerjaan, dan identifikasi terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi. Djati dan Khusaini 2003
menyatakan bahwa komitmen organisasi merupakan suatu keinginan karyawan untuk tetap mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi
dan bersedia melakukan usaha yang tinggi bagi pencapaian tujuan organisasi. Penjabaran dari konsep ini meliputi kemauan, kesetiaan, dan
kebanggaan karyawan pada organisasinya. Ada tiga dimensi dalam komitmen organisasi yaitu :
1. Affektive Commitment
Affektive commitment adalah kekuatan keinginan seseorang untuk melanjutkan pekerjaannya pada organisasi karena karyawan setuju
dan ingin untuk melanjutkan pekerjaannya. 2.
Continues Commitment Continues commitment adalah komitmen yang berdasarkan asosiasi
antara harga seseorang yang diasosiasikan dengan adanya keluarnya orang tersebut dengan organsisasi. Komitmen ini menyangkut usia,
masa jabatan atau kedudukan dapat diindikasikan dengan non transferable investment seperti tertutupnya hubungan kerja dengan
rekan kerja, investasi pensiunan, investasi karir dan ketrampilan khusus terhadap organisasi. Usia dapat berhubungan negatif dengan
alternatif kesempatan pekerjaan yang tersedia. Kepuasan karir
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
20
diharapkan memberikan pengukuran langsung terhadap investasi yang berhubungan dengan karir. Niat atau maksud untuk keluar dari
organisasi diharapkan berhubungan negatif dengan continuance commitment, karena pegawai yang bermaksud meninggalkan
organisasi adalah kurang komitmen. 3.
Normative Commitment Normative commitment menunjukkan perasaan karyawan akan
kewajiban untuk tetap bekerja pada organisasi. Komitmen organisasi dapat dipandang sebagai afeksi tentang keterdekatan dan keterlibatan
seseorang terhadap organisasi, baik ditinjau dari komitmen pada tujuan, keinginan tetap menjadi anggota organisasi dan pergerakan
usaha demi organisasi. Sudut pandang komitmen yang lain adalah komitmen berdasarkan sejauh mana waktu yang telah digunakan
untuk organisasi, dan afeksi akan kewajiban sebagai anggota untuk tetap bekerja pada organisasi. Pada umumnya pembahasan tentang
komitmen organisasi adalah dalam dimensi afeksi. Komitmen organisasi didefinisikan sebagai keinginan yang kuat
untuk mempertahankan diri sebagai anggota dari organisasi, kemauan untuk mengarahkan tenaganya demi organisasi, dan penerimaan nilai dan
tujuan dari organisasi. Pengertian lain adalah kesetiaan seseorang terhadap organisasi tersebut.
Dalam perkembangannya,
konsep komitmen
organisasi didefinisikan dan diukur dengan berbagai cara yang berbeda.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
21
Pendekatan-pendekatan teoritis yang utama, muncul dari riset sebelumnya atas komitmen, yaitu:
a. Pendekatan Sikap Attitudinal Approach
Komitmen menurut pendekatan ini, menunjuk pada permasalahan keterlibatan dan loyalitas. Menurut pendekatan ini, “commitment is
viewed as an attitude of attachment to the organization, which leads to particular job - related behaviors
” Muthuveloo dan Rose, 2005. Menurut pendekatan ini, komitmen dipandang sebagai suatu sikap
keterikatan kepada organisasi, yang berperan penting pada pekerjaan tertentu dan perilaku yang terkait. Sebagai contoh, pegawai yang
memiliki komitmen tinggi, akan rendah tingkat absensinya, dan lebih kecil kemungkinannya untuk meninggalkan organisasi dengan
sukarela, dibandingkan dengan lebih pegawai yang memiliki komitmen rendah. Konsep komitmen organisasi dari Mowday,
Porter, dan Steers dalam Luthans, 2006: 249, merupakan pendekatan sikap; dimana, “Komitmen didefinisikan sebagai:
1 keinginan yang kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu;
2 keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi; 3 keyakinan tertentu, dan penerimaan nilai dan tujuan organisasi.”
Pegawai yang memiliki komitmen tinggi merasakan adanya loyalitas dan rasa memiliki organisasi; memiliki keinginan kuat
untuk tetap bergabung dengan organisasi; terlibat sungguh-
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
22
sungguh dalam pekerjaannya; dan menampilkan tingkah laku yang sesuai dengan tujuan organisasi.
b. Pendekatan Perilaku Behavioral Approach Pendekatan ini menitikberatkan pandangan bahwa investasi
karyawan berupa waktu, pertemanan, pension, dan lain-lain membuat ia terikat untuk loyal terhadap organisasi. Dalam
pendekatan ini, komitmen organisasi didefinisikan sebagai: “profit associated with continued participation and a `cost
associated with leaving”, Kanter, dalam Suliman dan Iles, 2000. Komitmen organisasi terdiri dari tiga area keyakinan ataupun
perilaku yang ditampilkan oleh karyawan terhadap perusahaan dimana ia bekerja. Ketiga area tersebut adalah:
1 Keyakinan dan penerimaan terhadap organisasi, tujuan, dan
nilai-nilai yang ada di organisasi tersebut. 2
Adanya keinginan untuk berusaha sebaik mungkin sesuai dengan keinginan organisasi. Hal ini tercakup di antaranya
menunda waktu libur untuk kepentingan organisasi dan bentuk pengorbanan yang lain tanpa mengharapkan personal
gain secepatnya. 3
Keyakinan untuk mempertahankan keanggotaannya di organisasi tersebut.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
23
Komitmen organisasional secara tradisional dipandang sebagai konstruk uni-dimensi atau satu dimensi Porter et al., dalam Tella et al.,
2007: 6, di mana komitmen organisasi didefinisikan sebagai rasa identifikasi kepercayaan terhadap nilai-nilai organisasi, keterlibatan
kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi kepentingan organisasi dan loyalitas keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi yang
bersangkutan yang dinyatakan oleh seorang pegawai terhadap organisasinya. Terdapat banyak bukti yang menunjukkan bahwa
individu mengembangkan komitmen pada organisasi tertentu melalui berbagai dimensi atau berbagai sumber. Penelitian terhadap perilaku
menyimpulkan bahwa ada tiga 3 sumber komitmen organisasional yang berbeda Meyer dan Allen, dalam Coetzee, 2005, yaitu: 1
Affective commitment, the employee’s emotional attachment to, identification with, and involvement in the organization
. 2 Continuance commitment
, an awareness of the costs associated with leaving the organization
. 3 Normative commitment, a feeling of obligation to continue employment
. Artinya, affective commitment berkaitan dengan adanya keinginan
untuk terikat pada organisasi atau keterikatan emosional karyawan, identifikasi, dan keterlibatan dalam organisasi terjadi apabila karyawan
ingin menjadi bagian dari organisasi karena adanya ikatan emosional emotional attachment atau merasa mempunyai nilai sama dengan
organisasi.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
24
2.2.5. Motivasi Kerja 2.2.5.1. Pengertian Motivasi kerja
Menurut Supriyono 2002 : 226 Motivasi adalah merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi individu untuk melaksanakan kegiatan
dalam rangka pencapaian tujuan organisasi. Sedangkan menurut Handoko 2003 : 252 pengertian motivasi
adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai
tujuan. Motivasi seringkali dikatakan menjadi kunci kinerja kerja.
Kinerja dapat ditingkatkan dengan motivasi kerja yang tinggi, pengetahuan dan keahlian dalam melakukan tugas dan persepsi peran
positif yang dimiliki seseorang. Oleh karena itu memotivasi Sumber Daya Manusia yang terlingkup dalam suatu organisasi lebih banyak
berhubungan dengan pemeliharaan kultur organisasi untuk mendorong prestasi kerja.
2.2.5.2 Faktor- faktor Yang Mempengaruhi Motivasi
Motivasi merupakan keinginan, hasrat dan tenaga penggerak yang berasal dari dalam diri manusia untuk melakukan sesuatu atau
berbuat sesuatu. Menurut Slamet 2007 motivasi meliputi dua dimensi, yaitu motivasi ekstrinsik dan motivasi instrinsik.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
25
1. Motivasi Ekstrinsik Motivasi ekstrinsik hakekatnya adalah sumber ketidakpuasan yang berasal dari
luar pekerjaannya, yang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku seseorang terhadap pekerjaaannya. Jika tidak terpenuhi, maka pekerja tidak akan puas. Jika
besaran unsur ini memadai untuk memenuhi kebutuhan tersebut, pekerja tidak akan kecewa, meskipun belum terpuaskan. Terpenuhinya unsur ini akan lebih
berperan dalam mengeliminasi ketidakpuasan kerja dan mencegah lingkungan kerja yang kurang menguntungkan bagi suatu institusi. Sumber ketidakpuasan
kerja berasal dari tingkat kesejahteraan atau gaji, tingkat supervise teknis, tingkat hubungan antar pribadi atau rekan kerja, tingkat kebijakan administrasi, tingkat
kondisi kerja, dan tingkat status. Unsur ekstrinsik, terbagi menjadi tiga, yaitu:
a. Tingkat Kesejahteraan atau Gaji Kesejahteraan adalah balas jasa pelengkap baik material maupun non material
yang diberikan berdasarkan kebijaksanaan, bertujuan untuk mempertahankan dan memperbaiki kondisi fisik dan mental pekerja agar produktivitasnya meningkat.
Sedangkan gaji merupakan hak bagi pegawai dan kewajiban bagi institusi untuk membayarnya. Kesejahteraan dan gaji adalah penghasilan seseorang sebagai
sarana pemenuhan pokok hidup dalam bentuk uang, barang, dan atau fasilitas lain yang diterimanya akibat suatu tugas pekerjaan yang akan dilakukan atau telah
dilakukan sebagai prasyarat agar lebih bersemangat dan lebih produktif. Apabila kebutuhan ini terpenuhi, maka kepuasan pribadi yang bersangkutan akan
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
26
terpenuhi. Sehingga akan menimbulkan kepuasan kerja dan menurunkan motivasi kerja dan semangat kerja.
b. Hubungan antar Pribadi atau Rekan Kerja Hubungan antar pekerja dengan rekan sekerja sangatlah penting artinya dalam
meningkatkan produktivitas kerja. Dukungan rekan sekerja atau kelompok kerja dapat menimbulkan kepuasan kerja bagi pekerja, karena mereka merasa diterima
dan dibantu dalam mempelancar penyelesaian tugasnya. Tingkat kepuasan kerja pekerja akan menentukan hubungan antar pribadi atau rekan kerja yang ditinjau
dari: 1 adanya kompetisi yang sehat dilingkungan kerja, 2 sejauh mana pekerjaan lain yang bekerja sama akan memberikan dukungan yang cukup, 3
kondisi kerja yang baik akan membuat rasa nyaman dalam bekerja, 4 semua saling bekerja sama dalam menyelesaikan pekerjaannya, 5 pekerja dapat bekerja
sama dengan orang yang bertanggungjawab. c. Mutu Supervisi
Situasi suatu organisasi selalu berubah, tuntutan pelayanan kesehatan untuk menjadi lebih baik semakin meningkat. Untuk itu suatu organisasi akan selalu
berupaya memiliki sumber daya manusia yang berkualitas. Kemampuan supervisor dalam hal ini kepala yang bertindak sebagai seorang pengawas dalam
memberikan bantuan teknis dan dukungan perilaku, pada pekerjaan mereka, demikian pula iklim partisipatif yang diciptakan oleh atasan dapat memberikan
pengaruh yang substansial terhadap kepuasan kerja pekerja. Supervisor secara langsung mempengaruhi kepuasan kerja dan prestasi melalui kecermatan dalam
dalam mendisiplinkan dan menerapkan peraturan-peraturan.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
27
2. Motivasi Intrinsik Motivasi intrinsik adalah kondisi dalam pekerjaan sebagai sumber kepuasan kerja
yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Bila unsur tersebut terpenuhi, maka dapat meningkatkan motivasi kerja seseorang, dan apabila unsur tersebut tidak
terpenuhi, maka hak tersebut akan menurukan motivasi kerja seseorang, kepuasan kerja yang rendah dan dapat menimbulkan rasa ketidakpuasan kerja yang tinggi.
Unsur intrinsik terbagi menjadi dua, yaitu: a. Karakteristik pekerjaan
Pekerjaan merupakan bagian hidup setiap orang. Pekerjaan adalah rumpun tugas yang dilaksanakan oleh pekerja untuk mencapai beberapa tujuan organisasi.
Untuk itu, kemampuan, pengetahuan, ketrampilan dan sikap harus sesuai dengan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi. Karakteristik pekerjaan berhubungan
dengan rancangan yang akan diberikan kepada pekerja apakah pekerjaan tersebut banyak atau sedikit menyediakan kesempatan bagi tenaga kerja untuk memuaskan
kebutuhan mereka yang berhubungan dengan pekerjaan. Pekerjaan yang sesuai dan menyediakan otonomi akan memberikan kepuasan dan langkah-langkah kerja
yang berlebihan. b. Peluang untuk berkembang atau promosi
Dalam melakukan pekerjaan, pekerja mempunyai keinginan untuk berkarir
dengan jalan mendapatkan promosi jabatan. Kesempatan promosi jabatan memiliki efek terhadap kepuasan kerja. Hal demikian dikarenakan promosi
menggunakan beraneka cara dan memiliki penghargaan yang beragam, misalnya tingkat senioritas, dedikasi, pertimbangan kinerja, dan lain-lain. Kebijakan
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
28
promosi yang adil dan transparan terhadap semua pegawai dapat memberi dampak pada mereka yang memperoleh kesempatandipromosikan seperti perasaan senang,
bahagia, dan memperoleh kepuasan atas kerjanya.
2.2.6. Kinerja manajerial
Menurut Sastrohadiwiryo 2003: 231 penilaian kinerja adalah suatu kegiatan yang dilakukan manajemen untuk menilai tenaga kerja
dengan cara membandingkan kinerja dengan uraian atau deskripsi pekerjaan dalam suatu periode tertentu biasanya akhir tahun.
Mangkunegara 2004 : 69 mengemukakan penilaian kinerja adalah suatu proses penilaian prestasi kerja pegawai yang dilakukan
pemimpin perusahaan secara sistematik berdasarkan pekerjaan yang di tugaskan kepadanya.
Menurut Rivai 2004: 309, penilaian kinerja mengacu pada suatu sistem formal dan terstruktur yang di gunakan untuk mengukur. Menilai
dan mempengaruhi sifat – sifat yang berkaitan dengan pekerjaan, perilaku dan hasil, termasuk tingkat ketidakhadiran. Dengan demikian penilaian
prestasi adalah merupakan hasil kerja karyawan dalam lingkup tanggung jawabnya.
Berdasarkan pengertian diatas disimpulkan bahwa penilaian kinerja penting untuk dilaksanakan. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menilai
kinerja masing – masing tenaga kerja dalam mengembangkan kualitas kerja.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
29
2.2.6.1. Tujuan Penilaian Kinerja
Menurut Sastrohadiwiryo 2003 : 233 tujuan penilaian kinerja adalah :
• Sumber data untuk perencanaan ketenagakerjaan dan kegiatan pengembangan jangka panjang bagi perusahaan yang bersangkutan
• Nasihat yang perlu disampaikan kepada para tenaga kerja dalam perusahaan
• Alat untuk memberikan umpan balik ynag mendorong kearah kemajuan dan kemungkinan memperbaiki meningkatkan kualitas
kerja bagi para tenaga kerja. • Salah satu cara untuk menetapkan kinerja yang di harapkan dari
seorang pemegang tugas dan pekerjaan • Landasan bahan informasi dalam pengambilan keputusan pada
bidang ketenagakerjaan, baik promosi, mutasi, maupun kegiatan ketenagakerjaan lainnya.
Tujuan penilaian kinerja menurut Rivai 2005 : 50, yaitu : • Meningkatkan kinerja.
• Menetapkan tujuan organisasi. • Mengidentifikasikan pelatihan dan kebutuhan pengembangan.
Penilaian prestasi dilakukan untuk memperoleh informasi yang berguna dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kegiatan
manajer sumber daya manusia yang lain, seperti perencanaan SDM, penarikan dan seleksi, pengembangan SDM, perencanaan dan
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
30
pengembangan karier, program – program kompensasi, promosi, pensiun, dan pemecatan Panggabean, 2004 : 67.
2.2.6.2 Pengukuran Kinerja Pengukuran kinerja merupakan aspek pokok dari penilaian kinerja,
yang pada dasarnya ”jika anda tidak mengukur, maka anda tidak dapat mengembangkan karyawan tersebut” Rivai, 2005 : 93
Menurut Gomes 1998 dalam bayu, 2003 : 15, ukuran performasi yang bersifat kuantitatif seperti satuan-satuan produksi dan volume
penjualan menghasilkan pengukuran yang konsisten secara relatif. Kriteria – kriteria yang sifatnya subyektif seperti sikap, pelatihan, pendidikan dan
pengalaman menghasilkan pengukuran yang kurang konsisten, tergantung pada siapa yang mengevaluasi dan bagaimana pengukuran itu dapat
dilakukan. Selanjutnya Gomes mengemukakan beberapa tipe yang didasarkan atas deskripsi perilaku yang spesifik, yaitu:
1. Quantity of work, yaitu jumlah hasil kerja yang di dapat dalam suatu
periode waktu yang ditentukan 2.
Quality of work, yaitu kualitas kerja yang di capai berdasarkan syarat – syarat kesesuaiannya dan kesiapannya
3. Job knowledge, yaitu luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan
ketrampilan 4.
Creativiness, yaitu keaslian gagasan – gagasan yang di munculkan untuk menyelesaikan persoalan – persoalan yang timbul
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
31
5. Cooperative, yaitu kesediaan untuk bekerja sama dengan orang –
orang lain 6.
Dependability, yaitu kesadaran dan dapat dipercayai dalam hal kehadiran dan penyelesaian kerja.
7. Initiative, yaitu semangat untuk melaksanakan tugas – tugas baru
dalam memperbesar tanggung jawabnya. 8.
Personal Qualities, yaitu menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramahtamahan dan integritas pribadi.
2.2.6.3 Tujuan Pengukuran Kinerja Pengukuran kinerja harus memberikan bukti dari ya atau
tidaknya hasil yang diharapkan telah di capai dan jangkauan dimana pemegang jabatan telah memproduksi hasil. Ini akan menjadi dasar
untuk umpan balik informasi yang luas yang tidak hanya di gunakan oleh manager, tetapi oleh individu untuk memonitor kinerja mereka
sendiri Rivai, 2005 : 93
2.2.6.4. Jenis Pengukuran Kinerja
Pengukuran kinerja boleh mengacu pada berbagai hal seperti pendapatan, penjualan, output, unit yang diproses, productivitas, biaya –
biaya, waktu penyelesaian, waktu penyerahan barang, memberi layanan, kecepatan reaksi atau perputaran, kinerja standar kualitas atau reaksi
pelanggan Rivai 2005 : 95.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
32
Selain itu, pengukuran dapat pula dilakukan dengan empat jenis pengukuran yang jelas, yang dijelaskan sebagai berikut:
a. Pengukuran uang
Meliputi pemaksimalan pendapatan, mengehmat biaya dan meningkatkan tingkat keuntungan.
b. Pengukuran waktu
Menyatakan kinerja terhadap jadwal pekerjaan, jumlah pekerjaan yang tertunda dan kecepatan kerja atau cepat tanggap.
c. Pengukuran efek
Meliputi kinerja dari suatu standar, perubahan dalam perilaku para rekan kerja, staf, pelanggan atau klien, penyelesaian fisik
menyangkut pekerjaan dan tingkat layanan. d.
Reaksi Mengindikasikan bagaimana orang lain memegang jabatan dan
karena pengukuran sasaran yang kurang. Reaksi dapat diukur oleh evaluasi acuan, tingkat kinerja oleh pelanggan atau analisis keluhan
dan komentar internal atau eksternal. 2.2.7. Pengaruh Desentralisasi Terhadap Kinerja manajerial
Teori Kontijensi Contigency Theory. Menurut teori
concept of the corporation yang dikemukakan oleh drucker 1964 dalam Hasibuan 1999 :812 mengemukakan tiga rancangan yaitu :
1. Struktur itu di organisasi demi prestasi organisas, jadi yang
merupakan kriteria adalah pencapaian tujuan yang tepat
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
33
2. Struktur itu seharusnya terdiri dari tingkatan-tingkatan manajemen
yang jumlahnya sedikit mungkin, maksudnya agar ada jaminan untuk keligasan, pengarahan, efektifitas dan perkembangan
personalia 3.
Harus ada peluang untuk pendidikan, pelatihan dan pengujian manajer puncak masa depan yaitu untuk memberikan tanggung
jawab kepada manajer yang masih muda untuk menjabat suatu kedudukan yang bila terjadi kegagalan tidak membahayakan
organisasi Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa struktur
organisasi dengan memberikan kewenangan demi tercapai tujuan dapat meningkatkan moral dari para karyawan, yang mungkin akan
lebih bersemangat jika mereka diberi tanggung jawab yang lebih besar.
2.2.8. Pengaruh Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja manajerial
Teori Y yang dipelopori oleh Douglas Mc Gregor 1957 ini diantaranya menyatakan bahwa orang-orang akan mengarahkan
dan mengendalikan diri sendiri untuk pencapaian tujuan apabila mereka merasa terikat dengan tujuan itu. Dalam kondisi yang
sesuai mereka belajar menerima dan mencari tanggung jawab Davis dan Newstrom, 1996: 163.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
34
Teori tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Nouri dan Parker 1998 dalam Arsony Gemilang menggunakan
konsep organisasi afektif dihubungkan dengan kinerja manajerial menunjukkan hubungan yang positif. Komitmen organisasi yang kuat
sebagai penerimaan terhadap tujuan organisasi dan kemajuan mengerahkan usaha atas nama organisasi akan meningkatkan kinerja
manajerial. Berdasarkan keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa
karyawan akan mengarahkan dan mengendalikam diri sendiri untuk pencapaian tujuan apabila mereka merasa terikat dengan tujuan
organisasi.
2.2.9. Pengaruh Motivasi Kerja terhadap Kinerja Manajerial
Teori cognitive dissonanceyang dikemukakan oleh Festinger 1957 menyatakan bahwa karyawan yang memilikimotivasi lebih baik
tinggi akan memperbaiki kesalahan atau rasa kekhawatiran psikologisnya,
jika kinerja
mereka rendah
dibawah tingkat
pengharapannya. Untuk mengurangi kesalahan dan rasa kekhawatiran tersebut, mereka mencoba secara sukarela dengan memperbaiki kinerja
mereka Calder dan Ross 1976; Hamner dan Organ 1978. Dengan demikian hasil penelitian ini mendukung teori-teori yang ada dan peneliti
terdahulu bahwa semakin tinggi motivasi yang ada pada diri manajer,
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
35
maka semakin tinggi pula kinerja manajerial yang dicapai manajer tersebut.
Salah satu acara yang digunakan oleh organisasi untuk meningkatkan efisiensi pegawai adalah dengan menerapkan suatu
sistem penilaian kinerja merupakan suatu sistem penilaian kinerja. Sesungguhnya penilaian kinerja merupakan penilaian atas perilaku
manusia dalam melaksanakan peran yang mereka mainkan di dalam organisasi atau perushaan dan tujuan utama penilaian kinerja adalah
untuk memotivasi personel dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya,
agar membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan oleh organisasi. Mulyadi, jhony S, 2001 ; 227
Berdasarkan dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi berpengaruh terhadap kinerja manajerial, yang berarti bahwa
semakin baik motivasi yang diberikan oleh perusahaan kepada seorang manajer, maka semakin baik kinerja yang akan dihasilkan.
2.3. Kerangka Pikir