ANALISIS FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA MANAJERIAL SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH PADA DINAS SOSIAL KOTA SURABAYA.
SOSIAL KOTA SURABAYA
SKRIPSI
Disusun Oleh:
GUNTUR BAGUS FEBRIANTO
0913010070 / FE / EA
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN”
JAWA TIMUR
(2)
SOSIAL KOTA SURABAYA
Disusun Oleh:
GUNTUR BAGUS FEBRIANTO
0913010070 FE / EA
Telah Dipertahankan Dihadapan Dan Diterima Oleh
Tim Penguji Skripsi Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur
Pada tanggal 20 Juni 2013
Pembimbing Utama : Tim Pengguji :
Ketua
`
Drs. Ec. Muslimin, M.Si
Dr. Hero Priono, M.Si,Ak
Sekretaris
Drs. Ec. Muslimin, M.Si
Anggota
Drs. Ec. Sjarief Hidajat, M.Si
Mengetahui
Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran”
Jawa Timur
(3)
Segala puji syukur kepada Tuhan YME yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan karuniaNya yang tak terhingga sehingga saya berkesempatan
menimba ilmu hingga jenjang Perguruan Tinggi. Berkat rahmatNya pula
memungkinkan saya untuk menyelesaikan skripsi dengan judul “
ANALISIS
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA MANAJERIAL
SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH PADA DINAS SOSIAL KOTA
SURABAYA”
Sebagaimana diketahui bahwa penulisan skripsi ini merupakan salah satu
syarat untuk dapat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (SE). Walaupun dalam
penulisan skripsi ini penulis telah mencurahkan segenap kemampuan yang
dimiliki, tetapi penulis yakin tanpa adanya saran dan bantuan maupun dorongan
dari beberapa pihak maka skripsi ini tidak akan mungkin dapat tersusun
sebagaimana mestinya.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebanyak-banyaknya kepada:
1.
Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP selaku Rektor Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2.
Bapak. Dr. Dhani Ichsanuddin Nur, MM selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Surabaya.
(4)
4.
Bapak Dr. Hero Priono, Msi.Ak selaku Ketua Program studi Akuntansi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
5.
Bapak Drs. Ec. Muslimin, MSi selaku Dosen Pembimbing yang dengan
kesabaran dan kerelaan telah membimbing dan memberi petunjuk yang sangat
berguna sehingga terselesaikannya skripsi ini.
6.
Ibu Dra. Sri Hastuti, Msi selaku Dosen Wali yang telah memberi bantuan dan
nasihat sewaktu kuliah.
7.
Para Dosen yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis
selama menjadi Mahasiswa di Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran”
Jawa Timur.
8.
Kedua Orang Tua yang telah memberikan doa, dukungan dan bantuannya
secara moril maupun materiil yang telah diberikan selama ini sehingga mampu
menghantarkan penulis menyelesaikan studinya.
9.
Sahabat dan teman-teman yang telah mendukung dan memberi semangat
dalam mengerjakan skripsi ini.
10.
Seluruh pegawai Dinas Sosial Kota Surabaya yang turut membantu dalam
membantu menyelesaikan skripsi ini.
(5)
perbaikan di masa mendatang. Besar harapan penulis, semoga skripsi ini
memberikan manfaat bagi pembaca.
Surabaya, Juni 2013
Penulis
(6)
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ………. ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... ... x
ABSTRAK... xi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah ...
1
1.2
Perumusan Masalah ...
7
1.3
Tujuan Penelitian ...
7
1.4
Manfaat Penelitian ...
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hasil-hasil Penelitian Terdahulu ...
9
2.2 Landasan Teori ...
12
2.2.1. Akuntansi Sektor Publik ... 12
2.2.2. Organisasi Sektor Publik ... ...
13
2.2.3. Desentralisasi ... 14
2.2.2.1 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Derajat
Desentralisasi ...
16
2.2.4. Komitmen Organisasi ... 18
2.2.5. Motivasi Kerja ... 24
(7)
2.2.6. Kinerja Manajerial ...
28
2.2.6.1. Tujuan Penilaian Kinerja ...
29
2.2.6.2. Pengukuran Kinerja ... ... 30
2.2.6.3. Tujuan Pengukuran Kinerja ... ...
31
2.2.6.4. Jenis Pengukuran Kinerja ... ...
31
2.2.7. Pengaruh Desentralisasi Terhadap Kinerja
Manajerial ...
32
2.2.8. Pengaruh Komitmen Organisasi Terhadap
Kinerja Mnajerial ... ...
33
2.2.9. Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Kinerja
Manajerial ... ...
34
2.3. Kerangka Pikir ... ...
35
2.4. Hipotesis ...
36
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 37
3.1.1. Definisi Operasional ... 37
3.1.2. Pengukuran Variabel ... 38
3.2. Teknik Penentuan Sampel ... 42
3.2.1. Populasi ... 42
3.2.2. Sampel ... 43
(8)
3.4. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis ... 45
3.4.1. Uji Validitas ... 45
3.4.2. Uji Reliabilitas ... 45
3.4.3. Uji Normalitas ... 46
3.4.4. Uji Asumsi Klasik ...
46
3.4.5. Analisis Linier Berganda ... 48
3.4.6. Uji Hipotesis ... ...
49
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Objek Penelitian ... 51
4.1.1. Letak Geografis Kantor Dinas Sosial Kota Surabaya ... 51
4.1.2. Visi dan Misi Kantor Dinas Sosial Kota Surabaya ... 54
4.1.3. Struktur Organisasi di Kantor Dinas Sosial Kota Surabaya.... 54
4.1.4. Letak Kantor Dinas Sosial Kota Surabaya ... 61
4.2. Karakteristik Responden ... ...
63
4.2.1. Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin ... 63
4.2.2. Karakteristik Responden Menurut Usia ... 63
4.2.3. Karakteristik Responden Pendidikan ... 64
4.2.4. Karakteristik Responden Lama Bekerja... ...
64
(9)
4.2.5.4 Deskripsi Variabel Motivasi Kerja (X3) ...
69
4.3 Deskripsi Hasil Analisis dan Uji Hipotesis ...
71
4.3.1. Hasil uji Validitas ...
71
4.3.2. Hasil Uji Reliabilitas ...
74
4.3.3. Hasil Uji Normalitas ...
75
4.3.4. Hasil Uji Multikolinieritas ...
76
4.3.5. Hasil Uji Heteroskedatisitas ...
77
4.3.6. Analisis Regresi Linear Berganda ...
78
4.3.7. Hasil Pengujian Kecocokan Model (Uji F) ...
81
4.3.8. Hasil Pengujian Hipotesis ...
82
4.4 Pembahasan Hasil Penelitian ...
85
4.4.1. Pengaruh Variabel Desentralisasi (X1) Terhadap Kinerja
manajerial (Y) ...
85
4.4.2. Pengaruh Variabel Komitmen Organisasi (X2) Terhadap
Kinerja manajerial (Y) ...
86
4.4.3. Pengaruh Variabel Motivasi Kerja X3) Terhadap Kinerja
manajerial (Y) ...
88
4.5 Perbedaan dengan Peneliti Terdahulu ...
90
4.6 Keterbatasan Penelitian ...
91
(10)
5.2 Saran ...
93
DAFTAR PUSTAKA
(11)
Gambar 2.1
Kerangka Pikir ... 29
Gambar 3.1. Struktur Organisasi . ...
62
(12)
Tabel 1.1. Data Anggaran Dinas Sosial Kota Surabaya ...
...
5
Tabel 2.1
Perbedaan Penelitian ini dengan Penelitian Sebelumnya ...
11
Tabel 4.1 Karakteristik menurut jenis lkelamin ...
63
Tabel 4.2 Karakteristik Responden menurut Usia
...
63
Tabel 4.3 Karakteristik Responden Pendidikan ...
64
Tabel 4.4 Karakteristik Responden Menurut Lama Bekerja ...
65
Tabel 4.5 Deskripsi Jawaban responden variabel Kinerja
Manajerial (Y) ...
65
Tabel 4.6 Deskripsi Jawaban Responden Untuk Variabel
Desentralissi (X1) ...
67
Tabel 4.7 Deskripsi Jawaban Responden Untuk Variabel
Komitmen Organisasi (X2) ...
68
Tabel 4.8 Deskripsi Jawaban Responden Untuk Variabel
Motivasi Kerja (X3) ...
70
Tabel 4.9 Hasil Uji Validitas Variabel Kinerja Manajerial (Y) ...
71
Tabel 4.10 Hasil Uji Validitas Variabel Desentralisasi (X1) ...
72
Tabel 4.11
Hasil Uji Validitas Variabel Komitmen Organisasi (X2) ...
73
Tabel 4.12
Hasil Uji Validitas Variabel Motivasi Kerja (X3) ...
73
Tabel 4.13
Hasil Uji Realibilitas ...
74
Tabel 4.14
Hasil Uji Normalitas ...
75
Tabel 4.15
Hasil Uji Multikolineritas ...
76
(13)
Tabel 4.19
Hasil Pengujian Kecocokan Model Regresi ...
82
Tabel 4.20
Hasil Uji Hipotesis (Uji t) ...
83
Tabel 4.21
Perbedaan dengan penelitian terdahulu ...
90
(14)
managerial performance is not good so, it will not be able to maintain the existence or survival of
the institution or public sector organization. The success of public sector organizations has a
good government purpose and policies set forth institution when institutions stand. To facilitate
the achievement of these purpose requires the existence of an agency managerial performance is
good and effective in operation the public sector organizations. Managerial performance is
influence by several factors related to themselves as well as environment-related agency or
organization. This study aims to analyze the effects of decentralization, organization
commitment, and work motivation on Social Services of Surabaya.
The variables used were Decentralization (X1), Organizational Commitment (X2), Work
Motivation Work (X3) on SKPD Managerial Performance (Y). Scale in this study is the Likert
scale. The populations in this study include the head of the Office, Chief of Section, Head of
Section, Section Chief, Division Chief, Secretary, Staff, amounting to 23 people. Sampling
technique used in this study was a census study, where the number of samples equal to the
number of population. The analysis technique used is multiple linear regressions.
The results of this study are regression model suitable for testing the effect of
Decentralization (X1), Organizational Commitment (X2), Work Motivation (X3) on Managerial
Performance SKPD (Y) with a calculated F value of 4.209 and a significance level of 0.019.
Decentralization (X1) and Work Motivation (X3) had no effect on SKPD Managerial
Performance (Y) while the Organizational Commitment (X2) effect on SKPD Managerial
Performance (Y).
Keywords: Decentralization, Organization Commitment, Work Motivation, Managerial
Performance.
(15)
Oleh
Guntur Bagus Febrianto
ABSTRAK
Kinerja manajerial dalam organisasi sektor publik sangat penting
karena apabila kinerja manajerialnya tidak baik maka tidak akan mampu
menjaga eksistensi atau kelangsungan hidup instansi atau organisasi sektor
publik. Keberhasilan organisasi sektor publik pemerintahan yang baik
memiliki tujuan dan kebijaksanaan instansi yang ditetapkan ketika instansi
berdiri. Untuk memudahkan pencapaian tujuan tersebut suatu instansi
membutuhkan adanya kinerja manajerial yang baik dan efektif dalam
menjalankan
organisasi
sektor
publik
tersebut.Kinerja
manajerial
dipengaruhi oleh beberapa faktor baik yang berhubungan dengan diri sendiri
maupun
yang
berhubungan
dengan
lingkungan
instansi
atau
organisasi.Penelitian
ini
bertujuan
untuk
menganalisis
pengaruh
desentralisasi, komitmen organisasi, dan motivasi kerja pada Dinas Sosial
kota Surabaya.
Variabel yang digunakan adalah Desentralisasi( X1), Komitmen
Organisasi(X2), Motivasi Kerja(X3) terhadap Kinerja ManajerialSKPD
(Y). Skala dalam penelitian ini adalah skala likert.Populasi dalam
penelitian ini meliputi kepala Dinas, Kepala Bagian, Kepala Sub Bagian,
Kepala Seksi, Kepala Bidang, Sekretaris, Staffyang berjumlah 23 orang.
Teknik penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian sensus, dimana jumlah sampel sama dengan jumlah populasi.
Teknikanalisis yang digunakan yaitu regresi linear berganda.
Hasil dari penelitian ini adalah model regresi yang dihasilkan coco
kuntuk menguji pengaruh Desentralisasi ( X1), Komitmen Organisasi
(X2), Motivasi Kerja (X3) terhadap Kinerja Manajerial SKPD (Y) dengan
nilai F hitung sebesar 4,209 dan taraf signifikansinya sebesar 0,019.
Desentralisasi (X1 ) dan Motivasi Kerja (X3) tidak berpengaruh terhadap
Kinerja Manajerial SKPD (Y) sedangkan Komitmen Organisasi (X2 )
berpengaruh terhadap Kinerja Manajerial SKPD (Y).
Kata Kunci : Desentralisasi, Komitmen Organisasi, Motivasi Kerja,
Kinerja Manajerial
(16)
1.1. Latar Belakang
Seiring dengan era globalisasi dan mampu melakukan
perubahan-perubahan di lingkungan organisasi sektor publik pemerintahan disebabkan
adanya perubahan besar, yaitu reformasi akhir tahun yang mengakibatkan
perubahan-perubahan mendasar dan menyeluruh dalam sistem pemerintahan
di Indonesia.
Keberhasilan organisasi sektor publik pemerintahan yang baik
memiliki tujuan dan kebijaksanaan instansi yang ditetapkan ketika instansi
berdiri. Untuk memudahkan pencapaian tujuan tersebut suatu instansi
membutuhkan adanya kinerja manajerial yang baik dan efektif dalam
menjalankan organisasi sektor publik tersebut.
Kinerja telah menjadi kata kunci yang banyak dibicarakan
diberbagai mulai dari organisasi sektor publik pemerintahan, dan lembaga
lainnya. Kondisi ini terlihat dari banyak organisasi sektor publik
pemerintahan atau dinas-dinas yang memasukkan kata kinerja dalam visi
dan misinya. Pencapain kinerja tidak hanya diharapkan pada karywan saja
melainkan dalam jangka panjang diharapkan mampu meningkatkan kinerja
organisasi sektor publik atau dinas tersebut. Kinerja menjadi gambaran
mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiataan dalam
mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi atau dinas yang
(17)
tertuang dalam strategi perencanaan suatu organisasi sektor publik atau
dinas tersebut.
Di dalam organisasi sektor publik diperlukan sumber daya manusia
yang memiliki peranan penting sebagai pengggerak dan motivasi kerja yang
tinggi demi kelancaran jalannya program kerja suatu organisasi tersebut.
Sukses tidaknya seorang pegawai dalam bekerja akan dapat diketahui
apabila instansi yang bersangkutan menerapkan sistem penilaian kinerja.
Jadi kinerja merupakan hal yang penting bagi organisasi sektor publik
pemerintah serta dari pihak karyawan itu sendiri. Kinerja manajerial
dipengaruhi oleh beberapa faktor baik yang berhubungan dengan diri sendiri
maupun yang berhubungan dengan lingkungan instansi atau organisasi.
Menurut Miah dan Mia (1996) menyatakan bahwa desentralisasi
pengambilan keputusan memiliki implikasi pada kinerja yang jangkauannya
luas bagi organisasi secara keseluruhan. Desentralisasi pengambilan
keputusan yang dilakukan oleh para manajer/atasan bertujuan untuk
meningkatkan kinerja mereka dengan mendorong mereka untuk
mengembangkan kemampuannya untuk menangani kondisi-kondisi lokal
yang tidak menentu. Struktur organisasi memiliki peran yang penting dalam
mempengaruhi kinerja pada tingkat sub-unit. Pengaruh itu terjadi karena
dengan desentralisasi penetapan kebijakan yang lebih memahami kondisi
unit yang dipimpinnya sehingga kualitas kebijakan menjadi lebih baik.
Pelimpahan tanggung jawab
(18)
Menurut Luthans dalam Andjarwani (2008) menyatakan bahwa
komitmen organisasi merupakan tingkat relatif atas identifikasi individu
dengan keterlibatan dalam organisasi, kepercayaan pada nilai-nilai dan
tujuan organisasi, kemauan untuk menggunakan usaha yang
sungguh-sungguh untuk kepentingan organisasi, dan sebuah keinginan kuat utuk
memelihara keanggotaan dalam organisasi. Komitmen organisasi menjadi
hal yang penting bagi sebuah organisasi, agar dapat berjalan kearah tujuan
yang telah ditetapkan oleh organisasi tersebut demi tercapainya kinerja yang
baik.
Menurut Supriyono (2002 : 226 ) Motivasi adalah merupakan
faktor-faktor yang mempengaruhi individu untuk melaksanakan kegiatan dalam
rangka pencapaian tujuan organisasi. Motivasi seringkali dikatakan menjadi
kunci kinerja kerja. Kinerja dapat ditingkatkan dengan motivasi kerja yang
tinggi, pengetahuan dan keahlian dalam melakukan tugas dan persepsi peran
positif yang dimiliki seseorang. Oleh karena itu memotivasi Sumber Daya
Manusia yang terlingkup dalam suatu organisasi lebih banyak berhubungan
dengan pemeliharaan kultur organisasi untuk mendorong prestasi kerja.
Menurut ( Indrianto : 2000 ) Kinerja manajerial merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi efektifitas organisasi sektor publik. Kinerja
manajerial merupakan fungsi-fungsi organisasi yang meliputi : perencanaan,
investigasi, koordinasi, evaluasi pengawasan, pengaturan staff, negosiasi dan
perwakilan. Dengan demikian, desentralisasi / pendelegasian wewenang
memiliki peranan penting dalam mempengaruhi kinerja pada tingkat
(19)
organisasi. Seseorang yang memegang posisi manajerial, diharapkan mampu
menghasilkan suatu kinerja manajerial, karena berbeda dengan kinerja
pegawai yang pada umunya bersifat kongkrit, sedangkan kinerja manajerial
adalah bersifat abstrak dan kompleks.
Menurut Diana Fibrianti dan Ikhsan Budi Riharjo (2013)
menunjukkan dari hasil penelitiannya bahwa menunjukkan bahwa
Desentralisasi dan Komitmen organisasi mempunyai pengaruh positif
terhadap kinerja manjerial. Berdasarkan hasil penelitian terbukti bahwa
desentralisai dan komitmen organisasi berpengaruh signifikan terhadap
kinerja manajerial baik secara simultan dan parsial.
Menurut Arsony Gemilang (2008) menunjukkan dari hasil
penelitiannya bahwa menunjukkan bahwa Motivasi Kerja mempunyai
pengaruh positif terhadap kinerja manjerial. Berdasarkan hasil penelitian
terbukti motivasi kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja manajerial
baik secara simultan dan parsial.
Kinerja manajerial dalam organisasi sektor publik sangat penting
karena apabila kinerja manajerialnya tidak baik maka tidak akan mampu
menjaga eksistensi atau kelangsungan hidup instansi atau organisasi sektor
publik. Kinerja manajerial yang baik adalah menjaga eksistensi atau
kelangsungan hidup organisasi atau instansi. Kinerja yang baik dapat
dilihat dari realisasi anggaran instansi yang telah ditentukan pada awal
periode dengan hasil yang dicapai selama periode tersebut. Untuk
meningkatkan kinerja manajerial yang baik diharapkan dapat memberikan
(20)
pendelegasian wewenang dan tanggung jawab atau desentralisaasi yang baik
untuk melaksanakan program kerja dan tugasnya, dengan adanya
kepercayaan dan keterlibatan dalam organisasi maka dapat tercipta
komitmen organisasi yang baik demi tercapainya kinerja yang sangat baik,
disamping itu mewujudkan peningkatan kinerja manajerialnya diharapkan
dapat memotivasi para pegawainya utuk melaksanakan tugasnya.
Dalam penelitian ini instansi yang menjadi sampel adalah Dinas
Sosial Kota Surabaya. Dinas Sosial merupakan salah satu organisasi sektor
publik di bidang pemerintahan yang berada di kota Surabaya yang dengan
mengacu UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang
mewajibkan setiap Instansi Pemerintah sebagai unsur Penyelenggara
Pemerintahan Negara untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas
pokok dan fungsi serta kewenangan pengelolaan sumberdaya dan kebijakan
Tabel 1.1. Data Anggaran dan Realisasi Dinas Sosial Kota Surabaya
Tahun 2009-2011
THN
Anggaran
(Rp)
REALISASI
(Rp)
SELISIH
(Rp)
KET.
2009
3.035.625.000
2.115.314.000
920.311.000
Defisit
2010
3.394.472.000
1.024.872.000
2.369.000.000
Defisit
2011
3.075.105.000
2.515.495.000
559.610.000
Defisit
Sumber : Dinas Sosial Kota Surabaya
Dari data anggaran dan realisasi diatas, ada beberapa hal yang
menyebabkan Dinas Sosial Kota Surabaya mengalami penurunan sebesar
(21)
itu, disebabkan adanya penurunan dari kualitas dan kuantitas kinerja instansi
tersebut. Kurang baiknya pendelegasian wewenang dan tanggung jawab
atau desentralisasi akan berpengaruh pada menurunnya kinerja manajerial.
Menurunnya kinerja manajerial juga dapat dilihat dengan menurunnya
Komitmen organisasi dalam keterlibatan dan kemauan semua pegawai
dalam kepentingan organisasi atau Dinas Sosial kota Surabaya. Demikian
juga menurunnya kinerja manajerial juga berkaitan dengan Motivasi kerja.
Program Motivasi kerja seperti suasana kerja yang nyaman, Gaji yang
cukup dan adanya jenjang karir yang mapu memotivasi semangat kerja
bawahan akan mampu mempengaruhi peningkatan Kinerja Manajerial.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa permasalahan sosial di Kota
Surabaya sangat kompleks daripada daerah-daerah sekitarnya. Surabaya
sebagai kota terbesar kedua setelah Jakarta harus diakui telah berhasil
melakukan pembangunan fisik. meski tidak dipungkiri bahwa pada saat
bersamaan berbagai masalah sosial bermunculan seperti Kawasan kumuh,
gelandangan, pengemis, dan masalah sosial lainnya. Untuk meweujudkan
suatu kesejahteraan sosial yang adil dan merata di kota Surabaya, maka
Dinas Sosial harus menerapkan dan meningkatkan kinerja manajerial yang
baik dalam mnejalankan suatu organisasi atau instansi.
Atas dasar latar belakang permasalahan tersebut diatas timbul
ketertarikan untuk mengadakan penelitian dengan judul : ”Analisis
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Manajerial Satuan Kerja
Perangkat Daerah Pada Dinas Sosial Kota Surabaya “
(22)
1.2. Perumusan Masalah
Atas dasar latar belakang diatas, maka penelitian ini mempunyai
perumusan masalah sebagai berikut :
1.
Apakah Desentralisasi berpengaruh terhadap kinerja manajerial SKPD ?
2.
Apakah Komitmen Organisasi berpengaruh terhadap kineja manajerial
SKPD ?
3.
Apakah Motivasi Kerja berpengaruh terhadap kinerja manajerial SKPD ?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.
Menganalisis pengaruh Desentralisasi pada dinas sosial kota Surabaya
2.
Menganalisis pengaruh Komitmen Organisasi pada dinas sosial kota
Surabaya
3.
Menganalisis pengaruh Motivasi Kerja pada dinas sosial kota Surabaya
1.4. Manfaat Penelitian
a.
Bagi Praktisi
Hasil penelitian ini diharapkan akan membantu manajemen instansi
untuk mengevaluasi dan menggunakan hasil penelitian untuk memberikan
wacana alternatif bagi praktisi mengenai pengaruh manajemen kinerja
untuk meningkatkan kinerja manajerial istansi pemerintahan.
(23)
b.
Bagi Akademisi
Dapat dipergunakan sebagai referensi, tambahan khasanah
kepustakaan dan bahan masukan bagi peneliti yang akan melakukan
penelitian yang sama dimasa yang akan datang untuk dapat memahami
kebutuhan dunia usaha dan menjawab tantangan globalisasi.
c.
Bagi Peneliti
Dapat menambah pengetahuan peneliti tentang Akuntansi Sektor
Publik, serta menambah pengetahuan tentang faktor – faktor apa yang
mempengaruhi tingkat pemahaman akuntansi sektor publik.
(24)
2.1. Hasil Penelitian Terdahulu
1. Andjarwani Putri Widjajanti ( 2008 )
Dengan judul : Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
manajerial Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Kota Surakarta
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah terdapat pengaruh
yang parsial antara etika kerja, komitmen professional, komitmen
organisasi dan locus of control terhadap kinerja manajerial
Dari hasil pengujian yang telah dilakukan, penelitian ini menemukan
bahwa variabel Komitmen Organisasi berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kinerja manajerial
2. Slamet Riyadi ( 2007 )
Dengan judul : Pengaruh Desentralisasi, motivasi kerja,dan partisipasi
anggaran terhadap kinerja manajerial pada perusahaan manufaktur yang
terdaftar dalam BEJ jakarta
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah terdapat pengaruh
yang parsial antara desentralisasi, motivasi kerja dan partisipasi anggaran
terhadap kinerja manajerial
(25)
Hasil analisis data menunjukkan bahwa secara signifikan desentralisasi
mempengaruhi kinerja manajeral dengan tingkat signifikansi. Hasil ini
menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat desentralisasi yang diberikan
pimpinan kepada bawahan atau manajer, maka semakin tinggi pula kinerja
manajerial yang diperoleh manajer tersebut. Dan semakin tinggi motivasi
yang ada pada diri manajer atau atasan maka tinggi pula kinerja manajerial
yang dicapai
3 . Diana Fibrianti ( 2013 )
Dengan Judul : Pengaruh partisipasi anggaran, desentralisasi, komitmen
organisasi, dan ketidakpastian lingkungan terhadap kinerja manajerial
pada pemerintahan kota Surabaya
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah terdapat pengaruh
partisipasi
anggaran,
desentralisasi,
komitmen
organisasi,
dan
ketidakpastian lingkungan berpengaruh terhadap kinerja manajerial pada
Pemerintahan Kota Surabaya.
Hasil penelitian yang dilakukan adalah menunjukan bahwa komitmen
organisasi dan desentralisasi berpebgaruh positif terhadap kinerja
manajerial pada pemrintahan Kota Surabaya.
(26)
Tabel 2.1 Perbedaan Penelitian ini dengan Penelitian Sebelumnya
No
Nama Peneliti
& Tahun
Penelitian
Obyek
Penelitian
Variabel
Alat Uji
1
Andjarwani
Putri Widjajanti
(2008)
Bank Perkreditan
Rakyat (BPR) di
Kota Surakarta
-
Etika Kerja (X1)
-
Komitmen Profesional (X2)
-
Komitmen Organisasi(X3)
-
Locus of control (X4)
-
Kinerja Manajerial (Y)
Regresi Linier
Berganda
2
Slamet Riyadi
( 2007)
Pada perusahaan
manufaktur yang
terdaftar di BEJ
Jakarta
-
Desentralisasi (X
1)
-
Motivasi Kerja (X2)
-
Partisipasi Anggaran (X3)
-
Kinerja Manajerial (Y)
Regresi Linier
Berganda
3
Dianan Fibrianti
(2013)
Pemerintah Kota
Surabaya
-
Partisipasi Anggaran (X1)
-
Desentralisasi (X2)
-
Komitmen Organisasi (X3)
-
Ketidakpastian lingkungan
(X4)
-
Kinerja Manajerial SKPD
(Y)
Regresi Linier
Berganda
4
Guntur Bagus
Febrianto
(2013)
Dinas Sosial
Kota Surabaya
-
Desentralisasi (X1)
-
Komitmen Organisasi (X2)
-
Motivasi (X3)
-
Kinerja Manajerial (Y)
Regresi Linier
Berganda
(27)
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Akuntansi Sektor Publik
Akuntansi sektor publik berkaitan erat dengan penerapan dan
perlakuan akuntansi pada domain publik. Domain publik sendiri memiliki
wilayah yang relatif luas dan kompleks dibandingkan dengan sektor
swasta/bisnis (Haryanto, 2007). Peranan akuntansi sektor publik ditujukan
untuk memberikan pelayanan publik dalam rangka memenuhi kebutuhan
publik. Akuntansi Sektor Publik merupakan bidang akuntansi yang
mempunyai ruang lingkup lembaga-lembaga tinggi negara dan
departemen-departemen di bawahnya, pemerintah daerah, perusahaan
milik negara dan daerah, yayasan, partai politik, perguruan tinggi dan
organisasi-organisasi non profit lainnya (Bastian, Indra, 2006).
Jika dilihat dari variabel lingkungan, sektor publik tidak hanya
dipengaruhi faktor ekonomi tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain
seperti politik, sosial, budaya, dan historisyang menimbulkan perbedaan
dalam pengertian, cara pandang, dan definisi. Dari sudut pandang, sektor
publik dapat dipahami sebagai entitas yang aktifitasnya menghasilkan
barang dan layanan publik dalam memenuhi kebutuhan dan hak publik
(bpkk &depkeu ).
Pada dasarnya, akuntabilitas adalah pemberian informasi dan
pengungkapan
(disclosure)
atas aktivitas dan kinerja finansial kepada
pihak-pihak yang berkepentingan (Schiavo-Campo and Tomasi, 1999).
Pemerintah, baik pusat maupun daerah, harus dapat menjadi subyek
(28)
pemberi informasi dalam rangka pemenuhan hak-hak publik yaitu hak
untuk tahu,
hak untuk diberi informasi, dan hak untuk didengar
aspirasinya. Akuntabilitas publik terdiri dari dua macam, yaitu
akuntabilitas vertikal dan akuntabilitas horisontal. Akuntabilitas vertikal
adalah akuntabilitas kepada otoritas yang lebih tinggi, misalnya
akuntabilitas kepala dinas kepada bupati/walikota. Akuntabilitas horisontal
adalah akuntabilitas kepada publik secara luas atau kepada sesama
lembaga lainnya yang tidak memiliki hubungan atasan, bawahan.
Dimensi akuntabilitas publik meliputi akuntabilitas hukum dan
kejujuran, akuntabilitas manajerial, akuntabilitas program, akuntabilitas
kebijakan, dan akuntabilitas finansial. Akuntabilitas manajerial merupakan
bagian terpenting untuk menciptakan kredibilitas manajemen organisasi
sektor publik . Tidak dipenuhinya prinsip pertanggungjawaban dapat
menimbulkan implikasi yang luas. Jika masyarakat menilai sektor publik
tidak
accountable, masyarakat dapat menuntut pergantian kebijakan,
penggantian pejabat, dan sebagainya. Rendahnya tingkat akuntanbilitas
juga meningkatkan risiko berinvestasi dan mengurangi kemampuan untuk
berkompetisi serta melakukan efisiensi.
2.2.2. Organisasi Sektor Publik
Menurut Mahsun (2006:7) memberikan pemahaman terhadap
organisasi sektor publik sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan
kepentingan umum dan penyediaan barang atau jasa kepada publik yang
(29)
dibayar melalui pajak atau pendapatan negara lain yang diatur dengan
hukum. Cakupan organisasi sektor publik berbeda di setiap negara,
tergantung pada kejadian historis dan suasana politik yang berkembang di
suatu negara. Termasuk dalam cakupan sektor publik di negara Indonesia
adalah Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Dinas atau Instansi
Pemerintahan, Organisasi bidang pendidikan, Organisasi bidang
kesehatan, dan Organisasi-organisasi Massa. Organisasi sektor publik
dibutuhkan untuk menjamin bahwa pelayanan publik dapat disediakan
untuk masyarakat secara adil dan merata, serta untuk memastikan bahwa
pelayanan publik dilakukan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
2.2.3. Desentralisasi
Adanya otonomi daerah di Indonesia merupakan salah satu bentuk
desntralisasi
dimana
pemerintah
pusat
memberikan
sebagian
kewenangannya kepada pemerintah daerah untuk mengelola daerahnya.
Pemerintah daerah dalam melaksanakan tugasnya juga melimpahkan
sebagian kewenangannya kepada satuan-satuan kerja dibawahnya baik
berupa pengambilan
keputusan,
pengelolaan
keuangan
maupun
pelaksanaan program-program untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Hal ini dikarenakan satuan-satuan kerja lebih mengetahui
kebutuhan masyarakat dan lebih peka terhadap perubahan-perubahan yang
ada.
(30)
Desentralisasi (Decentralization) adalah praktek pendelegasian
wewenang pengambilan kepada jenjang yang lebih rendah. (Mowen,
2000: 64). Sedangkan menurut Riyadi (2007) bahwa desentralisasi
merupakan pendelegasian wewenang dan tanggung jawabkepada para
manajer. Tingkat pendelegasian itu sendiri menunjukkan sampai seberapa
jauh manajemen yang lebih tinggi mengizinkan manajemen yang lebih
rendah untuk membuat kebijakan secara independen.
PP 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah mengatur
desentralisasi dari kepala daerah kepada pejabat dibawahnya untuk
mengelola keuangan dan melaksanakan program-program sesuai dengan
tujuan dan sasaran masing-masing satuan kerja. Pelimpahan wewenang
tentunya disertai dengan pelimpahan tanggung jawab sehingga tiap-tiap
satuan kerja wajib mempertanggungjawabkan anggaran dan pencapaian
realisasi dari target yang telah ditetapkan. Dengan adanya desentralisasi,
tiap-tiap satuan kerja dapat meningkatkan kinerjanya karena mereka
mengetahui kondisi masyarakat dan dapat menetapkan program-program
yang tepat sasaran (Chenhall; Mukhi et.al; Davis dan Newstrom dalam
Indudewi, 2009).
Pelimpahan wewenang dan tanggung jawab dari kepala daerah
kepada pejabat dibawahnya berupa kewenangan dalam menyusun
anggaran tersebut mencerminkan pelaksanaan tupoksi tiap-tiap unit kerja.
Kewenangan penyusunan anggaran tersebut meliputi kewenangan dalam
(31)
masalah keuangan, operasional kantor, peningkatan mutu pegawai,
pergeseran dana maupun perputaran pegawai.
Secara teoritis dalam konteks otonomi daerah, desentralisasi
diharapkan akan menghasilkan dua manfaat nyata, yaitu: (1) Mendorong
peningkatan partisipasi, prakarsa dan kreatifitas masyarakat dalam
pembangunan; (2) Mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan
(keadilan) di seluruh daerah dengan memanfaatkan sumber daya dan
potensi yang tersedia di masing-masing daerah. Kedua, memperbaiki
alokasi sumber daya produktif melalui pergeseran peran pengambilan
keputusan publik ke tingkat pemerintah yang paling rendah yang memiliki
informasi yang paling lengkap (Mardiasmo, 2002: 25).
2.2.3.1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Derajat Desentralisasi
Menurut Handoko (2001: 229) bahwa desentralisasi mempunyai
nilai jika dapat membantu organisasi mencapai tujuannya dengan efisien.
Penentuan derajat desentralisasi sangat dipengaruhi faktor-faktor sebagai
berikut :
1.
Filsafat manajemen
Banyak manajer puncak yang sangat otokratik dan menginginkan
pengawasan pusat yang kuat. Hal ini akan mempengaruhi
kesediaan manajemen untukj mendelegasikan wewenangnya.
(32)
2.
Ukuran dan Tingkatan Pertumbuhan Organisasi
Organisasi tidak mungkin efisien bila semua wewenang pembuatan
keputusan ada pada satu atau beberapa manajer puncak saja. Suatu
organisasi yang tumbuh semakin besar dan kompleks, ada
kecenderungan untuk meningkatkan desentralisasi. Begitu juga,
tingkat pertumbuhan yang semakin cepat memaksa manajemen
untuk meningkatkan delegasi wewenangnya.
3.
Strategi organisasi akan mempengaruhi tipe pasar, lingkungan
teknologi dan persaingan yang harus dihadapinya, sehingga akan
mempengaruhi derajat desentralisasi
4.
Penyebaran Geografis Organisasi
Pada umumnya, semakin menyebar satuan-satuan organisasi secara
geografis, organisasi akan cenderung melakukan desentralisasi,
karena pembuatan keputusan akan lebih sesuai dengan kondisi
lokal masing-masing.
5.
Tersedianya Peralatan Pengawasan yang Efektif
Organisasi yang kekurangan peralatan-peralatan efektif untuk
melakukan sentralisasi bila manajemen tidak dapat dengan mudah
memonitor pelaksanaan kerja bawahannya.
6.
Kualitas Manajer
Desentralisasi memerlukan lebih banyak manajer-manajer yang
berkualitas karena mereka harus membuat keputusan sendiri
(33)
7.
Keanekaragaman Produk dan Jasa
Makin beraneka ragam produk dan jasa yang ditawarkan organisasi
cenderung melakukan desentralisasi dan sebaliknya semakin tidak
beraneka ragam, lebih cenderung sentralisasi
8.
Karakteristik-karakteristik Organisasi lainnya
Karakteristik-karakteristik organisasi lainnya, seperti biaya dan
resiko yang berhubungan dengan keputusan, sejarah pertumbuhan
organisasi, kemampuan manajemen bawah dan sebagainya
2.2.4. Komitmen Organisasi
Komitmen adalah suatu sikap atau orientasi terhadap organisasi
yang menghubungkan seseorang pada organisasi (Jacinta, 2002)
mengartikan komitmen organisasi adalah keinginan pelaku sosial untuk
memberikan tenaga dan loyalitasnya pada sistem sosial, keterkaitan
seseorang terhadap hubungan sosial dimana ia dapat mengekspresikan diri.
Komitmen merupakan suatu proses terjadi kesamaan dan terintegrasinya
tujuan organisasi dan individu. Sedangkan Calsita (2003) berpendapat
bahwa komitmen dapat diartikan sebagai sikap karyawan untuk tetap
berada dalam organisasi dan terlibat dalam upaya mencapai misi,
nilai-nilai dan tujuan organisasi.
Mempunyai sikap komitmen terhadap organisasi berarti lebih dari
sekedar keanggotaan formal, karena meliputi sikap menyukai organisasi
dan kesediaan untuk mengusahakan tingkat upaya yang tinggi bagi
(34)
kepentingan organisasi demi pencapaian tujuan. Berdasarkan pengertian
tersebut maka dalam komitmen organisasi tercakup unsure loyalitas
terhadap organisasi, keterlibatan dalam pekerjaan, dan identifikasi
terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi. Djati dan Khusaini (2003)
menyatakan bahwa komitmen organisasi merupakan suatu keinginan
karyawan untuk tetap mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi
dan bersedia melakukan usaha yang tinggi bagi pencapaian tujuan
organisasi. Penjabaran dari konsep ini meliputi kemauan, kesetiaan, dan
kebanggaan karyawan pada organisasinya.
Ada tiga dimensi dalam komitmen organisasi yaitu :
1.
Affektive Commitment
Affektive commitment adalah kekuatan keinginan seseorang untuk
melanjutkan pekerjaannya pada organisasi (karena karyawan setuju
dan ingin untuk melanjutkan pekerjaannya).
2.
Continues Commitment
Continues commitment adalah komitmen yang berdasarkan asosiasi
antara harga seseorang yang diasosiasikan dengan adanya keluarnya
orang tersebut dengan organsisasi. Komitmen ini menyangkut usia,
masa jabatan atau kedudukan dapat diindikasikan dengan non
transferable investment seperti tertutupnya hubungan kerja dengan
rekan kerja, investasi pensiunan, investasi karir dan ketrampilan
khusus terhadap organisasi. Usia dapat berhubungan negatif dengan
alternatif kesempatan pekerjaan yang tersedia. Kepuasan karir
(35)
diharapkan memberikan pengukuran langsung terhadap investasi
yang berhubungan dengan karir. Niat atau maksud untuk keluar dari
organisasi diharapkan berhubungan negatif dengan continuance
commitment, karena pegawai yang bermaksud meninggalkan
organisasi adalah kurang komitmen.
3.
Normative Commitment
Normative commitment menunjukkan perasaan karyawan akan
kewajiban untuk tetap bekerja pada organisasi. Komitmen organisasi
dapat dipandang sebagai afeksi tentang keterdekatan dan keterlibatan
seseorang terhadap organisasi, baik ditinjau dari komitmen pada
tujuan, keinginan tetap menjadi anggota organisasi dan pergerakan
usaha demi organisasi. Sudut pandang komitmen yang lain adalah
komitmen berdasarkan sejauh mana waktu yang telah digunakan
untuk organisasi, dan afeksi akan kewajiban sebagai anggota untuk
tetap bekerja pada organisasi. Pada umumnya pembahasan tentang
komitmen organisasi adalah dalam dimensi afeksi.
Komitmen organisasi didefinisikan sebagai keinginan yang kuat
untuk mempertahankan diri sebagai anggota dari organisasi, kemauan
untuk mengarahkan tenaganya demi organisasi, dan penerimaan nilai dan
tujuan dari organisasi. Pengertian lain adalah kesetiaan seseorang terhadap
organisasi tersebut.
Dalam
perkembangannya,
konsep
komitmen
organisasi
didefinisikan dan diukur dengan berbagai cara yang berbeda.
(36)
Pendekatan-pendekatan teoritis yang utama, muncul dari riset
sebelumnya atas komitmen, yaitu:
a. Pendekatan Sikap (Attitudinal Approach)
Komitmen menurut pendekatan ini, menunjuk pada permasalahan
keterlibatan dan loyalitas. Menurut pendekatan ini, “commitment is
viewed as an attitude of attachment to the organization, which leads
to particular job - related behaviors” (Muthuveloo dan Rose, 2005).
Menurut pendekatan ini, komitmen dipandang sebagai suatu sikap
keterikatan kepada organisasi, yang berperan penting pada pekerjaan
tertentu dan perilaku yang terkait. Sebagai contoh, pegawai yang
memiliki komitmen tinggi, akan rendah tingkat absensinya, dan lebih
kecil kemungkinannya untuk meninggalkan organisasi dengan
sukarela, dibandingkan dengan lebih pegawai yang memiliki
komitmen rendah. Konsep komitmen organisasi dari Mowday,
Porter, dan Steers (dalam Luthans, 2006: 249), merupakan
pendekatan sikap; dimana, “Komitmen didefinisikan sebagai:
1) keinginan yang kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi
tertentu;
2) keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi;
3) keyakinan tertentu, dan penerimaan nilai dan tujuan organisasi.”
Pegawai yang memiliki komitmen tinggi merasakan adanya
loyalitas dan rasa memiliki organisasi; memiliki keinginan kuat
untuk tetap bergabung dengan organisasi; terlibat
(37)
sungguh-sungguh dalam pekerjaannya; dan menampilkan tingkah laku
yang sesuai dengan tujuan organisasi.
b. Pendekatan Perilaku (Behavioral Approach)
Pendekatan ini menitikberatkan pandangan bahwa investasi
karyawan (berupa waktu, pertemanan, pension, dan lain-lain)
membuat ia terikat untuk loyal terhadap organisasi. Dalam
pendekatan ini, komitmen organisasi didefinisikan sebagai:
“profit associated with continued participation and a `cost'
associated with leaving”, (Kanter, dalam Suliman dan Iles, 2000).
Komitmen organisasi terdiri dari tiga area keyakinan ataupun
perilaku yang ditampilkan oleh karyawan terhadap perusahaan
dimana ia bekerja. Ketiga area tersebut adalah:
1)
Keyakinan dan penerimaan terhadap organisasi, tujuan, dan
nilai-nilai yang ada di organisasi tersebut.
2)
Adanya keinginan untuk berusaha sebaik mungkin sesuai
dengan keinginan organisasi. Hal ini tercakup di antaranya
menunda waktu libur untuk kepentingan organisasi dan
bentuk pengorbanan yang lain tanpa mengharapkan
personal
gain secepatnya.
3)
Keyakinan untuk mempertahankan keanggotaannya di
organisasi tersebut.
(38)
Komitmen organisasional secara tradisional dipandang sebagai
konstruk uni-dimensi atau satu dimensi (Porter
et al
., dalam Tella
et al
.,
2007: 6), di mana komitmen organisasi didefinisikan sebagai rasa
identifikasi (kepercayaan terhadap nilai-nilai organisasi), keterlibatan
(kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi kepentingan organisasi)
dan loyalitas (keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi yang
bersangkutan) yang dinyatakan oleh seorang pegawai terhadap
organisasinya. Terdapat banyak bukti yang menunjukkan bahwa
individu mengembangkan komitmen pada organisasi tertentu melalui
berbagai dimensi atau berbagai sumber. Penelitian terhadap perilaku
menyimpulkan bahwa ada tiga (3) sumber komitmen organisasional
yang berbeda (Meyer dan Allen, dalam Coetzee, 2005), yaitu: 1)
Affective commitment, the employee’s emotional attachment to,
identification with, and involvement in the organization
. 2)
Continuance
commitment
,
an awareness of the costs associated with leaving the
organization
. 3)
Normative commitment, a feeling of obligation to
continue employment
.
Artinya,
affective commitment
berkaitan dengan adanya keinginan
untuk terikat pada organisasi atau keterikatan emosional karyawan,
identifikasi, dan keterlibatan dalam organisasi terjadi apabila karyawan
ingin menjadi bagian dari organisasi karena adanya ikatan emosional
(
emotional attachment
) atau merasa mempunyai nilai sama dengan
(39)
2.2.5. Motivasi Kerja
2.2.5.1. Pengertian Motivasi kerja
Menurut Supriyono (2002 : 226 ) Motivasi adalah merupakan
faktor-faktor yang mempengaruhi individu untuk melaksanakan kegiatan
dalam rangka pencapaian tujuan organisasi.
Sedangkan menurut Handoko ( 2003 : 252) pengertian motivasi
adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan
individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai
tujuan.
Motivasi seringkali dikatakan menjadi kunci kinerja kerja.
Kinerja dapat ditingkatkan dengan motivasi kerja yang tinggi,
pengetahuan dan keahlian dalam melakukan tugas dan persepsi peran
positif yang dimiliki seseorang. Oleh karena itu memotivasi Sumber
Daya Manusia yang terlingkup dalam suatu organisasi lebih banyak
berhubungan dengan pemeliharaan kultur organisasi untuk mendorong
prestasi kerja.
2.2.5.2 Faktor- faktor Yang Mempengaruhi Motivasi
Motivasi merupakan keinginan, hasrat dan tenaga penggerak
yang berasal dari dalam diri manusia untuk melakukan sesuatu atau
berbuat sesuatu. Menurut Slamet (2007) motivasi meliputi dua dimensi,
yaitu motivasi ekstrinsik dan motivasi instrinsik.
(40)
1. Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik hakekatnya adalah sumber ketidakpuasan yang berasal dari
luar pekerjaannya, yang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku seseorang
terhadap pekerjaaannya. Jika tidak terpenuhi, maka pekerja tidak akan puas. Jika
besaran unsur ini memadai untuk memenuhi kebutuhan tersebut, pekerja tidak
akan kecewa, meskipun belum terpuaskan. Terpenuhinya unsur ini akan lebih
berperan dalam mengeliminasi ketidakpuasan kerja dan mencegah lingkungan
kerja yang kurang menguntungkan bagi suatu institusi. Sumber ketidakpuasan
kerja berasal dari tingkat kesejahteraan atau gaji, tingkat supervise teknis, tingkat
hubungan antar pribadi atau rekan kerja, tingkat kebijakan administrasi, tingkat
kondisi kerja, dan tingkat status.
Unsur ekstrinsik, terbagi menjadi tiga, yaitu:
a. Tingkat Kesejahteraan atau Gaji
Kesejahteraan adalah balas jasa pelengkap baik material maupun non material
yang diberikan berdasarkan kebijaksanaan, bertujuan untuk mempertahankan dan
memperbaiki kondisi fisik dan mental pekerja agar produktivitasnya meningkat.
Sedangkan gaji merupakan hak bagi pegawai dan kewajiban bagi institusi untuk
membayarnya. Kesejahteraan dan gaji adalah penghasilan seseorang sebagai
sarana pemenuhan pokok hidup dalam bentuk uang, barang, dan atau fasilitas lain
yang diterimanya akibat suatu tugas pekerjaan yang akan dilakukan atau telah
dilakukan sebagai prasyarat agar lebih bersemangat dan lebih produktif. Apabila
kebutuhan ini terpenuhi, maka kepuasan pribadi yang bersangkutan akan
(41)
terpenuhi. Sehingga akan menimbulkan kepuasan kerja dan menurunkan motivasi
kerja dan semangat kerja.
b. Hubungan antar Pribadi atau Rekan Kerja
Hubungan antar pekerja dengan rekan sekerja sangatlah penting artinya dalam
meningkatkan produktivitas kerja. Dukungan rekan sekerja atau kelompok kerja
dapat menimbulkan kepuasan kerja bagi pekerja, karena mereka merasa diterima
dan dibantu dalam mempelancar penyelesaian tugasnya. Tingkat kepuasan kerja
pekerja akan menentukan hubungan antar pribadi atau rekan kerja yang ditinjau
dari: (1) adanya kompetisi yang sehat dilingkungan kerja, (2) sejauh mana
pekerjaan lain yang bekerja sama akan memberikan dukungan yang cukup, (3)
kondisi kerja yang baik akan membuat rasa nyaman dalam bekerja, (4) semua
saling bekerja sama dalam menyelesaikan pekerjaannya, (5) pekerja dapat bekerja
sama dengan orang yang bertanggungjawab.
c. Mutu Supervisi
Situasi suatu organisasi selalu berubah, tuntutan pelayanan kesehatan untuk
menjadi lebih baik semakin meningkat. Untuk itu suatu organisasi akan selalu
berupaya memiliki sumber daya manusia yang berkualitas. Kemampuan
supervisor dalam hal ini kepala yang bertindak sebagai seorang pengawas dalam
memberikan bantuan teknis dan dukungan perilaku, pada pekerjaan mereka,
demikian pula iklim partisipatif yang diciptakan oleh atasan dapat memberikan
pengaruh yang substansial terhadap kepuasan kerja pekerja. Supervisor secara
langsung mempengaruhi kepuasan kerja dan prestasi melalui kecermatan dalam
dalam mendisiplinkan dan menerapkan peraturan-peraturan.
(42)
2. Motivasi Intrinsik
Motivasi intrinsik adalah kondisi dalam pekerjaan sebagai sumber kepuasan kerja
yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Bila unsur tersebut terpenuhi, maka
dapat meningkatkan motivasi kerja seseorang, dan apabila unsur tersebut tidak
terpenuhi, maka hak tersebut akan menurukan motivasi kerja seseorang, kepuasan
kerja yang rendah dan dapat menimbulkan rasa ketidakpuasan kerja yang tinggi.
Unsur intrinsik terbagi menjadi dua, yaitu:
a. Karakteristik pekerjaan
Pekerjaan merupakan bagian hidup setiap orang. Pekerjaan adalah rumpun tugas
yang dilaksanakan oleh pekerja untuk mencapai beberapa tujuan organisasi.
Untuk itu, kemampuan, pengetahuan, ketrampilan dan sikap harus sesuai dengan
tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi. Karakteristik pekerjaan berhubungan
dengan rancangan yang akan diberikan kepada pekerja apakah pekerjaan tersebut
banyak atau sedikit menyediakan kesempatan bagi tenaga kerja untuk memuaskan
kebutuhan mereka yang berhubungan dengan pekerjaan. Pekerjaan yang sesuai
dan menyediakan otonomi akan memberikan kepuasan dan langkah-langkah kerja
yang berlebihan.
b. Peluang untuk berkembang atau promosi
Dalam melakukan pekerjaan, pekerja mempunyai keinginan untuk berkarir
dengan jalan mendapatkan promosi jabatan. Kesempatan promosi jabatan
memiliki efek terhadap kepuasan kerja. Hal demikian dikarenakan promosi
menggunakan beraneka cara dan memiliki penghargaan yang beragam, misalnya
tingkat senioritas, dedikasi, pertimbangan kinerja, dan lain-lain. Kebijakan
(43)
promosi yang adil dan transparan terhadap semua pegawai dapat memberi dampak
pada mereka yang memperoleh kesempatandipromosikan seperti perasaan senang,
bahagia, dan memperoleh kepuasan atas kerjanya.
2.2.6. Kinerja manajerial
Menurut Sastrohadiwiryo (2003: 231) penilaian kinerja adalah
suatu kegiatan yang dilakukan manajemen untuk menilai tenaga kerja
dengan cara membandingkan kinerja dengan uraian atau deskripsi
pekerjaan dalam suatu periode tertentu biasanya akhir tahun.
Mangkunegara (2004 : 69) mengemukakan penilaian kinerja
adalah suatu proses penilaian prestasi kerja pegawai yang dilakukan
pemimpin perusahaan secara sistematik berdasarkan pekerjaan yang di
tugaskan kepadanya.
Menurut Rivai (2004: 309), penilaian kinerja mengacu pada suatu
sistem formal dan terstruktur yang di gunakan untuk mengukur. Menilai
dan mempengaruhi sifat – sifat yang berkaitan dengan pekerjaan, perilaku
dan hasil, termasuk tingkat ketidakhadiran. Dengan demikian penilaian
prestasi adalah merupakan hasil kerja karyawan dalam lingkup tanggung
jawabnya.
Berdasarkan pengertian diatas disimpulkan bahwa penilaian kinerja
penting untuk dilaksanakan. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menilai
kinerja masing – masing tenaga kerja dalam mengembangkan kualitas
kerja.
(44)
2.2.6.1. Tujuan Penilaian Kinerja
Menurut Sastrohadiwiryo (2003 : 233) tujuan penilaian kinerja
adalah :
•
Sumber data untuk perencanaan ketenagakerjaan dan kegiatan
pengembangan jangka panjang bagi perusahaan yang bersangkutan
•
Nasihat yang perlu disampaikan kepada para tenaga kerja dalam
perusahaan
•
Alat untuk memberikan umpan balik ynag mendorong kearah
kemajuan dan kemungkinan memperbaiki / meningkatkan kualitas
kerja bagi para tenaga kerja.
•
Salah satu cara untuk menetapkan kinerja yang di harapkan dari
seorang pemegang tugas dan pekerjaan
•
Landasan / bahan informasi dalam pengambilan keputusan pada
bidang ketenagakerjaan, baik promosi, mutasi, maupun kegiatan
ketenagakerjaan lainnya.
Tujuan penilaian kinerja menurut Rivai (2005 : 50), yaitu :
•
Meningkatkan kinerja.
•
Menetapkan tujuan organisasi.
•
Mengidentifikasikan pelatihan dan kebutuhan pengembangan.
Penilaian prestasi dilakukan untuk memperoleh informasi yang
berguna dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kegiatan
manajer sumber daya manusia yang lain, seperti perencanaan SDM,
penarikan dan seleksi, pengembangan SDM, perencanaan dan
(45)
pengembangan karier, program – program kompensasi, promosi,
pensiun, dan pemecatan (Panggabean, 2004 : 67).
2.2.6.2 Pengukuran Kinerja
Pengukuran kinerja merupakan aspek pokok dari penilaian kinerja,
yang pada dasarnya ”jika anda tidak mengukur, maka anda tidak dapat
mengembangkan karyawan tersebut” (Rivai, 2005 : 93)
Menurut Gomes (1998 dalam bayu, 2003 : 15), ukuran performasi
yang bersifat kuantitatif seperti satuan-satuan produksi dan volume
penjualan menghasilkan pengukuran yang konsisten secara relatif. Kriteria
– kriteria yang sifatnya subyektif seperti sikap, pelatihan, pendidikan dan
pengalaman menghasilkan pengukuran yang kurang konsisten, tergantung
pada siapa yang mengevaluasi dan bagaimana pengukuran itu dapat
dilakukan. Selanjutnya Gomes mengemukakan beberapa tipe yang
didasarkan atas deskripsi perilaku yang spesifik, yaitu:
1.
Quantity of work, yaitu jumlah hasil kerja yang di dapat dalam suatu
periode waktu yang ditentukan
2.
Quality of work, yaitu kualitas kerja yang di capai berdasarkan syarat –
syarat kesesuaiannya dan kesiapannya
3.
Job knowledge, yaitu luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan
ketrampilan
4.
Creativiness, yaitu keaslian gagasan – gagasan yang di munculkan
untuk menyelesaikan persoalan – persoalan yang timbul
(46)
5.
Cooperative
, yaitu kesediaan untuk bekerja sama dengan orang –
orang lain
6.
Dependability
, yaitu kesadaran dan dapat dipercayai dalam hal
kehadiran dan penyelesaian kerja.
7.
Initiative
, yaitu semangat untuk melaksanakan tugas – tugas baru
dalam memperbesar tanggung jawabnya.
8.
Personal Qualities
, yaitu menyangkut kepribadian, kepemimpinan,
keramahtamahan dan integritas pribadi.
2.2.6.3 Tujuan Pengukuran Kinerja
Pengukuran kinerja harus memberikan bukti dari ya atau
tidaknya hasil yang diharapkan telah di capai dan jangkauan dimana
pemegang jabatan telah memproduksi hasil. Ini akan menjadi dasar
untuk umpan balik informasi yang luas yang tidak hanya di gunakan
oleh manager, tetapi oleh individu untuk memonitor kinerja mereka
sendiri (Rivai, 2005 : 93)
2.2.6.4. Jenis Pengukuran Kinerja
Pengukuran kinerja boleh mengacu pada berbagai hal seperti
pendapatan, penjualan, output, unit yang diproses, productivitas, biaya –
biaya, waktu penyelesaian, waktu penyerahan barang, memberi layanan,
kecepatan reaksi atau perputaran, kinerja standar kualitas atau reaksi
(47)
Selain itu, pengukuran dapat pula dilakukan dengan empat
jenis pengukuran yang jelas, yang dijelaskan sebagai berikut:
a.
Pengukuran uang
Meliputi pemaksimalan pendapatan, mengehmat biaya dan
meningkatkan tingkat keuntungan.
b.
Pengukuran waktu
Menyatakan kinerja terhadap jadwal pekerjaan, jumlah pekerjaan
yang tertunda dan kecepatan kerja atau cepat tanggap.
c.
Pengukuran efek
Meliputi kinerja dari suatu standar, perubahan dalam perilaku (para
rekan kerja, staf, pelanggan atau klien), penyelesaian fisik
(menyangkut) pekerjaan dan tingkat layanan.
d.
Reaksi
Mengindikasikan bagaimana orang lain memegang jabatan dan
karena pengukuran sasaran yang kurang. Reaksi dapat diukur oleh
evaluasi acuan, tingkat kinerja oleh pelanggan atau analisis keluhan
dan komentar internal atau eksternal.
2.2.7. Pengaruh Desentralisasi Terhadap Kinerja manajerial
Teori Kontijensi (Contigency Theory). Menurut teori
concept of the corporation yang dikemukakan oleh drucker (1964) dalam
Hasibuan (1999 :812) mengemukakan tiga rancangan yaitu :
1.
Struktur itu di organisasi demi prestasi organisas, jadi yang
merupakan kriteria adalah pencapaian tujuan yang tepat
(48)
2.
Struktur itu seharusnya terdiri dari tingkatan-tingkatan manajemen
yang jumlahnya sedikit mungkin, maksudnya agar ada jaminan
untuk keligasan, pengarahan, efektifitas dan perkembangan
personalia
3.
Harus ada peluang untuk pendidikan, pelatihan dan pengujian
manajer puncak masa depan yaitu untuk memberikan tanggung
jawab kepada manajer yang masih muda untuk menjabat suatu
kedudukan yang bila terjadi kegagalan tidak membahayakan
organisasi
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa struktur
organisasi dengan memberikan kewenangan demi tercapai tujuan
dapat meningkatkan moral dari para karyawan, yang mungkin akan
lebih bersemangat jika mereka diberi tanggung jawab yang lebih
besar.
2.2.8. Pengaruh Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja manajerial
Teori Y yang dipelopori oleh Douglas Mc Gregor (1957)
ini diantaranya menyatakan bahwa orang-orang akan mengarahkan
dan mengendalikan diri sendiri untuk pencapaian tujuan apabila
mereka merasa terikat dengan tujuan itu. Dalam kondisi yang
sesuai mereka belajar menerima dan mencari tanggung jawab
(49)
Teori tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan
oleh Nouri dan Parker (1998) dalam Arsony Gemilang menggunakan
konsep organisasi afektif dihubungkan dengan kinerja manajerial
menunjukkan hubungan yang positif. Komitmen organisasi yang kuat
sebagai penerimaan terhadap tujuan organisasi dan kemajuan
mengerahkan usaha atas nama organisasi akan meningkatkan kinerja
manajerial.
Berdasarkan keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa
karyawan akan mengarahkan dan mengendalikam diri sendiri untuk
pencapaian tujuan apabila mereka merasa terikat dengan tujuan
organisasi.
2.2.9. Pengaruh Motivasi Kerja terhadap Kinerja Manajerial
Teori cognitive dissonanceyang dikemukakan oleh Festinger
(1957) menyatakan bahwa karyawan yang memilikimotivasi lebih baik
(tinggi) akan memperbaiki kesalahan atau rasa kekhawatiran
psikologisnya,
jika
kinerja
mereka
rendah
(dibawah
tingkat
pengharapannya). Untuk
mengurangi kesalahan dan rasa kekhawatiran
tersebut, mereka mencoba secara sukarela
dengan memperbaiki kinerja
mereka (Calder dan Ross (1976); Hamner dan Organ
(1978)). Dengan
demikian hasil penelitian ini mendukung teori-teori yang ada dan peneliti
(50)
maka semakin tinggi pula kinerja manajerial yang dicapai manajer
tersebut.
Salah satu acara yang digunakan oleh organisasi untuk
meningkatkan efisiensi pegawai adalah dengan menerapkan suatu
sistem penilaian kinerja merupakan suatu sistem penilaian kinerja.
Sesungguhnya penilaian kinerja merupakan penilaian atas perilaku
manusia dalam melaksanakan peran yang mereka mainkan di dalam
organisasi atau perushaan dan tujuan utama penilaian kinerja adalah
untuk memotivasi personel dalam mencapai sasaran organisasi dan
dalam mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya,
agar membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan oleh organisasi.
( Mulyadi, jhony S, 2001 ; 227)
Berdasarkan dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa
motivasi berpengaruh terhadap kinerja manajerial, yang berarti bahwa
semakin baik motivasi yang diberikan oleh perusahaan kepada seorang
manajer, maka semakin baik kinerja yang akan dihasilkan.
2.3. Kerangka Pikir
Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah, tujuan
penelitian terdahulu serta landasan teori yang dipergunakan maka
Kerangka Pikir penelitian ini adalah sebagai berikut :
(51)
Gambar 2.1 Diagram Kerangka Pikir
Regresi linier Berganda
2.4. Hipotesis
Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian,
penelitian terdahulu serta landasan teori yang dipergunakan dapat
dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
H1 : Bahwa Desentralisasi mempunyai pengaruh positif terhadap
Kinerja Manajerial SKPD.
H2 : Bahwa Komitmen Organisasi Sektor Publik mempunyai pengaruh
positif terhadap Kinerja Manajerial SKPD
H3 : Bahwa Motivasi Kerja mempunyai pengaruh positif terhadap
Kinerja Manajerial SKPD.
Desentralisasi
( X1)
Komitmen
Organisasi
(X2)
Motivasi Kerja
(X3)
Kinerja Manajerial
SKPD
(52)
3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
3.1.1. Definisi Operasional
Definisi Operasional adalah suatu definisi yang diberikan pada
suatu variabel dengan cara memberiakan arti atau menspesifikasikan
kegiatan ataupun memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk
mengukur variabel tersebut ( Nazir, 1998:152).
Berdasarkan uraian di atas, maka variabel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kinerja manajerial (Y) sebagai variabel dependen,
sedangkan variabel independennya ada tiga yaitu Desentralisasi (X
1
),
komitmen organisasi (X
2
), Motivasi Kerja (X
з
). Konsep dan definisi secara
operasional masing – masing variabel dengan hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Variabel Dependen ( terikat) yaitu :
Kinerja manajerial (Y)
Kinerja manajerial didefinisikan sebagai tingkat kecakapan manajer
dalam melaksanakan aktivitas manajemen. Kinerja manajerial
merupakan salah satu faktor yang dapat dipakai untuk meningkatkan
efektivitas organisasi. Variabel ini diukur dengan 9 item pertanyaan
(53)
b. Variabel Independen (bebas) yaitu :
Desentralisasi
(X1)
Desentralisasi adalah kesediaan para manajerial atau kepala dinas/
kepala bagian / sub bagian / kepala seksi melakukan Pelimpahan
tanggung jawab dan pendelegasian wewenang terhadap para pegawai
tersebut
terutama
menyangkut
perencanaan,
pendanaan,
dan
pelimpahan manajemen
Komitmen Organisasi (X2)
Komitmen organisasi adalah dorongan dari dalam individu untuk
berbuat sesuatu agar dapat menunjang keberhasilan organisasi sesuai
dengan tujuan dan lebih mengutamakan kepentingan organisasi
dibandingkan dengan kepentingan sendiri.
Motivasi Kerja
(X
з
)
Motivasi adalah kesediaan dari seorang karyawan dalam usahanya
untuk melakukan kegiatan dengan baik dengan maksud agar tujuan
perusahaan dapat tercapai
3.1.2. Teknik Pengukuran Variabel
Indikator yang digunakan dalam mengukur variabel dalam
penelitian ini adalah :
1.
Kinerja manajerial (Y)
Variabel ini diukur dengan 9 item pertanyaan sehingga menghasilkan data
berskala interval. (Sumarsono, 2004: 18) Dalam pengukuran menggunakan
skala 5 poin. Dimana kinerja manajerial yang buruk ditunjukkan dalam
(54)
pengukuran menggunakan skor rendah (poin 1). Sedangkan skor tinggi
(poin 5) menunjukkan bahwa kinerja manajerial yang baik. Pengukuran
variabel ini dengan skala interval, sedangkan teknik pengukurannya
menggunakan Skala Linkert yang berskala 5 poin dengan pola sebagai
berikut :
STS
TS
N
S
SS
1
2
3
4
5
Instrumen ini menggunakan skala rendah (1) untuk menunjukkan iklim
kerja yang rendah dan skala tinggi (5) untuk menunjukkan iklim kerja
yang tinggi.
Keterangan NiIlai ( Skor )
Sangat Setuju ( SS )
= 5
Setuju ( S )
= 4
Netral ( N )
= 3
Tidak Setuju ( TS)
= 2
Sangat Tidak Setuju ( STS )
= 1
2.
Desentralisasi (X1).
Variabel ini diukur dengan 5 item pertanyaan sehingga
menghasilkan data berskala interval (Herawaty, 2011:34). Dimana
pengaruh desentralisasi dengan perincian skor rendah (poin 1) menunjukan
(55)
Pengukuran variabel ini dengan skala interval, sedangkan teknik
pengukurannya menggunakan skala Linkert yang berskala 5 poin dengan
pola sebagai berikut :
STS
TS
N
S
SS
1
2
3
4
5
Instrumen ini menggunakan skala rendah (1) untuk menunjukkan iklim
kerja yang rendah dan skala tinggi (5) untuk menunjukkan iklim kerja
yang tinggi.
Keterangan NiIlai ( Skor )
Sangat Setuju ( SS )
= 5
Setuju ( S )
= 4
Netral ( N )
= 3
Tidak Setuju ( TS)
= 2
Sangat Tidak Setuju ( STS )
= 1
3.
Komitmen Organisasi (X
2).
Variabel ini diukur dengan 7 item pertanyaan sehingga
menghasilkan data berskala interval. (Nugrahani, 2010: 8) Dalam analisa
penelitian ini, skor rendah (poin 1) menunjukan rendahnya Komitmen
Organisasi, sedangkan skor tinggi (poin 5) menunjukkan tingginya
Komitmen Organisasi.
(56)
Pengukuran variabel ini dengan skala interval, sedangkan teknik
pengukurannya menggunakan skala Linkert yang berskala 5 poin dengan
pola sebagai berikut :
STS
TS
N
S
SS
1
2
3
4
5
Instrumen ini menggunakan skala rendah (1) untuk menunjukkan iklim
kerja yang rendah dan skala tinggi (5) untuk menunjukkan iklim kerja
yang tinggi.
Keterangan NiIlai ( Skor )
Sangat Setuju ( SS )
= 5
Setuju ( S )
= 4
Netral ( N )
= 3
Tidak Setuju ( TS)
= 2
Sangat Tidak Setuju ( STS )
= 1
4.
Motivasi Kerja (X
з
)
Variabel ini diukur dengan 6 item pertanyaan sehingga
menghasilkan data berskala interval. Dalam analisa penelitian ini, skor
rendah (poin 1) menunjukan rendahnya Motivasi Kerja, sedangkan skor
tinggi (poin 5) menunjukkan tingginya Motivasi Kerja.
Pengukuran variabel ini dengan skala interval, sedangkan teknik
pengukurannya menggunakan Skala Linkert yang berskala 5 poin dengan
pola sebagai berikut :
(1)
4.5
Perbedaan dengan Peneliti Terdahulu
Tabel 4.21 : Perbedaan dengan penelitian terdahulu
No Nama Peneliti &Tahun Penelitian
Obyek Penelitian Variabel Kesimpulan
1 Andjarwani Putri Widjajanti
(2008)
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Kota Surakarta
- Etika Kerja (X1) - Komitmen
Profesional (X2) - Komitmen
Organisasi(X3) - Locus of control
(X4) - Kinerja
Manajerial (Y)
variabel Komitmen Organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja manajerial
2 Slamet Riyadi ( 2007)
Pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ Jakarta
- Desentralisasi (X1)
- Motivasi Kerja (X2)
- Partisipasi Anggaran (X3) - Kinerja
Manajerial (Y)
Secara signifikan desentralisasi mempengaruhi kinerja manajeral dengan tingkat signifikansi. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat desentralisasi yang diberikan pimpinan kepada bawahan atau manajer, maka semakin tinggi pula kinerja manajerial yang diperoleh manajer tersebut. Dan semakin tinggi motivasi yang ada pada diri manajer atau atasan maka tinggi pula kinerja manajerial yang dicapai
3 Dianan Fibrianti (2013)
Pemerintah Kota Surabaya
- Partisipasi Anggaran (X1) - Desentralisasi (X2) - Komitmen Organisasi (X3) - Ketidakpastian lingkungan (X4) - Kinerja Manajerial SKPD (Y)
Komitmen organisasi dan desentralisasi berpengaruh positif terhadap kinerja manajerial pada pemerintahan Kota Surabaya.
4 Guntur Bagus Febrianto (2013)
Dinas Sosial Kota Surabaya
- Desentralisasi (X1)
- Komitmen Organisasi (X2) - Motivasi (X3) - Kinerja
Manajerial (Y)
Berdasarkan uraian dan analisa data yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa variabel yang terbukti berpengaruh terhadap Kinerja Manajerial (Y) adalah komitmen Organisasi (X2), sedangkan variabel Desentralisasi (X1) dan Motivasi Kerja (X3) tidak terbukti berpengaruh terhadap Kinerja Manajerial (Y).
(2)
91
4.6
Keterbatasan Penelitian
Peneliti menyadari bahwa dalam penelitian ini terdapat beberapa
keterbatasan yang mungkin dapat mempengaruhi hasil penelitian.
Keterbatasan-keterbatasan tersebut adalah :
1.
Objek yang diambil hanya berasal dari satu Dinas di wilayah
Surabaya, yaitu Dinas Sosial Kota Surabaya . Hal ini mempengaruhi
generalisasi penelitian.
2.
Adanya perbedaan persepsi antara masing-masing responden dalam
memahami konteks pertanyaan yang disajikan dalam kuesioner.
4.7
Implikasi Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dengan berbagai
keterbatasan yang ada, dapat diberikan beberapa implikasi penelitian
antara lain
1.
Bagi Dinas Sosial Surabaya hendaknya meningkatkan desentralisasi
dan motivasi kerja para pegawai.
2.
Pada peneliti selanjutnya, dapat meningkatkan jumlah objek
penelitian agar lebih generalisasi.
3.
Pengukuran kinerja manajerial tidak hanya dapat diukur dengan
menggunakan desentralisasi, komitmen organisasi, dan motivasi
kerja, tetapi juga dapat diperluas dan diukur dengan faktor-faktor lain
(3)
seperti Locus Of Control, Partisipasi Anggaran, Komitmen
Profesional, dan lain sebagainya.
(4)
93
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian dan analisa data yang telah dikemukakan pada
bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa variabel yang terbukti
berpengaruh terhadap Kinerja Manajerial (Y) adalah komitmen Organisasi
(X2), sedangkan variabel Desentralisasi (X1) dan Motivasi Kerja (X3) tidak
terbukti berpengaruh terhadap Kinerja Manajerial (Y).
5.2.
Saran
Dari hasil pembahasan di atas, maka saran yang dapat disampaikan
adalah sebagai berikut :
1.
Bagi Satuan Kerja Perangkat Daerah / Dinas Pemerintahan, khususnya
manajer / pimpinan puncak / Atasan untuk lebih meningkatkan
desentralisasi dan motivasi kerja para pegawai agar dapat
meningkatkan kinerja manajerial.
2.
Bagi penelitian selanjutnya, hendaknya memperluas penelitian ini
dengan menggunakan Satuan Kerja Perangkat Daerah / Dinas yang
berbeda dengan penelitian ini, menggunakan variabel-variabel lain
seperti locus of control, sistem informasi akuntansi, lingkungan kerja,
partisipasi anggaran dan lain-lain.
(5)
Califotnia: Sage Publications
Algifari, 2000.
Analisis Regresi Teori, Kasus dan Solusi,
Edisi Kedua,
Penerbit
BPFE, Yogyakarta.
Djati, S.T, dan Kusaini, (2003). ”Kajian Terhadap Keptiaswan Kompensasi, Komitmen Organisasi,
Dan Prestasi Kerja.”
Jurnal Manajemen & Kewirausahaan
Vol 5. No. 1. Maret 2003.
Ghozali, Imam, 2001.
Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS,
Badan Penelitian
Universitas Diponegoro.
Handoko, Hani, 2001.
Manajemen Persoanalia dan Sumber Daya Manusia.
Edisi kedua, cetakan
kelima belas, BPFE, Yogyakarta
Haryanto, 2007,
Akuntansi Sektor Publik,
Badan Penerbit UNDIP, Semarang
Hasibuan, Malayu, 1998, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Revisi, cetakan kesembilan, PT.
Bumi Aksara, Jakarta
Indra Bastian, 2006.
Akuntansi Sektor Publik.
Penerbit Erlangga, Jakarta
Jacinta., R.F., (2002). ”
Penyakit Organisasi
,” Team Psikologi, Jakarta, 1 Maret.
Mahsun, Mohamad. 2006. Pengukuran Kinerja sektor Publik. Yogyakarta. BP FE UGM.
Mangkunegara, 2000,
Manajemen Sumber Daya Manusia
. Perusahaan penerbit PT. Remaja
Rosdakarya. Bandung
Mardiasmo. 2002.
Akuntansi Sektor Publik
. Yogyakarta: Andi Offset.
Mardiasmo. 2004.
Akuntansi Sektor Publik.
Yogyakarta: Penerbit Andi
Mowen, John c, Consumer Behavior; prentice hall,inc; englewoo; cliffs,New Jersey; International
edition, 1995
Mulyadi, 2001, Akuntansi Manajemen ( konsep, manfaat dan rekayasa), edisi ketiga, salemba, Jakarta
Muthuveloo, Rajendran dan Raduan Che Rose. 2005. “Typology of Organizational Commitment.”
American Journal of Applied Science
, 2 (6): 1078-1081.
Nasir, Moh, 1998,
Metodologi Penelitian,
Penerbit Ghalia, Indonesia
Rivai,Veithzal (2004). Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan dari. Teori kePraktik.
Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
(6)