lxxiv atau kecamatan mengenai keterlambatan laporan keuangan tersebut. Akibat dari
hal ini adalah perangkat desa masih mengalami kesulitan dalam mengelola keuangan desa. Solusinya yaitu kabupaten maupun kecamatan selalu melakukan
pengawasan disertai evaluasi yang rutin dan berkala, misalnya dari kecamatan dilakukan 1 bulan sekali dan di kabupaten bisa dilakukan 3 bulan atau 6 bulan
sekali, tidak 1 tahun sekali seperti yang selalu ini terjadi.
2. Asas pengelolaan keuangan desa
Keuangan desa sudah dikelola berdasarkan azas-azas transparan, akuntabel, partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran. Berdasarkan hasil
wawancara dengan Kepala Desa A, diungkapkan yaitu: ”Masalah keuangan desa semua dari pemasukan baik dari surat-
surat maupun hasil lelangan maupun bantuan-bantuan itu kita serahkan sepenuhnya kepada leading sektornya yaitu bendahara
atau kaur keuangan, kita jelas semua bentuk pengeluaran kita berusaha untuk satu pintu, agar semuanya jelas dan bisa
terevaluasi, terkondisikan, semua bentuk pemasukan maupun pengeluaran kita harapkan lewat satu pintu” Wawancara tanggal
29 Agustus 2009.
Berdasarkan keterangan di atas dan pengamatan di lapangan Desa Puro memang sudah mengelola keuangan desa melalui satu pintu, hal ini agar
pengelolaan keuangan desa bisa jelas dan mudah dikontrol. Tetapi pengelolaan keuangan desa yang dilakukan oleh Desa Puro juga masih ditemukan kelemahan,
karena hanya dikelola oleh 1 orang perangkat desa, sehingga akan rawan terjadi penyimpangan. Solusinya harus ada kontrol ganda baik dari BPD, kepala desa,
perangkat desa yang lain dan masyarakat juga perlu dilibatkan setiap pengambilan kebijakan mengenai pengelolaan keuangan desa.
Pengelolaan keuangan desa dikelola dalam masa 1 tahun anggaran yakni
lxxv mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. Hal ini dilakukan
agar pengelolaan keuangan desa dapat berjalan lancar dan dilaksanakan dengan baik serta transparan, akuntabel, partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan
disiplin anggaran. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dari narasumber diperoleh
gambaran bahwa pengelolaan keuangan desa sudah dikelola dalam masa satu tahun anggaran, hal ini dikarenakan kepala desa dan jajarannya sangat
memperhatikan mengenai waktu dalam mengelola anggaran keuangan desa. Selain itu pembinaan dari kecamatan masih sangat diperlukan oleh perangkat desa
dalam mengelola keuangan desanya. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh aparat kecamatan A sebagai berikut berikut:
”Dengan adanya Permendagri dan peraturan bupati tentang pengelolaan keuangan desa, sebenarnya aparat desa merasa belum
mampu untuk melaksanakannya, tetapi kecamatan mempunyai tanggungjawab untuk membantu dan membina perangkat desa
dalam menyusun APBdesa agar dapat berjalan sesuai aturan yang berlaku. Demi tertibnya keuangan desa pemerintah kabupaten dan
juga kecamatan juga meminta laporan pengelolaan keuangan desa secara berkala” Wawancara tanggal 8 Oktober 2009.
Berdasarkan pernyataan tersebut diperoleh hasil bahwa sebenarnya pengelolaan keuangan desa masih sangat perlu pembinaan dan bimbingan dari
kecamatan agar pengelolaan anggaran keuangan desa dapat berjalan dengan baik dan dapat berjalan dalam masa 1 tahun anggaran.
Bukti bahwa pengelolaan keuangan desa sudah berjalan mulai tanggal 1 Januari sampai 31 Desember, diungkapkan oleh perangkat desa A1, yaitu:
“Ya pengelolaan keuangan Desa Puro dimulai dari 1 Januari sampai 31 Desember dan setiap bulannya kita tutup, kemudian dari
tanggal 1 sampai dengan 31 Desember kita mulai lagi. Kita juga
lxxvi menerapkan kas harian, setiap hari kita buka pelayanan itu,
keuangan masuk di satu pintu, kemudian dari sektor pelayanan kaur keuangan menutup satu hari, satu hari kita rekap setiap bulan
dan setiap bulan kita rekap setiap tahun” Wawancara tanggal 29 Agustus 2009.
Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Kepala Desa B yaitu: ”Pengelolaan keuangan desa di Desa Saradan sudah berjalan dalam
satu tahun anggaran” Wawancara tanggal 12 Oktober 2009. Untuk Desa Jurangjero waktu pengelolaan keuangan desa juga dikelola
dalam satu tahun, seperti yang diungkapkan Kepala Desa C, sebagai berikut: ”Pengelolaan keuangan desa sudah dikelola, tetapi untuk
tanggalnya belum bisa dipastikan, yang jelas dalam jangka waktu 1 tahun sekali” Wawancara tanggal 13 Oktober 2009.
Dari pernyataan tersebut dapat diperoleh kesimpulan bahwa pengelolaan
keuangan desa di ketiga desa sudah berjalan sesuai aturan yang berlaku, tetapi desa memang belum bisa mandiri seperti yang diharapkan oleh pembuat kebijakan
tentang pengelolaan keuangan desa. Hanya Desa Puro yang menurut pengamatan dan data yang ada memang sudah mendekati baik dalam mengelola keuangan
desa. Hal ini disebabkan oleh kemampuan Kaur Keuangan Desa Puro sudah baik dan dalam menjalankan tugas juga terselesaikan dengan baik, walaupun Sekretaris
Desa Puro kemampuan dalam menjalankan tugas selaku koordinator belum berjalan optimal.
a. Azas tranparan
Pengelolaan keuangan desa harus dikelola secara tranparan dan yang di maksud tranparan adalah APBDesa yang disusun harus dapat menyajikan
informasi secara terbuka dan mudah diakses oleh masyarakat, mulai dari tujuan, sasaran, sumber pendanaan pada setiap jenisobjek belanja serta korelasi antara
lxxvii besaran anggaran dengan manfaat dan hasil yang ingin dicapai dari suatu kegiatan
yang dianggarkan. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara diperoleh gambaran bahwa
pengelolaan keuangan desa sudah dikelola secara tranparan walaupun belum maksimal. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh kepala desa yang diwawancarai,
antara lain pernyataan dari Kepala Desa C yang menyatakan sebagai berikut: ”RAPBdesa dibuat sesuai aturan yang berlaku dan dilaksanakan
secara tranparan” Wawancara tanggal 13 Oktober 2009. Kemudian Kepala Desa B juga menyatakan hal serupa, yaitu:
”Keuangan desa sudah dikelola dengan tranparan, hal ini bisa di lihat dari buku kegiatan penerimaan dan pengeluran keuangan”
Wawancara tanggal 12 Oktober 2009. Kepala Desa A juga memberikan pendapatnya yaitu:
”Pengelolaan keuangan desa sudah cukup tranparan, dalam arti APBDesa direncanakan dari hasil musrenbagdes, kemudian
pelaksanaannya melibatkan BPD dan LP2MD. Justru kadang terkendala pada peraturan tingkat kabupaten yang dalam penerapan
di masyarakat belum bisa di terima” Wawancara tanggal 10 Oktober 2009.
Dari berbagai penyataan di atas bahwa tranparansi dalam pengelolaan keuangan desa sudah dapat berjalan dengan baik. Berdasarkan pengamatan oleh
peneliti bahwa dari ketiga desa tersebut semua pembukuan keuangan desa bisa dengan mudah untuk dipinjam dan dilihat.
b. Azas dapat dipertanggungjawabkan
Pengelolaan keuangan desa harus dapat dipertanggungjawabkan, yaitu bahwa setiap pengguna anggaran harus bertanggung jawab terhadap penggunaan sumber
daya yang dikelola untuk mencapai hasil yang ditetapkan.
lxxviii Berdasarkan pengamatan dan wawancara di lapangan diperoleh gambaran
bahwa penggunaan dana sudah dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan dan selalu dilaporkan kepada bupati melalui camat. Hal ini seperti yang diungkapkan Kepala
Desa C, yaitu: ”Pengelolaan keuangan desa sudah dipertanggungjawabkan, yaitu
semua penggunaan dana sudah dilaporkan kepada bupati melalui camat” Wawancara tanggal 13 Oktober 2009.
Hal senada juga diungkapkan oleh Kepala Desa B, yaitu:
”Keuangan desa bisa dipertanggungjawabkan sesuai dengan penggunaan atau kebutuhan” Wawancara tanggal 12 Oktober
2009. Kepala Desa A juga mengungkapkan sebagai berikut:
”Pengelolaan keuangan desa sudah dapat dipertanggungjawabkan, karena segala bentuk kegiatan keuangan desa sudah di atur dalam
program kerjanya” Wawancara tanggal 10 Oktober 2009.
Berdasarkan hasil wawancara dengan aparat kecamatan A diungkapkan yaitu:
”Laporan keuangan desa memang sudah dapat dapat dijalankan, tetapi pihak kecamatan masih harus memberi pembinaan terkait
bentuk pertanggungjawaban ini, karena kalau tidak adanya penekanan mereka pasti akan telat dalam membuat laporan
pertanggungjawaban” Wawancara tanggal 8 Oktober 2009.
Berdasarkan pernyataan di atas bahwa desa sudah melaksanakan bentuk pertanggungjawaban laporan keuangan desa, walaupun masih perlu banyak
pembinaan dari pihak kecamatan atau kabupaten. Pembinaan dari kecamatan maupun dari kabupaten harus selalu dilakukan secara rutin karena keterbatasan
sumber daya perangkat desa untuk dapat membuat laporan pengelolaan keuangan desa secara baik dan benar.
lxxix c.
Azas Akuntabilitas Dalam pengelolaan keuangan desa yang di maksud azas akuntabilitas adalah
APBDesa dapat membantu pemerintahan desa dalam memperoleh kepercayaan masyarakat dengan memperlihatkan hasil yang baik dari pendapatan yang di
terima. Berdasarkan wawancara dengan Kepala Desa A, yaitu: “Bisa dikatakan akuntabilitas karena pengelolaan sudah bisa
dipertanggungjawabkan, jika tidak ada kepercayaan adalah biasa atau wajar, tetapi pemerintah desa selalu memberikan laporan pengelolaan
keuangan desa secara rutin kepada masyarakat” Wawancara tanggal 10 Oktober 2009.
Hal senada juga diungkapkan Kepala Desa B dan Kepala Desa C. Kepala Desa B mengatakan yaitu:
”Pengelolaan keuangan desa sudah dikelola berdasarkan azas akuntabilitas dan APBDesa sangat membantu baik pembangunan desa yang mampu
dibiayai dan dari pendapatan desa” Wawancara tanggal 13 Oktober 2009.
Berdasarkan pernyataan di atas dapat diperoleh gambaran bahwa bentuk akuntabilitas yang dilaksanakan dalam mengelola keuangan desa akan membantu
desa untuk memperoleh pendapatan yang lain, misalnya bantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi maupun dari pemerintah kabupaten. Berdasarkan pengamatan
desa yang dapat membuat laporan keuangan dengan baik dan hasil dari kegiatan dapat dilihat dan dinikmati masyarakat, maka kepercayaan masyarakat dan
kepercayaan pemerintah akan bertambah kepada pemerintah desa dan bantuan dari pemerintah juga akan mudah untuk direalisasikan.
d. Azas partisipatif
Pengelolaan keuangan desa dikelola secara partisipatif mengandung arti bahwa pengawasan yang dilakukan masyarakat sebagai bentuk partisipasi warga
lxxx dalam menyelenggarakan pemerintahan
. Dalam hal ini pengawasan yang yang
dilakukan masyarakat dapat diwakilkan oleh BPD dan Lembaga Pemberdayaan Pembangunan Masyarakat Desa LP2MD serta masyarakat umum. Hal ini seperti
yang diungkapkan Kepala Desa A, yaitu sebagai berikut: “Peran BPD dan lembaga lain di desa bisa dilihat sebagai peran
partisipatif dan kami selalu meminta usul dan saran dari BPD dan lembaga lainnya pada tiap kegiatan pemerintah desa” Wawancara
tanggal 10 Oktober 2009.
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa masyarakat sudah diberi kesempatan ikut mengawasi pengelolaan keuangan desa, walaupun
tidak sepenuhnya. Karena berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu masyarakat yang berada di lokasi Desa Puro menyatakan bahwa mereka tidak
pernah dilibatkan dalam mengelola keuangan desa, karena dengan adanya BPD dan LP2MD suara mereka sudah terwakili.
Kepala Desa C, juga mengatakan, yaitu: ”Pengelolaan keuangan desa sudah dilaksanakan secara partisipatif
dengan baik dan tiap akhir tahun selalu dibuat laporan pertanggungjawaban dihadapan tokoh masyarakat, BPD dan
LP2MD” Wawancara tanggal 13 Oktober 2009.
Hal senada juga diungkapkan oleh Kepala Desa B, berikut ini: ”Pengelolaan keuangan desa sudah disusun berdasarkan aturan
yang ada, serta melibatkan tokoh masyarakat, BPD dan LP2MD” Wawancara tanggal 12 Oktober 2009.
Wawancara di atas menunjukkan bahwa pemerintah desa dalam mengelola
keuangan desa, masyarakat umum tidak banyak dilibatkan, pemerintah desa hanya melibatkan tokoh masyarakat, BPD dan LP2MD. Solusi yaitu masyarakat umum
harus dilibatkan, RT dan RW juga perlu dilibatkan untuk menyerap aspirasi arus
lxxxi bawah. Hal ini belum mencerminkan tingkat partisipasi masyarakat yang tinggi
dan ini bisa mengurangi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah desa.
e. Azas tertib dan disiplin anggaran
Pengelolaan keuangan desa dikelola secara tertib anggaran. Tertib anggaran dapat diartikan bahwa APBDesa disusun secara urut berdasarkan aturan yang
berlaku. Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala desa dapat disimpulkan bahwa APBDesa sudah disusun secara urut dan sudah sesuai dengan aturan yang
berlaku. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Kepala Desa A, yaitu: “APBDesa sudah disusun berdasarkan aturan yang berlaku dari
kabupaten dan telah dilaksanakan sesuai kebutuhan anggaran yang ditetapkan” Wawancara tanggal 10 Oktober 2009.
Kepala Desa C juga menyatakan hal senada, yaitu:
”APBDesa sudah disusun secara tertib anggaran, karena dalam penyusunan APBDesa diadakan secara tranparan yang dihadiri
tokoh masyarakat, BPD, LP2MD dan semua perangkat desa” Wawancara tanggal 13 Oktober 2009.
Keuangan desa yang dikelola secara disiplin anggaran dapat diartikan pendapatan yang direncanakan, merupakan perkiraan yang terukur secara rasional,
penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dan semua penerimaan dan pengeluaran desa dalam tahun anggaran
yang bersangkutan harus dianggarkan dalam APBDesa dan dilakukan melalui kas umum desa. Berdasarkan wawancara dengan perangkat desa A1 menyatakan
yaitu: “Semua pemasukan dan pengeluaran selalu dicatat di dalam buku
harian, atau buku pendamping, kemudian dimasukkan dalam buku rekapan mingguan dan terakhir di rekap tersendiri di dalam buku
lxxxii bulanan. Kepala desa selalu mengecek laporan keuangan secara
periodik setiap minggu dan setiap bulan untuk ditandatangani kemudian dilaporkan kepada bupati melalui camat” Wawancara
tanggal 10 Oktober 2009.
Hal senada juga dikatakan oleh Kepala Desa A, yaitu: ”Laporan keuangan selalu saya cek dan saya selalu melaporkan
kepada camat setiap bulan” Wawancara tanggal 10 Oktober 2009.
Untuk di Desa Jurangjero terdapat banyak masalah mengenai penerimaan
kas desa, seperti yang dinyatakan oleh Kepala Desa C, yaitu: ”Terdapat masalah mengenai penerimaan kas desa karena warga
masyarakat ada yang sulit untuk ditarik iuran retribusi dan pendapatan lainnya sehingga ini juga menyulitkan dalam
penganggarannya” Wawancara tanggal 13 Oktober 2009.
Untuk Desa Jurangjero menurut pengamatan dalam menyusun penerimaan dan pengeluaran untuk dimasukkan kedalam buku kas umum sudah berjalan
dengan baik, tetapi masih ada keterlambataan dalam memasukkan laporan harian, karena masih ada laporan yang kosong belum terisi. Untuk Desa Saradan laporan
harian keuangan desa belum dikatakan baik, karena kualitas SDM yang masih rendah dan tidak ada kaur keuangan, karena desa memakai pola minimal. Hal ini
seperti diungkapkan oleh perangkat desa B1, yaitu: ”Untuk kaur keuangan memang tidak ada, sehingga untuk tugas
sehari-hari masalah keuangan diampu oleh kaur umum dan di bantu oleh kaur ekbang, sehingga pembukuan belum dilaksanakan
dengan baik” Wawancara tanggal 12 Oktober 2009.
3. Kekuasaan pengelolaan keuangan desa