APBDesa Deskripsi Hasil Penelitian

xciii Kepala Desa C, yaitu: ”Bisa, karena semua penggunaan dana APBDesa harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat” Wawancara 13 Oktober 2009. Kepala Desa B dan Kepala Desa A juga menyatakan hal serupa bahwa penggunaan dana selalu dipertanggungjawabkan dan selalu membuat SPJ dan dilaporkan ke kecamatan atau kabupaten.

5. APBDesa

Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa APBDesa adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan desa yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa serta ditetapkan dengan peraturan desa. Pemerintah desa wajib membuat APBDesa untuk menjalankan roda pemerintahan desa sebagai desa yang otonom yaitu desa yang mampu untuk mengatur dan mengelola keuangan desanya sendiri. Tujuan pembuatan APBDesa adalah untuk kesejahteraan kepala desa, perangkat desa dan masyarakat desa. a. Struktur APBDesa APBDesa terdiri dari pendapatan desa, belanja desa dan pembiayaan desa. Pendapatan desa meliputi semua penerimaan uang melalui rekening desa yang merupakan hak desa dalam 1 tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh desa. Pendapatan desa, terdiri dari pendapatan-pendapatan berikut, 1 Pendapatan Asli Desa PADesa. 2 Bagi hasil pajak kabupatenkota. 3 Bagian dari retribusi kabupatenkota. 4 Alokasi Dana Desa ADD. xciv 5 Bantuan keuangan dari pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupatenkota dan desa lainnya. 6 Hibah. 7 Sumbangan pihak ketiga. Belanja desa meliputi semua pengeluaran dari rekening desa yang merupakan kewajiban desa dalam 1 tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh desa. Belanja desa, terdiri dari belanja langsung dan belanja tidak langsung. Belanja langsung terdiri dari belanja pegawai, belanja barang dan jasa dan belanja modal. Belanja tidak langsung, terdiri dari belanja pegawaipenghasilan tetap, belanja subsidi, belanja hibah pembatasan hibah, belanja bantuan sosial, belanja bantuan keuangan dan belanja tak terduga. Pembiayaan desa meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar kembali danatau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Pembiayaan desa terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan. Penerimaan pembiayaan, mencakup: 1 Sisa lebih perhitungan anggaran SilPA tahun sebelumnya. 2 Pencairan dana cadangan. 3 Hasil penjualan kekayaan desa yang dipisahkan. 4 Penerimaan pinjaman. Pengeluaran pembiayaan mencakup: 1 Pembentukan dana cadangan. 2 Penyertaan modal desa. xcv 3 Pembayaran utang. Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan serta data di lapangan di peroleh hasil bahwa APBDesa sudah dilaksanakan sesuai aturan yang berlaku, hal ini dapat dilihat dari susunan APBDesa di masing-masing desa. Tetapi perangkat desa terutama sekretaris desa dan kaur keuangan masih merasa kesulitan menerapkan susunan struktur APBDesa sesuai dengan Permendagri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa serta Peraturan Bupati Sragen Nomor 47 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. Berdasarkan hasil wawancara dengan perangkat desa A1, mengenai pembinaan dari kecamatan dan pemahaman mengenai susunan struktur APBDesa diungkapkan yaitu: “Desa sudah mendapatkan pembinaan dari kecamatan mengenai struktur APBDesa, tetapi kami disuruh mempelajari sendiri Peraturan Bupati Nomor 47 Tahun 2008, sehingga Saya belum seluruhnya memahami struktur APBDesa karena memang saya sudah tua dan tidak mengerti komputer, strukturnya juga terlihat rumit, untuk menyusun APBDesa saya memang dibantu oleh kaur keuangan dan kaur pemerintahan” Wawancara tanggal 29 Agustus 2009. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh perangkat desa A2 yaitu: ”Memang selaku kaur keuangan, Saya belum pernah mendapat pelatihan masalah pembuatan anggaran, saya hanya otodidak memperlajari keputusan bupati yang baru, kesulitan kami memang di penerapan kode anggaran, ada beberapa kode anggaran yang mungkin itu sudah sesuai atau dibutuhkan di tingkat kabupaten dan yang menjadi kendala adalah nomor urut. Ketika ini, katakan bantuan atau hibah 161 162 ada beberapa ini nomor urut yang tidak bisa dan jarang ada di desa mau kita hilangkan atau tetap menulis dengan menambah nomor urut selanjutnya. Ini kenyataan bener sampai sekarang saya belum ketemu jawabannya. Hal-hal seperti itu nomor memang tidak terdapat di desa, apakah itu xcvi dihilangkan atau tetap di tulis dan kebutuhan kita nambah nomor lagi. Tetapi diacuan itu ada nomor terus titik-titik berarti kita bisa menambah nomor lagi dan tetap menulis diatasnya walaupun sebenarnya itu tidak ada di tingkat desa” Wawancara tanggal 29 Agustus 2009. Berdasarkan hasil wawancara dengan perangkat desa B1 juga dinyatakan yaitu: ”Aparat Kecamatan Karangmalang pernah melakukan pembinaan dalam menyusun APBDesa, tetapi memang kami masih mengalami kesulitan sehingga kami selalu minta bantuan dari kecamatan” Wawancara tanggal 12 Oktober 2009. Perangkat desa C1 juga menyatakan hal serupa: ”Kami sudah mengerjakan apa yang diperintahkan kecamatan melalui peraturan bupati walaupun kami masih sering di bantu mengenai penyusunan struktur APBDesanya” Wawancara tanggal 13 Oktober 2009. Kemudian berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Desa A mengenai pemahaman dengan struktur APBDesa dinyatakan: ”Ada yang paham dan ada juga yang masa bodoh” Wawancara tanggal 10 Oktober 2009. Kepala Desa C dalam pernyataannya, mengungkapkan yaitu: ”Sudah, karena itu sudah ada sejak dulu dan semua perangkat desa lain bisa melaksanakan tugas di bidang masing-masing sesuai dengan tupoksinya” Wawancara tanggal 13 Oktober 2009. Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan pertama, bahwa pembinaan dalam menyusun struktur APBDesa masih kurang dan pelatihan menyusun struktur APBDesa juga belum dilaksanakan oleh kecamatan atau kabupaten. Hal ini berakibat kurang mampunya perangkat desa menyusun APBDesa. Kedua, perangkat desa sudah bisa memahami struktur APBDesa yang dibuat berdasarkan Permendagri Nomor 37 Tahun 2007 serta Peraturan Bupati xcvii Sragen Nomor 47 Tahun 2008, walaupun perangkat desa belum seluruhnya bisa memahami isinya dan cara menyusun yang baik dan benar, akibatnya penyusunan APBDesa tidak akan disusun secara benar dan pasti perangkat desa akan mengalami kesulitan. Solusi untuk kedua hal tersebut di atas adalah perlu diadakan diklat atau pelatihan dalam menyusun APBDesa bagi perangkat desa serta pembinaan rutin dari kecamatan atau kabupaten. b. Penyusunan rancangan APBDesa Untuk pengelolaan keuangan desa yang baik dan tertib, dapat dipertanggungjawabkan dan sesuai aturan yang berlaku serta dapat mencapai tujuan dan sasaran yang ditetapkan, maka perlu di susun rancangan APBDesa yang baik pula. Penyusunan rancangan APBDesa diperlukan beberapa tahap antara lain, pertama membuat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa RPJMDesa dan Rencana Kerja Pembangunan Desa RKPDesa, kedua penetapan Rancangan APBDesa dan ketiga evaluasi Rancangan APBDesa. Berdasarkan hasil wawancara dengan perangkat desa A1 dalam merancang APBDesa, karena di desa A yang membuat rancangan adalah kaur keuangan, hal ini disebabkan kemampuan sekretaris desa yang terbatas. Perangkat desa A1, menyatakan yaitu: “Untuk keuangan, pada dasarnya kita merencanakan di akhir tahun, saya membuat rancangan anggaran, kemudian saya konsultasikan rencana anggaran pendapatan sekaligus belanja tersebut kepada kepala desa dan sekdes, kemudian setelah disetujui oleh kepala desa dan sekdes, rancangan tersebut kita rapatkan kepada BPD, LP2MD dan seluruh tokoh masyarakat dan juga kita diserkan dalam musrenbagdes. Ketika semua perencanaan tersebut disetujui saya tinggal melaksanakan, dari apa yang sudah menjadi Rencana APBDES. Biasanya memang saya mengacu pada anggaran tahun yang lalu” Wawancara tanggal 29 Agustus 2009. xcviii Penulis juga mewawancari perangkat desa A1, yang merupakan kaur keuangan desa yang mempunyai kemampuan SDM yang memadai. Penulis menanyakan hambatan atau kesulitan dalam menyusun RAPBDesa, yaitu: “Yang menjadi kendala ketika kita mempunyai program pendapatan dan belanja akhirnya di tengah perjalanan terdapat yang tidak sinkron, tidak sinkron dalam artian begini pendapatan itu katakan sekian juta, ternyata pengeluaran melebihi, itu menjadi tugas selaku kaur keuangan untuk lebih menggali potensi pendapat yang lain, mungkin dengan membuat proposal bantuan ke pemda misalnya untuk rehabilitasi kantor, mungkin juga menggali dari hasil usaha desa yang lain, misalnya ini kan PBB” Wawancara tanggal 29 Agustus 2009. Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan pertama, bahwa dalam membuat RAPBDesa desa masih mengacu pada APBDesa tahun yang lalu. Hal ini bisa dikatakan baik karena perangkat desa tidak terlalu mengalami kesulitan dalam menyusun APBDesa, tetapi juga bisa dikatakan tidak baik karena tidak adannya terobosan-terobosan terhadap perencanaan pembangunan desa kedepan. Kesimpulan kedua, kendala dalam menyusun APBDesa adalah adanya perkiraan anggaran pemasukan dan pengeluaran yang tidak singkron. Membuat perencanaan anggaran memang pekerjaan paling sulit dalam mengelola keuangan desa. Solusinya pertama adalah adanya kemauan dan kemampuan perangkat desa dalam menyelesaikan setiap pekerjaan yang ada, kedua untuk memeudahkan dalam membuat perencanaan anggaran untuk 1 tahun kedepan masyarakat dari tingkat bawah mulai dari RT harus selalu dilibatkan, sehingga aspirasi kebutuhan masyarakat akan pembangunan dapat tertampung dan bisa dilaksanakan. Berikut dapat digambarkan penyusunan rancangan APBDesa, berdasarkan hasil penelitian di lapangan, yaitu: xcix Berdasarkan gambar di atas dapat disimpulkan bahwa penyusunan KADES RPJMDesa RPJMDaerah RKPDesa RKPDaerah - MUSRENBANGDES - Sesuai kebutuhan RANCANGAN PERDES APBDesa SEKDES KADES BPD BUPATI RANCANGAN PERDES APBDesa CAMAT Peraturan Desa ttg APBDesa Menyusun Berpedoman Diserahkan untuk disusun Disusun Dibahas bersama Ditandatangani Kades Disetujui bersama Diserahkan melalui camat untuk dievaluasi Dikembalikan untuk ditandatangani Keterangan: Untuk garis bawah dan tebal tidak Gambar 11 Penyusunan Rancangan APBDesa Berdasarkan Hasil Penelitian di Lapangan c rancangan APBDesa dari desa yang diteliti tidak sesuai dengan Permendari Nomor 37 Tahun 2007. Hal ini terlihat dari tidak adanya Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa RPJMDesa dan Rencana Kerja Pembangunan Desa RKPDesa. RKPDesa adalah hasil musyawarah masyarakat desa tentang program dan kegiatan yang akan dilaksanakan untuk periode 1 tahun dan RPJMDesa adalah dokumen perencanaan desa untuk periode 5 tahun. Berdasarkan pengamatan di lapangan kepala desa maupun perangkat desa tidak begitu memperhatikan mengenai RKPDesa maupun RPJMDesa, mereka menyusun rancangan APBDesa berdasarkan kebutuhan pada saat dilakukan penyusunan. Hal ini disebabkan karena sumber daya perangkat desa yang masih kurang dan kepala desa maupun perangkat desa kebanyakan mempunyai pekerjaan lain di luar jadi aparat desa, sehingga waktu untuk mengurus desa secara administrasi masih jauh dari harapan. Dampak tidak dilaksanakannya RKPDesa adalah tidak adanya arah yang jelas untuk pembangunan desa dalam 1 tahun mendatang, kemudian dengan tidak dilaksanakan RPJMDesa juga berdampak pada tidak jelasnya arah pembangunan desa dalam 5 tahun mendatang serta visi dan misi desa juga akan kabur dalam pelaksanaannya. Solusi tidak disusunnya RKPDesa adalah pemberian sanksi oleh pemerintah kabupaten, misalnya menunda dana dari kabupaten yang diberikan untuk desa dan akan dicairkan apabila desa sudah menyusun RKPDesa. Kemudian solusi tidak disusunnya RPJMDesa adalah RPJMDesa dijadikan salah satu syarat administrasi yang wajib dipenuhi dalam pencalonan kepala desa sebelum proses pemilihan kepala desa. ci 1 RPJMDesa dan RKPDesa Penyusunan rancangan APBDesa terlebih dahulu harus membuat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa RPJMDesa dan Rencana Kerja Pembangunan Desa RKPDesa. RPJMDesa untuk jangka waktu 5 tahun merupakan penjabaran dari visi dan misi dari kepala desa yang terpilih. Setelah berakhir jangka waktu RPJMDesa, kepala desa terpilih menyusun kembali RPJMDesa untuk jangka waktu 5 tahun. RPJMDesa ditetapkan paling lambat 3 bulan setelah kepala desa dilantik. Kepala desa bersama Badan Permusyawaratan Desa menyusun RKPDesa yang merupakan penjabaran dari RPJMDesa berdasarkan hasil Musyawarah Rencana Pembangunan Desa. Penyusunan RKPDesa diselesaikan paling lambat akhir bulan Januari tahun anggaran sebelumnya. Berdasarkan hasil wawancara mengenai pelaksanaan RPJMDesa dan RKPDesa di ketiga desa yang menjadi obyek penelitian menyatakan bahwa pelaksanaan RPJMDesa dan RKPDesa masih belum dilaksanakan. Hal ini sesuai dengan wawancara dengan salah satu Kepala Desa, yaitu: ”RPJMDesa sudah direncanakan untuk pelaksanaannya sesuai dengan kemampuan dana desa yang ada dan untuk RKPDesa belum dilaksanakan, karena kalau pelaksanaan sudah dekat baru di bentuk kepengurusan” Wawancara tanggal 13 Oktober 2009. Jadi pelaksanaan Rencana Kerja Pembangunan Desa RKPDesa seperti dalam gambar 5 pada BAB II tidak dilaksanakan oleh desa. Begitu juga dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa RPJMDesa tidak dilaksanakan oleh desa. Menurut pengamatan dan wawancara dengan perangkat yang lain ditemukan bahwa dari ketiga desa tidak melaksanakan RKPDesa dan RPJMDesa cii seperti yang diamanatkan dalam Permendagri nomor 37 Tahun 2007. 2 Penetapan rancangan APBDesa Permendagri Nomor 37 Tahun 2007 menyatakan bahwa penetapan rancangan APBDesa, sekretaris desa menyusun rancangan peraturan desa tentang APBDesa berdasarkan pada RKPDesa. Sekretaris desa menyampaikan rancangan peraturan desa tentang APBDesa kepada kepala desa untuk memperoleh persetujuan. Rancangan peraturan desa tentang APBDesa, ditetapkan paling lambat 1 bulan setelah APBD kabupatenkota ditetapkan. Kepala desa menyampaikan rancangan peraturan desa kepada BPD untuk dibahas bersama dalam rangka memperoleh persetujuan bersama. Penyampaian rancangan peraturan desa paling lambat minggu pertama bulan November tahun anggaran sebelumnya dan pembahasannya, menitikberatkan pada kesesuaian dengan RKPDesa. Rancangan peraturan desa tentang APBDesa yang telah disetujui bersama sebelum ditetapkan oleh kepala desa, maka paling lambat 3 hari kerja harus disampaikan kepada bupatiwalikota untuk di evaluasi. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Desa C dinyatakan: “Sudah, dalam penetapan RAPBDesa sudah sesuai dengan prosedur yang berlaku” Wawancara tanggal 13 Oktober 2009. Kepala Desa A dan Kepala Desa B juga menyatakan hal serupa, bahwa Rancangan APBDesa sudah dilaksanakan sesuai dengan Permendagri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa serta Peraturan Bupati Sragen Nomor 47 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. ciii 3 Evaluasi rancangan APBDesa Bupatiwalikota harus menetapkan evaluasi rancangan APBDesa paling lama 20 hari kerja. Apabila hasil evaluasi melampaui batas waktu di maksud, kepala desa dapat menetapkan rancangan peraturan desa tentang APBDesa menjadi peraturan desa. Dalam hal bupatiwalikota menyatakan hasil evaluasi Raperdes tentang APBDesa tidak sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepala desa bersama BPD melakukan penyempurnaan paling lama 7 hari kerja terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi. Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh kepala desa dan BPD, dan kepala desa tetap menetapkan rancangan peraturan desa tentang APBDesa menjadi peraturan desa, bupatiwalikota membatalkan peraturan desa di maksud dan sekaligus menyatakan berlakunya pagu APBDesa tahun anggaran sebelumnya. Pembatalan peraturan desa dan pernyataan berlakunya pagu tahun anggaran sebelumnya ditetapkan dengan peraturan bupatiwalikota paling lama 7 hari kerja setelah pembatalan peraturan desa, kepala desa harus memberhentikan pelaksanaan peraturan desa dan selanjutnya kepala desa bersama BPD mencabut peraturan desa di maksud. Pencabutan peraturan desa, dilakukan dengan peraturan desa tentang pencabutan peraturan desa tentang APBDesa. Pelaksanaan pengeluaran atas pagu APBDesa tahun sebelumnya ditetapkan dengan keputusan kepala desa. Berikut hasil wawancara dengan perangkat desa A2, mengenai apakah ada evaluasi dari kabupaten atau kecamatan mengenai rancangan APBDesa atau sudah menjadi APBDesa, yaitu: civ “Tentu saja ada, karena kita secara berkala kan melaporkan, setiap bulan kaur keuangan punya kewajiban melaporkan posisi neraca kas dan setiap akhir tahun RAPBDesaAPBDesa yang telah laksanakan juga kita laporkan camat, kepada bupati melalui camat, tentu saja ketika laporan itu kita kirim kekecamatan tentu akan di baca, dievaluasi di situ dan ditandatangani baru dikirim kepada kabupaten, berarti kami mengangggap laporan yang kita kirim itu sudah dievaluasi” Wawancara tanggal 29 Agustus 2009. Kepala Desa C juga menyatakan hal serupa yaitu: “Sudah, karena semua dilaksanakan atas dasar juklak dan juknis dari Pemerintah Daerah Tingkat II, juga dengan musyawarah dan hasil yang mufakat, kemudian hasilnya selalu kami kirim ke kecamatan” Wawancara tanggal 13 Oktober 2009. Menurut Kepala Desa B, mengenai evaluasi APBDesa dinyatakan: ”Kami selalu rutin mengirimkan hasil APBDesa kepada kecamatan dan kecamatan akan selalu memberi tahu mana-mana yang perlu diperbaiki” Wawancara tanggal 12 Oktober 2009. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan narasumber di atas diperoleh gambaran bahwa selama ini evaluasi rancangan APBDesa sudah dilakukan oleh kecamatan dan kabupaten serta dari ketiga desa yang jadi objek penelitian dapat berjalan dengan baik dan yang menjadi kendala dalam mengevaluasi Rancangan APBDesa adalah karena pihak kecamatan sering terlambat dalam mengirimkan Rancangan APBDesa ke kabupaten, sehingga pihak kabupaten juga akan terlambat dalam mengevaluasinya. Keterlambatan dari kecamatan juga disebabkan oleh desa yang terlambat dalam mengirimkan laporannya. Dampaknya penetapan APBDesa akan terlambat, sehingga pembangunan juga terhambat. Solusinya yaitu adanya sanksi administrasi dari kabupaten atau kecamatan apabila desa terlambat dalm mengirimkan Rancangan APBDesa. cv c. Pelaksanaan APBDesa Semua pendapatan desa dilaksanakan melalui rekening kas desa. Setiap pendapatan desa harus didukung oleh bukti yang lengkap dan sah. Khusus bagi desa yang belum memiliki pelayanan perbankan diwilayahnya maka pengaturannya diserahkan kepada daerah. Program dan kegiatan yang masuk desa merupakan sumber penerimaan dan pendapatan desa dan wajib dicatat dalam APBDesa. Kepala desa wajib mengintensifkan pemungutan pendapatan desa yang menjadi wewenang dan tanggungjawabnya. Pemerintah desa di larang melakukan pungutan selain dari yang ditetapkan dalam peraturan desa. Pengembalian atas kelebihan pendapatan desa dilakukan dengan membebankan pada pendapatan desa yang bersangkutan untuk pengembalian pendapatan desa yang terjadi dalam tahun yang sama. Untuk pengembalian kelebihan pendapatan desa yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya dibebankan pada belanja tidak terduga. Pengembalian harus didukung dengan bukti yang lengkap dan sah. Setiap pengeluaran belanja atas beban APBDesa harus di dukung dengan bukti yang lengkap dan sah. Bukti harus mendapat pengesahan oleh sekretaris desa atas kebenaran material yang timbul dari penggunaan bukti di maksud. Pengeluaran kas desa yang mengakibatkan beban APBDesa tidak dapat dilakukan sebelum rancangan peraturan desa tentang APBDesa ditetapkan menjadi peraturan desa. Pengeluaran kas desa tidak termasuk untuk belanja desa yang bersifat mengikat dan belanja desa yang bersifat wajib yang ditetapkan dalam peraturan kepala desa. Bendahara desa sebagai wajib pungut pajak penghasilan PPh dan pajak lainnya, wajib menyetorkan seluruh penerimaan potongan dan pajak yang cvi dipungutnya ke rekening kas negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sisa lebih perhitungan anggaran SilPA tahun sebelumnya, merupakan penerimaan pembiayaan yang digunakan untuk: 1 Menutupi defisit anggaran apabila realisasi pendapatan lebih kecil dari pada realisasi belanja. 2 Mendanai pelaksanaan kegiatan lanjutan atas beban belanja langsung. 3 Mendanai kewajiban lainnya yang sampai dengan akhir tahun anggaran belum diselesaikan. Dana cadangan dibukukan dalam rekening tersendiri atau di simpan pada kas desa tersendiri atas nama dana cadangan pemerintah desa. Dana cadangan tidak dapat digunakan untuk membiayai kegiatan lain di luar yang telah ditetapkan dalam peraturan desa tentang pembentukan dana cadangan. Kegiatan yang ditetapkan berdasarkan peraturan desa dilaksanakan apabila dana cadangan telah mencukupi untuk melaksanakan kegiatan. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan narasumber di peroleh gambaran bahwa pelaksanaan APBDesa sudah berjalan dengan baik tetapi masih ditemukan hal-hal yang tidak sesuai dengan aturan. Berikut beberapa hasil wawancara dengan narasumber. Seperti yang dinyatakan Kepala Desa A, mengenai pelaksanaan APBDesa yaitu: “Pelaksanaan APBDesa sudah berjalan dengan baik walaupun kendala tak terduga ada dan dengan musyawarah dapat terselesaikan” Wawancara tanggal 10 Oktober 2009. Kepala Desa C dan Kepala Desa B juga menyatakan hal serupa. Kepala cvii Desa B mengungkapkan yaitu: ”Pelaksanaan APBDesa di desa kami sudah berjalan dengan baik dan kami tidak mengalami kesulitan yang berarti, cuma sekretaris desa saya yang kadang perlu di oyak-oyak untuk segera mengerjakannya” Wawancara tanggal 12 Oktober 2009. Mengenai pelaksanaan APBDesa Kepala Desa C juga menyatakan yaitu: ”Bisa berjalan tetapi semua tidak lepas dari sarana dan prasarana yang tidak menjangkau” Wawancara tanggal 13 Oktober 2009. Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat digambarkan bahwa pelaksanaan APBDesa sudah dikerjakan, tetapi ada kendala mengenai sarana dan prasarana serta keterbatasan sumber daya manusia yang ada dari perangkat desa. Tetapi mengacu pengamatan di lapangan ditemukan beberapa hal yang tidak sesuai aturan, antara lain dukungan alat bukti yang sah untuk penerimaan dan pengeluaran dalam mengelola APBDesa kurang akurat. Berikut dapat digambarkan pelaksanaan APBDesa berdasarkan hasil penelitian di lapangan. APBDesa Pendapatan Penerimaan Pengeluaran Bendahara Desa Rekening Kas Desa Sisa lebih perhitungan Anggaran SilPA Dana Cadangan Tanggung jawabWew enang Kades Didukung Oleh alat bukti yang sah lengkap Pengesahan dari Sekdes PPh Pajak Penghasilan Didukung Oleh alat bukti yang sah lengkap Keterangan: Untuk garis bawah dan tebal tidak sesuai dengan aturan yang berlaku cviii Gambar 12 Pelaksanaan APBDesa Berdasarkan Hasil Penelitian di lapangan Berdasarkan gambar di atas mengenai pelaksanaan APBDesa dapat disimpulkan yaitu pertama, bahwa mengenai penerimaan dan pengeluaran APBDesa alat bukti yang sah seperti kwitansi penerimaan, kwitansi pengeluaran serta kwitansi belanja barang masih belum tertib. Hal ini berakibat tidak akuratnya alat bukti yang sah dan terindikasi adanya manipulasi. Kedua, tidak terdapatnya bendahara desa yang dibentuk oleh kepala desa dan yang menjalankan pengelolaan keuangan desa adalah kaur keuangan atau kaur umum. Sehingga tidak sesuai dengan Permendagri Nomor 37 tahun 2007 yang mengatur pembentukan bendahara desa oleh kepala desa. Hal ini akan berakibat mudahnya terjadi penyimpangan dikarenakan bendahara desa hanya dipegang oleh 1 orang sehingga pengawasan internal tidak dapat dijalankan secara maksimal. Solusinya pertama segala kelengkapan penerimaan dan pengeluran harus selalu dilaporkan kepada kepala desa dan kepala desa membuat Surat Pertanggungjawaban SPJ dan dilaporkan kepada bupati melalui camat. Kedua, kebupaten dan kecamatan wajib selalu menekankan pembentukan bendahara desa dan apabila tidak dibentuk pemerintah desa akan diberi sanksi. d. Perubahan APBDesa cix Perubahan APBDesa dapat dilakukan apabila terjadi keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran antar jenis belanja, keadaan yang menyebabkan sisa lebih perhitungan anggaran SilPA tahun sebelumnya harus digunakan dalam tahun berjalan, keadaan darurat dan keadaan luar biasa. Perubahan APBDesa hanya dapat dilakukan 1 kali dalam 1 tahun anggaran, kecuali dalam keadaan luar biasa. Perubahan APBDesa terjadi bila pergeseran anggaran yaitu pergeseran antar jenis belanja dapat dilakukan dengan cara merubah peraturan desa tentang APBDesa. Penggunaan SiLPA tahun sebelumnya dalam perubahan APBDesa, yaitu keadaan yang menyebabkan sisa lebih perhitungan anggaran SilPA tahun sebelumnya harus digunakan dalam tahun berjalan, pendanaan keadaan darurat dan pendanaan keadaan luar biasa. Selanjutnya tata cara pengajuan perubahan APBDesa adalah sama dengan tata cara penetapan pelaksanaan APBDesa. Berdasarkan hasil wawancara dari narasumber mengenai perubahan APBDesa, seperti Kepala Desa Jurangjero dinyatakan yaitu: “Desa Jurangjero pernah melakukan perubahan APBDesa tapi harus dibuat pernyataan atau berita acara yang sah” Wawancara tanggal 13 Oktober 2009. Desa Saradan dan Desa Puro belum pernah melakukan perubahan APBDes, hal ini berdasarkan pernyataan kepala desa masing-masing. Kepala Desa Puro mengungkapkan yaitu: “Selama ini belum melakukan perubahan APBDesa” Wawancara tanggal 10 Oktober 2009. Kepala Desa Saradan juga menyatakan yaitu: cx “Tidak pernah melakukan perubahan APBDesa dalam satu tahun” Wawancara tanggal 12 Oktober 2009. Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa Desa Jurangjero sudah pernah melakukan perubahan APBDesa dan Desa Saradan dan Desa Puro belum pernah melakukan perubahan dalam APBDesa. e. Pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa Pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa terdiri dari penetapan pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa dan penyampaian laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa. 1 Penetapan pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa Sekretaris desa menyusun rancangan peraturan desa tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa dan rancangan keputusan kepala desa tentang pertanggungjawaban kepala desa. Sekretaris desa menyampaikan kepada kepala desa untuk dibahas bersama BPD. Berdasarkan persetujuan kepala desa dengan BPD maka rancangan peraturan desa tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa dapat ditetapkan menjadi peraturan desa. Jangka waktu penyampaian rancangan keputusan kepala desa dilakukan paling lambat 1 bulan setelah tahun anggaran berakhir. Kepala Desa C menyatakan penetapan pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa melalui pembentukan peraturan desa sudah dilaksanakan, seperti diungkapkan yaitu: “Sudah dilaksanakan setiap tahun dengan membuat Laporan Keterangan Pertanggungjawaban LKPJ kepala desa”Wawancara 13 Oktober 2009. cxi Kepala Desa B juga mengungkapkan yaitu: “Ya, dilaksanakan sesuai dengan peraturan desa” Wawancara 12 Oktober 2009. Kemudian mengenai penetapan peraturan desa tentang penetapan APBDesa, Kepala Desa A juga menjawab: “Sudah dilaksanakan” Wawancara 10 Oktober 2009. Berdasarkan hasil wawancara di atas serta pengamatan di lapangan dapat disimpulkan bahwa penetapan APBDesa melalui peraturan desa sudah dilaksanakan walaupun desa memang belum bisa mandiri dan selalu minta bantuan dari kecamatan. 2 Penyampaian laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa Peraturan desa tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa dan keputusan kepala desa tentang keterangan pertanggungjawaban kepala desa disampaikan kepada bupatiwalikota melalui camat. Waktu penyampaian paling lambat 7 hari kerja setelah peraturan desa ditetapkan. Berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber diperoleh kesimpulan bahwa penyampaian laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa selalu dilakukan setiap tahun dan dilaporkan kepada bupati melalui camat. Hal ini sesuai dengan wawancara dengan Kepala Desa B yaitu: “Ya, tiap akhir tahun dilaporkan ke bupati melalui camat” Wawancara 12 Oktober 2009. Kepala Desa C juga menyatakan hal serupa yaitu: “APBDesa dilaporkan kepada bupati kepada camat” Wawancara 13 Oktober 2009. Desa A juga menyatakan hal serupa, penyampaian laporan cxii pertanggungjawaban APBDesa sudah dilaporkan kepada bupati. Hal ini memang sudah jadi kewajiban bagi kepala desa untuk melaporkan pertanggungjawaban jabatannya kepada bupati melalui camat dan apabila tidak melaporkan akan mendapat sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku. Berikut dapat digambarkan mekanisme pertanggungjawaban dan pelaporan APBDesa berdasarkan hasil penelitian di lapangan. Gambar 13 Mekanisme Pertanggungjawaban dan Pelaporan APBDesa Berdasarkan Hasil Penelitian di lapangan Di bahas bersama oleh Kades dan BPD Disetujui Kades Bupati BPD, Masyarakat Rancangan Peraturan Desa ttg Pertanggungjawaban APBDEsa Menyusun Menyampaikan Peraturan Desa ttg Pertanggungjwban Pelaksanaan APBDesa Badan Permusyawaratan Menyampaikan Rancangan Keputusan Kepala Desa ttg Pertanggungjawaban Kepala Desa Menyusun Menyampaikan Sekdes Keputusan Kades ttg Pertanggungjwban Kepala Desa Disampaikan kepada bupati melalui camat Camat Keterangan: Untuk garis bawah dan tebal tidak sesuai aturan yang berlaku. cxiii Gambar 13 di atas menjelaskan mekanisme pertanggungjawaban APBDesa yang terdiri dari peraturan desa tentang pertanggungjawaban APBDesa dan peraturan kepala desa tentang pertanggungjawaban kepala desa. Berdasarkan pengamatan ditemukan bahwa laporan kepada masyarakat tidak disampaikan secara langsung baik melalui pengumuman maupun langsung diberikan kepada masyarakat dan ada indikasi masyarakat sendiri juga tidak mau mengetahui laporan keuangan desanya. Hal ini juga dapat diindikasikan tidak tranparannya pengelolaan keuangan desa dan bila terjadi penyimpangan masyarakat tidak akan mengetahuinya. Juga ditemukan waktu dalam membuat laporan tidak tepat waktu dan camat akan selalu menagih ke desa dan ini berulang setiap tahun. Solusinya harus ada sanksi yang tegas bagi desa apabila tidak menyampaikan kepada masyarakat dan hendaknya laporan pertanggungjawaban bisa ditempelkan ke papan-papan pengumuman yang ada di desa maupun di setiap RT serta bisa lewat media cetak atau elektronik apabila desa mampu.

6. Alokasi Dana Desa ADD