karena itu bukanlah pekerjaan yang mudah kerena bisa saja terjatuh kayu kepada mereka saat menebang hutan tersebut. Setelah pohon tersebut tumbang mereka kemudian membakar kayu
kayu yang sudah ditumbang dan mereka akan membakar hutan atau kayu itu dengan posisi yang sudah kering agar lebih mudah untuk dibakar.
Setelah selesai membersihkan hutan masyarakat mulai menabur benih kedalam lahan pertanian meskipun masih ada bekas fosil kayu-kayu bakaran mereka yang masih tertinggal di
lahan pertanian mereka. Setelah masyarakat mengerjakan penanaman bibit dengan cara menabur ada yang kembali kedaerahnya masing masing dan ada juga yang kembali keperjaannya semula
sebagai nelayan. Untuk menunggu hasil panen mereka membutuhkan waktu selama 5-6 bulan menunggu hasil panen, dan ada juga para pendatang setelah melakukan pertanian ada yang ikut
untuk berlaut dan tidak kembali kedaerah asalnya tetapi ini tidak banyak, hanya beberapa orang saja dan belum mempunyai keluarga atau sering disebut dengan anak muda yang belum
menikah. Setelah panen mereka datang kembali untuk menuai hasil panennya dan mereka tidak datang sendiri tetapi mereka membawa rekan atau keluarga mereka dalam mengambil hasil
panen mereka.
3.2 Modal
Pada tahun 1970 masyarakat Tanjung Leidong tidak menggunakan modal untuk membuka lahan pertanian, masyarakat hanya menggunakan tenaga sebagai modal utama, seperti
membersihkan hutan, membakar. Mereka hanya menggunakan kapak dan tenaga sebagai sarana utama, dalam proses pemodalan ini system kerja yang mereka gunakan sangat tradisional karena
membutuhkan waktu yang sangat panjang, menurut salah seorang informant dalam satu hektar Ha tanah membutuhkan waktu yang sangat panjang dalam menyelesaikan lahan tersebut
Universitas Sumatera Utara
seiring dengan lambatnya cara kerja. Karena system pemodalan di desa ini tidak membutuhan biaya yang banyak seprti yang dilakukan oleh petani-petani yang didearah lain karena belum
adanya irigasi, hanya butuh tenaga dan pikiran saja. tetapi ini berlangsung sampai tahun 1987 karena melihat unsur hara pada tanah sangat tinggi, tidak perlu menggunakan pupuk dalam
pertanian padi tersebut. Seperti bibit bibit yang mereka gunakan sebagai penanaman padi itu diambil sendiri dari hasil panen yang diperoleh lahan masing-masing, selainnya jikalau ada bibit
kerabat petani, itu diminta saja atau diganti dengan padinya atau sering disebut dengan barter. Sampai musim turun ladang semua dikerjakan secara bergotong royong atau marsiruppa, dengan
jadwal yang bergantian tanpa terkecuali semua dikerjakan secara bersama-sama, mulai dari pembibitan, penyerakan bibit, sampai dengan penanaman bibit kesawah, semuanya itu
dikerjakan secara gotong royong, mereka juga sangat berhati-hati dalam pembibitan dan penanaman benih karena banyak ketakutan masyarakat, karena kalau hujan turun dengan curah
hujan yang sangat tinggi, bisa membawa pengaruh buruk terhadap bibit, maupun dalam penanaman kesawah, kerena jikalau curah hujan tinggi maka padi atau bibit yang hendah
ditanam disawah tergenang air, dan mengakibatkan pengulangan kembali bibit yang sudah ditanam. Salah satu cara yang digunakan pada petani dalam penanaman yang baik apabila hujan
turun supaya tidak mudah padi rusak, maka bibit padi tersebut dituakan untuk menghindari curah hujan tiba-tiba datang. Mulai dari pembersihan lahan atau masyarakat setempat menyebutnya
dengan membambat rumput ini dikerjakan secara bergantian, hal ini biasanya dikerjakan oleh para pria dalam membabat rumput biasanya setelah hujan datang supaya lebih mudah dikerjakan.
Pada pemodalan masyarakat yang memiliki lahan yang luas bidang tanah yang dimiliki antara lain masyarakat yang memiliki lahan 5 Ha ke atas akan di upahkan untuk penanaman dan
pada masa itu modal yang dibutuhkan untuk penanaman satu Ha Rp.200.000,00. Kecil mulai
Universitas Sumatera Utara
dari satu Hektar sampai dengan dua Hektar akan dikerjakan ngerombo atau marsadapari atau dikerjakan secara bersama-sama atau gotong royong, dan mereka secara bergantian sesuai
dengan kesepakatan yang telah dibuat jadwal, pada umumnya jumlah masyarakat yang bergotong royong 10 sampai 20 orang akan diselesaikan lahan yang mereka kerjakan.
3.3 Pembibitan.