Formatted: Tab stops: Not at 7,62 cm
2.6. Metoda Euler-Lagrange
Metode euler-lagrange memberikan cara pemecahan yang berbeda dengan cara simultan seperti di atas, yaitu dengan memisahkan pemecahan masalah untuk
suku adveksi dan difusi secara sendiri-sendiri, sehingga untuk satu langkah waktu akan dilakukan solusi untuk mencari pemecahan secara adveksi kemudian secara
difusi. Bentuk lain persamaan 2 dapat diberikan sebagai berikut:
2
.
adveksi difusi
C U
C D
C Q
t ∂
= − ∇ + ∇ +
∂ 1
424 3 123
Metode numerik untuk menyelesaikan permasalahan persaman adveksi- difusi dapat digolongkan kedalam jenis Euler, Lagrange, atau gabungan antara
Euler-Lagrange Neumann, 1984. Pada pendekatan Euler, persamaan transport diselesaikan dengan metoda grid tetap seperti halnya pada metoda beda-hingga atau
elemen hingga. Pendekatan Euler memberikan keuntungan dan kemudahan grid tetap dan mampu mengatasi masalah-masalah dimana dispersi merupakan faktor
dominan. Untuk permasalahan dimana adveksi merupakan faktor dominan seperti halnya banyak kondisi dilapangan, metode Euler rawan terhadap dispersi numerik
dan osilasi. Untuk mengatasinya diperlukan jarak antar-grid dan langkah waktu yang kecil. Namun demikian pendekatan Euler banyak dipakai karena
fleksibilitasnya dalam menangani bermacam syarat batas dan sumber. Pendekatan Lagrangian particle tracking untuk mensimulasikan transport
polutan merepresentasikan sekelompok polutan terlarut dengan partikel bergerak dengan jumlah berhingga tertentu. Koordinat dari setiap partikel dijelaskan melalui
persamaan transport Lagrangian multidimensi Tompson and Gelhar, 1990 and LaBolle et al. 1996. Akurasi metode ini membaik dengan meningkatnya jumlah
partikel dalam control volume sementara resolusinya menjadi semakin baik dengan semakin kecilnya control volume.
Pendekatan Euler memecahkan persoalan transport dengan mengintegrasikan persamaan adveksi-dispersi melalui suatu grid komputasi tetap.
Pendekatan ini menjadi sangat sulit untuk masalah dimana adveksi mendominasi
Formatted: Tab stops: Not at 7,62 cm
yaitu ketika syarat stabilitas dan akurasi mensyaratkan penggunaan sel grid dan langkah waktu yang sangat kecil Ames, 1992 and Celia and Gray, 1992.
Pendekatan Euler-Lagrange merupakan metoda campuran yang memiliki fitur campuran antara pendekatan Eulerian dan Lagrangian. Kebanyakan
pendekatan algorithma Euler-Lagrange membagi solusi masalah transport kedalam dua tahap Cheng et al. 1984 and Neumann, 1984 and Wheeler and Dawson, 1988.
Langkah pertama menggunakan pendekatan yang sama dengan particle tracking untuk memecahkan bagian adveksi dari persamaan transport dan langkah kedua
menggunakan pendekatan Euler untuk memecahkan bagian dispersi. Algorithma secara berulang bergantian menggunakan dua langkah tersebut di atas untuk
memperoleh konsentrasi pada lokasi-lokasi dan waktu tertentu. 2.6.1. Langkah Adveksi
Dibawah ini adalah persamaan transport dalam bentuk non- konservatif dan didefinisikan di atas domain spasial
Ω an interval waktu J=0,T] yang merupakan bentuk lain dari persamaan 2.2:
C U
C D C
Q t
∂ + ⋅∇ = ∇ ⋅ ∇
+ ∂
2.12
Dimana t adalah waktu, Cx,y,t adalah konsentrasi polutan, Ux,y medan kecepatan pada kondisi tunak, Qx,y,t adalah sumber atau reservoir,
dan D adalah konstanta dispersi Peaceman, 1966. Batas domain Ω,
1 2
∂Ω = ∂Ω + ∂Ω , dibagi menjadi dua bagian: 1 batas aliran masuk atau
tanpa aliran
1
∂Ω , dimana
U n ⋅ ≤
dan 2 batas aliran keluar
2
∂Ω dimana .
U n ⋅
Pada kedua kasus di atas n adalah vektor satuan normal yang mengarah keluar pada
∂Ω . Lokasi dari batas-batas tersebut di atas
dapat diidentifikasikan sebelum perumusan solusi karena Ux,y telah diketahui. Algorithma Euler-Lagrange hanya menekankan pada batas masuk.
Hal ini dimungkinkan karena pembagian solusi dalam langkah adveksi dan difusi.
Formatted: Swedish Sweden
Formatted: Tab stops: Not at 7,62 cm
Dalam bentuk Langrange, persamaan 2.11 di atas dapat ditulis dalam bentuk Lagrangian sebagai Cheng et al. 1984:
DC D C
Q Dt
= ∇ ⋅ ∇ +
2.13
Dimana DCDt merupakan perubahan konsentrasi terhadap waktu dihitung sepanjang jalur lintasan partikel. Bentuk turunan di atas dapat
diwakili oleh beda-hingga maju yang dievaluasi sepanjang jalur lintasan partikel:
1 1
, ,
, ,
i i
n n
i i
n n
i
C x y t t
C x y t t
DC Dt
t
+ +
− ≈
Δ
2.14
Dimana
1
,
i i
n
x y t
+
dan ,
i i
n
x y t adalah koordinat Euler dari
partikel yang berjalan menurut jalur i, dievaluasi pada waktu
tn+1
dan
tn
, dan
1 n
n
t t
t
+
Δ = −
adalah interval waktu yang dianggap konstan. Pada setiap langkah waktu koordinat
,
i i
n
x y t disebut sebagai asal dari jalur i.
Langkah pertama adveksi dari prosedur Euler-Lagrange adalah menghitung konsentrasi pada titik asal dari jalur dan berakhir pada titik grid
komputasi Euler yang tetap. Titik asal jalur i dapat ditentukan dengan cara telusur-balik backtracking sepanjang jalur dari waktu
tn+1
dan
tn
menggunakan persamaan kinematik berikut ini Neuman, 1981and Chiang et al. 1989 and Wheeler and Dawson, 1988 :
∫
+
− =
+
1
1
n n
t t
i n
i n
i
d x
v t
x t
x ξ
ξ
i=1,…,N 2.15
Dimana
1
,
i i
n
x y t
+
adalah lokasi vektor dari node i. cara ini telah dipergunakan secara luas dan disebut dengan pendekatan Modified Method
of Characteristics MMOC. Karena 2.4 adalah persamaan eksplisit untuk ,
i i
n
x y t maka biasanya harus diselesaikan secara numerik. Interval waktu
[
tn
,
tn+1
] dapat dibagi dalam M bagian dengan panjang langkah
i
t t M
Δ = Δ dan integral pada setiap fraksi waktu dapat dihitung menggunakan algoritma
Field Code Changed Formatted: Swedish Sweden
Field Code Changed Formatted: Swedish Sweden
Field Code Changed Formatted: Swedish Sweden
Field Code Changed Formatted: Swedish Sweden
Field Code Changed Formatted: Swedish Sweden
Field Code Changed Formatted: Swedish Sweden
Field Code Changed Formatted: Swedish Sweden
Field Code Changed Formatted: Swedish Sweden
Field Code Changed Formatted: Swedish Sweden
Field Code Changed Formatted: Swedish Sweden
Formatted: Tab stops: Not at 7,62 cm
integrasi. Pemilihan jumlah fraksi M bergantung pada t
Δ dan magnitudo
dari vektor kecepatan lokal. Jika kriteria fraksi waktu ini diikuti dan medan kecepatan tidak bergantung waktu, akurasi langkah adveksi menjadi tidak
bergantung pada t
Δ .
Algoritma numerik diskret untuk mengintegrasikan persamaan 2.15 memerlukan nilai kecepatan pada berbagai titik sepanjang jalur
lintasan antara
1
,
i i
n
x y t
+
dan ,
i i
n
x y t . Karena titik-titik intermediasi ini
biasanya tidak terletak tepat pada posisi node, maka kecepatan yang diperlukan harus di interpolasikan dari nilai-nilai pada node terdekat.
Interpolasi yang akurat sulit dilakukan dimana gradien kecepatannya besar. Namun interpolasi ini hanya perlu dilakukan satu kali bila medan kecepatan
tidak berubah terhadap waktu. Apabila titik asal dari jalur i telah diketahui, maka konsentrasi
, ,
i i
n n
C x y t t
dapat diperoleh melalui interpolasi konsentrasi yang diketahui dari node-node terdekat. Nilai-nilai konsentrasi
yang telah diketahui pada langkah ini akan disimpan untuk digunakan pada langkah berikutnya dari prosedur Euler-Lagrange ini.
Gambar 5. Titik Interpolasi
Field Code Changed Formatted: Swedish Sweden
Field Code Changed Formatted: Swedish Sweden
Formatted: Swedish Sweden
Field Code Changed Formatted: Swedish Sweden
Formatted: Spanish I nternational Sort
Formatted: Tab stops: Not at 7,62 cm
Pada kasus dimana kecepatan angin dan arah angin konstan pada selang waktu
t Δ
, maka persoalan di atas dapat disederhanakan secara skematis sebagai berikut:
Gambar 6. Penyederhanaan Titik Interpolasi 2.6.2. Langkah Difusi
Langkah kedua difusi prosedur Euler-Lagrange menghitung konsentrasi node pada waktu tn+1 dari persamaan berikut ini:
1 1
1 1
,
, ,
, ,
i n
n
i i
n n
i i
n n
x t t
C x y t t
t D C
Q C x y t
t
+ +
+ +
− Δ ∇ ⋅ ∇ +
=
2.16
Dimana ,
,
i i
n n
C x y t t
, nilai konsentrasi yang telah diketahui pada titik asal jalur transport i adalah nilai yang telah diperoleh pada langkah
pertama dan derivatif pada persamaan 2.16 dihitung pada titik
1
,
i i
n
x y t
+
. Persamaan diferensial spasial ini dapat dipecahkan menggunakan prosedur
beda hingga implisit yang menghasilkan nilai konsentrasi
1 1
, ,
i i
n n
C x y t t
+ +
pada semua node dari grid komputasi pada waktu tn+1. meskipun metoda beda-hingga dengan orde yang lebih besar dapat digunakan untuk
mendiskretisasikan persamaan 2.16 namun sebenarnya langkah ini tidak diperlukan karena kesalahan yang timbul dari diskretisasi spasial dari
persamaan ini tidak lebih signifikan bila dibandingkan dengan kesalahan interpolasi spasial yang terjadi pada langkah pertama adveksi. Solusi dari
Field Code Changed Formatted: Spanish I nternational
Sort
Formatted: Tab stops: Not at 7,62 cm
langkah ini kemudian digunakan sebagai nilai awal untuk langkah komputasi berikutnya dari t
n+1
hingga t
n+2
. Selanjutnya dengan mengasumsikan bahwa koefisien difusi D tidak
berubah terhadap lokasi dan waktu, maka persamaan 2.16 dapat ditulis sebagai:
1 1
1 1
,
, ,
, ,
i n
n
i i
n n
i i
n n
x t t
C x y t t
C x y t t
t D C
Q
+ +
+ +
= − Δ ∇ ⋅ ∇
+
2.17
1 1
2 1
1 ,
, ,
, ,
i n
n
i i
n n
i i
n n
x t t
C x y t t
C x y t t
t D C
Q
+ +
+ +
= − Δ
∇ +
2.18
Dan dengan menerapkan definisi seperti pada persamaan 2.5 maka diperoleh:
1 ,
, 1,
, 1,
, 1
, ,
1 2
2
2 2
m m
m m
m m
m m
i j i j
i j
i j i
j i j
i j i j
t t
C C
D C
C C
D C
C C
h k
+ +
− +
−
Δ Δ
⎡ ⎤
⎡ ⎤
= +
− +
+ −
+ ⎣
⎦ ⎣
⎦
, i j
Q t
+ Δ
2.19
yang serupa dengan persamaan 2.6 namun tanpa suku adveksi karena telah diselesaikan pada tahapan sebelumnya
, m
i j
C . Selanjutnya dengan beberapa
penyederhanaan dan pengaturan diperoleh:
1 ,
, 1
1, ,
1, 2
, 1
, ,
1 ,
2 2
m m
m m
m m
m m
i j i j
i j
i j i
j i j
i j i j
i j
C C
C C
C C
C C
Q t
α α
+ +
− +
−
⎡ ⎤
⎡ ⎤
= +
− +
+ −
+ +
Δ ⎣
⎦ ⎣
⎦
2.20
dimana:
1 2
t D
h α
Δ =
dan
2 2
t D
k α
Δ =
1 ,
1 1,
2 ,
1 1
2 ,
1 1,
2 ,
1 ,
1 2 2
m m
m m
m m
i j i
j i j
i j i
j i j
i j
C C
C C
C C
Q t
α α
α α
α α
+ +
+ −
−
= +
+ − −
+ +
+ Δ
2.21
1 ,
1 1,
2 ,
1 ,
1 1,
2 ,
1 ,
m m
m m
m m
i j i
j i j
i j i
j i j
i j
C C
C C
C C
Q t
α α
γ α
α
+ +
+ −
−
= +
+ +
+ +
Δ
2.22 Dimana
1 2
1 2 2
γ α
α = −
− . Untuk kondisi dimana h=k, diperoleh bahwa
1 2
α α α
= =
dan
2
1 4 γ
α = −
dan persamaan 2.22 menjadi:
1 ,
1, ,
1 2
, 1,
, 1
, m
m m
m m
m i j
i j
i j i j
i j
i j i j
C C
C C
C C
Q t
α α
γ α
α
+ +
+ −
−
= +
+ +
+ +
Δ
2.23
Formatted: Spanish I nternational Sort
Field Code Changed Formatted: Spanish I nternational
Sort
Field Code Changed Formatted: Spanish I nternational
Sort
Field Code Changed Formatted: Spanish I nternational
Sort
Field Code Changed Formatted: Spanish I nternational
Sort
Field Code Changed Formatted: Spanish I nternational
Sort
Field Code Changed Formatted: Spanish I nternational
Sort
Field Code Changed Formatted: Spanish I nternational
Sort
Field Code Changed Formatted: Spanish I nternational
Sort
Field Code Changed Formatted: Spanish I nternational
Sort
Formatted: Tab stops: Not at 7,62 cm
2.6.3. Interpolasi spasial Intrapolasi bilinier digunakan pada langkah adveksi untuk
mengetahui nilai konsentrasi polutan pada titik asal jalur transport yang seringkali titik-titik asal tersebut tidak tepat berada pada titik perpotongan
grid gambar 5 dan 6.
Gambar 7. Intrapolasi dalam prosedur Euler-Lagrange. Misalkan untuk sel diantara 4 titik grid seperti di atas maka
konsentrasi pada titik x,y dapat diinterpolasi menggunakan: h
y j
h x
i
y x
− =
− =
α α
; 2.24a
j i
x j
i x
j x
C C
C
, ,
1 ,
1 α
α −
+ =
−
2.24b
1 ,
1 ,
1 1
,
1
− −
− −
− +
=
j i
x j
i x
j x
C C
C α
α 2.24c
1 ,
, ,
1
−
− +
=
j x
y j
x y
y x
C C
C α
α 2.24d
Algoritmanya secara bergantian menggunakan dua langkah tersebut di atas untuk mendapatkan konsentrasi pada titik grid tertentu pada saat
tertentu.
2.7. Metode Perhitungan Beban Emisi Sektor Transportasi